TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air
Air atau media pemeliharaan merupakan faktor utama untuk kehidupan ikan. Kualitasnya
menentukan kesehatan maupun pertumbuhan ikan, bahkan kualitas seperti warna ikan. Kondisi
air sungai tergantung pada daerah atau tanah yang dialirinya. Di sepanjang aliran sungai banyak
material yang bisa larut dalam air. Untuk itu, bila akan digunakan, air sungai, terutama yang
keruh, sebaiknya dimasukkan dan diendapkan dalam kolam pengendapan hingga emulsi tanah
atau lumpur mengendap dan airnya tampak jernih. Namun, sebelum dimasukkan dalam kolam,
saluran pemasukan air diberi saringan agar terhindar dari masuknya hama atau penyakit ikan
serta sampah.
Secara alami, air merupakan pelarut yang sangat baik sehingga hampir semua material
dapat larut di dalamnya. Adapun berbagai material terlarut dalam air adalah:
1) berbagai gas seperti oksigen (O2), karbondioksida (CO2), ammonia (NH3), nitrit (NO2),
nitrat (NO3), sulfida (H2S), dan methan
2) berbagai mineral seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), natrium (Na), kalium (K), besi
(Fe), seng (Zn), serta mineral bentuk ion atau molekul organik maupun anorganik
3) material organik terlarut seperti gula, lemak, asam, dan vitamin
4) material anorganik seperti lumpur dan tanah liat, serta
5) material biologis seperti bakteri, jamur, virus, zooplankton, dan fitoplankton. (Lesmana,
D. S., 2001)
Sesuai dengan nama Latinnya, Oreochromis niloticus berasal dari Sungai Nil di Benua
Afrika. Awalnya ikan ini mendiami hulu Sungai Nil di Uganda. Selama bertahun-tahun,
habitatnya semakin berkembang dan berimigrasi ke arah selatan (ke hilir) sungai melewati danau
Raft dan Tanganyika sampai ke Mesir. Dengan bantuan manusia, ikan nila sekarang sudah
tersebar sampai ke lima benua, meskipun habitat yang disukainya adalah daerah tropis dan sub
tropis. Sedangkan di wilayah beriklim dingin, ikan nila tidak dapat hidup baik.
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) adalah salah satu jenis ikan air tawar yang paling
banyak dibudidayakan di Indonesia. Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air asin dengan
proses adaptasi yang bertahap. Kadar garam air dinaikkan sedikit demi sedikit. Pemindahan ikan
nila secara mendadak ke dalam air yang kadar garamnya sangat berbeda dapat mengakibatkan
stres dan kematian ikan. (Suyanto, S. R., 2009).
Ikan Nila yang masih kecil lebih tahan lama terhadap perubahan lingkungan dibanding
dengan ikan yang sudah besar. Nila dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada lingkungan
perairan dengan alkalinitas rendah atau netral. (Carman O., 2010). Kelangsungan hidup ikan nila
sangat dipengaruhi oleh kualitas air. Air yang kurang baik dapat menyebabkan ikan lemah, nafsu
makan menurun, dan mudah terserang penyakit sehingga dapat menyebabkan kematian total.
Kualitas air adalah variabel-variabel yang dapat mempengaruhi kehidupan ikan dan binatang air
lainnya. Variabel tersebut meliputi sifat fisika (warna, kekeruhan, dan suhu) dan kimia
(kandungan oksigen, karbondioksida, pH, amoniak, alkalinitas). (Arie, U., 2000)
Ikan nila kini banyak dibudidayakan di berbagai daerah karena kemampuan adaptasinya
bagus di dalam berbagai jenis air. Nila dapat hidup di air tawar, air payau, dan air laut. Ikan nila
Secara genetik ikan nila GIFT ( Genetic Improvement for Farmed Tilapia ) telah terbukti
memiliki keunggulan pertumbuhan dan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
jenis ikan nila lain. Selain itu, ikan nila mempunyai sifat omnivora, sehingga dalam
budidayanya akan sangat efisien, dalam biaya pakannya rendah. Pertumbuhan ikan nila jantan
dan betina dalam satu populasi akan selalu jauh berbeda, nila jantan 40% lebih cepat dari pada
nila betina. Disamping itu, yang betina apabila sudah mencapai ukuran 200 g pertumbuhannya
semakin lambat, sedangkan yang jantan tetap tumbuh dengan pesat. Hal ini akan menjadi
kendala dalam memproyeksikan produksi. Tekstur daging ikan nila memiliki ciri tidak ada duri
kecil dalam dagingnya. Apabila dipelihara di tambak akan lebih kenyal, dan rasanya lebih gurih,
serta tidak berbau lumpur. Oleh kerena itu, ikan nila layak untuk digunakan sebagai bahan baku
dalam industri fillet dan bentuk-bentuk olahan lain. (Bastiawan, D., 2010).
Jumlah pakan adalah porsi atau banyaknya pakan yang dibutuhkan dan harus diberikan
pada ikan. Biasanya dihitung dalam persen (%) per hari dari berat atau bobot keseluruhan jumlah
ikan dalam wadah budi daya(kolam, tambak, dll.). Ikan nila, porsi pakan yang dianjurkan adalah
3-4% per berat total ikan dalam wadah. Karena pada umur 1 minggu atau pada bobot awal 50 gr,
ikan nila hanya membutuhkan pakan lebih kurang 1% dari bobot totalnya, kemudian naik
menjadi 2,5% sampai minggu ke-12. (Kordi, K., 2004).
Jumlah atau kualitas pakan merupakan faktor penting. Bila pakannya terlalu sedikit, ikan
akan sukar tumbuh. Sebaliknya bila terlalu banyak, kondisi air menjadi jelek, terutama pakan
2.4. Akuarium
Dibanding bak atau kolam, pemeliharaan ikan di akuarium paling baik karena ikan dan kualitas
air dapat dikontrol secara teliti. Hanya saja daya tampung akuarium tidak sebanyak kolam atau
bak.
Penggunaan akuarium paling baik untuk pemeliharaan benih. Ini disebabkan akuarium
mudah dibersihkan tanpa takut ikan akan ikut terbuang atau terganggu walaupun masih kecil.
Dengan akuarium yang transparan menyebabkan ikan di dalamnya bisa kelihatan. Ikan mati pun
dapat segera kelihatan sehingga tindakan dini bisa segera dilakukan dan adanya hama bisa
secepatnya diketahui.
Ukuran akuarium sangat bervariasi. Namun, ukuran yang umum dipakai adalah 100 cm x
40 cm x 40 cm atau 90 cm x 40 cm x 35 cm. Ketebalan kaca akuarium sekitar 5 mm. Penyusunan
akuarium ini dilakukan pada rak besi atau kayu. Agar tidak mudah pecah, alas akuarium diberi
styrofoam atau gabus putih.
Seperti halnya kolam, kebersihan akuarium pun sangat dianjurkan. Membersihkan
akuarium cukup dengan menyedot atau menyifon air dalam akuarium hingga habis. Selanjutnya
Kepadatan ikan sangat penting untuk kenyamanan hidup. Ikan yang terlalu padat dapat
menimbulkan stress karena kualitas air cepat menjadi jelek. Bahkan, oksigen terlarut cepat habis.
Selain itu, pada ikan tertentu dapat terjadi gesekan antarikan sehingga menimbulkan luka.
Akibatnya, penampilan ikan menjadi jelek atau bahkan dapat menimbulkan kematian (Lesmana,
D. S. 2001).
2.5. Mineral
Ikan dalam kompisisi zat gizinya juga membutuhkan mineral dalam campuran pakannya agar
ikan dapat tumbuh dengan baik. Mineral merupakan unsur anorganik yang dibutuhkan oleh
organisme perairan (ikan) untuk proses hidupnya secara normal. Ikan sebagai organisme air
mempunyai kemampuan untuk menyerap beberapa unsur anorganik ini, tidak hanya dari
makanannya saja tetapi juga dari lingkungan. Jumlah mineral yang dibutuhkan oleh ikan adalah
sangat sedikit tetapi mempunyai fungsi yang sangat penting.
Dalam penyusunan pakan buatan mineral yang dicampur biasanya berkisar di antara 2-
5% dari total jumlah bahan baku dan bervariasi bergantung pada jenis ikan yang akan
mengkonsumsinya. Walaupun sangat sedikit yang dibutuhkan oleh ikan, mineral ini mempunyai
fungsi yang sangat utama dalam tubuh ikan antara lain adalah: merupakan bagian terbesar dari
pembentukan struktur kerangka, tulang, gigi, dan sisik. (http://ternak
ruminansia.blogspot.com/2010/09/mineral-dalam-pakan-ikan.html).
Kebutuhan /
Mineral Kegiatan Metabolik Gejala
kg kering
Tulang dan pembentukan tulang
Kalsium rawan, pembekuan darah, Tidak didefinisikan 5g
kontraksi otot
Pembentukan tulang; ester fosfat
Lordosis
Fosfor energi tinggi; organo-senyawa 7g
pertumbuhan, miskin
fosfor
Enzim co-faktor ekstensif terlibat Kehilangan nafsu
Magnesium dalam metabolisme lemak, makan, pertumbuhan 500 mg
karbohidrat dan protein yang buruk, tetani
Kation monovalen primer cairan
antar sel; terlibat dalam
Natrium tidak didefinisikan 1-3g
keseimbangan asam-basa dan
osmoregulasi
Kation monovalen primer intra-
Kalium seluler cairan; terlibat dalam aksi tidak didefinisikan 1-3g
saraf dan osmoregulasi
Bagian integral dari asam amino
Sulphur sulfur dan kolagen; terlibat dalam tidak didefinisikan 3-5g
detoksifikasi senyawa aromatik
Anion monovalen utama dalam
cairan selular; komponen jus
Klorin tidak didefinisikan 1-5g
pencernaan (HCl); keseimbangan
asam-basa
Penting konstituen dari haeme
Mikrositik anemia,
Besi dalam hemoglobin, sitokrom, 50-00 mg
homochronic
peroksidase, dll
(http://www.fao.org/docrep/X5738E/x5738e08.htm)
2.5.1. Besi
Besi adalah salah satu elemen kimiawi yang dapat ditemui pada hampir setiap tempat di bumi,
pada semua lapisan geologis dan semua badan air. Pada air yang tidak mengandung oksigen O2,
seperti sering kali air tanah, besi berada sebagai Fe2+ yang cukup dapat terlarut, sedangkan pada
air sungai yang mengalir dan terjadi aerasi, Fe2+ teroksidasi menjadi Fe3+; Fe3+ ini sulit larut pada
pH 6 sampai 8 (kelarutan hanya di bawah beberapa µg/l), bahkan dapat menjadi ferihidroksida
Fe(OH)3, atau salah satu jenis oksida yang merupakan zat padat dan bisa mengendap. Demikian
dalam air sungai, besi berada sebagai Fe2+, Fe3+ terlarut, dan Fe3+ dalam bentuk senyawa organis
berupa koloidal. (Alaerts, G., 1984).
2.5.3. Kalsium
Kalsium termasuk unsur yang esensial bagi semua makhluk hidup. Unsur ini berperan dalam
pembentukan tulang dan pengaturan permeabilitas dinding sel. Kadar kalsium yang tinggi di
perairan relatif tidak berbahaya, bahkan dapat menurunkan toksisitas beberapa senyawa kimia.
Perairan yang miskin akan kalsium biasanya juga miskin akan kandungan ion-ion lain yang
sangat dibutuhkan oleh organisme akuatik. Sumber utama kalsium di perairan adalah batuan dan
tanah. Kalsium banyak digunakan dalam industri kimia, industri minuman (terutama bir),
industri kertas dan bubur kertas, industri lem, dan sebagainya. (Cole, G. A., 1988).
Kadar kalsium pada perairan tawar biasanya kurang dari 15 mg/liter; pada perairan yang
berada di sekitar batuan karbonat antara 30-100 mg/liter; pada perairan laut sekitar 400 mg/liter,
sedangkan pada brine dapat mencapai 75.00 mg/liter. Brine adalah air asin yang sangat pekat,
dengan nilai padatan terlarut total lebih dari 36.000 mg/liter. (McNeely et al., 1979).
2.5.4. Magnesium
Magnesium bersifat lebih mudah larut daripada kalsium sehingga jarang mengalami presipitasi.
Magnesium karbonat dan magnesium hidroksida mengalami presipitasi pada pH>10. Akan
tetapi, sumber utama magnesium di perairan adalah ferro magnesium dan magnesium karbonat
yang terdapat pada batuan. Beberapa industri yang menggunakan magnesium adalah industri
kimia, semen, tekstil, kertas, bahan peledak, dan sebagainya. (Wetzel, 1975).
Magnesium bersifat tidak toksik, bahkan menguntungkan bagi fungsi hati dan system
saraf. Akan tetapi, Cole (1988) mengemukakan bahwa kadar MgSO4 yang berlebihan dapat
2.5.5. Klorida
Air laut mengandung klorida sekitar 19.300 mg/liter dan brine mengandung klorida hingga
200.000 mg/liter. (McNeely, et al., 1979). Klorida biasanya terdapat dalam bentuk senyawa
natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), dan kalsium klorida (CaCl2).. Pada perairan di
wilayah yang beriklim basah (humid), kadar klorida biasanya kurang dari 10 mg/liter; sedangkan
pada perairan di wilayah semi-arid dan arid (kering), kadar klorida mencapai ratusan mg/liter.
Keberadaan klorida pada perairan alami berkisar antara 2-20 mg/liter. Air yang berasal dari
daerah pertambangan mengandung klorida sekitar 1.700 ppm (Haslam, 1995). Kadar klorida 250
mg/liter dapat mengakibatkan air menjadi asin (Rump dan Krist, 1992).
Kadar klorida yang tinggi, misalnya pada air laut, yang diikuti oleh kadar kalsium dan
magnesium yang juga tinggi dapat meningkatkan sifat korosivitas air. Klorida tidak bersifat
toksik bagi makhluk hidup, bahkan berperan dalam pengaturan tekanan osmotic sel. (Davis dan
Cornwell, 1991).
Proses terbentuknya uap yang mengandung atom-atom dalam nyala, dapat diringkaskan
sebagai berikut: Bila suatu larutan yang mengandung senyawa yang cocok dari yang akan
diselidiki itu dilewatkan ke dalam nyala, terjadilah peristiwa berikut secara berurutan:
1. Penghilangan pelarut atau evaporasi yang meninggalkan residu padat
2. Penguapan zat padat dilanjutkan dengan menjadi arom-atom penyusun yang mula-mula
akan berada dalam keadaan dasar. (Vogel, A. I., 1994).
readout
tempat sampel
b. Tempat sampel
Dalam analisis, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom yang
masih dalam keadaan atas. Ada beberapa macam alat yang dapat digunakan untuk
mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu dengan nyala dan tanpa nyala.
1. Nyala (Flame)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi
bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi
2. Tanpa Nyala (Flameless)
Pengatoman dapat dilakukan dalam tungku dari grafit, kemudian tabung tersebut
dipanaskan dengan system elektris dengan cara melewatkan arus listrik grafit.
Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom
netral. (Rohman, A., 2007).
c. Monokromator
Monokromator memisahkan, mengisolasi, dan mengontrol intensitas dari radiasi energi
yang mencapai detector. Dapat dianggap sebagai suatu saringan yang dapat disesuaikan
dengan suatu daerah yang spesifik, yaitu mana spektrum transmisi yang tidak sesuai akan
ditolak. Idealnya ada beberapa unsur yang mudah dan ada beberapa unsur yang sulit.
(Haswell, S. J., 1991).
d. Detektor
Detektor pada spektrofotometer serapan atom berfungsi mengubah intensitas radiasi yang
akan datang menjadi arus listrik. Pada spektrofotometer serapan atom yang umum
dipakai sebagai detektor adalah tabung penggandaan foton (PMT=Photo Multiplier Tube
detektor). (Mulja, M., 1995).
Sinar ultraviolet dan sinar tampak memberikan energi yang cukup untuk terjadinya
transisi elektronik. Dengan demikian, spektra ultraviolet dan spektra tampak dikatakan sebagai
spektra elektronik. Keadaan energi yang paling rendah disebut dengan keadaan dasar (ground
state). Transisi-transisi elektronik akan meningkatkan energi molekuler dari keadaan dasar ke
satu atau lebih tingkat energi tereksitasi.
Jika suatu molekul sederhana dikenakan radiasi elektromagnetik maka molekul tersebut
akan menyerap radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai. Interaksi antara molekul dengan
radiasi elektromagnetik ini akan meningkatkan energi potensial elektron pada tingkat keadaan
tereksitasi. Apabila pada molekul yang sederhana tadi hanya terjadi transisi elektronik pada satu
macam gugus yang terdapat pada molekul, maka hanya akan terjadi satu absorpsi yang
merupakan garis spektrum. Pada kenyataannya, spektrum UV-Vis yang merupakan korelasi
antara absorbansi (sebagai ordinat) dan panjang gelombang (sebagai absis) bukan merupakan
garis spektrum akan tetapi merupakan suatu pita spektrum. (Rohman, A., 2007).
dI
kI
dl
dengan I adalah intensitas cahaya-masuk dengan panjang gelombang, l ialah tebalnya medium,
dan k faktor kesebandingan. (Day, R. A., dkk, 2001).
Sistem warna tersebut mengikuti Hukum Beer: sinar cahaya dengan panjang gelombang
yang tertentu yaitu 510 nm, akan diserap (diabsorpsi) larutan secara proporsional dengan jarak
perjalanannya di dalam larutan dan dengan kadar kompleks yang berwarna oranye-merah ini.
Absorpsi tersebut dapat dikur melalui alat spektrofotometer.
Warna kompleks tersebut tidak dipengaruhi oleh pH larutan, bila pH antara 3 dan 9.
Sesuatu nilai absorpsi bersifat satu konsentrasi besi, dapat diketahui dengan membandingkannya
dengan 5 larutan standard referensi yang mengandung kadar besi yang telah diketahui dan yang
meliputi skala absorpsi spektrofotometer (sebenarnya dikatakan absorbansi bukan absorpsi)
(Alaerts, G., 1984).
Larutan baku tiap liternya berisi sejumlah berat ekivalen senyawa baku. Berat atau kadar
bahan yang diselidiki dihitung dari volume larutan serta kesetaraan kimianya. Larutan baku
diteteskan dari buret kepada larutan yang diselidiki dalam tempatnya, misalnya labu Erlenmeyer
atau gelas piala.Pekerjaan mereaksikan ini disebut dnegan titrasi atau menitrasi. Larutan baku
yang diteteskan dapat pula disebut sebagai titran. Saat yang menyatakan reaksi telah selesai
disebut titik ekivalen teoritis.
Selesainya titrasi harus dapat diamati dengan suatu perubahan yang dapat dilihat jelas. Ini
dapat dilihat dengan berubahnya warna atau dengan terbentuknya endapan (kekeruhan).
Perubahan ini dapat diamati karena larutan bakunya sendiri atau dengan bantuan larutan (zat
lain) yang disebut indikator. Saat terjadinya perubahan yang terlihat dan emnandakan titrasi
harus diakhiri disebut titik akhir titrasi yang menyatakan volume larutan baku yang terpakai dari
buret sekian mililiter.
Suatu titrasi yang ideal adalah jika titik akhir titrasi sama dengan titik ekivalen teoritis.
Dalam kenyataan selalu ada perbedaan kecil. Beda ini disebut dengan kesalahan titrasi yang
dinyatakan dengan milliliter larutan baku. Oleh karena itu, pemilihan indikator harus dilakukan
sedemikian rupa agar kesalahan ini sekecil-kecilnya. (Rohman, A., 2007).
Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hydrogen
yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air
yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam)
dengan penerima proton (basa).
Reaksi-reaksi pengendapan yang lazim dipakai dalam gravimetri tidak dapat dipakai seluruhnya
dalam titrasi pengendapan. Sebenarnya, hanya reaksi pengendapan dengan ion perak yang lazim
digunakan dalam titrasi pengendapan, meskipun kadang-kadang dapat pula dipakai reaksi
pengendapan dengan ion raksa (I). (Rivai, H., 1996).
Sebagai indikator, dapat digunakan kalium kromat yang menghasilkan warna merah
dengan adanya kelebihan ion Ag+. Metode argentometri yang lebih luas lagi digunakan adalah
Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam
suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan kalium kromat
sebagai indikator. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida dan setelah tercapai
titik ekivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan
membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah. (Rohman, A., 2007).
Pada titrasi cara Mohr untuk penentuan klorida dan bromida, ion kromat digunakan
sebagai indikator. Dekat fengan kesetaraan ion perak bereaksi dengan ion kromat, membentuk
endapan Ag2CrO4 yang berwarna merah, sesuai dengan persamaan reaksi berikut:
2 Ag CrO42 Ag 2 CrO4
Dengan demikian jelas bahwa penentuan ion klorida dengan cara titrasi Mohr harus dilakukan
dalam larutan yang bersifat netral atau hampir netral. Batas-batas pH larutan yang diperbolehkan
untuk melakukan titrasi ini adalah 7 sampai 10. (Rivai, H., 1996).
HOOC-CH2 CH2-COOH
N-CH2-CH2-N
HOOC-CH2 CH2-COOH
Untuk deteksi titik akhir digunakan indikator zat warna. Indikator zat warna ditambahkan
pada larutan logam pada saat awal sebelum dilakukan titrasi dan akan membentuk kompleks
berwarna dengan sejumlah kecil logam. Pada saat titik akhir titrasi (ada sedikit kelebihan EDTA)
maka kompleks indikator-logam akan pecah dan menghasilkan warna yang berbeda. Indikator
yang dapat digunakan untuk titrasi komplesometri ini antara lain: Hitam eriokrom (Eriochrom
Black T, Mordant Black II, Solochrome Black); mureksid; jingga pirokatekol; jingga xilenol;
asam kalkon karbonat; kalmagit; dan biru hidroksi naftol. (Rohman, A., 2007).
Berlawanan dengan cara titrasi lainnya, kepekatan larutan yang dipakai dalam titrasi
kompleksometri dinyatakan dalam istilah kemolaran, karena kompleks logam-EDTA selalu
terbentuk dalam perbandingan 1:1. Garam natrium dari EDTA tidak memenuhi persyaratan
sebagai baku utama. Karena itu larutan EDTA tidak dapat dipakai langsung sebagai peniter,
tetapi harus dibakukan terlebih dahulu dengan zat baku utama. Zat baku utama yang lazim
digunakan untuk pembakuan larutan EDTA adalah logam murni atau garam-garam logam seperti
magnesium sulfat (MgSO4) atau seng sulfat (ZnSO4).
Selain dari persyaratan zat baku utama yang tidak dipenuhi olehEDTA, larutan EDTA
juga berubah kepekatannya selama penyimpanan. Perubahan ini terjadi karena besarnya
kemampuan EDTA membentuk kompleks sehingga kalsium yang ada dalam bahan pembentuk
wadah tempat menyimpannya dapat ditarik oleh EDTA, terutama bila wadah penyimpan itu
terbuat dari kaca bermutu rendah. (Rivai, H., 1996).
Titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara titran dengan analit. Jenis
titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri untuk mendeteksi titik akhir, meskipun demikian
penggunaan indikator yang dapat berubah warnanya dengan adanya kelebihan titran juga sering
digunakan. Dalam metode titrasi ini dikenal titrasi yang melibatkan Iodium, Permanganometri,
Serimetri, titrasi yang melibatkan brom (Br2), dan titrasi yang melibatkan Kalium Iodat.
(Rohman, A., 2007).
Dalam titrasi ini termasuk semua reaksi yang melibatkan perubahan bilangan-oksidasi
atau pemindahan elektron antara zat-zat bereaksi. Larutan standardnya adalah zat pengoksid
ataupun zat peresuksi.. Zat pengoksid yang utama adalah kalium permanganat, kalium dikromat,
serium (IV) sulfat, iod, kalium iodat, dan kalium bromat. Zat pereduksi yang sering digunakan
adalah senyawa besi (II) dan timah (II), natrium tiosulfat, arsen (III) oksida, merkurium (I) nitrat,
vanadium (II) klorida atau sulfat, kromium (II) klorida atau sulfat, dan titanium (III) klorida atau
sulfat. (Vogel, 1994).