Anda di halaman 1dari 30

BAB 9

PERTAHANAN DAN KEAMANAN

Kondisi keamanan nasional sampai dengan pertengahan 2011


relatif aman dan dinamis. Ancaman keamanan nasional yang
mengarah pada terganggunya pertahanan negara tidak sampai
membahayakan kewibawaan dan kedaulatan NKRI. Pembangunan
pertahanan dan keamanan telah menghasilkan kekuatan pertahanan
negara pada tingkat penangkalan yang mampu menindak dan
menanggulangi ancaman yang datang baik dari dalam maupun dari
luar negeri; profesionalitas aparat keamanan meningkat sehingga
pencitraan dan pelayanan terhadap masyarakat semakin dirasakan,
serta berbagai ancaman dapat diredam berkat kesiapsiagaan
dukungan informasi dan intelijen yang semakin membaik. Berbagai
keberhasilan dalam menangani aksi-aksi terorisme, aksi-aksi
perampokan, aksi-aksi premanisme, dan aksi-aksi kriminal lainnya
semakin memberikan rasa aman di masyarakat, terutama dunia
investasi. Hal ini dibuktikan realisasi investasi baik PMA maupun
PMDN cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Namun demikian, akibat keterbatasan keuangan negara banyak
program dan kegiatan pembangunan bidang pertahanan dan
keamanan yang tidak tercapai secara optimal. Dapat dicontohkan di
sini, upaya pemenuhan kekuatan pertahanan negara pada tingkat
kekuatan pokok minimal (minimum essential force) belum
sepenuhnya dapat diwujudkan. Pembangunan kekuatan dan
kemampuan pertahanan negara baru menghasilkan postur pertahanan
negara dengan kekuatan terbatas (di bawah Standard Deterrence).
Dalam hal pencapaian profesionalisme aparat keamanan, banyak
kendala yang dihadapi sehingga sampai saat ini lembaga kepolisian
belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan dan tuntutan
(expectation) masyarakat yang berpengaruh pula terhadap
pencitraan. Pada tahun 2010 sebanyak 35.220 atau 9,02% personil
Polri melakukan pelanggaran tata tertib, pelanggaran disiplin,
pelanggaran pidana, dan pelanggaran etika profesi. Dari jumlah
tersebut, 292 personil di berhentikan tidak hormat. Di samping itu,
Kondisi wilayah yang sangat luas baik daratan maupun perairan,
jumlah penduduk yang banyak dan nilai kekayaan nasional yang
harus dijamin keamanannya dalam wadah NKRI menjadikan
tantangan tugas dan tanggung jawab bidang pertahanan dan
keamanan menjadi sangat berat.

9.1. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI


Pembangunan bidang pertahanan dan keamanan dari tahun ke
tahun menghadapi permasalahan yang relatif sama, terutama dalam
jangka waktu 2010 – 2014. Namun demikian, seiring dengan upaya-
upaya yang dilakukan oleh pemerintah, secara gradual telah
menunjukkan ke arah perbaikan. Permasalahan tersebut adalah masih
terjadinya kesenjangan dan struktur pertahanan negara; wilayah
perbatasan dan pulau terdepan (terluar) yang masih rawan dan
berpotensi terjadinya pelanggaran batas wilayah dan gangguan
keamanan; sumbangan industri pertahanan yang belum optimal;
gangguan keamanan dan pelanggaran hukum di wilayah yurisdiksi
NKRI; keamanan dan keselamatan pelayaran di selat malaka dan
ALKI; terorisme yang masih memerlukan kewaspadaan yang tinggi;
intensitas kejahatan yang tetap tinggi dan semakin bervariasi; trend
kejahatan serius (serious crime) yang semakin meningkat dan
bersifat gunung es; keselamatan (safety) masyarakat yang semakin
menuntut perhatian; penanganan dan penyelesaian perkara yang
belum menyeluruh; kesenjangan kepercayaan masyarakat terhadap
polisi; penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba; keamanan
informasi negara yang masih lemah; deteksi dini yang masih belum

9-2
memadai; serta kesenjangan kapasitas lembaga penyusun kebijakan
pertahanan dan keamanan Negara.
Kesenjangan postur dan struktur pertahanan negara.
Meningkatnya ancaman pertahanan negara baik dari kekuatan militer
negara lain maupun ancaman dalam bentuk baru (non-traditional
threat) memerlukan pengembangan postur dan struktur pertahanan.
Kesenjangan antara postur dan struktur pertahanan negara dengan
kondisi kekuatan militer saat ini merupakan risiko yang sangat besar
bagi upaya mempertahankan wilayah dan kedaulatan negara. Namun
dengan kondisi keuangan negara yang terbatas, kekuatan pertahanan
yang memungkinkan dibangun adalah pada skala minimum essential
force (MEF). Diharapkan pada skala MEF ini kekuatan pertahanan
mampu menghadapi perkembangan lingkungan strategis pertahanan,
ancaman nyata yang dihadapi, serta dapat mendukung doktrin
pertahanan yang dianut oleh TNI. Upaya membangun postur
pertahanan dalam skala MEF tidaklah mudah. Dengan jumlah
alutsista TNI yang masih kurang, tingkat kesiapan alutsista TNI yang
rata-rata baru mencapai 65,13 %, serta sebagian besar alutsista TNI
telah mengalami penurunan efek penggentar sebagai akibat usia
teknis yang tua dan ketertinggalan teknologi, membutuhkan dana
yang sangat besar sekali. Oleh karena itu, pencapaian MEF tidak
dapat diselesaikan dalam waktu singkat, paling tidak membutuhkan 3
(tiga) tahapan Renstra. Selain dengan membangun Alutsista TNI,
pengembangan postur dan struktur pertahanan negara dilakukan
dengan membentuk prajurit TNI yang profesional, memiliki daya
saing, serta selalu mengikuti perkembangan teknologi dan keadaan
lingkungan strategis pertahanan.
Wilayah perbatasan dan pulau terdepan (terluar). Sampai saat
ini, Indonesia masih memiliki beberapa permasalahan garis batas
negara dengan negara-negara tetangga. Perbatasan Indonesia-
Malaysia masih menyisakan 10 daerah bermasalah yaitu: 1) Tanjung
Datu; 2) Gunung Raya; 3) Gunung Jagoi/S. Buan; 4) Batu Aum; 5)
Titik D 400; 6) P. Sebatik, tugu di sebelah barat P. Sebatik; 7) S.
Sinapad; 8) S. Semantipal, 9) Titik C 500 - C 600; dan 10) Titik B
2700 - B 3100. Sedangkan permasalahan garis batas darat antara

9-3
Indonesia – PNG adalah daerah Wara Smoll yang merupakan
wilayah NKRI tetapi telah dihuni, diolah, dan dimanfaatkan secara
ekonomis, administratif, serta sosial oleh warga PNG yang sejak
dahulu dilayani oleh pemerintah PNG. Selain itu, Indonesia dan
Timor Leste juga belum sepenuhnya sepakat dengan garis batas darat
untuk daerah Noel Besi, Manusasi, dan Dilumil/Memo yang saat ini
sedang dibicarakan kembali dengan perlibatan masyarakat
pemerintahan di Timor Barat. Di perbatasan laut, antara Indonesia
dan Thailand belum mencapai kesepakatan tentang batas landasan
continental diantara kedua negara. Sementara itu, Malaysia
mengklaim Blok Ambalat di laut Sulawesi dan tidak konsisten
dengan UNCLOS 1982 meskipun ZEE belum ditetapkan. Kerawanan
di wilayah perbatasan juga sangat terkait dengan jumlah pos
pertahanan di wilayah perbatasan darat dan di pulau terdepan
(terluar) yang masih relatif kurang. Sampai dengan 2010, baru
terbangun sebanyak 213 pos pertahanan dari total kebutuhan
minimal sebanyak 396 pos pertahanan. Sementara itu dari 92 pulau
kecil terluar baru 12 pulau yang terbangun pos pengamanan pulau
kecil terluar yang dilengkapi fasilitas yang memadai.
Industri pertahanan. Peningkatan peran industri pertahanan
dalam negeri merupakan suatu keharusan dalam rangka mewujudkan
kemandirian pertahanan dan keamanan nasional. Belajar dari
pengalaman masa lalu, kemampuan pertahanan Indonesia sempat
melemah akibat embargo yang dilakukan oleh negara-negara
supplier. Oleh karena itu, peningkatan peran industri pertahanan
dalam negeri dalam rangka kemandirian alutsista TNI dan peralatan
Polri harus dilaksanakan untuk memperkecil resiko ketergantungan
alutsista TNI dan peralatan Polri dari luar negeri. Secara umum
peran industri pertahanan nasional dalam keamanan nasional belum
maksimal, yaitu dicerminkan dari potensi Industri pertahanan yang
belum sepenuhnya dapat direalisasikan dan termanfaatkan dalam
sistem keamanan nasional. Di sisi lain, industri pertahanan nasional
yang saat ini identik dengan inefisiensi, kurang kompetitif, dan tidak
memiliki keunggulan komperatif, dan tidak mampu memenuhi
persyaratan dalam kontrak, juga harus mentransformasi perilaku
bisnisnya agar mampu mengemban kepercayaan yang telah
9-4
diberikan, yang antara lain dicerminkan dari kesesuaian harga dan
kualitas produk serta ketepatan waktu penyerahan. Berbagai
permasalahan dalam pengembangan industri pertahanan ini sangat
terkait dengan ketersediaan dan belum solidnya payung hukum,
kelembagaan, dukungan penelitian dan pengembangan, serta
dukungan finansial. Untuk itu, penyusunan road map industri
pertahanan nasional merupakan tantangan yang harus segera di atasi
dalam lima tahun mendatang agar peran industri pertahanan nasional
semakin signifikan dalam mewujudkan keamanan nasional
Gangguan keamanan dan pelanggaran hukum di wilayah laut
yurisdiksi nasional. Di wilayah laut yurisdiksi nasional, intensitas
gangguan keamanan dan pelanggaran hukum masih tinggi dan belum
sepenuhnya dapat ditangani oleh negara. Hal ini disebabkan oleh
terbatasnya sarana dan prasarana penjagaan dan pengawasan wilayah
laut perairan Indonesia. Banyaknya instansi yang memiliki
kewenangan dalam usaha menjaga dan mengawasi wilayah laut
Indonesia menuntut koordinasi yang baik antara lembaga-lembaga
yang berwenang di laut. Semakin pesatnya perkembangan teknologi,
pemanfaatan peralatan modern dengan kemampuan yang lebih tinggi
oleh operator kapal laut illegal membuat pelanggaran hukum laut
semakin sulit untuk diatasi. Apabila hal tersebut tidak mampu
diimbangi, maka tindak pelanggaran hukum seperti penangkapan
ikan liar dan pembakalan liar diperkirakan akan semakin marak dan
lebih sulit diatasi.
Keamanan dan keselamatan pelayaran di Selat Malaka dan
ALKI. Pengamanan jalur pelayaran internasional yang melalui Selat
Malaka dan tiga jalur ALKI menjadi tanggung jawab pemerintah
Indonesia. Apabila hal tersebut tidak dapat dilaksanakan, maka
konsekuensi yang ditanggung adalah masuknya pasukan asing untuk
turut mengamankannya sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan
PBB Nomor 1816 pada tanggal 2 Juni 2008 yang memberikan
kewenangan kepada cooperating states untuk melakukan penegakan
hukum di wilayah perairan internasional sebagaimana diterapkan di
perairan Somalia. Secara umum aktivitas pelayaran di wilayah Selat
Malaka relatif aman dengan semakin menurunnya tindak kejahatan

9-5
perompakan di selat tersebut. Namun, dunia pelayaran internasional
masih menempatkan Selat Malaka dan perairan internasional
Indonesia lainnya sebagai wilayah yang relatif berbahaya bagi
pelayaran kapal-kapal asing. Sebagai salah satu negara pantai,
penilaian ini memunculkan kekhawatiran dan dapat memunculkan
pandangan negatif bagi dunia pelayaran di Indonesia.
Terorisme. Permasalahan terorisme masih menjadi ancaman
yang bepotensi mengganggu stabilitas keamanan nasional. Tidak
menutup kemungkinan bahwa aksi-aksi terorisme di Indonesia
berkaitan dengan jaringan terorisme asing, sehingga sangat mungkin
di masa depan aksi-aksi terorisme akan selalu berulang kembali.
Akar masalah yang ditengarai menjadi media tumbuh suburnya
jaringan terorisme di Indonesia diantaranya adalah kondisi sosial dan
ekonomi masyarakat yang lemah, sehingga sangat mudah didogma
dan direkrut menjadi anggota jaringan. Oleh karena itu, salah satu
tantangan utama yang dihadapi dalam penuntasan masalah terorisme
adalah bagaimana membangun kesadaran masyarakat agar
masyarakat memahami bahwa terorisme adalah musuh bersama dan
dalam mengatasinya sangat membutuhkan peran aktif masyarakat.
Langkah tersebut, sekaligus diikuti dengan upaya-upaya
meningkatkan kesejahteraan rakyat agar tidak rentan terhadap bujuk
rayu jaringan terorisme.
Kejahatan lintas negara dan kejahatan serius (serious crime).
Kejahatan dengan kategori serius seperti narkotika, perdagangan dan
penyulundupan manusia, serta kejahatan terorganisir dan terorisme
mengalami peningkatan dan pertumbuhan yang sangat cepat dan
sudah mencapai tahap yang sangat mengkhawatirkan. Kondisi
strategis Indonesia merupakan salah satu daya tarik bagi tindak
kejahatan lintas negara. Disamping itu, faktor lemahnya kondisi
sosial dan ekonomi juga dapat menarik anggota masyarakat untuk
terlibat dalam tindak kejahatan ini, baik sebagai pelaku maupun
sebagai korban. Adanya keuntungan finansial yang dihasilkan dari
kejahatan jenis tersebut, membuat jaringan kejahatan jenis tersebut
selalu tumbuh dan berkembang bahkan sampai pada tingkat
penggunaan alat-alat yang canggih. Didukung dengan perkembangan

9-6
teknologi informasi yang sangat pesat, maka tantangan terberat untuk
mengatasi hal tersebut adalah bagaimana kemampuan pemerintah
dalam mengantisipasi dan menekan seminimal mungkin kejadian
berbagai tindak kejahatan jenis tersebut.
Intensitas dan variasi kejahatan konvensional. Munculnya
variasi kejahatan konvensional lebih banyak didasari oleh kurang
tersaringnya akses informasi dan telekomunikasi yang berdampak
negatif bagi masyarakat. Arus informasi dan telekomunikasi
kedepannya akan terus mengalami perkembangan sehingga jika tidak
diiringi dengan kontrol yang baik maka media informasi dan
telekomunikasi tersebut dapat menjadi sumber inspirasi bagi
masyrakat untuk melakukan tindak kejahatan konvensional. Tingkat
kemiskinan, pengangguran, serta munculnya pusat-pusat
pertumbuhan baru yang tidak mengakses kepentingan masyarakat
kebanyakan juga dapat menjadi faktor pendorong terjadinya tindak
kejahatan konvensional. Kejahatan konvensional yang terjadi
sepanjang 2009 mengalami peningkatan sebanyak 11,44 persen
dibanding 2008. Sepanjang 2009, kejahatan konvensional yang
terjadi sebanyak 167.605 perkara. Hal ini berarti, kejahatan
konvensional masih menjadi tantangan yang cukup serius dalam
menciptakan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat.
Gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat serta
keselamatan publik. Upaya Polri dalam memelihara keamanan dan
ketertiban memang belum dirasakan optimal pada tahun 2009, hal ini
sangat dirasa mengingat masih banyaknya peristiwa gangguan
keamanan dan ketertiban masyarakat yang dilatarbelakangi oleh
sentimen kedaerahan, perebutan pengaruh dalam proses politik
melalui demonstrasi, dan event olahraga. Aksi keributan dan anarkis
yang dilakukan masyarakat pada akhirnya membawa kesengsaraan
bagi masyarakat itu sendiri. Kerusuhan yang terjadi dikarenakan
adanya kemajemukan dalam status sosial dan ekonomi pada
masyarakat Indonesia, ditambah lagi dengan kondisi beramai-ramai,
maka ada kecenderungan untuk melepaskan tekanan batin akibat
kesenjangan status soisal dan ekonomi yang direalisasikan dengan
cara-cara yang anarkis. Pada masa yang akan datang frekuensi

9-7
kegiatan-kegiatan yang melibatkan masyarakat banyak akan semakin
sering terjadi, sehingga peran dari aparat keamanan sebagai
pengayom dan pelindung masyarakat harus mampu dilaksanakan
secara optimal, sehingga pada akhirnya kegiatan masyarakat dapat
berlangsung dengan aman dan tertib.
Penanganan dan penyelesaian perkara. Langkah penuntasan
kejahatan belum secara penuh menyentuh rasa keadilan seluruh
lapisan masyarakat, hal ini terlihat bahwa tingkat penuntasan perkara
kejahatan baik yang bersifat konvensional, kejahatan terhadap
kekayaan negara, maupun kejahatan yang berimplikasi kontijensi
rata-rata masih berada pada kisaran 52%. Dari setiap penanganan dan
penyelesaian perkara kejahatan tersebut dapat dilihat bahwa
kejahatan konvensional memiliki tingkat penuntasan perkara
terendah. Banyak kasus-kasus ringan yang sebenarnya dapat
diselesaikan secara kekeluargaan, terpaksa diproses untuk
mementahkan anggapan bahwa ada diskriminasi proses hukum.
Akibatnya, banyak kasus-kasus penting tidak dapat dituntaskan
secara cepat dan tuntas. Di samping itu, banyaknya kasus salah
tangkap menjadikan tingkat penuntasan perkara menjadi terganggu.
Kepercayaan masyarakat terhadap polisi. Kinerja baik dari
kepolisian dalam menangani beberapa kasus tindak kejahatan,
khususnya terkait dengan kejahatan narkotika dan terorisme, ternyata
tidak selalu diikuti dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat
terhadap polisi. Polisi dan masyarakat merupakan mitra yang saling
membutuhkan. Laporan dari masyarakat memiliki peran yang sangat
penting bagi keberhasilan kinerja kepolisian. Namun sayangnya
masih banyak masyarakat, baik sebagai pelapor maupun sebagai
saksi tindak kejahatan merasa kurang nyaman bila berhubungan
dengan lembaga kepolisian dengan alasan proses yang berbelit-belit
dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Disamping itu masih ada
sejumlah fakta penyimpangan tindakan oknum polisi yang secara
tidak langsung berdampak pada menurunnya citra lembaga
kepolisian. Akibatnya sebagian masyarakat belum sepenuhnya
percaya terhadap lembaga kepolisian dalam mengatasi permasalahan
keamanan dan ketertiban.

9-8
Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.
Pemberantasan kasus penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba
memerlukan penanganan yang lebih komprehensif yang melibatkan
seluruh pemangku kepentingan dari hulu hingga hilir. Keberhasilan
di tingkat hulu telah dibuktikan dengan adanya pengungkapan
beberapa labolatorium gelap dan sindikat narkoba oleh pihak
kepolisian dan Badan Narkotika Nasional. Uniknya, keberhasilan
tersebut tidak dibarengi dengan menurunnya prevalensi
penyalahgunaan narkoba, bahkan terjadi peningkatan. Kondisi ini
menunjukkan bahwa upaya pencegahan dan rehabilitasi yang
dilaksanakan selama ini masih kurang dapat mengimbangi upaya
pemberantasan peredaran gelap narkoba. Diharapkan dengan
terbentuknya organisasi vertikal BNN di daerah akan semakin
mendorong seluruh komponen masyarakat, bangsa, dan negara
bersama melakukan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkoba, sehingga upaya menjadikan “Indonesia
Negeri Bebas Narkoba” akan semakin realistis melalui pencapaian
target tahunan di awali dengan tahapan tahun 2011 – 2015.
Deteksi dini yang masih belum memadai. Untuk
meningkatkan kondisi keamanan dalam skala nasional yang meliputi
pertahanan, keamanan dalam negeri, serta keamanan sosial maka
deteksi dini merupakan kunci utamanya. Melalui pendekatan deteksi
dini diharapkan pengumpulan data dan informasi, serta analisa
kebijakan mengenai keamanan nasional dapat dilaksanakan dengan
baik dan akurat. Perkembangan teknologi informasi, termasuk
peralatan intelijen dan kontra intelijen yang sangat mungkin
disalahgunakan, akan menjadi potensi ancaman bagi keamana
nasional, sehingga modernisasi deteksi dini sangat diperlukan untuk
mendukung proses pengambilan keputusan oleh pimpinan negara.
Keamanan informasi negara yang masih lemah. Perkembangan
teknologi yang dinamis dan didukung oleh era keterbukaan telah
memberikan dorongan bagi setiap individu, badan, atau bahkan
negara untuk memperoleh informasi jenis apapun. Secara tidak
langsung hal ini akan menimbulkan potensi gangguan keamanan
terhadap informasi-informasi kenegaraan yang bersifat rahasia. Pada

9-9
dasarnya pengamanan informasi negara adalah wajib untuk
dilaksanakan karena hal ini akan terkait dengan keamanan dan
keutuhan NKRI. Jika dilihat dari perkembangannya, cakupan
pengamanan rahasia negara baru mencapai 36%. Di samping itu
masih banyaknya daerah dan kota strategis yang belum terjangkau
sistem persandian nasional dapat mengganggu komunikasi strategis
diantara pimpinan pusat dan daerah.
Kesenjangan kapasitas lembaga penyusun kebijakan
pertahanan-keamanan negara. Keamanan nasional memerlukan
pengelolaan yang lebih integratif, efektif, dan efisien, mengingat
semakin variatifnya potensi ancaman keamanan. Dalam hal ini,
kemampuan dan peran lembaga-lembaga keamanan harus
ditingkatkan. Permasalahan-permasalahan yang belum tuntas dan
terbatasnya kerja sama antarinstitusi harus segera terselesaikan
dengan dibentuknya semacam dewan keamanan nasioanl. Adanya
lembaga semacam dewan keamanan nasional tersebut, nantinya
mampu mengintegrasikan kerangka kebijakan keamanan nasional
dan pada akhirnya mampu meningkatkan kapasitas lembaga-lembaga
keamanan nasional yang sudah ada.

9.2. LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL-


HASIL YANG DICAPAI
9.2.1. Langkah kebijakan
Dalam rangka mencapai sasaran pembangunan bidang
pertahanan dan keamanan sebagaimana tertuang dalam Rencana
Kerja Pemerintah tahun 2011 buku II Bidang Hankam, langkah
kebijakan yang akan ditempuh adalah sebagai berikut :
a) Modernisasi alutsista serta penggantian alutsista yang umur
tehnisnya sudah tua, bahkan sudah tidak dapat
dioperasionalkan lagi, dan membahayakan keselamatan
prajurit;
b) Peningkatan profesionalisme prajurit, yang diiringi dengan
peningkatan kesejahteraan prajurit, diantaranya melalui
9 - 10
pemberian insentif kepemilikan rumah, tunjangan khusus
operasi;
c) Menuntaskan payung hukum percepatan pembentukan
komponen bela negara;
d) Peningkatan kualitas dan kuantitas pos pertahanan dan
keamaanan di wilayah perbatasan dan pulau terdepan (terluar)
beserta penggelaran prajurit TNI dan Polri;
e) Pendayagunaan industri pertahanan nasional bagi kemandirian
pertahanan, melalui penyusunan cetak biru beserta road map,
peningkatan penelitian dan pengembangan, serta dukungan
pendanaannya;
f) Intensifikasi dan ekstensifikasi patroli keamanan laut oleh
Badan Keamanan Laut (Bakamla), yang didukung oleh
efektifitas komando dan pengendalian;
g) Pemantapan tata kelola pencegahan dan penanggulangan
tindak terorisme serta pemberdayaan masyarakat dalam
pencegahan tindak terorisme;
h) Penerapan program “quick win” oleh Polri sampai ke tingkat
Polres di seluruh wilayah NKRI;
i) Peningkatan kapasitas SDM dan modernisasi teknologi
kepolisian sebagai bagian penerapan reformasi Kepolisian
Negara Republik Indonesia;
j) Peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga
kepolisian;
k) Ekstensifikasi dan intensifikasi pencegahan penyalahgunaan
narkotika, penyediaan fasilitas terapi dan rehabilitasi bagi
korban penyalahgunaan Narkotika yang terjangkau seluruh
lapisan masyarakat, dan pemberantasan jaringan narkotika;
l) Peningkatan kompetensi SDM intelijen yang didukung dengan
modernisasi teknologi intelijen dan koordinasi intelijen yang
kuat;
9 - 11
m) Pemantapan Sistem Persandian Nasional (Sisdina) dan
perluasan cakupan Sisdina terutama untuk wilayah NKRI dan
perwakilan RI di negara-negara tertentu;
n) Peningkatan kapasitas dan keserasian lembaga penyusun
kebijakan pertahanan keamanan negara.

9.2.2. Hasil yang Dicapai


9.2.2.1. Pembangunan Pertahanan
Sampai dengan Juli 2011, kekuatan seluruh personel TNI
mencapai 479.406 orang, terdiri dari 413.537 personil TNI dan
65.869 orang PNS. Dari jumlah personel TNI tersebut, 2.038 prajurit
berdinas di luar struktur, 9.679 prajurit berdinas di Mabes TNI,
306.561 prajurit berdinas di TNI AD, 64.190 prajurit berdinas di TNI
AL, dan 31.069 prajurit berdinas di TNI AU. Kekuatan Alutsista
Matra Darat kesiapannya rata-rata mencapai 81,13%, terdiri dari
kendaraan tempur berbagai jenis 1.299 unit (siap 82,90%), senjata
infanteri berbagai jenis 495.660 pucuk (siap 78,68%), senjata artileri
berbagai jenis 978 pucuk (siap 71,26%), kendaraan bermotor
berbagai jenis 62.229 unit (siap 84,11%), dan pesawat terbang
berbagai jenis 62 unit (siap 88,70%). Kekuatan Alutsista Matra Laut
kesiapannya rata-rata mencapai 43,25%, terdiri dari kapal perang
(KRI) 147 unit (siap 41%), Kapal Angkatan Laut (KAL) 344 unit
(siap 57,55%), kendaraan tempur marinir berbagai jenis 442 unit
(siap 42,3%), dan pesawat terbang 62 unit (siap 33,87%). Sedangkan
untuk kekuatan Alutsista Matra Udara kesiapannya rata-rata
mencapai 71%, terdiri dari pesawat terbang berbagai jenis sebanyak
209 unit (siap 42%), dan peralatan radar tergelar 18 unit.
Pencapaian pembangunan pertahanan pada skala MEF sampai
dengan tahun 2010 sekitar 13% dan diperkirakan pada akhir tahun
2011 akan meningkat menjadi 21%. Untuk mencapai sasaran
tersebut, pembangunan pertahanan diprioritaskan pada postur
pertahanan menuju MEF, baik melalui peningkatan profesionalisme
prajurit, modernisasi alutsista, percepatan pembentukan komponen
9 - 12
bela negara, pengamanan wilayah perbatasan dan pulau-pulau
terluar, pencegahan dan penanggulangan gangguan keamanan dan
pelanggaran hukum di laut, serta pemberdayaan industri pertahanan
nasional.
Upaya modernisasi Alutsista yang bertumpu pada Ranpur,
Tank, Senjata, Munisi, Meriam dan Rudal untuk Matra Darat; Kapal
Selam, Kapal Cepat Rudal, Kapal Korvet Sigma Class dan Kapal
Pendukung untuk Matra Laut; serta Pesawat Tempur, Pesawat
Angkut, Helikopter dan Pesawat jenis lainnya, peralatan Radar dan
Rudal untuk Matra Udara telah dilaksanakan dengan : (1) empat
pilihan strategis (rematerialisasi, revitalisasi, relokasi dan pengadaan)
dengan mempertimbangkan realitas alokasi anggaran pertahanan; (2)
Penyusunan dokumen kekuatan MEF, yang saat ini sedang
dilaksanakan Exercise (Uji Materi) untuk mewujudkan keterpaduan
ketiga Angkatan (Trimatra Terpadu) dalam mencapai kebutuhan
Alut/Alutsista yang mampu memberikan efek tangkal; dan (3)
Pembangunan kekuatan Alutsista didukung dengan fasilitas KE/PLN
dan PDN serta RM. Pengadaan barang/jasa militer dari luar negeri
tetap mensyaratkan semaksimal mungkin bekerjasama dengan
industri nasional dalam pelaksanaannya baik dalam bentuk kemitraan
kerjasama maupun alih teknologi dengan skema Government to
Government (G to G). Berbagai hasil program penambahan Alutsista
yang telah selesai diantaranya : (a) TNI AD yaitu 6 Helikopter Mi-
17-V5 (2009), 3 Unit Helikopter M-35P (diterima Tahun 2010) dan
Meriam Armed 105 mm; (b) TNI AL yaitu Overhaul Kapal Selam
KRI Cakra, pengadaan 4 Unit Korvet Kelas Sigma, Exocet MM-40
dan Mistral, Rudal C-802 serta 4 Unit Landing Platform Dock (LPD)
dan 17 Tank BMP-3F (Marinir); dan (c) TNI AU yaitu 6 Unit
Pesawat Sukhoi Su-27/30 dan Su-30MK2, Retrofit 4 Unit C-130, 2
unit pesawat Boing B-737 ex. Garuda, Simulator Helikopter Super
Puma NAS-332, Radar GCI untuk Merauke.
Peningkatan profesionalisme prajurit dilaksanakan dengan :
(1) Penyelenggaraan Diklat dalam mempersiapkan dan membekali
kemampuan personel/pegawai Kemhan/TNI agar memiliki
kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan organisasi bidang

9 - 13
pertahanan; (2) Mensejahterakan prajurit TNI dan PNS dengan
memberikan Tunjangan Operasi Pengamanan Bagi Prajurit TNI dan
PNS yang Bertugas Dalam Operasi Pengamanan Pulau Kecil Terluar
dan Wilayah Perbatasan dan tunjangan kinerja bagi seluruh prajurit
TNI dan PNS TMT Juli 2010; dan (3) Memberikan beasiswa bagi
personel Kemhan dan TNI untuk melaksanakan tugas belajar
Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), Program Pendidikan
Dokter Gigi Spesialis (PPDGS), S2 dan S3 bidang kesehatan dan
memberikan beasiswa bagi 3 orang taruna Akademi Militer untuk
mengikuti pendidikan akademi militer di National Defense Academy
(NDA) Jepang.
Percepatan pembentukan komponen bela negara dilaksanakan
dengan : (1) Penyusunan RUU Komponen Cadangan telah selesai
dan dalam pembahasan di DPR. Masih belum terdapat kata sepakat
mengenai kedudukan komponen cadangan dalam prioritas
pembangunan sistem pertahanan negara. Saat ini terus dilakukan
komunikasi intensif dengan DPR sebagai upaya agar RUU
Komponen Cadangan segera di bahas; (2) Penyusunan RUU
Komponen Pendukung sudah memasuki tahap harmonisasi antar
kementerian di Kementerian Pertahanan; (3) Pembinaan kesadaran
bela negara dan pemberdayaan bela negara dilingkungan pendidikan,
pekerjaan dan pemukiman serta veteran dengan sasaran kegiatan di
daerah perbatasan dan daerah berpotensi konflik; dan (4)
Pembangunan dan renovasi fasilitas bela negara didaerah.
Pengamanan wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar
(terdepan) dengan melaksanakan : (1) Perundingan batas wilayah
darat dan laut dengan negara tetangga; (2) Pembangunan pos
pengamanan dan pos terpadu di daerah perbatasan Negara yang pada
tahun 2011 hanya membangun fasilitas dan sarana prasarana di Pulau
Rondo; (3) Pembangunan sarana dan prasarana Radar Integrated
Maritime Surveillance System (IMSS) “1206” FY06, FY07, FY08
dan FY09 di Selat Malaka dan Sulawesi.
Pemberdayaan Industri Pertahanan Nasional dengan fokus
prioritas pemberdayaan industri pertahanan nasional, dilaksanakan
melalui : (1) Penelitian dan pengembangan Kemhan telah melakukan
9 - 14
kerjasama dengan Kemenristek, perguruan tinggi, Litbang Angkatan
serta pembentukan konsorsium Iptek bidang Radar, roket, rudal,
UAV dan Alkom; (2) Pembentukan Komite Kebijakan Industri
Pertahanan sebagai komitmen pemerintah dalam merevitalisasi
industri pertahanan memiliki peran mendorong dan mensikronkan
kebutuhan sarana pertahanan dengan kemampuan pemenuhan
kebutuhan oleh industri pertahanan nasional dan telah dituangkan
dalam MoU bersama pihak-pihak terkait untuk selanjutnya
diimplementasikan sesuai tanggung jawab masing-masing; (3)
Dalam upaya mengejar ketertinggalan teknologi pesawat tempur
telah dilakukan kerjasama dengan Korea Selatan pembuatan pesawat
tempur KFX/IFX; dan (4) Dilakukannya evaluasi dan penyesuaian
atas regulasi atau kebijakan yang berkaitan dengan perumusan
pelaksanaan, perizinan, pengembangan dan standarisasi teknis
bidang pengadaan barang dan jasa pada pembangunan kekuatan
pertahanan, diharapkan dapat meningkatkan kesiapan Alutsista
pertahanan.
Sementara itu, upaya pencegahan dan penanggulangan
gangguan keamanan dan pelanggaran hukum di laut telah
dilaksanakan antara lain dengan : (1) Ratifikasi Batas Laut Teritorial
Segmen Barat antara Pemerintah RI dengan Singapura; (2)
Kerjasama pertahanan internasional dilakukan secara bilateral dan
multilateral, terutama di bidang pendidikan dan latihan penegakan
hukum dilaut dan diudara; (3) Ratifikasi MoU Pertahanan dengan
Pemerintah Brunei Darussalam bidang Pertahanan; (4) Dilakukannya
ASEAN Defence Minister Meeting (ADMM); dan (5) meneruskan
penyusunan RPP tentang Penjaga Laut dan Pantai (Sea and Coast
Guard) untuk meningkatkan peran dan fungsi Bakorkamla. Dalam
pelaksanaan operasi Gurita 17 dan 18 yang dilaksanakan pada tahun
2011 dengan melibatkan kapal TNI AL, kapal Polisi, kapal KKP,
kapal Hubla, kapal Bea Cukai, kapal Bakorkamla, dan pesawat udara
berhasil mendeteksi 336 kapal. Dari hasil pendeteksian tersebut, 284
di hentikan dan diperiksan(henrik), 8 ditahan, dan 11 disegel.

9 - 15
9.2.2.2. Pembangunan Keamanan
Terorisme. Penanganan terorisme yang dilakukan sejak adanya
bom Bali I sampai dengan pertengahan tahun 2011, telah berhasil
menangkap 694 orang tersangka. Dari penangkapan tersebut, 65
orang tewas akibat ditembak atau dieksekusi pengadilan, 18 orang
dalam proses sidang, 47 orang dalam proses penyidikan, 374 orang
telah mendapat vonis hakim,147 orang menjalani hukuman, dan 210
orang sudah bebas menjalani hukuman dan/atau dinyatakan tidak
terbukti. Dari hasil penangkapan para pelaku dan pengungkapan
jaringan terorisme, menunjukkan bahwa pelaku teror di Indonesia
memiliki karakeristik khusus yaitu : (1) para pelaku sebagian besar
WNI yang pernah mendapatkan pelatihan militer di Afganistan dan
Philipina Selatan; (2) tidak merasa bersalah melakukan aksi teror
karena menganggap aksinya sebagai perjuangan dan perintah agama;
(3) memiliki idiologi keagamaan dengan kekerasan; dan (4)
serangkaian aksi terorisme terutama teror bom sebagian besar
dilakukan oleh kelompok Negara Islam Indonesia (NII) dan Jamaah
Al-Islamiyah (JI). Hasil pengungkapan aksi terorisme pada tahun
2010 diantaranya adalah : (a) pengungkapan kasus pelatihan militer
oleh jaringan terorisme di Pegunungan Jalin Janto Kabupaten Aceh
besar; (b) pengungkapan aksi perampokan di Bank CIMB cabang
Medan yang diduga terkait dengan terorisme, (c) pengungkapan aksi
teror penyerangan Polsek Hamparan Perak Medan dan Pos Polisi
Prembun dan Kutoarjo Jawa Tengah, dan (d) Pengungkapan
perakitan bom oleh kelompok Bandung. Sedangkan pada tahun 2011,
hasil pengungkapan aksi terorisme diantaranya adalah : (a)
pengungkapan tindak pidana teror bom di Klaten, (b) pengungkapan
teror bom buku di wilayah Jakarta, dan (c) pengungkapan teror bom
bunuh diri di Mapolresta Cirebon. Megingat bahayanya aksi
terorisme dan kemampuannya membaur ke dalam masyarakat,
menyebabkan kegiatan terorisme seringkali tidak terduga. Oleh
karena itu, aparat keamanan telah melakukan langkah-langkah
himbauan dan pembinaan kepada masyarakat agar dapat
meningkatkan kepekaan terhadap adanya pendatang baru atau orang
yang patut dicurigai di lingkungan tempat tinggal masing-masing dan
menginformasikan segera ke aparat kepolisian terdekat.
9 - 16
Capaian pembangunan keamanan secara spesifik dilihat dari
dua aspek yaitu aspek pembinaan (personil, material dan logistik,
dan pengawasan) dan aspek operasional (keamanan ketertiban dan
kelancaran lalu lintas, kriminalitas, dan trend gangguan kamtibmas).
Berdasarkan Undang- Undang RI No. 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia, tugas pokok Polri adalah
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan
hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
masyarakat. Berangkat dari tugas pokok tersebut, upaya-upaya
pembinaan dan operasional Polri telah terintegrasi dengan kebijakan-
kebijakan Polri. Mengacu kepada buku biru reformasi, maka Polri
telah melakukan pembenahan yang menggariskan pada tiga aspek
perubahan yaitu aspek kultural, struktural dan instrumental, yang
dalam perjalanannya lahir Grand Strategi Polri 2005 - 2025 yang
dipilah menjadi tiga pentahapan yaitu: (a) Tahap Trust Building
(2005 - 2009); (b) Tahap Partnership Building (2010 - 2014); dan (c)
Tahap Strive for Excellent (2015 - 2025).
Pada saat ini grand strategi Polri masuk pada tahap
Partnership Building (2010-2014). Oleh karena itu, program
revitalisasi Polri untuk mencapai tahapan tersebut yang dirangkum
dalam 3 komponen yaitu : (a) Penguatan Institusi, dengan melakukan
peningkatan kinerja melalui revitalisasi program prioritas yang
sedang berjalan; (b) Terobosan Kreatif, melalui program-program
kreatif untuk lebih meningkatkan kinerja Polri secara signifikan agar
dapat segera terlihat dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan
stake holder lainnya; dan (c) Peningkatan Integritas, yang
dimaksudkan untuk peneguhan dedikasi dan loyalitas seluruh
personil Polri dalam menjalankan tugas pokok, fungsi dan peran
dengan sebaik-baiknya disertai dengan peningkatan pengawasan.
Sasaran Revitalisasi Polri, yaitu untuk mewujudkan Pelayanan Prima
dengan beberapa indikator sebagai : Polri yang melayani, Polri yang
pro aktif, Polri yang transparan, dan Polri yang akuntabel.
Sampai dengan awal tahun 2011, jumlah personil Pori
mencapai 415.558 orang yang terdiri dari : 390.452 orang angota
Polri (204 orang Pati; 10.730 orang Pamen; 29.203 orang Pama,

9 - 17
350.176 orang Bintara, dan 139 orang Tamtama); dan 25.106 orang
PNS/CPNS Polri (12.003 orang PNS dan 13.103 orang CPNS).
Pembinaan personil. Pada tahun 2010 telah dilakukan
perubahan kebijakan di bidang pembinaan SDM Polri dari era
pembangunan kekuatan Polri yang bersifat kuantitas dirubah menjadi
era kualitas pembinaan SDM Polri. Hal ini sejalan dengan tuntutan
kompetensi tugas dan perkembangan regulasi. Pelaksanaanya telah
dijabarkan / dilaksanakan dalam bentuk peningkatan kemampuan
SDM Polri, diantaranya melalui : (a) Pendidikan AKPOL (Akademi
Kepolisian) dan PPSS (Perwira Polisi Sumber Sarjana) yang
bersumber SI/S2 s/setingkat sebanyak 350 Perwira Polri; (b)
Pendidikan BRIGADIR POLRI yang semula dilaksanakan selama 5
bulan ditingkatkan menjadi 7 bulan; (c) Pendidikan SESPATI
POLRI yang semula pesertanya 40 orang ditambah menjadi 75
orang, dengan pertimbangan percepatan penyiapan kader Pimpinan
Polri sampai dengan tingkat Top Manager; (d) Pendidikan Alih
Golongan Brigadir (Bintara) Polisi ke Perwira Polri sebanyak 3.200
orang dengan perubahan lama pendidikan dari 12 hari menjadi 30
hari; (f) Pelatihan peningkatan kualitas kinerja Perwira Menengah
Polri (Kombes) direncanakan sebanyak 480 orang yang sudah
dilaksanakan 70 orang, sebagai pemegang estafet kepemimpinan
Polri masa depan yang difokuskan pada capacity building; dan (g)
Kegiatan rekrutmen Sumber Daya Manusia Polri khususnya dalam
bidang Pembangunan Kekuatan personel Polri seperti rekrutmen
calon Taruna Akademi Kepolisian (AKPOL) dan Perwira Polri
Sumber Sarjana (PPSS) yang didasarkan Sistem Manajemen Mutu
dalam proses seleksinya, telah memperoleh pengakuan Internasional
dengan bukti sertifikat ISO seri 9001 : 2000 pada tahun 2008 yang
kemudian ditingkatkan menjadi ISO seri 9001: 2008 pada tahun
2010.
Material dan logistik. Sampai dengan awal tahun 2011, Polri
telah melaksanakan pengadaan material dan logistik, diantaranya
adalah : (a) Pengadaan Barang / Jasa melalui e-procurement (layanan
pengadaan secara elektronik/LPSE).sebagaimana amanah Keppres
Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah;

9 - 18
(b) Mempersiapkan kelengkapan transportasi dan komunikasi dengan
jaringan GPS menunjang program Quick Response; (c) Layanan
banking system sampai dengan Polres (SIM); (d) Sistem pelayanan
Transparansi Penyidikan; (e) Pembangunan Sistem Digital Media
Monitoring di Divisi Humas Polri; dan (f) Pembangunan sistem
filling and recording dalam rangka program Quick Wins Divpropam
Polri pada 5 (lima) wilayah Polda (Metro Jaya, Banten, Jabar, Jateng
dan Jatim).
Pengawasan. Pengawasan internal secara struktural dilakukan
oleh Itwasum Polri, Divpropam Polri dan Divbinkum Polri terkait
administratif, disiplin, etika profesi dan tindak pidana oleh oknum
Polri. Pengawasan fungsional untuk kontrol penyidikan dilakukan
oleh Pengawas Penyidik. Pengawasan eksternal oleh lembaga -
lembaga negara yang independen seperti DPR RI, Komnas HAM,
Kompolnas, Ombudsman, dan LSM seperti kontras, YLBHI, IPW,
ICW. Walaupun pembinaan oleh pimpinan di semua level organisasi
Kepolisian terus dilakukan, namun terhadap anggota yang melanggar
disiplin, kode etik, maupun pidana secara tegas tetap diberikan
sanksi. Sepanjang tahun tahun 2010 telah dilakukan penegakkan
hukum terhadap anggota Polri bermasalah, yaitu terkait dengan : (a)
Bidang Tata Tertib. Untuk tahun 2010 pelanggaran tata tertib
sebanyak 19.083 perkara, sementara untuk tahun 2009 sebanyak
23.971 perkara sehingga terjadi penurunan sebesar 4.888 perkara (-
20,3 %). Seluruh perkara tata tertib yang terjadi ditahun 2010 telah
diselesaikan seluruhnya (100 %); (b) Bidang Disiplin. Untuk tahun
2010 pelanggaran disiplin sebanyak 5.437 perkara, sementara untuk
tahun 2009 sebanyak 5.881 perkara. Sehingga terjadi penurunan
sebanyak 444 perkara (-7,54 %). Selama tahun 2010 pelanggaran
disiplin sebanyak 5.437 perkara dan telah diselesaikan sebanyak
1.889 perkara dan masih dalam proses sebanyak 3.548 perkara (34,7
%); (c) Bidang Pidana. Untuk tahun 2010 pelanggaran pidana
sebanyak pidana 682 perkara, sementara untuk tahun 2009 sebanyak
1.247 kasus. Sehingga terjadi penurunan sebanyak 565 perkara (-
45,3 %). Perkara pelanggaran pidana dari 682 perkara ditahun 2010
berhasil diselesaikan sebanyak 119 perkara dan masih dalam proses
sebanyak 563 perkara (17,4 %); (d) Bidang Etik Profesi. Untuk tahun
9 - 19
2010 pelanggaran bidang etik profesi sebanyak pidana 215 perkara,
sementara untuk tahun 2009 sebanyak 615 perkara. Sehingga terjadi
penurunan sebanyak 400 perkara (- 65 %). Perkara pelanggaran
kode etik profesi dari 215 perkara berhasil diselesaikan seluruhnya
(100 %); (e) PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat). Dari
pelanggaran yang terjadi selama tahun 2010, diantaranya sebanyak
294 orang dikenakan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat
(PTDH) dari dinas Polri, yang terdiri dari ; Pamen 6 orang, Pama 12
orang, Bintara 272 orang dan Tamtama 4 orang; dan (f) Dalam
pelaksanaan tugas penegakan disiplin internal Divisi Profesi dan
Pengamanan telah memperoleh sertifikat ISO 9001:2008. Prestasi
yang diraih ini adalah sebagai bukti dari keseriusan Polri untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat menuju suatu bentuk
pelayanan yang prima, transparan dan akuntabel.
Keamanan ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Secara
keseluruhan tingkat kecelakaan lalu lintas sepanjang 2010 naik 1,04
% (Tahun 2009 : 59.164 dan Tahun 2010 : 61.606), dengan jumlah
korban : meninggal dunia (MD) turun 51,26 % (Tahun 2009 :
20.188 dan Tahun 2010 : 10.349); korban luka berat (LB) turun
55,02 % (Tahun 2009 : 23.440 dan Tahun 2010 : 13.600); korban
luka ringan (LR) naik 55,21 % (Tahun 2009: 55.772 dan Tahun
2010 : 30.794); dan pelanggaran lalu lintas turun 42 % (Tahun 2009
: 5.311.228 dan Tahun 2010 : 3.114.970). Dalam rangka
peningkatan jasa pelayanan Kepolisian sebagai wujud komitmen
Polri untuk terus - menerus berupaya meningkatkan efektivitas,
efisiensi, transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik, telah
dilakukan terobosan melalui : Peningkatan pelayanan pengurusan
SIM, STNK dan BPKB (SSB) dengan mengadopsi kemajuan
teknologi dan banking system; Peningkatan pelayanan perpanjangan
SIM keliling dan SIM corner; Pengesahan STNK Drive Thru; dan
Layanan pengantaran perpanjangan STNK dengan melibatkan
Bintara Polmas (untuk sementara hanya di Jakarta, Jabar dan Jatim).
Polri juga telah mengembangkan Traffic Management Centre
(TMC), Regional Traffic Management Centre (RTMC) dan Nasional
Traffic Management Centre (NTMC). Sejalan dengan komitmen
dalam mewujudkan Pelayanan Prima yang berbasiskan sistim
9 - 20
manajemen mutu. Korps Lalu Lintas Polri telah mendapat beberapa
perhargaan dari masyarakat maupun dunia internasional.
Kriminalitas. Trend kriminalitas mengalami peningkatan dan
penurunan sesuai dengan suhu politik yang terjadi. Jumlah Tindak
Pidana tahun 2009 sebanyak 344.942 kasus dan tahun 2010 sebanyak
274.999 kasus, sehingga terjadi penurunan sebesar 69.943 kasus (-
20,28 %). Penyelesaian Tindak Pidana tahun 2009 sebanyak 223.282
kasus dan tahun 2010 sebanyak 150.184 kasus, sehingga terjadi
penurunan sebesar 73.098 kasus (-32,74 %). Prosentase Penyelesaian
Tindak Pidana tahun 2009 sebanyak 65 % dan tahun 2010 sebanyak
55 %, sehingga terjadi penurunan sebesar 10 %. Resiko Penduduk
Terkena Tindak Pidana tahun 2009 sebanyak 148 kasus dan tahun
2010 sebanyak 118 kasus, sehingga terjadi penurunan sebesar 30
kasus (-20,27 %). Sedangkan Selang Waktu Terjadi Tindak Pidana,
tahun 2009 mencapai 1 menit 31 detik dan tahun 2010 mencapai
1menit 54 detik, sehingga terjadi penurunan selang waktu selama 23
detik (-20,28 %). Penurunan-penurunan ini menunjukkan bahwa
tingkat keamanan semakin membaik, meskipun dalam hal
Penyelesian Tindak Pidana yang merupakan salah satu indikator
kepastian hukum justru mengalami penurunan.
Trend gangguan kamtibmas. Trend gangguan kamtibmas juga
mengalami peningkatan dan penurunan sesuai dengan kondisi
perekonomian dan suhu politik yang terjadi. Kasus Kejahatan
Konvensional tahun 2009 sebanyak 319.402 kasus dan tahun 2010
sebanyak 252.566 kasus, sehingga terjadi penurunan sebesar 66.836
kasus (-20,93 %). Kasus Kejahatan Trans Nasional tahun 2009
sebanyak 17.511 kasus dan tahun 2010 sebanyak 19.342 kasus,
sehingga terjadi peningkatan sebesar 1.831 kasus (10,46 %). Kasus
Kejahatan Terhadap Kekayaan Negara tahun 2009 sebanyak 7.941
kasus dan tahun 2010 sebanyak 2.992 kasus, sehingga terjadi
penurunan sebesar 4.949 kasus (-62,32%). Kasus Kejahatan
Berimplikasi Kontijensi : Untuk tahun 2009 sebanyak 88 kasus dan
tahun 2010 sebanyak 99 kasus, sehingga terjadi peningkatan sebesar
11 kasus (-12,50%). Sementara itu Gangguan tahun 2009 sebanyak

9 - 21
11.638 kasus dan tahun 2010 sebanyak 7.712 kasus, sehingga terjadi
penurunan sebesar 3.926 kasus (-33,73 %).

9.2.2.3. Pembangunan Pertahanan dan Keamanan Lainnya


Pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkoba. Berdasarkan hasil survei Badan Narkotika
Nasional yang bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kesehatan
Universitas Indonesia tahun 2008, prevalensi penyalahguna narkoba
di Indonesia sebesar 1,99 % dari penduduk Indonesia yang berumur
10-59 tahun atau sekitar 3,6 juta orang. Pada tahun 2010 prevalensi
tersebut diproyeksikan naik menjadi 2,21% dan pada tahun 2015
apabila tidak dilakukan upaya-upaya penanggulangan yang
komprehensif, akan meningkat menjadi 2,8% atau setara dengan 5,1
juta orang. Jumlah penyalahguna nakoba ”coba pakai” terus
meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini sangat mengkhawatirkan
karena pada dasarnya mereka belum tahu, belum paham, dan belum
sadar akan ancaman bahaya narkoba. Oleh karenanya, mereka akan
mencoba pakai narkoba dan menjadi pelanggan baru, meningkat
menjadi teratur pakai atau pecandu, dan akhirnya menjadi pelanggan
tetap. Pada saat ini, jaringan peredaran gelap narkoba internasional
yang beroperasi di Indonesia semakin meningkat, diantaranya
jaringan sindikat warga negara Iran, Nigeria, India, China dan
Malaysia. Begitu pula dengan warga negara Indonesia yang terlibat
jaringan peredaran gelap meningkat bahkan beberapa diantaranya
sedang menjalani proses hukum di luar negeri karena berperan
sebagai kurir pembawa narkoba.
Dari 3,8 juta penyalahguna narkoba pada tahun 2010, baru
sebagian yang telah menjalani perawatan. Masih banyak
penyalahguna Narkoba yang belum mendapatkan pelayanan
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial sehingga sangat rawan
menjadi pasar terbuka jaringan sindikat peredaran gelap
narkoba.Dengan semakin meningkatnya jumlah penyalahguna
narkoba di Indonesia, makin mengundang beroperasinya jaringan
sindikat narkoba di Indonesia. Berdasarkan jenis pekerjaan para

9 - 22
penyalahguna narkoba yang menjalani proses penegakan hukum,
pada umumnya adalah pekerja swasta, wiraswasta, dan buruh berusia
di atas 30 tahun, dengan tingkat pendidikan terbanyak SLTA. Ini
harus menjadi perhatian semua pihak bahwa ancaman terbesar ada
pada kalangan siswa/pelajar SLTA sebagai generasi muda yang
diharapkan menjadi pemimpin bangsa dimasa mendatang.
Intelijen. Pelaksanaan pembangunan lembaga intelijen yang
dilakukan melalui pembangunan dan pengembangan SDM Intelijen,
pengadaan peralatan intelijen, pengembangan sistem informasi
intelijen dan jaringan komunikasi intelijen. Pembangunan pos
intelijen kewilayahan diprioritaskan untuk meningkatkan deteksi dini
pada wilayah-wilayah strategis guna mengantisipasi timbulnya
ancaman yang membahayakan keutuhan NKRI. Terlaksananya
operasi kontra intelijen dan operasi intelijen telah mampu
meningkatkan daya tangkal intelijen; terdeteksi dan tereliminasinya
ancaman, tantangan, gangguan dan hambatan keamanan yang berasal
dari dalam dan luar negeri; tereliminasinya ancaman terorisme di
dalam negeri; tertanggulanginya ancaman separatisme, dan
tertanggulanginya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Sebagai bagian masyarakat intelijen, Indonesia secara berkelanjutan
terus melakukan kerja sama intelijen terpadu, baik antar -
intelligence community dalam negeri, kerja sama institusi intelijen
negara-negara Association of South East Asia Nations (ASEAN),
maupun dengan masyarakat internasional berupa intelligence
exchange dan mutual legal assistance. Kerja sama intelijen tersebut
dimasa mendatang diharapkan akan terus ditingkatkan seiring
dengan makin meningkatnya tantangan keamanan nasional, regional,
ataupun global baik berupa kejahatan yang bersifat tradisional
maupun kejahatan-kejahatan jenis baru.
Persandian. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi khususnya di bidang kriptografi serta perubahan
hakekat ancaman terhadap informasi yang berklasifikasi rahasia,
Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) terus melakukan pembinaan
terhadap sumber daya manusia, perangkat keras persandian, dan
perangkat lunak persandian. Pembinaan sumber daya manusia

9 - 23
persandian dilakukan melalui pendidikan dan latihan baik di dalam
maupun luar negeri. Pembinaan perangkat keras dilaksanakan
melalui aplikasi peralatan sandi yang “fully national algorithm” yang
memenuhi tuntutan user yaitu instansi pemerintah, VIP dan VVIP
bagi pejabat pemerintah dalam hal kecepatan kirim terima informasi
rahasia. Sementara itu, untuk pembinaan perangkat lunak
diantaranya dengan melakukan bimbingan teknis pembentukan UPT
persandian, optimalisasi pemanfaatan fungsi persandian di instansi
pemerintah, serta melakukan langkah-langkah penyelesaian RUU
Rahasia Negara. Cakupan pengamanan rahasia negara sampai
dengan Mei 2011 mencapai 40 % dan diharapkan pada akhir tahun
2011 menjadi 42 %. Jumlah perwakilan RI yang telah difasilitasi
persandian sampai dengan Mei 2011 sebanyak 96 perwakilan RI dan
diharapkan pada akhir tahun 2011 menjadi 106 perwakilan RI.
Pelaksanaan operasi kontra pengindraan yang laksanakan di jajaran
pimpinan instansi pusat, di dalam negeri, dan di luar negeri sampai
dengan Mei 2011 masing-masing bertambah 3 titik, 11 titik, dan 6
titik. Diharapkan pada akhir tahun 2011 pelaksanaan operasi kontra
pengindraan tersebut masing-masing bertambah total menjadi 39
titik, 25 titik, dan 25 titik.
Pembinaan dan Fasilitasi Sistem Persandian Negara
diwujudkan melalui penyediaan SDM persandian yang handal,
penyediaan peralatan pendukung, dan penjaminan informasi rahasia.
Penyediaan SDM Persandian yang handal diwujudkan melalui :
penyelenggaraan Pendidikan STSN (D-IV) sebanyak 4
angkatan/tahun, Diklat Teknis Sandi sebanyak 4 kelas, Diklat
Fungsional Sandi sebanyak 2 kelas, serta penguasaan teknologi
persandian terkini melalui program tugas belajar sebanyak 14 orang,
Seminar Nasional dan Internasional sebanyak 13 kegiatan, serta
mengikuti kursus/pelatihan teknis sebanyak 9 paket pelatihan seperti
Counter Surveilance Advanced Satelite Communication, Mobile
Comunication Technology, Certified Ethical Hacker (CEH), Field
Program Gate Array, IT Thread Counter Measure, Signal Digital
dan Teknik Selular, serta seminar/konferensi 29th Eurocrypt, Asia
Crypt, Crypto 2010, Information Security Day, ICCIT dan nasional
e-Indonesia Initiative. Penyediaan peralatan pendukung operasional
9 - 24
persandian meliputi : penambahan peralatan penunjang operasional
persandian, peralatan laboratorium dan pengolah data serta
penyusunan Sistem Informasi Manajemen (SIM) Pengendalian
Persandian, dengan jumlah kegiatan sebanyak 32 paket kegiatan.
Sedangkan upaya penjaminan pengolahan informasi rahasia
dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yaitu : pengawasan jaringan
SISDINA, pengawasan dan pemeriksaan distribusi materiil sandi,
serta rapat kerja teknis persandian dan bimbingan teknis kamar
sandi; dengan jumlah kegiatan sebanyak 14 kegiatan.

9.3. TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN


Pembangunan bidang pertahanan dan keamanan antara
pertengahan tahun 2010 sampai dengan pertengahan Juli 2011 dapat
terlaksana dengan baik. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan
pembangunan relatif tidak terlalu signifikan, karena pada dasarnya
anggaran mitra K/L bidang Hankam dapat terserap lebih dari 95
persen. Namun untuk tahun 2011, pelaksanaan pembangunan masih
terkendala oleh penyerapan yang masih di bawah 50 persen. Selain
keberhasilan, pelaksanaan pembangunan bidang pertahanan dan
keamanan tahun 2011 masih memerlukan kesinambungan dan
keberlanjutan, terutama untuk kegiatan-kegiatan yang bertahun
ganda, kurang berhasil, dan terkendala oleh faktor-faktor lainnya. Di
samping itu, adanya potensi ancaman dan tantangan baru yang
mungkin merupakan eskalasi maupun jenis baru memerlukan
antisipasi dan tindak lanjut agar ancaman dan tantangan tersebut
tidak menjadi kenyataan. Adapun tindak lanjut yang diperlukan
adalah sebagai berikut.
Untuk mewujudkan postur dan struktur pertahanan menuju
“minimum essential force” yang mampu melaksanakan operasi
gabungan dan memiliki efek penangkal, maka tindak lanjut yang
diperlukan adalah memberikan prioritas pembangunan pada
Peningkatan Kemampuan Pertahanan Menuju Minimum Essential
Force dengan fokus prioritas : (a) meningkatkan profesionalisme
personel; (b) modernisasi alutsista dan non alutsista :

9 - 25
mengembangkan dan memantapkan kekuatan matra darat, laut dan
udara; (c) percepatan pembentukan komponen bela negara; dan (d)
peningkatan pengamanan wilayah perbatasan dan pulau terdepan
(terluar).
Fokus prioritas meningkatkan profesionalisme personel
dilaksanakan dengan kegiatan pokok meliputi : latihan kesiapsiagaan
Ops; latihan pembinaan Balakpus TNI; latihan pratugas operasi;
pembangunan sarana prasarana profesionalisme personel integratif;
latihan matra darat; pembangunan sarana-prasarana profesionalisme
personel matra darat; penyelenggaraan latihan operasi matra laut;
pembangunan fasilitas dan sarana prasarana profesionalisme matra
laut; latihan matra udara; pembangunan sarana-prasarana
kesejahteraan personel matra udara.
Fokus prioritas modernisasi alutsista dan non alutsista :
mengembangkan dan memantapkan kekuatan matra darat, laut dan
udara dilaksanakan dengan kegiatan pokok : pengadaan non-
alutsista/senjata; pengadaan MKK; pengadaan munisi khusus;
pengadaan MKB; pengadaan alutsista strategis integratif;
pengadaan/penggantian kendaraan tempur; pengadaan/penggantian
pesawat terbang (sabang); pengadaan/penggantian senjata dan
munisi; pengadaan / penggantian material alutsista; pengembangan
failitas sarana dan prasarana matra darat; pengadaan alutsista
strategis matra darat; peningkatan/pengadaan alpung, KRI, KAL,
ranpur dan rantis; peningkatan/pengadaan pesud dan sarana
prasarana penerbangan TNI AL; pengadaan peralatan passusla dan
materiil non alutsista TNI AL; peningkatan/pengadaan peralatan
surta hidros; pengadaan alutsista strategis matra laut;
peningkatan/pengadaan pesawat udara; pengadaan peralatan non
alutsista; peningkatan/pengadaan radar dan alat komlek lainnya; serta
pengadaan alutsista strategis matra udara.
Fokus prioritas percepatan pembentukan komponen bela
negara dilaksanakan dengan kegiatan pokok: pembinaan kesadaran
bela negara; pembentukan dan pembinaan komponen cadangan; dan
penataan dan pembinaan komponen pendukung. Sedangkan fokus
prioritas peningkatan pengamanan wilayah perbatasan dan pulau
9 - 26
terdepan (terluar) dilaksanakan dengan kegiatan pokok:
penyelenggaraan surta hidros; penyelenggaraan operasi matra laut
dan penegakan hukum serta penjagaan keamanan di wilayah laut
yuridiksi nasional; penyelenggaraan surta; pembangunan sarana dan
prasarana pertahanan di wilayah perbatasan; dan pengadaaaan
materiil dan sarana prasarana perbatasan.
Dalam rangka meningkatkan kemandirian pertahanan serta
mendukung pencapaian postur dan struktur pertahanan menuju
minimum essential force, maka tindak lanjut yang diperlukan adalah
pemberdayaan industri pertahanan nasional dijadikan prioritas dan
fokus prioritas pembangunan, dengan kegiatan pokok meliputi :
refocusing, intensifikasi dan kolaborasi R & D; penelitian dan
pengembangan alat peralatan pertahanan; produksi alutsista industri
dalam negeri; serta pengembangan alut kepolisian produksi dalam
negeri; dan pembuatan prototype.
Upaya untuk menurunnya angka gangguan keamanan laut dan
pelanggaran hukum di laut, maka tindak lanjut yang diperlukan
adalah pencegahan dan penanggulangan gangguan keamanan dan
pelanggaran hukum di laut (perompakan, illegal fishing, dan illegal
logging) sebagai prioritas pembangunannya. Upaya ini dilaksanakan
dengan fokus prioritas meningkatkan operasi bersama dan mandiri di
laut (termasuk keamanan Selat Malaka) melalui kegiatan pokok:
peningkatan koordinasi pengawasan keamanan laut;
penyelenggaraan OMSP matra udara; pembinaaan kepolisian
perairan; serta peningkatan operasi bersama keamanan laut.
Prioritas pembangunan peningkatan rasa aman dan ketertiban
masyarakat merupakan tindak lanjut yang diperlukan dalam rangka
mencapai sasaran pembangunan : (a) terpantau dan terdeteksinya
potensi tindak terorisme dan meningkatnya kemampuan dan
keterpaduan dalam pencegahan dan penanggulangan tindak
terorisme; (b) menurunnya angka kejadian criminal (criminal index)
dan meningkatnya presentasi penuntasan kejahatan clearance rate
yang meliputi kejahatan konvensional; trans-nasional; kontingensi,
dan kejahatan berbasis gender; (c) meningkatnya kepercayaan
masyarakat terhadap lembaga kepolisian; serta (d) menurunnya
9 - 27
angka penyalahgunaan narkoba dan menurunnya peredaran gelap
narkoba. Prioritas pembangunan tersebut dilaksanakan dengan fokus
: (1) meningkatkan profesionalisme polri, (2) mencegah dan
menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, (3)
menuntaskan penanganan tindak kejahatan terutama kejahatan
konvensional; (4) meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
polisi; (5) deradikalisasi penangkalan terorisme; dan (6) pencegahan
dan penanggulangan terorisme.
Fokus prioritas meningkatkan profesionalisme polri
dilaksanakan dengan kegiatan pokok : (a) pengembangan alut dan
alsus harkamtibmas; (b) pengembangan alut dan alsus penyelidikan
dan penyidikan tindak pidana; (c) pengembangan alut dan alsus
strategi keamanan; (d) pengembangan alut dan alsus penanggulangan
keamanan berkadar tinggi; (e) pengembangan alut dan alsus
kepolisian strategis; (f) pendidikan pusdiklat-polwan-selabrib-
intelkam-reskrim-gasum-lantas-brimob; (g) pengembangan kekuatan
personel polri, dan (h) latihan dan penyiapan personil
penanggulangan keamanan dalam negeri.
fokus prioritas mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkoba dilaksanakan dengan kegiatan pokok :
(a) pelaksanaan kegiatan diseminasi informasi di bidang P4GN; (b)
pelaksanaan alternative development; (c) pelaksanaan kegiatan
penindakan dan pengejaran; (d) pelaksanaan kegiatan interdiksi; (e)
pelaksanaan pengembangan rehabilitasi instansi pemerintah; (f)
pelaksanaan pengembangan rehabilitasi berbasis komponen
masyarakat; (g) peningkatan kapasitas pelayanan BNN di daerah.
Fokus prioritas menuntaskan penanganan tindak kejahatan
terutama kejahatan konvensional dilaksanakan dengan kegiatan
pokok penyelidikan dan penyidikan tindak pidana kewilayahan.
Fokus prioritas meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
polisi dilaksanakan dengan kegiatan pokok: pembinaan profesi dan
penyelenggaraan komisi kepolisian nasional. Fokus prioritas
deradikalisasi penangkalan terorisme dilaksanakan dengan kegiatan
pokok: ops gaktib dan ops yustisi; operasi pemberdayaan wilayah
pertahanan; operasi intelijen strategis; penyelenggaraan intelijen dan
9 - 28
pengamanan matra darat; kegiatan operasi intelijen dalam negeri.
Sementara itu untuk fokus prioritas pencegahan dan penanggulangan
terorisme dilaksanakan dengan kegiatan pokok: koordinasi
penanganan kejahatan transnasional dan terorisme; operasi militer
selain perang (OMSP); pembinaan forum kemitraan polisi dan
masyarakat; dan penindakan tindak pidana terorisme.
Upaya untuk meningkatkan perlindungan informasi negara
serta terpantau dan terdeteksinya ancaman keamanan nasional
ditindaklanjuti dengan modernisasi deteksi dini keamanan nasional
sebagai prioritas pembangunannya. Prioritas tersebut difokuskan
dengan memperluas cakupan deteksi dini baik di luar negeri maupun
dalam negeri serta memperluas pengamanan rahasia negara baik di
luar negeri maupun di dalam negeri.
Fokus prioritas memperluas cakupan deteksi dini baik di luar
negeri maupun dalam negeri dilaksanakan dengan kegiatan pokok :
analisa strategis; penyelenggaraan intelijen dan pengamanan matra
laut; penyelenggaraan intelijen dan pengamanan matra udara;
kegiatan operasi intelijen ekonomi; kegiatan operasi intelijen luar
negeri; kegiatan operasi kontra intelijen; dan penyelanggaraan
strategi keamanan dan ketertiban I. Selanjutnya fokus prioritas
memperluas pengamanan rahasia negara baik di luar negeri maupun
di dalam negeri dilaksanakan dengan kegiatan pokok : pengamanan
sinyal; analisa sinyal; operasionalisasi materiil sandi; pembinaan
persandian.
Prioritas terakhir, untuk meningkatnya kualitas rekomendasi
kebijakan nasional dari sudut pandang Hankamneg yang tepat waktu
diperlukan tindak lanjut dengan prioritas pembangunan berupa
peningkatan kualitas kebijakan keamanan nasional. Prioritas tersebut
dilaksanakan dengan fokus peningkatan kapasitas penyusunan
kebijakan lembaga keamanan nasional dengan kegiatan pokok :
perumusan kebijakan strategis dan kebijakan implementatif;
penyelenggaraan perumusan kebijakan ketahanan nasional bidang
lingkungan strategis nasional, lingkungan strategis regional, dan
lingkungan strategis internasional; serta penyusunan rencana dan
pelaksanaan pengkajian strategik di bidang pertahanan keamanan.
9 - 29
Secara spesifik di luar kerangka perencanaan di bidang
pertahanan diperlukan tindak lanjut berupa kerjasama pertahanan
dengan tetap mengedepankan kepentingan nasional; memanfaatkan
forum bilateral untuk menyelesaikan masalah pelanggaran wilayah
NKRI; koordinasi dan percepatan penyusunan RPP tentang Penjaga
laut dan Pantai (Sea and Coast Guard); percepatan RUU Intelijen;
percepatan PP Penataan Ruang Wilayah Pertahanan; dan
melanjutkan penyusunan RUU Bela Negara.
Sedangkan untuk bidang keamanan, tindak lanjut yang
diperlukan adalah : (1) melanjutkan proses hukum secara tegas, adil,
konsisten, dan terukur bagi pelaku tindak anarkhis; (2) menyiapkan
sumber daya, sarana prasarana hukum, dan melakukan revisi
terhadap beberapa peraturan dan instrumen hukum lain yang
disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan masyarakat; (3)
meningkatkan koordinasi antar instansi melalui forum koordinasi
pimpinan daerah/muspida dan kominda serta melakukan pencegahan
dini terhadap permasalahan yang dapat berdampak pada gangguan
kamtibmas secara luas; (4) membangun komunikasi sosial yang
efektif dan berkesinambungan antara pemerintah, tokoh masyarakat,
tokoh agama, intelektual, dan komponen masyarakat lainnya dalam
upaya menyelesaikan segenap permasalahan yang ada secara
komprehensif; dan (5) dalam rangka pencegahan dan
penanggulangan kejahatan narkotika tidak lanjut yang diperlukan
diantaranya adalah : (a) Peningkatan kampanye nasional yang
massive sampai ke pelosok desa terhadap ancaman bahaya narkoba;
(b) Penyiapan jejaring institusi wajib lapor bagi pecandu Narkoba
hingga di Puskesmas seluruh Indonesia; (c) Penguatan pengamanan
pintu-pintu masuk jaringan sindikat peredaran gelap Narkoba dari
luar negeri; (d) Terus meningkatkan operasional penegakan hukum
guna menghancurkan jaringan sindikat narkoba yang berasal dari
dalam negeri dan bekerja sama dengan aparat penegak hukum
berbagai negara untuk menghancurkan sumber jaringan sindikat di
luar negeri; dan (e) Melakukan konsolidasi nasional sebagai
pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional di bidang P4GN tahun
2011-2015.

9 - 30

Anda mungkin juga menyukai