Anda di halaman 1dari 19

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air
Air atau media pemeliharaan merupakan faktor utama untuk kehidupan ikan. Kualitasnya
menentukan kesehatan maupun pertumbuhan ikan, bahkan kualitas seperti warna ikan. Kondisi
air sungai tergantung pada daerah atau tanah yang dialirinya. Di sepanjang aliran sungai banyak
material yang bisa larut dalam air. Untuk itu, bila akan digunakan, air sungai, terutama yang
keruh, sebaiknya dimasukkan dan diendapkan dalam kolam pengendapan hingga emulsi tanah
atau lumpur mengendap dan airnya tampak jernih. Namun, sebelum dimasukkan dalam kolam,
saluran pemasukan air diberi saringan agar terhindar dari masuknya hama atau penyakit ikan
serta sampah.

Secara alami, air merupakan pelarut yang sangat baik sehingga hampir semua material
dapat larut di dalamnya. Adapun berbagai material terlarut dalam air adalah:
1) berbagai gas seperti oksigen (O2), karbondioksida (CO2), ammonia (NH3), nitrit (NO2),
nitrat (NO3), sulfida (H2S), dan methan
2) berbagai mineral seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), natrium (Na), kalium (K), besi
(Fe), seng (Zn), serta mineral bentuk ion atau molekul organik maupun anorganik
3) material organik terlarut seperti gula, lemak, asam, dan vitamin
4) material anorganik seperti lumpur dan tanah liat, serta
5) material biologis seperti bakteri, jamur, virus, zooplankton, dan fitoplankton. (Lesmana,
D. S., 2001)

2.1.1. Air Laut


Air laut secara alami merupakan air dengan kandungan garam sekitar 3,5%. Air laut
mengandung garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tidak
terlarut. Keberadaan garam-garaman mempengaruhi sifat fisis air laut (seperti densitas, titik
beku, dan temperatur). (Goetz, P. W., 1986).

Universitas Sumatera Utara


Tabel 1. Mineral utama pada air laut

Mineral Konsentrasi (mg/kg air laut)


Kalsium 412
Magnesium 1294
Natrium 10760
Bikarbonat 145
Khlorida 19350
Sulfat 2,712

Sumber: Pytkowicz dan Kester (1971 cit Austin, 1992).

2.1.2. Air Tawar


Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat kecil
sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam sebenarnya pada air
ini, secara definisi, kurang dari 0,05%. Air yang digunakan oleh manusia adalah air permukaan
tawar dan air tanah murni. Air yang ada di bumi tidak pernah terdapat dalam keadaan murni
tetapi selalu ada senyawa atau mineral/unsur lain yang terdapat di dalamnya. Oleh karena itu
badan-badan air/air permukaan banyak mengandung bahan-bahan kimia terlarut maupun dalam
bentuk tersuspensi. (Goetz, P. W., 1986).

Tabel 2. Kisaran Normal Kualitas Air untuk Akuarium Air Tawar


Amonia <0,012 ppm
Nitrit <0,2 ppm
CO2 0-10 ppm
Oksigen 3 ppm
pH 6,5-10 ppm
CaCO3 >20 ppm
(Arie, U., 2000)

Universitas Sumatera Utara


2.2. Ikan Nila
Ikan nila bukanlah ikan asli perairan Indonesia, melainkan ikan introduksi yang berasal dari luar
Indonesia, tetapi sudah dibudidayakan di Indonesia. Bibit ikan ini didatangkan ke Indonesia
secara resmi oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969 dari Taiwan ke Bogor.
Setelah melalui mass penelitian dan adaptasi, barulah ikan ini disebarluaskan kepada petani di
seluruh Indonesia. (Wiryanta, B., 2010).

Sesuai dengan nama Latinnya, Oreochromis niloticus berasal dari Sungai Nil di Benua
Afrika. Awalnya ikan ini mendiami hulu Sungai Nil di Uganda. Selama bertahun-tahun,
habitatnya semakin berkembang dan berimigrasi ke arah selatan (ke hilir) sungai melewati danau
Raft dan Tanganyika sampai ke Mesir. Dengan bantuan manusia, ikan nila sekarang sudah
tersebar sampai ke lima benua, meskipun habitat yang disukainya adalah daerah tropis dan sub
tropis. Sedangkan di wilayah beriklim dingin, ikan nila tidak dapat hidup baik.

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) adalah salah satu jenis ikan air tawar yang paling
banyak dibudidayakan di Indonesia. Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air asin dengan
proses adaptasi yang bertahap. Kadar garam air dinaikkan sedikit demi sedikit. Pemindahan ikan
nila secara mendadak ke dalam air yang kadar garamnya sangat berbeda dapat mengakibatkan
stres dan kematian ikan. (Suyanto, S. R., 2009).

Ikan Nila yang masih kecil lebih tahan lama terhadap perubahan lingkungan dibanding
dengan ikan yang sudah besar. Nila dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada lingkungan
perairan dengan alkalinitas rendah atau netral. (Carman O., 2010). Kelangsungan hidup ikan nila
sangat dipengaruhi oleh kualitas air. Air yang kurang baik dapat menyebabkan ikan lemah, nafsu
makan menurun, dan mudah terserang penyakit sehingga dapat menyebabkan kematian total.
Kualitas air adalah variabel-variabel yang dapat mempengaruhi kehidupan ikan dan binatang air
lainnya. Variabel tersebut meliputi sifat fisika (warna, kekeruhan, dan suhu) dan kimia
(kandungan oksigen, karbondioksida, pH, amoniak, alkalinitas). (Arie, U., 2000)

Ikan nila kini banyak dibudidayakan di berbagai daerah karena kemampuan adaptasinya
bagus di dalam berbagai jenis air. Nila dapat hidup di air tawar, air payau, dan air laut. Ikan nila

Universitas Sumatera Utara


juga tahan terhadap perubahan lingkungan, bersifat omnivora dan mampu mencerna makanan
secara efisien. Pertumbuhan cepat dan tahan terhadap serangan penyakit.

Secara genetik ikan nila GIFT ( Genetic Improvement for Farmed Tilapia ) telah terbukti
memiliki keunggulan pertumbuhan dan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
jenis ikan nila lain. Selain itu, ikan nila mempunyai sifat omnivora, sehingga dalam
budidayanya akan sangat efisien, dalam biaya pakannya rendah. Pertumbuhan ikan nila jantan
dan betina dalam satu populasi akan selalu jauh berbeda, nila jantan 40% lebih cepat dari pada
nila betina. Disamping itu, yang betina apabila sudah mencapai ukuran 200 g pertumbuhannya
semakin lambat, sedangkan yang jantan tetap tumbuh dengan pesat. Hal ini akan menjadi
kendala dalam memproyeksikan produksi. Tekstur daging ikan nila memiliki ciri tidak ada duri
kecil dalam dagingnya. Apabila dipelihara di tambak akan lebih kenyal, dan rasanya lebih gurih,
serta tidak berbau lumpur. Oleh kerena itu, ikan nila layak untuk digunakan sebagai bahan baku
dalam industri fillet dan bentuk-bentuk olahan lain. (Bastiawan, D., 2010).

2.3. Pakan Buatan (Pelet)


Ikan nila yang dipelihara secara intensif membutuhkan pakan dengan kandungan protein antara
25-27%, karbohidrat sebanyak 49-50%, lemak 8-13%, serta vitamin dan mineral dalam jumlah
lebih sedikit. Dalam memberi makan pakan ikan ada 5 hal yang perlu diperhatikan, yaitu cara
pemberian pakan, saat atau waktu pemberian, jumlah (porsi), frekuensi, dan tempat pemberian
pakan.

Jumlah pakan adalah porsi atau banyaknya pakan yang dibutuhkan dan harus diberikan
pada ikan. Biasanya dihitung dalam persen (%) per hari dari berat atau bobot keseluruhan jumlah
ikan dalam wadah budi daya(kolam, tambak, dll.). Ikan nila, porsi pakan yang dianjurkan adalah
3-4% per berat total ikan dalam wadah. Karena pada umur 1 minggu atau pada bobot awal 50 gr,
ikan nila hanya membutuhkan pakan lebih kurang 1% dari bobot totalnya, kemudian naik
menjadi 2,5% sampai minggu ke-12. (Kordi, K., 2004).

Jumlah atau kualitas pakan merupakan faktor penting. Bila pakannya terlalu sedikit, ikan
akan sukar tumbuh. Sebaliknya bila terlalu banyak, kondisi air menjadi jelek, terutama pakan

Universitas Sumatera Utara


buatan. Pemberian pakan dengan frekuensi lebih sering dan jumlah yang tidak terlalu banyak
akan lebih baik dibanding diberikan sekaligus dalam jumlah banyak (Lesmana, D. S., 2001).

Tabel 3. Kebutuhan Protein dan Lemak Spesies Ikan Nila

Jenis Kebutuhan Kebutuhan


(Spesies) protein Lemak
Ikan Nila
(Oreochromis 35 % 10%
niloticus)

Sumber: Jauncey & Ross (1982)

2.4. Akuarium
Dibanding bak atau kolam, pemeliharaan ikan di akuarium paling baik karena ikan dan kualitas
air dapat dikontrol secara teliti. Hanya saja daya tampung akuarium tidak sebanyak kolam atau
bak.

Penggunaan akuarium paling baik untuk pemeliharaan benih. Ini disebabkan akuarium
mudah dibersihkan tanpa takut ikan akan ikut terbuang atau terganggu walaupun masih kecil.
Dengan akuarium yang transparan menyebabkan ikan di dalamnya bisa kelihatan. Ikan mati pun
dapat segera kelihatan sehingga tindakan dini bisa segera dilakukan dan adanya hama bisa
secepatnya diketahui.

Ukuran akuarium sangat bervariasi. Namun, ukuran yang umum dipakai adalah 100 cm x
40 cm x 40 cm atau 90 cm x 40 cm x 35 cm. Ketebalan kaca akuarium sekitar 5 mm. Penyusunan
akuarium ini dilakukan pada rak besi atau kayu. Agar tidak mudah pecah, alas akuarium diberi
styrofoam atau gabus putih.
Seperti halnya kolam, kebersihan akuarium pun sangat dianjurkan. Membersihkan
akuarium cukup dengan menyedot atau menyifon air dalam akuarium hingga habis. Selanjutnya

Universitas Sumatera Utara


dinding dan dasarnya dilap atau digosok dengan spons sampai bersih. Setelah itu, cuci sekali lagi
dengan air bersih sebelum digunakan.

Kepadatan ikan sangat penting untuk kenyamanan hidup. Ikan yang terlalu padat dapat
menimbulkan stress karena kualitas air cepat menjadi jelek. Bahkan, oksigen terlarut cepat habis.
Selain itu, pada ikan tertentu dapat terjadi gesekan antarikan sehingga menimbulkan luka.
Akibatnya, penampilan ikan menjadi jelek atau bahkan dapat menimbulkan kematian (Lesmana,
D. S. 2001).

2.5. Mineral
Ikan dalam kompisisi zat gizinya juga membutuhkan mineral dalam campuran pakannya agar
ikan dapat tumbuh dengan baik. Mineral merupakan unsur anorganik yang dibutuhkan oleh
organisme perairan (ikan) untuk proses hidupnya secara normal. Ikan sebagai organisme air
mempunyai kemampuan untuk menyerap beberapa unsur anorganik ini, tidak hanya dari
makanannya saja tetapi juga dari lingkungan. Jumlah mineral yang dibutuhkan oleh ikan adalah
sangat sedikit tetapi mempunyai fungsi yang sangat penting.

Dalam penyusunan pakan buatan mineral yang dicampur biasanya berkisar di antara 2-
5% dari total jumlah bahan baku dan bervariasi bergantung pada jenis ikan yang akan
mengkonsumsinya. Walaupun sangat sedikit yang dibutuhkan oleh ikan, mineral ini mempunyai
fungsi yang sangat utama dalam tubuh ikan antara lain adalah: merupakan bagian terbesar dari
pembentukan struktur kerangka, tulang, gigi, dan sisik. (http://ternak
ruminansia.blogspot.com/2010/09/mineral-dalam-pakan-ikan.html).

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4. Persyaratan Mineral Ikan

Kebutuhan /
Mineral Kegiatan Metabolik Gejala
kg kering
Tulang dan pembentukan tulang
Kalsium rawan, pembekuan darah, Tidak didefinisikan 5g
kontraksi otot
Pembentukan tulang; ester fosfat
Lordosis
Fosfor energi tinggi; organo-senyawa 7g
pertumbuhan, miskin
fosfor
Enzim co-faktor ekstensif terlibat Kehilangan nafsu
Magnesium dalam metabolisme lemak, makan, pertumbuhan 500 mg
karbohidrat dan protein yang buruk, tetani
Kation monovalen primer cairan
antar sel; terlibat dalam
Natrium tidak didefinisikan 1-3g
keseimbangan asam-basa dan
osmoregulasi
Kation monovalen primer intra-
Kalium seluler cairan; terlibat dalam aksi tidak didefinisikan 1-3g
saraf dan osmoregulasi
Bagian integral dari asam amino
Sulphur sulfur dan kolagen; terlibat dalam tidak didefinisikan 3-5g
detoksifikasi senyawa aromatik
Anion monovalen utama dalam
cairan selular; komponen jus
Klorin tidak didefinisikan 1-5g
pencernaan (HCl); keseimbangan
asam-basa
Penting konstituen dari haeme
Mikrositik anemia,
Besi dalam hemoglobin, sitokrom, 50-00 mg
homochronic
peroksidase, dll
(http://www.fao.org/docrep/X5738E/x5738e08.htm)

2.5.1. Besi
Besi adalah salah satu elemen kimiawi yang dapat ditemui pada hampir setiap tempat di bumi,
pada semua lapisan geologis dan semua badan air. Pada air yang tidak mengandung oksigen O2,
seperti sering kali air tanah, besi berada sebagai Fe2+ yang cukup dapat terlarut, sedangkan pada
air sungai yang mengalir dan terjadi aerasi, Fe2+ teroksidasi menjadi Fe3+; Fe3+ ini sulit larut pada
pH 6 sampai 8 (kelarutan hanya di bawah beberapa µg/l), bahkan dapat menjadi ferihidroksida
Fe(OH)3, atau salah satu jenis oksida yang merupakan zat padat dan bisa mengendap. Demikian
dalam air sungai, besi berada sebagai Fe2+, Fe3+ terlarut, dan Fe3+ dalam bentuk senyawa organis
berupa koloidal. (Alaerts, G., 1984).

Universitas Sumatera Utara


2.5.2. Natrium
Natrium adalah salah satu unsur alkali utama yang ditemukan di perairan dan merupakan kation
penting yang mempengaruhi kesetimbangan keseluruhan kation di perairan. Hampir semua
senyawa natrium mudah larut dalam air dan bersifat sangat reaktif. Kadar natrium pada perairan
laut dapat mencapai 10.500 mg/liter atau lebih. Satu liter air laut mengandung sekitar 30 g NaCl
yang terdiri atas ± 11 g natrium. (Cole, 1988). Kadar natrium pada perairan tawar alami kurang
dari 50 mg/liter, sedangkan pada air tanah dalam dapat lebih dari 50 mg/liter. (McNeely et all.,
1979).

2.5.3. Kalsium
Kalsium termasuk unsur yang esensial bagi semua makhluk hidup. Unsur ini berperan dalam
pembentukan tulang dan pengaturan permeabilitas dinding sel. Kadar kalsium yang tinggi di
perairan relatif tidak berbahaya, bahkan dapat menurunkan toksisitas beberapa senyawa kimia.
Perairan yang miskin akan kalsium biasanya juga miskin akan kandungan ion-ion lain yang
sangat dibutuhkan oleh organisme akuatik. Sumber utama kalsium di perairan adalah batuan dan
tanah. Kalsium banyak digunakan dalam industri kimia, industri minuman (terutama bir),
industri kertas dan bubur kertas, industri lem, dan sebagainya. (Cole, G. A., 1988).

Kadar kalsium pada perairan tawar biasanya kurang dari 15 mg/liter; pada perairan yang
berada di sekitar batuan karbonat antara 30-100 mg/liter; pada perairan laut sekitar 400 mg/liter,
sedangkan pada brine dapat mencapai 75.00 mg/liter. Brine adalah air asin yang sangat pekat,
dengan nilai padatan terlarut total lebih dari 36.000 mg/liter. (McNeely et al., 1979).

2.5.4. Magnesium
Magnesium bersifat lebih mudah larut daripada kalsium sehingga jarang mengalami presipitasi.
Magnesium karbonat dan magnesium hidroksida mengalami presipitasi pada pH>10. Akan
tetapi, sumber utama magnesium di perairan adalah ferro magnesium dan magnesium karbonat
yang terdapat pada batuan. Beberapa industri yang menggunakan magnesium adalah industri
kimia, semen, tekstil, kertas, bahan peledak, dan sebagainya. (Wetzel, 1975).

Magnesium bersifat tidak toksik, bahkan menguntungkan bagi fungsi hati dan system
saraf. Akan tetapi, Cole (1988) mengemukakan bahwa kadar MgSO4 yang berlebihan dapat

Universitas Sumatera Utara


mengakibatkan anesthesia pada organisme vertebrata dan avertebrata. Kadar magnesium pada
perairan alami bervariasi antara 1-100 mg/liter; pada perairan laut mencapai 1.000 mg/liter.
(McNeely et all., 1979).

2.5.5. Klorida
Air laut mengandung klorida sekitar 19.300 mg/liter dan brine mengandung klorida hingga
200.000 mg/liter. (McNeely, et al., 1979). Klorida biasanya terdapat dalam bentuk senyawa
natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), dan kalsium klorida (CaCl2).. Pada perairan di
wilayah yang beriklim basah (humid), kadar klorida biasanya kurang dari 10 mg/liter; sedangkan
pada perairan di wilayah semi-arid dan arid (kering), kadar klorida mencapai ratusan mg/liter.
Keberadaan klorida pada perairan alami berkisar antara 2-20 mg/liter. Air yang berasal dari
daerah pertambangan mengandung klorida sekitar 1.700 ppm (Haslam, 1995). Kadar klorida 250
mg/liter dapat mengakibatkan air menjadi asin (Rump dan Krist, 1992).

Tabel 5. Kadar Ion-Ion Halogen pada Perairan Alami (mg/liter).

Anion Halogen Air Tawar Air Laut

Klorida (Cl-) 8,3 19.000


Florida (F-) 0,26 1.3
Bromida (Br-) 0,006 66,0
Iodida (I-) 0,0018 0,06

Kadar klorida yang tinggi, misalnya pada air laut, yang diikuti oleh kadar kalsium dan
magnesium yang juga tinggi dapat meningkatkan sifat korosivitas air. Klorida tidak bersifat
toksik bagi makhluk hidup, bahkan berperan dalam pengaturan tekanan osmotic sel. (Davis dan
Cornwell, 1991).

2.6. Spektrofotometri Serapan Atom


Spektrofotometer Serapan Atom adalah suatu metode pengukuran kuantitatif suatu unsur yang
terdapat dalam cuplikan berdasarkan penyerapan cahaya pada panjang gelombang tertentu oleh
atom-atom bentuk gas dalam keadaan dasar. Fraksi-fraksi atom-atom yang tereksitasi berubah
secara eksponensial dengan temperatur.

Universitas Sumatera Utara


Teknik ini digunakan untuk penetapan sejumlah unsur, kebanyakan logam, dan sampel
yang sangat beraneka ragam. (Walsh, A., 1955). Pada Spektroskopi Serapan Atom terjadi
penyerapan sumber radiasi (di luar nyala) oleh atom-atom netral dalam keadaan gas yang berada
dalam nyala. Radiasi yang diserap oleh atom-atom netral dalam keadaan gas tadi biasanya radiasi
sinar tampak atau ultraviolet. (Mulja, M., 1995).

2.6.1. Prinsip Dasar Spektrofotometri Serapan Atom


Jika cahaya dengan panjang gelombang resonansi dilewatkan nyala yang mengandung atom-
atom yang bersangkutan, maka sebagian cahaya itu akan diserap, dan jauhnya penyerapan akan
berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang berada dalam nyala. (Walsh, A.,
1955).

Proses terbentuknya uap yang mengandung atom-atom dalam nyala, dapat diringkaskan
sebagai berikut: Bila suatu larutan yang mengandung senyawa yang cocok dari yang akan
diselidiki itu dilewatkan ke dalam nyala, terjadilah peristiwa berikut secara berurutan:
1. Penghilangan pelarut atau evaporasi yang meninggalkan residu padat
2. Penguapan zat padat dilanjutkan dengan menjadi arom-atom penyusun yang mula-mula
akan berada dalam keadaan dasar. (Vogel, A. I., 1994).

2.6.2. Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom


Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada gambar berikut ini:

nyala monokromator detektor


sumber sinar

readout

tempat sampel

Gambar 1. Sistem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom

Universitas Sumatera Utara


a. Sumber sinar
Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga. Lampu ini terdiri atas
tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. katoda sendiri berbentuk
silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung
logam ini diisi dengan gas mulia (neon atau argon) dengan tekanan rendah.

b. Tempat sampel
Dalam analisis, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom yang
masih dalam keadaan atas. Ada beberapa macam alat yang dapat digunakan untuk
mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu dengan nyala dan tanpa nyala.
1. Nyala (Flame)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi
bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi
2. Tanpa Nyala (Flameless)
Pengatoman dapat dilakukan dalam tungku dari grafit, kemudian tabung tersebut
dipanaskan dengan system elektris dengan cara melewatkan arus listrik grafit.
Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom
netral. (Rohman, A., 2007).

c. Monokromator
Monokromator memisahkan, mengisolasi, dan mengontrol intensitas dari radiasi energi
yang mencapai detector. Dapat dianggap sebagai suatu saringan yang dapat disesuaikan
dengan suatu daerah yang spesifik, yaitu mana spektrum transmisi yang tidak sesuai akan
ditolak. Idealnya ada beberapa unsur yang mudah dan ada beberapa unsur yang sulit.
(Haswell, S. J., 1991).

d. Detektor
Detektor pada spektrofotometer serapan atom berfungsi mengubah intensitas radiasi yang
akan datang menjadi arus listrik. Pada spektrofotometer serapan atom yang umum
dipakai sebagai detektor adalah tabung penggandaan foton (PMT=Photo Multiplier Tube
detektor). (Mulja, M., 1995).

Universitas Sumatera Utara


e. Readout
Sistem pencatat yang digunakan pada instrument SSA berfungsi untuk mengubah sinyal
yang diterima melalui bentuk digital, berarti system pencatat menengah atau mengurangi
kesalahan dalam pembacaan skala dan sebagainya, serta menyeragamkan tampilnya data,
yaitu dalam satuan absorbansi. (Haswell, S. J., 1991).

2.7. Spektrofotometri Ultraviolet dan Tampak (Visibel)


Sebuah spektrofotometer adalah suatu instrument untuk mengukur transmitans atau absorbans
suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrum elektronik senyawa dalam fase uap
kadang-kadang menunjukkan struktur halus di mana sumbangan vibrasi individu dapat teramati
namun dalam fase-fase mampat, tingkat energi molekul demikian terganggu oleh tetangga-
tetangga dekatnya, sehingga sering kali hanya tampak pita lebar. Semua molekul dapat
mengabsorpsi radiasi dalam daerah UV-tampak karena mereka mengandung elektron, baik
sekutu maupun menyendiri, yang dapat dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi. Panjang
gelombang di mana absorpsi itu terjadi, bergantung pada berapa kuat elektron itu terikat dalam
molekul itu. (Day, R. A., dkk, 2001).

Sinar ultraviolet dan sinar tampak memberikan energi yang cukup untuk terjadinya
transisi elektronik. Dengan demikian, spektra ultraviolet dan spektra tampak dikatakan sebagai
spektra elektronik. Keadaan energi yang paling rendah disebut dengan keadaan dasar (ground
state). Transisi-transisi elektronik akan meningkatkan energi molekuler dari keadaan dasar ke
satu atau lebih tingkat energi tereksitasi.

Jika suatu molekul sederhana dikenakan radiasi elektromagnetik maka molekul tersebut
akan menyerap radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai. Interaksi antara molekul dengan
radiasi elektromagnetik ini akan meningkatkan energi potensial elektron pada tingkat keadaan
tereksitasi. Apabila pada molekul yang sederhana tadi hanya terjadi transisi elektronik pada satu
macam gugus yang terdapat pada molekul, maka hanya akan terjadi satu absorpsi yang
merupakan garis spektrum. Pada kenyataannya, spektrum UV-Vis yang merupakan korelasi
antara absorbansi (sebagai ordinat) dan panjang gelombang (sebagai absis) bukan merupakan
garis spektrum akan tetapi merupakan suatu pita spektrum. (Rohman, A., 2007).

Universitas Sumatera Utara


Hukum Lambert menyatakan bahwa bila cahaya monokromatik melewati medium
tembus cahaya, laju berkurangnya intensitas oleh bertambahnya ketebalan, berbanding lurus
dengan intensitas cahaya. Ini setara dengan menyatakan bahwa intensitas cahaya yang
dipancarkan berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya ketebalan medium yang
menyerap. Atau dengan menyatakan bahwa lapisan mana pun dari medium itu yang tebalnya
sama akan menyerap cahaya masuk kepadanya dengan fraksi yang sama. Hukum ini dapat
dinyatakan oleh persamaan diferensial:

dI
  kI
dl

dengan I adalah intensitas cahaya-masuk dengan panjang gelombang, l ialah tebalnya medium,
dan k faktor kesebandingan. (Day, R. A., dkk, 2001).

Prinsip analisa Fe-Spektrofotometri: Didihan dalam asam dan hidroksilamin serta


penggabungannya dengan 1,10 fenantrolin akan mengubah semua zat besi menjadi Fe2+ yang
terlarut. Tiga molekul fenantrolin bergabung dengan satu molekul Fe2+ membentuk ion kompleks
berwarna orange-merah.

Sistem warna tersebut mengikuti Hukum Beer: sinar cahaya dengan panjang gelombang
yang tertentu yaitu 510 nm, akan diserap (diabsorpsi) larutan secara proporsional dengan jarak
perjalanannya di dalam larutan dan dengan kadar kompleks yang berwarna oranye-merah ini.
Absorpsi tersebut dapat dikur melalui alat spektrofotometer.

Warna kompleks tersebut tidak dipengaruhi oleh pH larutan, bila pH antara 3 dan 9.
Sesuatu nilai absorpsi bersifat satu konsentrasi besi, dapat diketahui dengan membandingkannya
dengan 5 larutan standard referensi yang mengandung kadar besi yang telah diketahui dan yang
meliputi skala absorpsi spektrofotometer (sebenarnya dikatakan absorbansi bukan absorpsi)
(Alaerts, G., 1984).

Universitas Sumatera Utara


2.8. Titrimetri
Dalam analisis titrimetri atau analisis kuantitatif dengan mengukur volume, sejumlah zat yang
diselidiki direaksikan dengan larutan baku (standard) yang kadar (konsentrasi)-nya telah
diketahui secara teliti dan reaksinya berlangsung sesara kuantitatif.

Larutan baku tiap liternya berisi sejumlah berat ekivalen senyawa baku. Berat atau kadar
bahan yang diselidiki dihitung dari volume larutan serta kesetaraan kimianya. Larutan baku
diteteskan dari buret kepada larutan yang diselidiki dalam tempatnya, misalnya labu Erlenmeyer
atau gelas piala.Pekerjaan mereaksikan ini disebut dnegan titrasi atau menitrasi. Larutan baku
yang diteteskan dapat pula disebut sebagai titran. Saat yang menyatakan reaksi telah selesai
disebut titik ekivalen teoritis.

Selesainya titrasi harus dapat diamati dengan suatu perubahan yang dapat dilihat jelas. Ini
dapat dilihat dengan berubahnya warna atau dengan terbentuknya endapan (kekeruhan).
Perubahan ini dapat diamati karena larutan bakunya sendiri atau dengan bantuan larutan (zat
lain) yang disebut indikator. Saat terjadinya perubahan yang terlihat dan emnandakan titrasi
harus diakhiri disebut titik akhir titrasi yang menyatakan volume larutan baku yang terpakai dari
buret sekian mililiter.

Suatu titrasi yang ideal adalah jika titik akhir titrasi sama dengan titik ekivalen teoritis.
Dalam kenyataan selalu ada perbedaan kecil. Beda ini disebut dengan kesalahan titrasi yang
dinyatakan dengan milliliter larutan baku. Oleh karena itu, pemilihan indikator harus dilakukan
sedemikian rupa agar kesalahan ini sekecil-kecilnya. (Rohman, A., 2007).

2.8.1. Titrasi Asidi-Alkalimetri


Ini melibatkan titrasi basa bebas, atau basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal
dari asam lemah, dengan suatu asam standar (asidimetri), dan titrasi asam bebas, atau asam yang
terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah, dengan suatu basa standar
(alkalimetri). Reaksi-reaksi ini melibatkan bersenyawanya ion hydrogen dan ion hidroksida
untuk membentuk air. (Vogel, 1994).

Universitas Sumatera Utara


Kebanyakan asam dan basa organik dan anorganik dapat dititrasi dalam larutan berair,
tetapi sebagian senyawa itu, terutama senyawa organik tidak larut air. Untuk menentukan basa
digunakan larutan baku asam kuat (misalnya HCl), sedangkan untuk menentukan asam
digunakan larutan baku basa kuat (misalnya NaOH). (Rivai, H., 1996).

Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hydrogen
yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air
yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam)
dengan penerima proton (basa).

Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa


yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Sebaliknya alkalimetri adalah penetapan
kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa. (Rohman, A.,
2007).

2.8.2. Titrasi Argentometri


Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-
senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertenru.
Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada argentometri
memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan. Reaksi yang mendasari
titrasi argentometri adalah:

AgNO3 + Cl- AgCl(s) + NO3-

Reaksi-reaksi pengendapan yang lazim dipakai dalam gravimetri tidak dapat dipakai seluruhnya
dalam titrasi pengendapan. Sebenarnya, hanya reaksi pengendapan dengan ion perak yang lazim
digunakan dalam titrasi pengendapan, meskipun kadang-kadang dapat pula dipakai reaksi
pengendapan dengan ion raksa (I). (Rivai, H., 1996).

Sebagai indikator, dapat digunakan kalium kromat yang menghasilkan warna merah
dengan adanya kelebihan ion Ag+. Metode argentometri yang lebih luas lagi digunakan adalah

Universitas Sumatera Utara


metode titrasi kembali. Perak nitrat (AgNO3) berlebihan ditambahkan ke sampel yang
mengandung ion klorida. Sisa AgNO3 selanjutnya dititrasi kembali dengan ammonium tiosianat
menggunakan indikator besi(III) ammonium sulfat.

Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam
suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan kalium kromat
sebagai indikator. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida dan setelah tercapai
titik ekivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan
membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah. (Rohman, A., 2007).

Pada titrasi cara Mohr untuk penentuan klorida dan bromida, ion kromat digunakan
sebagai indikator. Dekat fengan kesetaraan ion perak bereaksi dengan ion kromat, membentuk
endapan Ag2CrO4 yang berwarna merah, sesuai dengan persamaan reaksi berikut:

2 Ag   CrO42  Ag 2 CrO4 

Dengan demikian jelas bahwa penentuan ion klorida dengan cara titrasi Mohr harus dilakukan
dalam larutan yang bersifat netral atau hampir netral. Batas-batas pH larutan yang diperbolehkan
untuk melakukan titrasi ini adalah 7 sampai 10. (Rivai, H., 1996).

2.8.3. Titrasi Kompleksometri


Titrasi kompleksometri digunakan untuk menentukan kandungan garam-garam logam. etilen
diamin tetra asetat (EDTA) merupakan titran yang sering digunakan. Struktur EDTA ditunjukkan
pada gambar berikut:

HOOC-CH2 CH2-COOH

N-CH2-CH2-N
HOOC-CH2 CH2-COOH

Gambar 2. Struktur EDTA

Universitas Sumatera Utara


EDTA akan membentuk kompleks 1:1 yang stabil dengan semua logam kecuali logam alkali
seperti natrium dan kalium. Logam-logam alkali tanah seperti kalsium dan magnesium
membentuk kompleks yang tidak stabil dengan EDTA pada pH rendah, karenanya titrasi logam-
logam ini dengan EDTA dilakukan pada larutan buffer ammonia pH 10. Persamaan reaksi umum
pada titrasi kompleksometri adalah:

Mn+ + Na2EDTA (MEDTA)n-4 + 2H+

Untuk deteksi titik akhir digunakan indikator zat warna. Indikator zat warna ditambahkan
pada larutan logam pada saat awal sebelum dilakukan titrasi dan akan membentuk kompleks
berwarna dengan sejumlah kecil logam. Pada saat titik akhir titrasi (ada sedikit kelebihan EDTA)
maka kompleks indikator-logam akan pecah dan menghasilkan warna yang berbeda. Indikator
yang dapat digunakan untuk titrasi komplesometri ini antara lain: Hitam eriokrom (Eriochrom
Black T, Mordant Black II, Solochrome Black); mureksid; jingga pirokatekol; jingga xilenol;
asam kalkon karbonat; kalmagit; dan biru hidroksi naftol. (Rohman, A., 2007).

Berlawanan dengan cara titrasi lainnya, kepekatan larutan yang dipakai dalam titrasi
kompleksometri dinyatakan dalam istilah kemolaran, karena kompleks logam-EDTA selalu
terbentuk dalam perbandingan 1:1. Garam natrium dari EDTA tidak memenuhi persyaratan
sebagai baku utama. Karena itu larutan EDTA tidak dapat dipakai langsung sebagai peniter,
tetapi harus dibakukan terlebih dahulu dengan zat baku utama. Zat baku utama yang lazim
digunakan untuk pembakuan larutan EDTA adalah logam murni atau garam-garam logam seperti
magnesium sulfat (MgSO4) atau seng sulfat (ZnSO4).

Selain dari persyaratan zat baku utama yang tidak dipenuhi olehEDTA, larutan EDTA
juga berubah kepekatannya selama penyimpanan. Perubahan ini terjadi karena besarnya
kemampuan EDTA membentuk kompleks sehingga kalsium yang ada dalam bahan pembentuk
wadah tempat menyimpannya dapat ditarik oleh EDTA, terutama bila wadah penyimpan itu
terbuat dari kaca bermutu rendah. (Rivai, H., 1996).

Universitas Sumatera Utara


Jumlah kekerasan air, kalsium ditambah magnesium, dapat ditentukan melalui titrasi
langsung dengan EDTA menggunakan indikator Eriochrome Black T atau calmagite. Kompleks
antara Ca2+ dan indikator terlalu lemah untuk mengakibatkan perubahan warna yang terlihat.
Bagaimanapun juga, magnesium membentuk sebuah kompleks yang lebih kuat dengan indikator
daripada yang dibentuk dengan kalsium, dan sebuah titik akhir yang sesuai didapat dalam sebuah
penyangga ammonia pada pH 10. (Day, R. A., dkk, 2001).

2.8.4. Titrasi Redoks


Titrasi redoks banyak digunakan dalam pemeriksaan kimia karena berbagai zat organik dan zat
anorganik dapat ditentukan dengan cara ini. Titrasi ini merupakan salah satu cara penentuan
berbagai senyawa yang mudah, cepat, dan tepat. Akan tetapi, sebelum titrasi redoks dapat
dijalankan, senyawa yang akan ditentukan harus diubah seluruhnya terlebih dahulu menjadi
bentuk tereduksinya atau bentuk teroksidasinya. Untuk itu harus dilakukan reduksi atau oksidasi
pendahuluan. (Rivai, H., 1996).

Titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara titran dengan analit. Jenis
titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri untuk mendeteksi titik akhir, meskipun demikian
penggunaan indikator yang dapat berubah warnanya dengan adanya kelebihan titran juga sering
digunakan. Dalam metode titrasi ini dikenal titrasi yang melibatkan Iodium, Permanganometri,
Serimetri, titrasi yang melibatkan brom (Br2), dan titrasi yang melibatkan Kalium Iodat.
(Rohman, A., 2007).

Dalam titrasi ini termasuk semua reaksi yang melibatkan perubahan bilangan-oksidasi
atau pemindahan elektron antara zat-zat bereaksi. Larutan standardnya adalah zat pengoksid
ataupun zat peresuksi.. Zat pengoksid yang utama adalah kalium permanganat, kalium dikromat,
serium (IV) sulfat, iod, kalium iodat, dan kalium bromat. Zat pereduksi yang sering digunakan
adalah senyawa besi (II) dan timah (II), natrium tiosulfat, arsen (III) oksida, merkurium (I) nitrat,
vanadium (II) klorida atau sulfat, kromium (II) klorida atau sulfat, dan titanium (III) klorida atau
sulfat. (Vogel, 1994).

Universitas Sumatera Utara


Kalium permanganat telah banyak dipergunakan sebagai agen pengoksidasi. Reagen ini
dapat diperoleh dengan mudah, tidak mahal, dan tidak membutuhkan indikator terkecuali untuk
larutan yang amat encer. Satu tetes 0,1 N permanganat memberikan warna merah muda yang
jelas pada volume dari larutan yang biasa dipergunakan dalam sebuah titrasi. Warna ini
dipergunakan untuk mengindikasi kelebihan reagen tersebut. (Day, R. A., dkk, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai