Anda di halaman 1dari 10

Vol.1 No.

1 April 2011

GOOD GOVERNANCE DAN


FORMASI KEBIJAKAN PUBLIK
NEO-LIBERAL
Andi Luhur Prianto
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar
Jl. Sultan Alauddin No. 259 Makassar 90221
Telp. 0411 – 866972 ext. 107 Fax. 0411 – 865588

ABSTRAK

S
ejak kurun waktu beberapa tahun terakhir, diskursus good governance telah
menjajah wacana publik dalam reformasi dan demokratisasi di Indonesia.
Tulisan ini bermaksud mendekonstruksi diskursus good governance itu
sendiri, apa sesungguhnya yang keliru atau bahkan mungkin apa yang latah
diucapkan soal good governance. Tulisan ini berusaha untuk menunjukkan
masuknya gagasan neo-liberal dalam imajinasi perubahan politik, ekonomi dan
sosial yang digelindingkan di masa-masa akhir kepemimpinan Soeharto di awal
1990-an. Sebagaimana akan ditunjukkan dalam tulisan ini, gerakan yang berlabel
governance ini justru semakin menjauh dari semangat governance yang sebenarnya.
Secara singkat, gerakan good governance di Indonesia justru melenceng dari
semangat governance yang mengedepankan akomodasi, kooperasi dan sinegi
dalam kesetaraan antar pelaku. Hal ini membawa proses marginalisasi kebijakan
ekonomi, sosial, kultural dan juga politik yang sejalan dengan nilai-nilai neo-liberal.

Kata kunci : good governance, kebijakan publik dan neo liberal

A. PENDAHULUAN

Beberapa tahun terakhir ini, terminologi menjadi simbol dari masuknya Indonesia
good governance telah melanda seluruh lapisan dalam standar kehidupan global. Masyarakat
masyarakat di seluruh pelosok nusantara. desa yang tidak berbahasa Inggris pun bisa
Slogan reformasi politik yang pernah sangat fasih untuk melafalkan good governance.
populer dan berenergi di tahun 1998-1999, Dengan mudah kita menyaksikan atau
ternyata tidak berusia terlalu lama, dan mendengar dari dekat bahasa santun nan elok
kemudian tidak banyak lagi digunakan. ‘good governance’, tetapi dengan sangat
Namun, wacana good governance bisa tetap gampang pula di sekitar kita terlihat centang
bertahan sekarang ini, dan seakan-akan perenang terjadi korupsi sistematik, legalisasi

1
Vol.1 No.1 April 2011

suap antar lembaga kekuasaan, pelanggaran sesungguhnya yang keliru atau bahkan
hak asasi manusia dan kebijakan imperial mungkin apa yang latah diucapkan soal good
lainnya. Sepertinya, beda tipis antara apa yang governance. Tulisan ini berusaha untuk
disebut dengan ’good’ (baik) dengan ’bad’ menunjukkan masuknya gagasan neo-liberal
(buruk) atau ‘poor’ (miskin) dalam tata kelola dalam imajinasi perubahan politik, ekonomi
pemerintahan, karena keduanya berjalan dan sosial yang digelindingkan di masa-masa
seiring bak lintasan rel kereta yang didisain akhir kepemimpinan Suharto di awal 1990-an.
kuat menancap dengan ‘bantalan’ teori dan Sebagaimana akan ditunjukkan dalam tulisan
mistifikasi kekuasaan, yang keluar masuk ini, gerakan yang berlabel governance ini justru
stasiun mengangkut (baca: memperdagangkan) semakin menjauh dari semangat governance
penumpang sebanyak-banyaknya. Persis yang sebenarnya. Secara singkat, gerakan good
seperti ‘good governance’ yang diinjeksikan governance di Indonesia justru melenceng dari
dari negara satu ke negara lain yang menebarkan semangat governance yang mengedepankan
pengaruh tentang kebenaran absolut dalam akomodasi, kooperasi dan sinergi dalam
pengelolaan administrasi dan manajemen kesetaraan antar pelaku. Hal ini membawa
publik (Wiratraman, 2008). proses marginalisasi ekonomi, sosial, kultural
Dalam konteks Indonesia yang bergeliat dan juga politik yang berkepanjangan. Oleh
dengan tuntutan reformasi, good governance karena itu, di akhir tulisan ini berusaha
tampil sebagai model transplantatif baru yang dilontarkan gagasan untuk mengembangkan
diyakini mampu mengobati birokrasi politik pola governance yang lebih demokratis dan
yang dinilai sarat korupsi, suap, dan berkeadilan.
penyalahgunaan kekuasan, termasuk berbagai
pelanggaran hak-hak asasi manusia. Aparat B. GOOD GOVERNANCE : LATAR BELAKANG
birokrasi negara, dari Presiden di pucuk & SEJARAH PERKEMBANGAN
pimpinan negara hingga pemerintahan paling
bawah, seragam mendendangkan good Sejak akhir tahun 1980-an, istilah
governance. Di level aktor-aktor non-negara governance mulai digunakan untuk pengertian
pun tidak kalah, agenda organisasi non- yang berbeda. Tatkala istilah governance
pemerintah pun bicara banyak soal good dipopulerkan, perubahan penggunaan istilah
governance, dan menjadikannya program kerja dari government ke governance lebih
yang signifikan pada pasca 1998. Tidak begitu dimaksudkan untuk menunjukkan perlunya
mengherankan program-program antikorupsi, gelombang baru reformasi pemerintahan.
pengawasan terhadap pemerintah maupun Istilah government reform, democracy dan
otonomi daerah, pengawasan peradilan, dan sejenisnya, dianggap telah mengalami inflasi
lain sebagainya. Begitupun para akademisi, dan tidak mampu menarik perhatian untuk
lembaga ataupun negara donor, dan aktor-aktor menggerakkan semangat reform. Oleh karena
lainnya berbincang hal yang sama soal itu, diperlukan kemasan baru baru government
pentingnya good governance. reform kali ini adalah berbeda dengan reform
Uniknya, lebih dari satu dekade reformasi yang ada sebelumnya. Menurut Rhodes
berjalan sejak 1998, korupsi bukannya (Pratikno, 2005) Penggunaan istilah governance
berkurang melainkan semakin menggurita. digunakan untuk menegaskan perlunya arah
Birokrasi publik masih belum banyak berubah, dan semangat baru reformasi pemerintahan.
dari mentalitas pelayanan yang buruk dan Istilah governance telah digunakan untuk
inefisien, praktek suap menyuap masih subur, menegaskan signifikansi perlunya perubahan
dan berbagai pelanggaran hak-hak asasi proses, metode dan capaian kepemerintahan.
manusia masih banyak terjadi. Intinya, negara Penggunaan istilah governance sebagai
yang korup masih belum bisa teratasi dengan konsep yang berbeda dengan government,
good governance. mulai dipopulerkan secara efektif oleh Bank
Tulisan berikut hendak mendekonstruksi Dunia sejak tahun 1989. Dalam laporannya
diskursus good governance itu sendiri, apa yang sangat terkenal yang berjudul “Sub-

Good Governance dan Formasi Kebijakan Publik Neo-Liberal - ANDI LUHUR PRIANTO
2
Vol.1 No.1 April 2011

Saharan Africa: From Crisis to Sustainable tujuan maupun sebuah persyaratan kerjasama
Growth”. Dalam laporan ini, Bank Dunia (1989) pembangunan. Wacana yang diinisiasi oleh
mendefinisikan governance sebagai “exercise of Bank Dunia ini terus menggelinding, yang
political power to manage nation”. Selanjutnya, kemudian membuat good governance menjadi
laporan ini menekankan bahwa legitimasi slogan yang populer, termasuk di Indonesia. Ide
politik dan konsensus merupakan prasyarat utama yang melihat pemerintah sebagai
bagi pembangunan berkelanjutan. Aktor negara sumber masalah daripada sebagai solusi ini
(pemerintah), bisnis dan civil society harus terus merambah, dan melahirkan pendefinisian
bersinergi membangun konsensus, dan peran governance yang lebih menekankan pada peran
negara tidak lagi bersifat regulatif, tetapi hanya aktor-aktor di luar pemerintah (Wiratraman,
sebatas fasilitatif. Oleh karena itu, Abrahamsen 2007).
(Wiratraman, 2007) legitimasi politik dan
konsensus yang menjadi pilar utama bagi Good C. TINJAUAN KONSEP GOOD GOVERNANCE
Governance versi Bank Dunia ini hanya bisa Konsep governance menurut Stoker
dibangun dengan melibatkan aktor non-negara (Kurniawan, 2006) pengembangan dari gaya
yang seluas-luasnya dan melimitasi keterlibatan memerintah dimana batas-batas antara sektor
negara (pemerintah). publik dan sektor privat menjadi kabur.
Dengan merujuk pada kasus Afrika, Pengaburan batas-batas ini sejalan dengan
argumen di seluruh laporan ini menekankan kebutuhan Negara-negara modern untuk lebih
pemerintah adalah sumber kegagalan melibatkan mekanisme politik dan pengakuan
pembangunan. Oleh karena itu, untuk akan pentingnya isu-isu yang menyangkut
membangun kepemerintahan yang baik, maka empati dan persanaan dari publik untuk
pemerintah harus dikurangi (less government). terlibat, sehingga memberikan kesempatan
Pemerintahan yang besar (big government) untuk mobilisasi sosial dan politik. Pemerintah
akan menjadi sumber dari ke-pemerintahan akan memilki peran yang penting dalam
yang buruk (bad governance). Kepemerintahan menciptakan lingkungan politik pemerintahan
yang buruk ini, dalam operasi-onalisasi Bank yang kondusif, sektor swasta menciptakan
Dunia (Weiss 2000: 801) adalah pemerintahan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan
yang tidak representatif serta sistem non-pasar masyarakat berperan positif dalam interaksi
yang tidak efisien, yang dalam prakteknya sosial, ekonomi dan politik (Rakhmat, 2009).
menjadi sumber kegagalan pemba-ngunan di Dalam perspektif Bank Dunia (Wiratraman,
Afrika (Pratikno, 2005). 2008), governance diartikan sebagai hal
Sejak saat itulah awal mula gelombang kekuasaan yang ditujukan dalam manajemen
penyuntikan dalam upaya memberantas sumberdaya sosial dan ekonomi negara untuk
‘penyakit’ di dunia ketiga dilakukan, dengan pembangunan. Pengalaman Afrika pasca krisis
cara mewajibkan sejumlah persyaratan- utang dan pasca perang dingin telah menjadi
persyaratan dari Bank Dunia (yang kemudian latar belakang dan iklim yang melukiskan
diikuti oleh lembaga dan negara donor lainnya). desakan kekuatan pasar bebas dan demokrasi
Krisis di Afrika telah membawa pesan yang jelas liberal. Good governance dalam konteks
dalam memperkenalkan sebuah konsep baru tersebut adalah imposisi politik hukum yang
untuk melawan apa yang diidentifikasi Bank dikendalikan negara-negara industrial dan agen
Dunia sebagai sebuah ‘crisis of governance’ atau internasional (lembaga maupun Negara donor)
‘bad governance’ (World Bank 1992). Tentu, dalam membentuk ketatapemerintahan yang
dalam menyuntikkan ide-ide governance berselerakan pasar (Stokke 1995; Gathii 1998).
semacam itu, telah diusung pula diskursus Inilah good governance yang lahir dari rahim
sebagai “pemanis” agar bisa diterima dan agenda besar globalisasi yang dikonstruksi
terlegitimasi oleh kekuasaan diktatorial yang ideologi neo-liberal (Wiratraman, 2008).
memang banyak berkuasa saat itu. Diskursus Untuk menunjukkan perbedaan yang
“pemanis” itu adalah promosi demokrasi yang cukup tajam dengan definisi di atas, Tokyo
memperkuat good governance baik sebagai Institute of Technology menegaskan bahwa

Good Governance dan Formasi Kebijakan Publik Neo-Liberal - ANDI LUHUR PRIANTO
3
Vol.1 No.1 April 2011

“[t]he concept of governance refers to the set of bisa dibangun. Selain mengharapkan
values, norms, processes and institutions by bekerjanya institusi negara secara baik,
which society manages its development and governance juga merujuk pada penguatan
resolves conflict, formally and informally.” institusi-institusi pasar dan civil society untuk
(www.soc.titech.ac.jp). Dalam definisi ini, mengimbangi dominasi negara yang
pengertian governance justru ditekankan pada sebelumnya menjadi sumber kegagalan
perilaku dan kapasitas masyarakat untuk pembangunan. Pertanyaannya kemudian, apa
mengelola kepentingan bersama, termasuk yang perlu dipermasalahkan dengan
kapasitas dalam memanfaatkan pemerintah governance? Apa kaitannya denga neo-
dalam penyelesaian permasalahan- liberalisme dan impilkasi apa yang dilahirkan
permasalahan publik (Pratikno, 2005). pada praktek administrasi dan mana-jemen
Negara-negara besar yang tergabung dalam publik?. Oleh karena itu, perdebatan tentang
OECD mendefinisikan governance sebagai “the konsep governance dan good governance perlu
use of political authority and exercise of control didiskusikan pada level aplikasinya di dunia
in a society in relation to the management of its ketiga, khususnya diIndonesia, dan kemudian
resources for social and economic development”. refleksi teoritik yang bisa dibangun dari situ.
Lebih spesifik, pemerintah Inggris, dalam hal
ini ODA, menjelaskan karakteristik good D.GOOD GOVERNANCE & NEOLIBERALISME
government mencakup legitimasi, akuntabilitas,
kompetensi, penghormatan terhadap hukum Kritik terhadap good governance bukanlah
dan hak-hak asasi manusia. Bank Dunia hal yang baru, karena banyak studi atau riset
mengemukakan karakteristik good governance yang telah dilakukan untuk membongkar
sebagai: masyarakat sipil yang kuat dan wacana ini dalam berbagai pendekatan, baik
partisipatoris; terbuka; pembuatan kebijakan itu pendekatan politik, ekonomi, sejarah,
yang dapat diprediksi; eksekutif yang hukum, sosiologi internasional, hubungan
bertanggungjawab; birokrasi yang profesional; internasional dan pendekatan disiplin ilmu
dan aturan hukum yang jelas. Sementara itu, The lainnya (Abrahamsen 2000; Bello 2002, 2005;
Commission on Global Governance mengartikan Bendana 2004; George 1995; Parasuraman, et.
governance sebagai “the sum of the many ways al. 2004; Pieterse 2004; Quadir et al. 2001;
individuals and institutions, public and private, Robinson 2004; Selznick 1969; Gathii 1998;
manage their common affairs”. Dalam bahasa Hosen 2003; Wiratraman 2007, 2008).
komisi ini, Weiss (Pratikno, 2005) governance Bank Dunia merupakan pencetus gagasan
merupakan proses yang berkelanjutan melalui yang memperkenalkannya sebagai ‘program
mana perbedaan kepentingan diakomodasi dan pengelolaan sektor publik’ (public sector
diwujudkan dalam praktek. management program), dalam rangka
Baik sebagai sound development penciptaan ketatapemerintahan yang baik
management maupun sebagai democratic dalam kerangka persyaratan bantuan
politics, reformasi ke arah good governance pembangunan (Pratikno, 2005). Good
menekankan pada perlunya pengecilan peran governance dalam konteks ini merupakan
pemerintah. Sebagaimana didefinisikan oleh “suara pembangunan”. Sebagai “suara
Rhodes (1996), good governance dimaknai pembangunan”, sesungguhnya ia lebih
sebagai negara yang minimal (minimal state). menampakkan pendisiplinan demokrasi atau
Pengurangan peran pemerintah ini menuntut model ketatapemerintahan tertentu. Krisis di
peran aktor di luar pemerintah yang lebih besar, Afrika telah membawa pesan demikian jelas
antara lain Civil Society Organization, dan dalam mencetuskan suatu konsep baru
terutama pelaku pasar (market). mengenai ‘governance’ untuk menentang apa
Melihat rumusan-rumusan governance di yang disebut Bank Dunia sebagai suatu ‘crisis
atas, kata kunci dalam konsep governance of governance’ atau ‘bad governance’ (World
adalah konsensus melalui mana perbedaan Bank 1992). Pengalaman Afrika pasca krisis
kepentingan bisa diakomodasikan, dan sinergi utang dan perang dingin telah menggambarkan

Good Governance dan Formasi Kebijakan Publik Neo-Liberal - ANDI LUHUR PRIANTO
4
Vol.1 No.1 April 2011

latar dari suatu iklim umum dalam menyokong justifikasi Bank Dunia melalui diagnosa antara
pasar bebas dan demokrasi liberal, dan hal ini ketatapemerintahan yang ‘buruk dan baik’
telah secara dahsyat menunjukkan betapa menjadi wacana utama dalam mempengaruhi
good governance sebagai pemaksaan politik faktor-faktor kegagalan dalam konteks krisis
hukum oleh negara industrialisasi maju dan tersebut, dan ini persis seperti apa yang telah
agen internasional (termasuk lembaga dilakukan sebelumnya di Afrika pada 1980-an.
maupun negara donor) dalam membentuk Seiring bersama dengan gerakan reformasi
ketatapemerintahan pasar (Abrahamsen yang dilakukan oleh mahasiswa tahun 1998,
2000; Stokke 1995; Gathii 1998). seolah proponen neo-liberal diberi ‘pintu
Dalam konteks Asia, proyek-proyek good masuk’ untuk kembali menanamkan proyek-
governance sesungguhnya telah lama di proyeknya (juga melalui utang) kepada
perkenalkan ke sejumlah negara, utamanya ke pemerintah. Ratusan juta dolar dikucurkan
negara-negara yang memiliki ketergantungan untuk pemerintah dalam membiayai
atas bantuan hutang luar negeri. Proyek pembaruan kebijakan publik dan institusi
tersebut sama sekali tidak mempedulikan politik, hukum dan ekonomi, sehingga tak
rezim yang berkuasa adalah rezim yang terelakkan bahwa good governance menjadi
koruptif dan diktatorial. Di Indonesia, pada arus utama pembaruan birokrasi dan hukum
awal tahun 1990-an sudah mulai diperkenalkan sebagai penopang proyek ketatapemerintahan
model ketatapemerintahan yang ramah tersebut.
terhadap kepentingan pasar, melalui skenario Desentralisasi yang terjadi di awal
program penyesuaian struktural. Meski-pun reformasi telah memuluskan dan menyuburkan
demikian, saat Soeharto masih berkuasa, wacana good governance, karena ia menjadi
proyek-proyek yang dikembangkan di sesuatu yang seksi, segar, populer, dan
Indonesia praktis gagal dan tidak bisa diucapkan secara berulangkali baik oleh
dipertanggung-jawabkan. Bahkan korupsi pejabat tinggi hingga level yang paling rendah
yang dilakukan atas bantuan hutang luar di daerah. Tak terkecuali, agenda-agenda
negeri tersebut diketahui Bank Dunia, namun gerakan menjadi ikut pula termoderasi dan
Bank Dunia melakukan pembiaran atas mempercayai good governance sebagai obat
hutang-hutang yang dikorupsi tersebut. Inilah mujarab bagi tatanan birokrasi politik-ekonomi
yang disebut ‘criminal debt’ (hutang kriminal), Indonesia.
yang ironisnya harus dibayar oleh rakyat dan Akademisi dan organisasi non-pemerintah
dibebankan pada generasi bangsa pasca pun latah mengucapkan wacana tersebut
Soeharto (Winters 1999; 2002). sebagai ikon baru yang menemani
Jadi apa yang disebut sebagai ‘bantuan’ demokratisasi. Sejak reformasi bergulir, telah
oleh Bank Dunia, sebenarnya merupakan lahir banyak pusat studi maupun proyek-
proses sistematik penghancuran yang tidak proyek good governance yang dipesan melalui
hanya ditujukan pada rakyat saat rezim perguruan tinggi, dari mulai isu yang lekat
Soeharto berkuasa, melainkan pula ongkos dengan pembaruan hukum, pembaruan
‘pelanggengan kekuasaan diktator’ yang peradilan, desentralisasi, penganggaran,
memiliki konsekuensi panjang terhadap jutaan hingga soal legal drafting. Begitu juga
rakyat Indonesia di masa-masa berikutnya. organisasi non-pemerintah yang secara kuat
Dalam situasi demikian, terlihatlah dengan jelas pula mentransmisikan gagasan good
bahwa ‘good governance’ bersahabat dengan governance melalui isu yang tidak jauh
mekanisme-mekanisme siluman yang tidak berbeda.
berkepentingan atas demokratisasi dan hak Mengapa transmisi wacana good
asasi manusia. governance tersebut demikian kuat diusung oleh
Tekanan Bank Dunia dalam urusan Bank Dunia dan kemudian ditransplantasikan
pembaruan ketatapemerintahan kian menguat dengan rapi oleh agen-agen negara maupun
disuntikkan setelah terjadinya krisis finansial non-negara? Kita bisa mulai membedahnya
di Asia di paruh akhir 1990an. Praktek dan dari sisi konseptual, dan lalu dilanjutkan

Good Governance dan Formasi Kebijakan Publik Neo-Liberal - ANDI LUHUR PRIANTO
5
Vol.1 No.1 April 2011

dengan memetakan bagaimana kerangka governance melekat pada kualitas, seperti


konseptual tersebut menjadi sangat dominan akuntabilitas, responsif, transparan, dan
dipaksakan ke negara-negara selatan, efisiensi. Ia mengasumsikan kemampuan
termasuk di Indonesia. pemerintah untuk mengelola sosial, perdamaian,
Dalam laporannya tahun 1989, Bank Dunia jaminan hukum dan tatanan, mempromosikan
(Wiratraman, 2007) telah mengekspresikan dan menciptakan kondisi-kondisi yang perlu
gagasan “Upaya untuk menciptakan suatu untuk pertumbuhan ekonomi dan mamastikan
kemampuan lingkungan dan untuk membangun suatu level minimum jaminan sosial (World Bank
kapasitas-kapasitas akan dibuang bila konteks 2002). Definisi yang demikian sesuangguhnya
politik tidak mendukung. Pada akhirnya, telah tetap dan secara kuat dipertahankan
pemerintahan yang baik memerlukan untuk menyokong aturan main bahwa membuat
pembaharuan politik. Ini berarti suatu tindakan pasar bekerja secara efisien dan lebih
bersama melawan korupsi dari tingkat paling problematiknya, Bank Dunia mengoreksi
tinggi hingga paling rendah. Hal ini dapat kegagalan pasar (Bank Dunia 1992).
dilakukan dengan menata suatu contoh baik, Sejumlah dokumen tersebut memperlihatkan
dengan memperkuat pertanggung-jawaban, bahwa pendekatan yang digunakan oleh Bank
dengan mendukung debat publik, dengan Dunia, khususnya dalam menegaskan isu-isu
memelihara suatu pers bebas. Ini juga berarti penting akuntabilitas, sesungguhnya ditujukan
membantu perkembangan akar rumput dan dalam rangka mengupayakan pembaharuan
orga-nisasi non-pemerintah seperti serikat untuk stabilitas politik dan pembangunan
petani, perkumpulan-perkumpulan, dan ekonomi yang diperlukan dalam proses
kelompok-kelompok perempuan”. liberalisasi pasar. Konsep politik ekonomi
Dengan langgam bahasa yang hampir yang demikian sesungguhnya berfokus pada
sama, Bank Dunia telah menyatakan pula, “Good model demokrasi liberal dan liberalisasi
governance dilambangkan dengan dapat ekonomi, dan good governance-nya pun
diperkirakan (predictable), terbuka (open) dan merupakan model neo-liberal, yakni ‘good
pembuatan kebijakan yang tercerahkan governance free market assistance’ (Wiratraman
(enlightened policy-making), suatu birokrasi 2008).
diilhami dengan ber-tindak etos professional Watak neo-liberalisme good governance
dalam pemajuan fasilitas publik, rule of law, dapat dilihat dari sasaran-sasarannya yang
proses-proses transparan, dan masyarakat sipil senantiasa berpusat pada efisiensi pengelolaan
yang kuat berpartisipasi dalam kepentingan sumberdaya dan menopang pasar bebas.
publik. Ketatapemerintahan yang miskin (poor Elemen-elemen kuncinya adalah akuntabilitas,
governance) di sisi lain dikarakteristikan rule of law, transparan, dan partisipasi. Sungguh,
dengan pembuatan kebijakan yang sewenang- elemen-elemen ini juga menjadi kebutuhan
wenang, birokrasi yang tidak dapat masyarakat Indonesia di tengah eforia
dipertanggungjawabkan, sistem perundangan reformasi, namun elemen kunci tersebut
yang tidak adil dan tidak bisa ditegakkan, sebenarnya menyimpan rencana besar untuk
penyalahgunaan kekuasaan eksekutif, suatu melucuti peran-peran negara di sektor publik
masyarakat sipil yang tidak bisa menikmatik dan menggantikannya dengan peran dominan
kehidupan publiknya dan korupsi yang meluas.” swasta atau privat. Urusan perlindungan hak-
(World Bank 1994: vii). hak asasi manusia bukanlah urusan yang
Dalam mengkampayekan good governance, penting dalam skema good governance ini,
Bank Dunia telah memprogramkan suatu program meski pun mandat tanggung jawab hak asasi
pembelajaran dan telah memperkenalkan manusia bertumpu pada peran utama negara
konsep ketatapemerintahan. Good governance good governance yang demikian hanya akan
merupakan suatu manual yang didefinisikan menempatkan posisi pasar secara dominan,
sebagai implementasi efektif kebijakan dan dan urusan-urusan publik yang dimaksudkan
provisi pelayanan yang responsive terhadap pun telah diseleksi (baca: dipangkas) berbasis
kebutuhan-kebutuhan warganya. Good pada iklim liberalisasi pasar.

Good Governance dan Formasi Kebijakan Publik Neo-Liberal - ANDI LUHUR PRIANTO
6
Vol.1 No.1 April 2011

E. HEGEMONI GOOD GOVERNANCE DI bekerja dengan menggunakan rasionalitas dan


INDONESIA teknologi kekuasaan untuk menghasilkan
mesin yang halus dan efektif bagi upaya
Mengapa good governance tiba-tiba liberalisasi pasar. Hukum sebagai
muncul, lazim dan bertahan lama sebagai instrumentasi politik dipakai sebagai
model ketatapemerintahan di Indonesia yang legalisasi beroperasinya mesin kekuasaan
banyak dituturkan, diikuti dan diajarkan? tersebut, sehingga jauh dari cerminan rasa
Mengapa secara cepat ‘pemerintahan yang keadilan dan perlindungan terhadap kaum
baik’ menjadi akrab dengan dunia birokrasi, proletar (Wiratraman, 2008).
dunia usaha, dunia kampus dan pusat-pusat Bank Dunia sendiri dalam mempromosikan
studi (yang juga tumbuh subur bak jamur di good governance di Indonesia melalui tiga pintu:
musim hujan), dunia aktivisme orga-nisasi (i) CGI (Consultative Group on Indonesia); (ii)
non-pemerintah (utamanya yang bergerak di Kemitraan untuk Pembaruan Tata Pemerintahan
isu kebijakan publik dan antikorupsi), dan (Partnership for Governance Reform); dan (iii)
yang paling aneh tapi nyata, hampir semua Justice for the Poor. Dalam forum tahunan CGI,
lembaga-lembaga dana internasional dan Bank Dunia memimpin dan memiliki
negara-negara donor serempak menggerojok kekuasaan untuk mengarahkan (mendikte)
(baik utang maupun hibah) milyaran US kebijakan ekonomi (termasuk desakan
dollars untuk proyek good governance? pembentukan peraturan perundang-
Padahal Bank Dunia sendiri sesung-guhnya undangan). Ini bisa terjadi karena pemerintah
gagal melakukan good governance secara masih menerima kucuran utang sehingga
internal, karena dipenuhi dengan korupsi prasyarat utang tersebut harus dipenuhi
sistemik dan motif ekploitasi terhadap negara- sebagai kompensasinya. Sedangkan Bank
negara yang berutang kepadanya. Dunia pula bekerja secara dekat dengan UNDP
Pendapat mengatakan bahwa kemunculan dan ADB sebagai sponsor dana utama untuk
proyek-proyek good governance yang cukup Partnership for Governance Reform (World Bank
sukses adalah terkait dengan kesuksesan 2003). Melalui forum kelompok multi-
model negara pembangunan (developmental stakeholder di Kemitraan ini, Bank Dunia telah
state model) diantara negara-negara terlibat aktif dalam membuat kerangka kerja
industrialisasi baru di Asia Timur dan Asia hukum untuk pembangunan (legal framework
Tenggara (Tshuma 1999; White 1987; Wade for development), seperti pembaruan peradilan,
1990). Pendapat lainnya mengatakan bahwa pembaruan hukum, dan pembentukan lembaga
ideologi neo-liberal telah melesat setelah pemerintahan baru (World Bank 2003).
runtuhnya komunisme dan membangun suatu Pengaruh besar kemitraan ini adalah justru
suasana kondusif bagi kelahiran governance peran hegemoninya sebagai lembaga dana
sebagai sebuah isu pembangunan, dan karena untuk proyek-proyek governance yang
neo-liberalisme sebagai ideologi dominan dijalankan oleh tidak saja lembaga negara,
mencoba untuk mengkonstruksi ‘politically namun juga organisasi non-pemerintah.
lock-in neo-liberal reforms’ (Gill, 1997). Sedangkan Justice for the Poor adalah sebuah
Kedua pendapat di atas relevan dengan institusi yang baru-baru saja dikreasi Bank
kemunculan good governance di Indonesia, Dunia dalam mempromosikan pengurangan
karena selain kebijakan pemerintah yang kemiskinan di Indonesia, khususnya sebuah
berorientasikan pembangunan semasa Orde strategi pemberdayaan untuk kaum miskin
Baru, dukungan Bank Dunia dan IMF dalam melalui bantuan hukum.
mengguyurkan utang yang disertai Bagi Bank Dunia, program-program
persyaratan-persyaratan khusus melengkapi pemberdayaan dan penyadaran hukum
posisi Indonesia yang mengarah pada disain merupakan hal penting dalam mewujudkan
liberalisasi pasar. Tetapi bila dilihat secara kaum miskin atas akses keadilan. Dalam
lebih dalam, dengan menggunakan analisis urusan pemantauan korupsi, Bank Dunia
hegemoni, nampak bahwa good governance sendiri memilih menfokuskan lebih banyak

Good Governance dan Formasi Kebijakan Publik Neo-Liberal - ANDI LUHUR PRIANTO
7
Vol.1 No.1 April 2011

pada proyek-proyek yang didanainya sendiri governance juga dirumuskan sebagai pola
(World Bank, 1997), semacam kini PNPM pemerintahan yang demokratis. Dalam bahasa
(Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat).Bank Dunia (1989 & 1992), selain disebabkan
Kedua institusi terakhir menjadi kendaraan oleh porsi pemerintah yang terlalu besar,
Bank Dunia untuk ikut pula mempromosikan kegagalan pembangunan juga diakibatkan
hak-hak asasi manusia di Indonesia. Proyek oleh pemerintahan yang tidak demokratis, dan
pembaruan ketatapemerintahan melalui good otoritas negara yang dipersonifikasi dalam diri
governance cenderung untuk melayani satu atau sedikit orang pemimpin. Oleh karena
promosi konsensus pembaruan sosial dan itu, good governance juga mendorong
ekonomi, khususnya dengan mengaplikasikan demokratisasi dengan cara memaksa negara
pemberdayaan teknokratik dan bahasa liberaluntuk berbagi kekuasaan dengan aktor-aktor di
partisipasi. Di titik ini, diskursus dan arah
luar negara.
kecenderungan hak-hak asasi manusia lebih Diakui memang, bahwa telah terjadi
menyesuaikan dengan liberalisasi pasar. Inilah
banyak perubahan yang cukup banyak
yang disebut ‘market friendly human rights termasuk lompatan-lompatan pembentukan
paradigm’ (paradigma hak-hak asasi manusia dan kerja kelembagaan negara yang kian
yang ramah pasar) (Wiratraman, 2008). melengkapi percaturan politik kenegaraan
Strategi Bank Dunia untuk mempertahankan
Indonesia. Proyek-proyek pembaruan tata
hegemoninya adalah dengan mereproduksi pemerintahan dilakukan secara serentak,
pengetahuan soal rasionalitas good governance
mulai dari upaya pembaruan hukum,
sehingga memudahkan bekerjanya teknologi pembaruan standar kinerja, dan pembaruan
kekuasaannya melalui berbagai pintu masuk lembaga-lembaga negara lainnya.
di level negara, non negara maupun kemitraan Bagi Bank Dunia, pembaruan administrasi
keduanya. Realitasnya, wacana-wacana dan manajemen sektor publik dilihat sebagai
ketatapemerintahan, pembaruan hukum dan faktor-faktor penting untuk memperkuat
kebijakan publik lainnya dikonstruksi dengan
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
mengikutsertakan demokrasi, hak asasi Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan
manusia, anti kemiskinan, antikorupsi, yangsistem pasar bebas, salah satu elemen prinsip
kesemuanya terasa cocok dengan suasana good governance adalah ‘legal framework for
(perangkap) reformasi yang sudah dikendalikan
development’ (kerangka perundang-undangan
pendukung neo-liberal. Semakin lengkap untuk pembangunan) (World Bank 1992).
adalah teknologi kekuasaan modalnya yang Dalam kerangka perundangan yang demikian,
mampu memistifikasi ketidakseimbangan rule of law adalah konsep utama yang secara
kekuasaan dan menyedot perhatian arah instrumental dan substansial penting, karena
reformasi yang ‘good’, melalui program ia mengkonsentrasikan pada keadilan (justice),
pendanaan ke sejumlah institusi negara, kejujuran (fairness) dan kebebasan (liberty).
organisasi non-pemerintah, serta kampus- Bank Dunia menegaskan suatu sistem hukum
kampus melalui pusat-pusat studi governance.
yang ‘fair’, yang kondusif untuk
Godaan untuk mengakses dana proyek menyeimbangkan pembangunan (World Bank
governance tersebut terlampau besar, 1992: 29-30). Ini sebabnya, tidak terlampau
sehingga tidak sedikit yang mengubah pula mengejutkan, perspektif Bank Dunia dalam
rencana dan pola kerja organisasi penerima good governance terkait utamanya dengan
dana tersebut. Donor-driven hegemony! kebutuhan-kebutuhan perundangan bagi
aktor-aktor komersial dalam pasar.
F. GOOD GOVERNANCE DAN PEMBARUAN Dalam arena politik domestik, implikasi
KEBIJAKAN PUBLIK pelaksanaan good governance juga sangat
jelas. Di satu sisi, good governance telah
Selain dirumuskan dengan merujuk pada terbukti mendobrak keangkuhan negara yang
mekanisme pasar yang dianggap paling selama ini menghegemoni masyarakat.
efisien dalam pengelolaan sumberdaya, good Personifikasi kekuasaan negara pada

Good Governance dan Formasi Kebijakan Publik Neo-Liberal - ANDI LUHUR PRIANTO
8
Vol.1 No.1 April 2011

sekelompok kecil elit, kebuntuan akses tentu saja berdampak pada praktek
masyarakat terhadap kebijakan publik, dan administrasi dan manajemen publik, yang oleh
lemahnya penegakan hak asasi manusia telah Prasodjo (Kurniawan 2006) berupa
bisa didobrak oleh gelombang good debirokratisasi organisasi internal,
governance. Namun, kekuasaan hegemonik modernisasi birokrasi, dan peningkatan
yang menindas rakyat tidak secara otomatis kapasitas aparat birokrasi.
lumpuh. Kekuasaan hegemonik hanya beralih Sektor publik di perhadapakan pada
dari kontrol negara ke kontrol swasta (kapital), seperangkat harapan baru dari masyarakat,
yang oleh Korten (Pratikno, 2005) yang dalam bahwa sektor publik atau pemerintah perlu
kasus Indonesia pasca krisis 1998-2002 adalah dikelola secara efisien (Rakhmat, 2009).
perusahaan multinasional. Kondisi ini tentu menjadi prasyarat untuk
Implikasi dari hegemoni swasta bagi meningkatkan kualitas pelayanan publik
masyarakat umum ini tidak kalah buruk disatu sisi dan pada sisi yang lain menjadi
dibandingkan dengan implikasi hegemoni ruang partisipasi masyarakat dalam kegiatan
negara. Walaupun terdapat banyak program publik (Kurniawan, 2006). Seluruh fenomena
pengentasan kemiskinan, namun jumlah ini merupakan implikasi proyek-proyek good
penduduk di bawah garis kemiskinan tidak governance Bank Dunia, yang senantiasa
mengalami pengurangan yang berarti, atau ditujukan pada pendisiplinan ketata-
bahkan memburuk di beberapa negara. pemerintahan yang berorientasikan pada
Penyakit busung lapar tetap dengan mudah kesetiaan pada liberalisasi pasar. Mekanisme
ditemukan tatkala praktek kepemerintahan pasar yang dikampanyekan dalam good
telah mulai menerapkan ciri-ciri good governance ternyata dimanipulasi menjadi
governance, seperti partisipasi dan prosedur semu tanpa ada kapasitas negara
transparansi. Lalu, apa makna good governance untuk mendisiplinkannya.
bagi masyarakat marjinal yang tidak mampu
menjadi customer yang kuat di era liberalisasi G. PENUTUP
ekonomi ini? Di sinilah neo-liberalisme bekerja
rapi. Filho dan Johnston (Wiratraman, 2008) Tidak semua persoalan yang digambarkan
mengingatkan bahwa di bawah neo- di atas diakibatkan oleh kampanye good
liberalisme, pertumbuhan ekonomi telah governance yang ditekankan pada ‘sound
menurun, pengangguran meluas, ketidak- development management’ yang menjadi
sejajaran dalam maupun di antara negara- “perangkap” agenda neo-liberal. Konsep dan ide
negara kian memburuk menyeluruh di mana good governance disadari ataupun tidak telah
saja, dan kaum marginal akan secara massif menjadi “narasi besar” reformasi birokrasi
tertindas dari ketidakstabilan ekonomi. publik di Indonesia. Namun, permasalahan
Dalam konteks Indonesia, tekanan desain tersebut berkembang sebagai akibat dari
kebijakan publik neo-liberal sangat jelas wacana dan praktek pembaruan kebijakan
terlihat ketika upaya pembaruan hukum tidak publik di Indonesia yang tidak mengalami
meletakkan arah perubahannya pada sistem kontekstualisasi secara memadai, gagasan
yang lebih berkeadilan bagi rakyat banyak, reformasi yang terfragmentasi, dan gagasan
melainkan lebih menuruti kepentingan atau reformasi yang tidak tumbuh dari pelaku-
selera pasar dalam penciptaan iklim usaha. pelaku di lapis bawah. Tulisan ini juga tidak
Salam satunya yang paling menyakitkan bagi dimaksudkan untuk mengatakan bahwa tekanan
buruh adalah pembentukan institusi peradilan eksternal tidak penting dalam agenda reformasi
khusus bagi buruh melalui UU tentang pemerintahan di Indonesia. Namun, agenda
Penyelesaian Perselisihan Hubungan reformasi yang yang terjebak pada perubahan
Industrial (PPHI), Undang-Undang Badan teknikalitas pemerintahan dan pada birokrasi
Hukum Pendidikan, UU Migas, UU Penanaman proyek akan mengakibatkan agenda kebijakan
Modal dll. Proyek pembaruan hukum yang publik tersebut kehilangan roh dan tujuan akhir
disponsori Bank Dunia, secara implementatif yang lebih bermakna bagi masyarakat.

Good Governance dan Formasi Kebijakan Publik Neo-Liberal - ANDI LUHUR PRIANTO
9
Vol.1 No.1 April 2011

Argumen para penganjur neo-liberal yang Grindle, Merilee S. 1997. Getting Good
menyatakan bahwa penjaminan hak-hak Government: Capacity Building in the
politik individu dan proses demokratisasi akan Public Sectors of Developing
mendukung pengembangan kepemerintahan Countries. Boston: Harvard
yang baik tidaklah salah. Namun, paket ini University Press.
harus dipadukan dengan hak-hak sosial dan
ekonomi individu sebagai paket integratif Kurniawan, Teguh 2006. Pergeseran
yang tidak terpisahkan. Penjaminan hak sosial Paradigma Adminsitrasi Publik :
dan ekonomi ini tidak bisa diberlakukan Dari Perilaku Model Klasik dan NPM
sebagai produk dari good governance semata, ke Good Governance, Program Doktor
tetapi harus menjadi bagian dari proses Ilmu Adminsitrasi Negara S e k o la h
pengembangan kepemerintahan yang baik. Pascasarjana UGM : Komponen Tugas
Oleh karena itu, sebagaimana digagas oleh Mata Kuliah Good Governance.
Mahbub ul Haq (Pratikno, 2005), pengem-
bangan kepemerintahan yang baik perlu Putra, Fadillah (2009) Senjakala Good
dipadukan dengan konsep humane Governance, Malang : Pustaka
governance yang mencakup “good political, Avveroes
economic and civic governance”.
Gagasan ini perlu ditelusuri lebih jauh, dan Pratikno (2005) Good Governance dan
perlu dikontekstualisasikan dengan potensi Governability, Jurnal Sosial Politik, Vol.
dan problema Indonesia kontemporer. Pada 8 No. 3, Maret 2005 (231-248).
saat yang sama, gagasan Denhart dan
Denhardt (2003) tentang The New Public Rakhmat (2009) Teori Administrasi dan
Service perlu untuk diperhitungkan sebagai Manajemen Publik, Jakarta : Pustaka
inisiatif awal. Pada intinya, mempertahankan Arief.
posisi individu sebagai citizen dan meminta
pemerintah untuk lebih bertanggung jawab Stoker, G., 1991. The Politics of Local
menjamin hak-hak sosial dan ekonomi adalah Government, (2nd Edition), London:
sesuatu yang vital, selain hak-hak politik. Mac Millan.

DAFTAR PUSTAKA Wiratraman, RH Perdana (2007) Neo-


Liberalisme, Good Governance, dan
Birkland, Thomas A. 2005. An Introduction to Hak Azasi Manusia, Jurnal JENTERA
the Policiy Process: Theories, Concepts, XV : Januari-Maret 2007 (1-14).
and Models of Public Policy making. (Ed.
2th) New York: M.E. Sharpe, Inc. Wiratraman, RH Perdana (2007) Good
Governance dan Mitos Ketatanegaraan
Dye, Thomas R. 2005. Understanding Public Neo-Liberal, Jurnal BERSATU : Mei
th
Policy (ed. 7 ).USA: Prentice Hall. 2008 (1-11).

*******

Good Governance dan Formasi Kebijakan Publik Neo-Liberal - ANDI LUHUR PRIANTO
10

Anda mungkin juga menyukai