Anda di halaman 1dari 24

TAFSIR MADZHAB SYI’AH

Dosen Pengampu:

Dr. H. Abdul Mustaqim, M.Ag

Di susun oleh:
Rahmawati Dais Layai

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI


(STAIN) TULUNGAGUNG
2013
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Ilmu tafsir adalah ilmu yang mejelaskan hal ihwal pengetahuan tentang tafsir
al-Qur’an baik yang menyangkut penjelasan tentang asbab an-nuzul ayat, kisah,
tertib ayat antara yang makiyah dan madaniyah, muhkam- mutasyabih, nasikh-
mansukh, mujmal-muqayyad, maupun penjelasan lainnya yang berkaitan dengan
pembahasan al-Qur’an secara umum.1

Adapun wilayah kajian ilmu tafsir ini sangat luas, seluas pembicaraan tentang
al-Qur’an itu sendiri. Namun dewasa ini tampaknya ada pembatasan tertentu dan
bersifat khusus bagi wilayah kajian ilmu tafsir ini, yaitu yang menyangkut
pembicaraan tafsir al-Qur’an itu sendiri sesuai dengan namanya. Misalnya, hanya
membahas sisi metodologi penafsiran al-Qur’an, aliran-aliran penafsiran, dan prinsip-
prinsip penafsiran itu sendiri, baik tentang corak klasik maupun modern.2

Sehubungan dengan banyaknya aliran-aliran dalam tafsir, kita mengenal istilah


madzahibut tafsir dimana fokus kajiannya adalah epistem/cara berpikir, aliran, corak,
kecenderungan, dan bahkan paradigma yang ada dalam produk-produk tafsir.
Asumsinya masing-masing produk tafsir dalam setiap kurun waktu tertentu, memiliki
ciri khas dan karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya.3

Sebagaimana kita ketahui perkembangan tafsir mempunyai peranan penting,


karena penafsiran-penafsiran tersebut mencerminkan perkembangan serta corak
pemikiran umat Islam saat ini. Para mufasir saat ini memperkaya khazanah Islam
dengan mengembangkan berbagai macam aliran dan corak penafsiran al-Qur’an.
1 Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah pengantar Ilmu Al-Qur’an /Tafsir, (Jakarta: Bulan Bintang,1990), 185

2 Badri Khaeruman, Sejarah perkembangan Tafsir al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia,2004), 92-93

3 Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir a-Qur’an, (Yogyakarta: Adab Press,2012), 1


Mengingat al-Qur’an bagaikan lautan yang keajaibannya tidak pernah habis,
merupakan sesuatu yang dapat dipahami jika terdapat berbagai madzhab atau aliran
yang muncul.

Sebuah madzhab adakalanya dinisbatkan kepada sebuah aliran. Misalnya aliran


teologi Syiah, Khawarij, Jabariyah, Mu’tazilah, Ahlusunnah dsb. Penafsiran al-Qur’an
mereka juga bernuansa teologi sehingga melahirkan beberapa penafsiran yang
berbeda-beda sesuai dengan faham yang mereka ikuti. Ada pula madzhab dalam tafsir
yang dikategorisasikan berdasarkan corak kecenderungannya, yakni sudut pandang
keilmuwan yang menjadi perspektif dalam menafsirkan al-Qur’an. Misalnya kita
mengenal corak tafsir lughawi, fiqhi, sufi, fasafi, dan ‘ilmi, i’tiqadi dll.4

Di antara gemuruh corak penafsiran di atas, muncul sebuah corak penafsiran


yang unik. Unik karena penafsiran ini sama sekali tidak dipengaruhi cabang keilmuan
apapun. Corak penafsiran ini hanya dipengaruhi oleh salah satu aliran dalam dunia
Islam, yaitu aliran Syi’ah. Aliran yang merupakan rival utama dunia Sunni ini banyak
memberikan kontribusi yang berarti dalam tradisi penafsiran di dunia Islam. Dari
kalangan ini, telah bermunculan banyak kitab tafsir.

Penganut syiah sangat memuja kesucian Imam Ali dan ahlul bait. Keistimewaan
mereka di luar batas kewajaran serta harapan mereka terhadap datangnya Imam
Mahdi yang tersembunyi serta hidup di dunia maya dan akan kembali pada dunia
nyata/bangkit kembali sebelum akhir zaman sebagai sang penyelamat dunia.5
Masalah yang menjadi sorotan dari Sunni terhadap Syiah adalah nikah mut’ah, al-
Quran yang berbeda, taqiyah6, tidak percaya pada hadis Muslim dan Bukhari,
membenci sahabat dan ulama Sunni. Bahkan, mereka dianggap agen zionis Israel dan
Amerika.

Dalam tulisan ini, akan dikaji banyak hal tentang tafsir Syi’ah. Mulai dari
pengertian, latar belakang kemunculan, corak dan metodologi yang dipakai, tokoh-

4 Ibid, 2

5 Ignaz Godziher, Madzhab Tafsir dari Kasik hingga modern terj. M. Alaika Salamullah, dkk.,
(Yogyakarta:Elsaq Press, 2006), 315-316

6 Taqiyyah (menampakkan Islam secara dhahir dan menyembunyikan Syi’ah di batin)


tokoh dan karya-karyanya, kelebihan dan kekurangan, serta sekilas contoh penafsiran
ulama Syi’ah terhadap al-Qur’an. Paling tidak, tulisan ini mampu membuka mata kita
lebar-lebar, bahwa ternyata kalangan Syi’ah pun cukup memberikan apresiasi yang
berarti dalam tradisi penafsiran al-Qur’an di dunia Islam, seperti terjadi di kalangan
Sunni.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian tafsir Syi’ah?


2. Apa yang melatarbelakangi muncunya tafsir Syi’ah?
3. Apa corak dan metode dalam tafsir Syi’ah?
4. Siapakah tokoh-tokoh tafsir Syi’ah dan bagaimana karyanya?
5. Apakah kelebihan dan kekurangan dari tafsir Syi’ah?
6. Bagaimana contoh penafsiran al-Qur’an dalam tafsir Syi’ah?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui pengertian tafsir Syi’ah


2. Untuk mengetahui latarbelakang munculnya tafsir Syi’ah
3. Untuk mengetahui corak dan metode tafsir Syi’ah
4. Untuk mengetahui tokoh-tokoh tafsir Syi’ah beserta karyanya
5. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari tafsir Syi’ah
6. Untuk mengetahui contoh penafsiran al-Qur’an dalam tafsir Syi’ah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tafsir Syi’ah

Tafsir menurut bahasa adalah isim masdar dari fi’il fassara-yufassiru-tafsiran


yang berarti menjelaskan sesuatu. Kata tafsir bermakna al-ibanah (menjelaskan
makna yang masih samar), al-kasyf (menyingkap makna yang masih tersembunyi),
dan al-idzhar (menampakkan makna yang belum jelas).7
Tafsir menurut istilah adalah ilmu yang membahas tentang maksud Allah SWT
sesuai dengan kemampuan mufassir yang mencakup segala sesuatu tentang
pemahaman terhadap makna dan penjelasan terhadap maksud ayat.8

Sedangkan Syi’ah secara bahasa berasal dari kata ‫ ابتلبتَأْتتبباَع‬: pengikut, ‫صاَر‬
‫ابتلبنت ب‬:
penolong ‫صةة‬
‫لاَ ص‬
‫اب تب‬: teman dekat. Menurut istilah adalah kaum muslim yang dalam

bidang spiritual dan keagamaan merujuk pada keturunan Nabi Muhammad (ahl al-
bait). Dalam bahasa mudahnya, Syi’ah adalah aliran dalam teologi Islam yang
memihak dan memuliakan Ali beserta keluarganya.9 Bahkan Muhammad Husain al-
Dzahabi menyebut Syi’ah sebagai kelompok yang mengagungkan Ali beserta
keluarganya, sampai-sampai disebutkan bahwa Ali adalah imam setelah Rasulullah,
dan orang yang berhak mewarisi kekhalifahan.

Dari sini bisa disimpulkan, bahwa tafsir Syi’ah adalah tafsir yang muncul dari
kalangan Ahlu al-Bait yang biasanya memakai pendekatan simbolik, yaitu aspek
batin al-Qur’an. kalangan Syi’ah menyebutkan bahwa aspek batin al-Qur’an
dipandang lebih kaya dari pada aspek dzahirnya. Imam Baqir berkata, merujuk pada
:hadits Nabi saw

7 M.Abdu ‘Adzim az-Zarqani, Manahil al-irfan fi ‘ulum al-Qur’an, Juz II (Mesir: al-Musthafa al-Babi
Halaby, tth), 3

8 Muhammad Husain al-Dzahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, Juz I (Beirut: Dar al-Fikr,1976), 15

9 Rosihan Anwar, M. Ag., Samudera al-Qur’an (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001), 222. Pendapat
ini dikutip dari Hamid Dabashi, “Shi’i Islam, Modern Shi’i Thought,” dalam John L. Esposito (Ed.),
The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, Jilid IV (Oxford: Oxford University Press,
1995), 55
‫ان للقران ظهرا وبطناَ ولبطنه بطناَ ال سبعة ابطن‬
“Sesungguhnya Al-Qur’an itu ada lahir dan ada batinnya . untuk setiap batin,
ada batinnya lagi sampai tujuh batin.”10

Jalaludin as-Suyuthi menyebutkan 4 makna hadits ini:

 Jika kamu membahas batinnya, dan mengkiaskan makna lahirnya kau


capai maknanya
 Setiap ayat pasti sudah diamalkan oleh suatu kaum dan akan ada kaum
lain yang mengamalkannya
 Lahirnya itu lafadznya, dan batinnya itu takwilnya
 Kisah-kisah yang dikisahkan Allah tentang umat terdahulu, bagaimana
Allah menyiksa mereka. Secara lahir adalah berita tentang kebinasaan umat
terdahulu sebagai peristiwa yang terjadi pada mereka. Batinnya ialah nasihat
bagi umat yang datang kemudian.11

B. Latar Belakang Kemunculan Tafsir Syi’ah

Tafsir Syi’ah muncul di dunia Islam, menurut Ignaz Goldziher harus


dipertanyakan apa tujuan yang ingin dicapai sekte Syi’ah dengan memasukkan
kepentingan sekte keagamaan ke dalam penafsiran al-Qur’an?12 Kelompok Syi’ah
muncul untuk mencari justifikasi dari al-Qur’an, yakni menolak kepemimpinan Ahlu
Sunnah, mereka merongrong kekhalifahan dinasti Umayah dan Abbasiyah, kemudian
melontarkan gagasan kesucian sahabat Ali serta para imam mereka.13

Sebenarnya upaya penafsiran al-Qur’an dilakukan sejak zaman Ali. Tetapi baru
terjadi pada saat dinasti Umayah dan Abasiyah berkuasa. Pada masa itu, mereka
mendapat tekanan besar dari penguasa sehingga penafsiran mereka pun bertujuan
pada upaya apologetik dari penguasa. Dimana, perseteruan antara golongan Syi’ah

10 Hadist dengan makna ini diriwayatkan dengan redaksi berbeda dan sanad berlainan. Pada madzhab
Ahlu bait ihat tafsir al-iyyasyi 1;2,11,12. Para mufasir menisbahkan makna batiniyah pada hadits-hadits
tentang al-Qur’an diturunkan dengan tujuh huruf. (Al-Bukhari 4:227).

11 Jalaludin Rahmat, Tafsir Sufi Al-Fatikhah Muqadimah, (Bandung: Mizan, 2012), 52-53

12 Ignaz Goldziher, Mazhab Tafsir: dari Aliran Klasik hingga Modern...,314

13 Rosihan Anwar, Samudera Al-Qur’an..., 249


dengan penguasa sebenarnya lebih banyak disebabkan oleh permasalahan teologis
dan politik. Tafsir ini muncul untuk memperkuat (melegitimasi) doktrin teologis
Syi’ah, terutama doktrin imamah. Hal ini diperkuat dengan bukti-bukti sebagai
berikut : Pertama, menurut Imam al-Dzahabi, tafsir Syi’ah ada ketika golongan
Isma’iliyah muncul, yakni setelah wafatnya Imam Ja’far Shadiq pada tahun 147 H.
Kedua, menurut para teolog muslim, benih-benih doktrin teologis Syi’ah
dimunculkan oleh Abdullah bin Saba’, ia mendapat inspirasi dari ajaran Kristen dan
Yahudi. Misalnya doktrin imamah dimana Ibnu Saba’ hidup pada masa pemerintahan
Utsman dan Ali.14

Ada yang berpendapat bahwa tafsir Syi’ah muncul sejak pemerintahan Ali,
bahkan Utsman. Kemunculannya lebih banyak dipicu oleh kepentingan teologis
bahkan politis untuk mencari kekuatan doktrin Syi’ah, terutama masalah imamah.
Bisa kita lihat dalam tafsir al-Tibyan al-Jami’ li kulli ‘Ulum al-Qur’an karya Abu
Ja’far al-Thusi. kitab ini merupakan kitab al-Thabari-nya kalangan Sunni. Kitab tafsir
ini merupakan kitab tafsir pertama yang muncul di kalangan Syi’ah Itsna ‘Asyariyah.
Contohnya ketika menafsirkan Qs. Al-Maidah : 55:

” Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang


yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk
(kepada Allah) “

Al-Thusi menjadikan ayat tersebut sebagai dasar bagi keimaman Ali bin Abi
Thalib sesudah Nabi saw. Pengertian wali, menurut al-Thusi adalah “yang lebih
berhak atau yang lebih utama”, yaitu Ali. Makna wa al-ladzina amanu adalah Ali bin
Abi Thalib. Maka, ayat ini ditujukan kepada kepemimpinan Ali.

C. Corak dan Metode Tafsir Syiah

Corak tafsir Syi’ah adalah tafsir simbolik, yakni menekankan pada makna batin
al-Qur’an. Al-Dzahabi menyebut tafsir simbolik dengan ungkapan tafsir al-ramzi,
sedangkan Habil Dabashi menggunakan istilah tafsir esoterik.15 Kalangan Syi’ah lebih
menekankan penafsirannya pada aspek batin al-Qur’an.

14 Ibid., 250
Adapun metode yang dipakai oleh kalangan Syi’ah dalam menafsirkan al-
Qur’an secara umum adalah memakai pendekatan tafsir esoterisme-sentris (metode
takwil).16 Dalam Syi’ah terdapat beberapa macam aliran. Al-Dzahabi membagi
menjadi dua aliran, yaitu Zaidiyah dan Imamiyah. Imamiyah terdiri dari Itsna
‘Asyariyah dan Isma’iliyah (Bathiniyah, Qaramithah, Haramiyah, Sab’iyah,
Babikiyah atau Khurmiyah, dan Muhmirah).17 Setiap aliran tersebut memiliki metode
tafsir khasnya masing-masing, antara lain:

1. Metode Tafsir Syi’ah Itsna ‘Asyariyah

Kalangan Syi’ah Itsna ‘Asyariyah menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan


prinsip-prinsip ajaran mereka. Misalnya dengan prinsip imamah. Sehingga, mereka
akan berusaha menjadikan al-Qur’an sebagai dalil (justifikasi) bagi kelompok mereka.
Adapun metode yang dipakai adalah metode takwil.18

Mufassir dari kalangan Syi’ah Itsna ‘Asyariyah, yaitu Mala Muhsin al-Kasyi.
dalam tafsirnya “al-Shafi fi Tafsir al-Qur’an al-Karim”, memakai metode tafsir bi
al-ma’tsur. Hal ini terbukti dengan banyaknya beliau menggunakan atsar-atsar. Hanya
saja, karena bermaksud memperkokoh pandangan madzhabnya, atsar-atsar yang
digunakan kebanyakan riwayat-riwayat yang dinisbatkan kepada Ahl al-Bait. Contoh
mengenai al-Qur’an diturunkan untuk memberikan pujian kepada Ahl al-Bait. Untuk
menerangkan hal ini, al-Kasyi menggunakan riwayat Abu Ja’far:

“Apabila engkau mendengar Allah menyebutkan suatu kaum dari umat ini
dengan sebutan baik, maka kitalah mereka itu. Dan apabila engkau mendengar Allah

15 Tapi harus dibedakan antara tafsir Syi’ah dengan tafsir Sufi. Karena tafsir Sufi pun menekankan
pada aspek batin al-Qur’an, seperti pada tafsir Syi’ah. Lihat Abdul Mustaqim, Madzahibut..., hlm. 85.
Di sini, disebutkan bahwa kalangan Sufi memakai metode penakwilan ayat-ayat al-Qur’an yang
berbeda dengan makna lahirnya. Rosihan menyebutnya dengan istilah pendekatan tafsir esoterisme-
sentris.

16 Ibid., hlm. 210

17 Muhammad Husain al-Dzahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun II...,. 5-10

18 Jalaluddin al-Suyuthi menjelaskan takwil adalah memindahkan makna ayat dari makna yang
dikehendaki oleh ayat tersebut. Atau mengartikan lafadz dengan beberapa alternatif kandungan
makna yang bukan makna lahirnya.
menyebutkan suatu kaum dengan sebutan yang jelek dari pada umat terdahulu, maka
mereka itu adalah musuh-musuh kita”.

2. Metode Tafsir Syi’ah Isma’iliyah (Bathiniyah)

Tidak jauh berbeda dengan metode penafsiran Itsna ‘Asyariyah, Syi’ah


Ismailiyah (Bathiniyah), juga menggunakan metode takwil dalam menafsirkan al-
Qur’an. Bedanya, mereka tidak menulis kitab-kitab tersendiri yang menafsirkan ayat-
ayat al-Qur’an. Mereka hanya melakukan penafsiran pada kitab-kitab secara terpisah.
Dan kekurangannya, penakwilan mereka terhadap ayat-ayat al-Qur’an terlalu bebas,
sehingga tidak mengenal aturan-aturan takwil.19

Dalam penafsiran al-Qur’an, mereka berpendapat bahwa al-Qur’an memiliki


dua makna, yakni makna lahir dan batin. Di sini mereka menggunakan makna batin.
Karena menurut mereka, orang yang mengambil makna lahir al-Qur’an akan
mendapatkan siksaan dari hal-hal yang memberatkan dari kandungan al-Qur’an.20
Contohnya dalam menafsirkan surat al-Hijr ayat 99:

“Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal) “

Maksud al-yaqin adalah ma’rifat takwil. Padahal, makna al-yaqin di sini adalah maut.
Dalam persoalan lain, kaum Bathiniyah menghalalkan perkawinan dengan saudara-
saudara perempuan dan semua muhrim lainnya. Alasannya saudara laki-laki lebih
berhak atas saudara perempuan. Menurut Abu Bakar Aceh, penafsiran mereka
merupakan cerminan dari keyakinan yang mirip Plato. Mereka percaya bahwa
hukuman ibadah seperti shalat, puasa, dan sebagainya hanya perlu buat lapisan rakyat
yang bodoh ( awam). Akibatnya, setiap ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan taklif
mereka takwilkan dengan mengambil makna batinnya. Mereka menakwilkan wudlu
dengan kepemimpinan imam, zakat dengan penyesuaian jiwa melalui pengetahuan
keagamaan, dll. Karena terlalu bebasnya mereka menggunakan takwil, ada yang

19 Ibid.,205

20 Mahmud Basuni Faudah, Mazhab Tafsir: dari Aliran Klasik hingga Modern, terj. M. Alaika
Salamullah, dkk. (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2003), 221
menyebut mereka bukan kelompok Islam, walaupun mereka mengklaim sebagai
pengikut Ahl al-Bait.

3. Metode Tafsir Babiyah dan Bahaiyah

Kelompok ini termasuk pendahulu kaum Bathiniyah, sehingga masih termasuk


kelompok Syi’ah Ismailiyah. Nama Babiyah dinisbatkan kepada Mirza ‘Ali
Muhammad al-Syirazi. Sedangkan Bahaiyah dinisbatkan kepada Bahaullah, gelar
Mirza Husain Ali. Kelompok ini menggunakan metode takwil. Contohnya bisa kita
lihat ketika menafsirkan surat yusuf: 4 :

ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: “Wahai ayahku, Sesungguhnya ,(Ingatlah )“


aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud
”.kepadaku

Menurut kelompok Syi’ah Babiyah, yang dimaksud “Yusuf’” adalah Rasulullah dan
Husain. Sedangkan yang dimaksud “Matahari” adalah Fatimah dan “Bulan” adalah
Muhammad. Adapun yang dimaksud “Bintang” adalah para Imam. Dalam salah satu
kitabnya yang terkenal, yaitu kitab al-Aqdas, kita akan mendapatkan sejumlah
penakwilan mereka. Surga ditakwilkan sebagai kehidupan ruhaniah, dan neraka
adalah kematian ruhaniah. Kehidupan ruhaniah adalah iman kepadanya, sedangkan
kematian ruhaniah adalah dusta terhadap dakwahnya.

4. Metode Tafsir Syiah Zaidiyah

Kelompok Syi’ah Zaidiyah adalah pengikut Zaid bin Ali bin Husein bin Ali bin
Abi Thalib. Jika dibandingkan dengan Syi’ah yang lain, kelompok Syi’ah ini lebih
moderat dan lebih dekat dengan paham Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Dari segi
pandangan keagamaan, mereka banyak dipengaruhi oleh Mu’tazilah, karena memang
Imam Zaid pernah bertemu dengan Washil bin ‘Atha’, pendiri aliran Mu’tazilah.21

Karena lebih dekat dengan Ahlus Sunnah, maka metode penafsirannya banyak
menggunakan metode tafsir bil ma’tsur. Demikian pula, karena banyak dipengaruhi
21 Ibid., 234-238
Mu’tazilah, Syi’ah Zaidiyah juga tidak lepas dari metode tafsir bil-ra’yi. Bahkan
dalam kitab tafsir Fathu al-Qadir, Imam al-Syaukani sampai menyebutkan kitab tafsir
al-Qurthubi dan al-Zamakhsyari sebagai rujukan tafsirnya. Contohnya adalah ketika
Imam al-Syaukani menafsirkan surat Ali Imran ayat 169:

” Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati;
bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki “.

Dalam kitab tafsirnya, Imam al-Syaukani mengemukakan, bahwa orang yang mati
syahid hidup secara hakiki bukan majazi, dan mereka diberi rizki disisi Tuhan
mereka. Pendapatnya ini, berdasarkan pendapat jumhur ulama. Bahkan, berdasarkan
hadits. Beliau mengatakan, bahwa ruh orang yang mati syahid ada dalam rongga perut
burung-burung hijau, mereka mendapatkan rizki dan mereka bersenang-senang.

Ada beberapa perbedaan dari empat kelompok Syi’ah ini, dalam metode
mereka menafsirkan al-Qur’an:

1) Syi’ah Itsna ‘Asyariyah lebih banyak memakai metode takwil. Di


samping itu, mereka juga memakai metode tafsir bil-ma’tsur. Hal ini dapat
dilihat dalam kitab tafsir al-Shafi karya Imam al-Kasyi.
2) Adapun Syi’ah Ismailiyah (Bathiniyah), walaupun sama memakai
takwil, tetapi cenderung arogan dan mengabaikan aturan-aturan takwil
dalam khazanah ‘Ulum al-Qur’an. Di samping itu, kelompok Syi’ah ini tidak
memiliki satu pun kitab tafsir. Penafsiran mereka tersebar di dalam kitab-
kitab karangan ulama mereka, yang tidak mengkhususkan diri sebagai kitab
tafsir.
3) Sementara itu, kaum Babiyah dan Bahaiyah memakai metode takwil
dalam penafsirannya. Takwil yang mereka pakai jauh lebih melenceng lagi
dari kaum Bathiniyah. Sehingga wajar saja jika para ulama Mesir, Irak, dan
Iran bersepakat mengkafirkan aliran Syi’ah ini.
4) Syi’ah Zaidiyah cenderung lebih moderat. Dari segi ajaran, mereka
lebih dekat dengan Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Sehingga dalam penafsiran
terhadap al-Qur’an, mereka memakai metode tafsir bil-ma’tsur, yang banyak
dipakai kaum Sunni. Pandangan mereka juga tidak jauh berbeda dengan
aliran Mu’tazilah.22

22 Ibid., 234
D. Tokoh-tokoh Tafsir Syiah dan Karya-karyanya

Ali bin Abi Thalib dianggap sebagai mufassir pertama dari kalangan Syi’ah,
karena beliau diklaim sebagai imam Syi’ah, pewaris utama Rasulullah. Selanjutnya,
muncul Ubay bin Ka’ab dan Abdullah bin Abbas. Ibnu Abbas yang memiliki karya
tafsir, Ibnu Abbas. Tafsir ini sering digunakan di dunia Syi’ah.23

Adapun dari kalangan tabi’in, di antaranya Maisam bin Yahya, Sa’id bin Zubair,
Abu Saleh Miran, Thaus al-Yamani, Imam Muhammad al-Baqir, Jabir bin Yazid al-
Ju’fi dan Suda al-Kabir. Yang terakhir sebenarnya bukan ulama dari kalangan Syi’ah.
Tetapi beliau sangat menguasai seluk-beluk tentang Syi’ah.

Selanjutnya, ahli tafsir Syi’ah secara umum, dalam arti bukan hanya dari
kalangan Syi’ah tapi juga dari luar Syi’ah, di antaranya Abu Hamzah al-Samali, Abu
Junadah al-Saluli, Abu Ali al-Hariri, Abu Alim bin Faddal, Abu Thalib bin Shalat,
Muhammad bin Khalil al-Barqi, Abu Utsman al-Mazani, Ahmad bin Asadi, Al-Fattal
al-Syirazi, Jawad bin Hasan al-Balaghi.

Ada juga ulama yang menulis tafsir berdasarkan tema tertentu, seperti al-Jazairi
dalam bidang hukum, al-Kasai tentang ayat-ayat mutasyabihat, Abul Hasan al-Adawi
al-Syamsyathi menulis tentang gharib al-Qur’an, Muhammad bin Khalid al-Barqi
menulis tentang asbab al-nuzul, Suduq bin Babuwih al-Qummi tentang nasikh-
mansukh dan Ibnu al-Mutsanir menulis tentang majaz.24

Ignaz Goldziher menganggap Imam Jabir al-Ju’fi sebagai ulama yang pertama
kali meletakkan dasar-dasar madzhab Syi’ah. Beliau menulis kitab tafsir tetapi kitab
tersebut tidak sampai kepada kita, kecuali melalui cerita sepotong-sepotong. Tafsir
Syi’ah abad ke-3 H antara lain, yang tertua adalah kitab Bayan al-Sa’adat fi Maqam
al-Ibadah karya al-Sulthan Muhammad bin Hajar al-Bajakhti, selesai tahun 311 H.
Pada abad ke-4 H muncul karya tafsir Abu al-Hasan Ali bin Ibrahim al-Qummi. Sejak
23 Abubakar Aceh, Perbandingan Madzhab Syi’ah Rasionalisme dalam Islam (Semarang: CV.
Ramadhani, 1980), 155

24 Ibid., 156-158
saat itulah, bermunculan produk-produk tafsir dari kalangan Syi’ah. Salah satunya
adalah kitab tafsir yang memiliki pembahasan panjang dan terdiri dari 20 jilid, karya
ulama besar Syi’ah Abu Ja’far al-Thusi.25

Kemudian Muhammad Husain al-Dzahabi menyebutkan beberapa karya tafsir


Syi’ah secara lebih gamblang. Dari kalangan Syi’ah Itsna ‘Asyari terdapat tafsir al-
Hasan al-‘Askari, tafsir Muhammad bin Mas’ud bin ‘Ilyas al-Silmi al-Kufi, tafsir ‘Ali
bin Ibrahim al-Qummi, al-Tibyan karya Abu Ja’far Muhammad bin al-Hasan bin ‘Ali
al-Thusi, Majma’ al-Bayan karya Abu Ali al-Fadl bin al-Hasan al-Thabrasi, al-Shafi
karya Mala Muhsin al-Kasyi, Mir-at al-Anwar wa Misykat al-Asrar karya Abdul
Lathif al-Kazirani, Tafsir al-Qur’an karya Abdullah bin Muhammad Ridla al’Alawi,
Bayan al-Sa’adah fi Maqamat al-‘Ibadah karya Sulthan bin Muhammad bin Haidar
al-Khurasani, dan Ala’u al-Rahman fi Tafsir al-Qur’an karya Muhammad Jawad bin
Hasan al-Najafi.

Dari kalangan Syi’ah Zaidiyah ada beberapa karya tafsir. Di antaranya Gharib
al-Qur’an karya Imam Zaid bin Ali, al-Tahdzib karya Muhsin bin Muhammad bin
Karamah al-Zaidi, al-Taisir fi al-Tafsir karya Hasan bin Muhammad al-Nahawi al-
Zaidi, tafsir Ibn al-Aqdlam, Tafsir Ayat al-Ahkam karya Hasan bin Ahmad al-Najari,
Muntaha al-Maram karya Muhammad bin al-Hasan bin al-Qasim, dan Fath al-Qadir
karya al-Syaukani (w. 1250 H).26 Yang terbaru adalah Tafsir al-Mizan karya
Muhammad Husain Thabathaba’i dikenal oleh orang-orang semasanya sebagai
penafsir Alqur’an dan pakar filsafat abad ke-20 yang paling menonjol. Corak
penafsirannyaa adalah falsafi. 27
Thabathaba’i berasumsi bahwa setiap ayat al-Qur’an pada dasarnya bisa
dipahami dari dua sisi. Satu sisi adalah pemahaman makna literal/lahir sebagaimana
yang tersurat dalam teks-teks al-Qur’an. Sedangkan sisi lainnya yaitu pemahaman
terhadap makna yang tersirat, yakni makna yang terdapat di balik teks ayat, kemudian
dikenal dengan aspek batin.
Untuk mengungkapkan makna yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an,
Thabathaba’i menggunakan tiga cara yang bisa dilakukan. Pertama, menafsirkan

25 Ignaz Goldziher, Mazhab Tafsir: dari Aliran Klasik hingga Modern, terj. M. Alaika Salamullah...,
335-336

26 Muhammad Husain al-Dzahabi, al-Tafsir Wa al-Mufassirun II..., 299

27 Muhammad Husain Thabathaba’i, Mengungkap Rahasia Al-Qur’an, terj. A. Malik Madaniy dan
Hamin Ilyas, (Bandung: Mizan, 1992) 5. Lihat juga Ensiklopedi Dunia Islam Modern, 38
suatu ayat dengan bantuan data ilmiah dan non ilmiah. Kedua, menafsirkan al-Qur’an
dengan hadist Nabi yang diriwayatkan dari Imam-imam yang diucapkan dalam
konteks ayat yang akan dibahas. Ketiga, menafsirkan al-Qur’an dengan jalan
merefleksikan kata-kata dan makna ayat dengan bantuan sejumlah ayat lain yang
relevan, dan sebagai tambahan dengan merujuk kepada hadist-hadist sejauh hal
tersebut memang diperlukan. Metode tafsir seperti ini disebut metode tahlili.28

E. Kekurangan dan Kelebihan Tafsir Syi’ah

Sebelum membahas kelebihan dan kekurangan tafsir Syi’ah, kita perlu


mengetahui karakteristik tafsir Syi’ah itu sendiri. Ayatullah Ja'far Subhani,
mengisyaratkan 5 ciri khas tafsir Syiah, yaitu:

1. Bersumber dari wahyu


2. Penggunaan/penerapan takwil. Yang berarti ayat memiliki
banyak mishdaq (contoh kongkrit di luar) dan berlaku sepanjang masa
dan batin ayat. Batin ayat menurut Hadi Ma’rifat, pakar tafsir
kontemporer Syi’ah berarti bahwa Al Qur'an memiliki kaidah umum
yang dapat diterapkan sepanjang masa. Beliau mencontohkan bahwa
dalam kasus Nabi Yusuf dan saudara-saudaranya kita dapat mengambil
kaidah umum itu, yaitu musuh memanfaatkan media mainan untuk
menipu korbannya. Maka kita selaku orang tua harus hati-hati dalam
menjaga anak-anak kita supaya jangan sampai mereka terpedaya melalui
mainan/permainan.
3. Istinbath (penggalian dan penetapan) hukum melalui al-Qur'an.
4. Penerapan metode tafsir al-Qur'an dengan al-Qur'an. Metode
ini diterapkan secara apik dan elegan oleh ‘Allamah Thaba'thaba'i dalam
tafsir al-Mizan.
5. Aspek fashahah (kefasihan) dan balaghah (kemampuan
berbicara secara sempurna) yang dimiliki Rasulullah saw dan ahlul
baitnya. Sebelum kita merujuk ke para pakar bahasa, kita harus merujuk
ke penjelasan Rasul saw dan ahlul bait karena mereka adalah orang-

28 Waryono, Abdul Ghofur, Millah Ibrahim dalam al-Mizan fi tafsir al-Qur’an. (Yogyakarta: Sukses
Offset. 2008)
orang yang kalamnya (bicaranya) fasih dan baligh (sesuai dengan
keadaan dan tepat sasaran).

Diantara karakteristik yang menonjol dalam tafsir Thabathaba’i adalah


perhatiannya yang besar terhadap munasabah (persesuaian) serta hubungan di antara
ayat-ayat al-Qur’an. Kajian tentang munasabah oleh mufassir lebih menekankan pada
persesuaian antara satu surah dengan surah sebelum/sesudahnya. Imam Thabathaba’i
relatif sedikit mencurahkan perhatian pada munasabah antar surah. Baginya yang
bernilai adalah mengkaji munasabah antar ayat, sebab keutuhan makna di antara ayat-
ayat hanya bisa sempurna apabila aspek tertentu dari ayat-ayat tersebut dan
konteksnya dapat tersingkap melalui pendalaman atas munasabah serta tarabut antar
ayat.

Sementara itu, DR. Syakir menyinggung kelebihan tafsir Syiah dari sisi
banyaknya riwayat tafsir. Menurut data terakhir yang beliau teliti dari dua kitab tafsir
Syiah, yaitu kitab Nur Tsaqalain dan al Burhan tidak kurang dari 12.000 riwayat tafsir
yang berasal dari ahlul bait tersebut, memiliki sanad yang bersambung ke Rasulullah
saw.

Ada satu kelebihan yang bisa ditiru dari metode tafsir Syi’ah yaitu dengan
menggunakan metode takwil, mereka lebih konsen kepada makna batin al-Qur’an.
Hal ini berbeda dengan metode tafsir yang berkembang di dunia Sunni, yang
cenderung literal dan skriptualis. Sehingga penafsiran al-Qur’an di dunia Sunni
kurang memperhatikan aspek batin (esoteris), yang merupakan pesan al-Qur’an yang
sebenarnya.

Adapun kekurangan tafsir Syi’ah yaitu penggunaan metode takwil yang


cenderung arogan dan tidak mengindahkan aturan-aturan takwil dalam khazanah
‘Ulum al-Qur’an. Takwil yang mereka pakai hanya didasarkan pada kepentingan
mencari justifikasi untuk mendukung pandangan madzhabnya. Akibatnya, makna al-
Qur’an sering mereka selewengkan demi kepentingan madzhab mereka. Sehingga,
alih-alih mereka mencari makna batin al-Qur’an, dan maknanya mereka selewengkan
begitu jauh.29

F. Contoh penafsiran Al-Qur’an dalam Tafsir Syi’ah

29 Rosihan Anwar , Samudera Al-Qur’an..., 209-210


1. Tafsir surat al-Bayyinah ayat ke-7 menurut syi’ah:

“Sesungguhnya orang-orang beriman dan beramal shalih, mereka adalah Khairul


Bariyyah (sebaik-baik manusia).”

Siapa yang dimaksud dengan “Khairul Bariyyah”?Diriwayatkan dalam sebuah


hadits bahwa Rasulullah saw menyatakan kepada Ali bin Abi Tholib:

“Wahai Ali! Baru saja Jibril ‘alaihis salam menyampaikan kepadaku bahwa yang
dimaksud di dalam surat Al Bayinah ayat ke tujuh itu adalah engkau dan para
syi’ahmu yang akan datang pada hari kiamat dalam keadaan ridha dan diridhai oleh
Allah subhanahu wata’ala.”.

Hadits ini disebutkan oleh Al-Imam At-Thabari di dalam tafsirnya, pada ayat
ke-7 dari surat Al Bayyinah ini. Hadits di atas menunjukkan betapa besarnya
keutamaan Ali ra, akan tetapi hadits di atas adalah hadits yang lemah dari beberapa
sisi. Pertama: Hadits diatas diriwayatkan dari seorang yang dikenal dengan Abul
Jarud ( Ziyad bin Al-Mundzir asalnya dari negeri Kufah) meriwayatkan dari
Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib, jadi Muhammad bin Ali ini
adalah cucunya sayidina Ali. Ternyata Abul Jarud tersebut yang namanya Ziyad bin
Al-Mundzir dinyatakan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani di dalam kitabnya
“Tahdzibut Tahdzib dan Taqribut Tahdzib” sebagai kadzabun Rofidhy (seorang rowi
yang pendusta dan beraqidahkan syi’ah rafidhah).

Kedua: Para ulama ahli hadits menyebutkan bahwa Muhammad bin Husain
adalah seorang tabi’in yang terpercaya, yang memiliki keutamaan dan termasuk
fuqaha’ negeri Madinah di jamannya. Di dalam hadits diatas disebutkan bahwa
Muhammad bin ‘Ali langsung meriwayatkan hadits dari Nabi saw, padahal beliau
tidak pernah bertemu dengan Rasulullah. Maka hadits ini disebut dengan hadits
mursal dan hadits ini tidak bisa diterima sebagai landasan (hadits dha’if).

Ketiga: Di dalam riwayat lain disebutkan bahwa Muhammad bin Ali


meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib (kakeknya), akan tetapi sayang ulama’ ahli
hadits menyebutkan bahwa beliau tidak pernah bertemu dengan Ali bin Abi Thalib.
Inilah hadits yang sering dipakai oleh kaum syi’ah rafidhah untuk mendukung
madzhabnya. Dan telah kita ketahui bahwa hadits tersebut lemah dan tidak dapat
dijadikan sebagai sandaran.30

2. Contoh penafsiran Syi’ah terhadap Surat al-Ahzab (33):

Artinya: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu, dan dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya, sesungguhnya Allah bermaksud
hendak menghilangkan dosa dari kamu hai ahlu bait dan membersihkan kamu
.”sebersih-bersihnya

Istilah ahlul bait berasal dari dua kata dalam bahasa Arab: ahlul/ahli ( penghuni)
dan bait ( rumah). Dalam Islam, istilah ahlul bait merujuk pada Firman Allah SWT:
“Sesengguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kami, hai ahlul
.bait, dan menyucikan kamu sesuci-sucinya” (QS. Al-Ahzab:33)
:Ada beberapa penafsiran terhadap ayat tersebut
Pertama, sebagian ulama ahlussunah (al-Qurthubi, Ibnu Kayyah, ath-Thabari, asy-
Syaukani, dll) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ahlul bait dalam ayat ini
adalah istri-istri Rasulullah saw. Sebab konteks ayat sebelum dan sesudahnya
:berbicara tentang istri-istri Rasulullah. Muhammad asy-Syaukani berkata

Sesungguhnya Allah SWT berpesan kepada istri-istri nabi supaya bertakwa, ”,


berbicara yang makruf, diam di rumah, tidak bersolek, mendirikan shalat,
”.....menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya

Kedua, pendapat beberapa kalangan ulama ahlussunah yang menyatakan bahwa


ahlul bait menurut ayat di atas adalah Bani Hasyim secara keseluruhan. Dalam kitab
:Muslim diceritakan bahwa Hashin bin Samrah bertanya pada Zaid bin Arqam

Siapakah ahlul bait Rasulullah itu wahai Zaid? Apakah istri-istri Rasulullah saw “
termasuk Ahlulbaitnya?” Zaid menjawab,”istri-istri Rasulullah saw tidak termasuk
ahlul baitnya. Yang dimaksud ahlul bait Rasulullah adalah mereka yang haram
menerima sedekah sepeninggal Rasulullah saw.” “Siapa mereka itu?”tanya Hashin
lagi. Zaid menjawab,”Mereka itu adalah keluarga ‘Ali, keluarga Aqil, keluarga
.Ja’far, dan keluarga Abbas.” Namun riwayat ini lemah dari segi perawinya

30 http://jakfari.wordpress.com/2007/08/26/25/
Ketiga, pendapat kalangan syiah dan beberapa kalangan ahlussunah, yang dikuatkan
dari sebab kejadian (asbabun nuzul) turunnya ayat tersebut. Turmudzi meriwayatkan
,dari Ummu Salamah (seorang istri Nabi saw) bahwa ketika turun ayat tersebut

Rasulullah, ‘Ali bin Abi Thalib, Fatimah az-Zahra, Hasan, dan Husein berada di
rumahnya. Ummu Salamah bertanya, “Tidakkah aku juga termasuk ahlul baitmu ya
Rasulullah?” Rasulullah menjawab,”Engkau berada dalam kebaikan. Engkau dari
istri-istriku.” Kemudian Rasulullah memanggil ‘Ali, Fatimah, Hasan, dan Husein,
kemudian menyelimuti mereka semua dengan sorban sambil berkata,”ya Allah,
merekalah ahlul baitku, hindarkanlah noda dari mereka dan sucikanlah mereka
”.sesuci-sucinya
.
Sedangkan mufassir kalangan Syiah Itsna Asyariah Abu Ali al-Fadhl bin al-
Hasan at-Thubrusy dengan Tafsirnya "Majma' al-Bayan fi tafsiri Qur'an"
menafsirkan bahwasanya Nabi, Fatimah, Hasan dan Husain. Mereka adalah orang-
orang yang ma'shum (terjaga dari dosa) yang kemudian dijadikan penguat keyakinan
mereka akan terjaganya Imam-imam Syiah yang memiliki hubungan Nasab dengan
.Nabi Saw

Contoh surat al-Maidah: 91: (menggunakan metode majazi dan isyari):

“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan


kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu
(dari mengerjakan pekerjaan itu).”

Kelompok Syi’ah memahami dua perkara jahat ini pada saat tertentu adalah adalah
dua kategori yang dialamatkan oleh sekte Syi’ah kepada Abu Bakar dan Umar sebagai
sebuah bentuk permusuhan. Dalam konteks kekuatan dan perilaku pembangkangan
dimana orang yang percaya kepada keduanya akan dilaknat Allah (Q.S an-nisa’: 51-
52 ) :

‫ال‬

Ayat diatas, mereka tidak memahami kecuali yang dimaksud dari keduanya adalah
.Muawiyah dan Amr bin Ash
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." mereka berkata: "Apakah kamu
hendak menjadikan Kami buah ejekan?" Musa menjawab: "Aku berlindung kepada
Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil".

Maksud ayat ini yaitu ditujukan kepada siti Aisyah, istri Nabi (musuh imam Ali).31

Daam Surat An-nur:39:

“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah


yang datar....atau seperti gelap gulita (sebagaimana fulan), dalam lautan yang
dalam, yang diliputi oleh ombak (yakni Natsa), yang diatasnya ada ombak pula
(yakni Talhah dan Zubair), diatasnya lagi ada awan gelap gulita yang bertindih-
tindih (yakni Muawiyah dan beberapa fitnah yang datang dari bani Umayah).
Apabila ia mengeluarkan tangannya tiadalah dia akan meihatnya, barang siapa tidak
diberi petunjuk oleh Allah (yakni melalui seorang imam keturunan Fatimah) maka
tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun (maka ia tidak akn memiliki seorang
imam yang berjaan dengan cahaya petunjuk pada hari kiamat )32

31 Ignaz Godziher, Madzhab Tafsir dari kasik hingga modern..., 348

32 A-Qummy, Tafsir a-Qummy, Maktabah Syamiah, 458


BAB III

KESIMPULAN

Tafsir Syi’ah adalah tafsir al-Qur’an yang muncul dari kalangan Syi’ah yang
banyak memakai pendekatan simbolik, yaitu mengkaji aspek batin al-Qur’an.

Goldziher menyebutkan bahwa sebenarnya tafsir Syi’ah untuk mencari


justifikasi dari al-Qur’an untuk melakukan penolakan terhadap kepemimpinan Ahlu
Sunnah, Perseteruan antara golongan Syi’ah dengan pihak penguasa sebenarnya
lebih banyak disebabkan oleh permasalahan teologis dan politik. Tafsir ini muncul
untuk memperkuat (melegitimasi) doktrin teologis mereka, terutama doktrin imamah.

Corak tafsir Syi’ah adalah tafsir simbolik, yakni menekankan pada aspek batin
al-Qur’an. Metode yang dipakai oleh kalangan Syi’ah dalam menafsirkan al-Qur’an
beragam. Setiap aliran dalam Syi’ah berbeda metodenya dalam menafsirkan al-
Qur’an. Tapi secara umum, metode yang sering dipakai kalangan Syi’ah adalah
banyak memakai pendekatan tafsir esoterisme-sentris (metode takwil).
Kemudian Muhammad Husain al-Dzahabi menyebutkan beberapa karya tafsir
Syi’ah secara lebih gamblang. Dari kalangan Syi’ah Itsna ‘Asyari terdapat tafsir
karya al-Hasan al-‘Askari, tafsir Muhammad bin Mas’ud bin Muhammad bin ‘Iyas al-
Silmi al-Kufi, tafsir ‘Ali bin Ibrahim al-Qummi, al-Tibyan karya Abu Ja’far
Muhammad bin al-Hasan bin ‘Ali al-Thusi, Majma’ al-Bayan karya Abu Ali al-Fadl
bin al-Hasan al-Thabrasi, al-Shafi karya Mala Muhsin al-Kasyi, Mir-at al-Anwar wa
Misykat al-Asrar karya Abdul Lathif al-Kazirani, Tafsir al-Qur’an karya Abdullah bin
Muhammad Ridla al’Alawi, Bayan al-Sa’adah fi Maqamat al-‘Ibadah karya Sulthan
bin Muhammad bin Haidar al-Khurasani, dan Ala’u al-Rahman fi Tafsir al-Qur’an
karya Muhammad Jawad bin Hasan al-Najafi.

Dari kalangan Syi’ah Zaidiyah ada beberapa karya tafsir. Di antaranya Gharib
al-Qur’an karya Imam Zaid bin Ali, al-Tahdzib karya Muhsin bin Muhammad bin
Karamah al-Zaidi, al-Taisir fi al-Tafsir karya Hasan bin Muhammad al-Nahawi al-
Zaidi, tafsir Ibn al-Aqdlam, Tafsir Ayat al-Ahkam karya Hasan bin Ahmad al-Najari,
Muntaha al-Maram karya Muhammad bin al-Hasan bin al-Qasim, dan Fath al-Qadir
karya al-Syaukani (w. 1250 H). Yang terbaru adalah Tafsir al-Mizan karya
Muhammad Husain Thabathaba’i dikenal oleh orang-orang semasanya sebagai
penafsir Alqur’an dan pakar filsafat abad ke-20 yang paling menonjol. Corak
penafsirannyaa adalah falsafi.

Ada satu kelebihan yang bisa ditiru dari metode tafsir Syi’ah yaitu dengan
menggunakan metode takwil, mereka lebih konsen kepada makna batin al-Qur’an.
Hal ini berbeda dengan metode tafsir yang berkembang di dunia Sunni, yang
cenderung literal dan skriptualis. Sehingga penafsiran al-Qur’an di dunia Sunni
kurang memperhatikan aspek batin (esoteris), yang merupakan pesan al-Qur’an yang
sebenarnya.

Adapun kekurangan tafsir Syi’ah yaitu penggunaan metode takwil yang


cenderung arogan dan tidak mengindahkan aturan-aturan takwil dalam khazanah
‘Ulum al-Qur’an. Takwil yang mereka pakai hanya didasarkan pada kepentingan
mencari justifikasi untuk mendukung pandangan madzhabnya. Akibatnya, makna al-
Qur’an sering mereka selewengkan demi kepentingan madzhab mereka. Sehingga,
alih-alih mereka mencari makna batin al-Qur’an, dan maknanya mereka selewengkan
begitu jauh.
DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shiddieqy, Hasbi, Sejarah pengantar Ilmu Al-Qur’an /Tafsir, (Jakarta: Bulan


Bintang,1990).

Khaeruman, Badri, Sejarah perkembangan Tafsir al-Qur’an, (Bandung: Pustaka


Setia,2004).

Mustaqim, Abdul, Dinamika Sejarah Tafsir a-Qur’an, (Yogyakarta: Adab


Press,2012).

Godziher, Ignaz, Madzhab Tafsir dari Kasik hingga modern terj. M. Alaika
Salamullah, dkk., (Yogyakarta:Elsaq Press, 2006).

Az-Zarqani, Abdu ‘Adzim , Manahil al-irfan fi ‘ulum al-Qur’an, Juz II (Mesir: al-
Musthafa al-Babi Halaby, tth).

Al-Dzahabi, Muhammad Husain , al-Tafsir wa al-Mufassirun, Juz I (Beirut: Dar al-


Fikr,1976).

Anwar, Rosihan, Samudera al-Qur’an (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001).


Al-Shabuni, Muhammad Ali, Ikhtisar ‘Ulum al-Qur’an Praktis, terj. Muhammad
Qodirun Nur (Jakarta: Pustaka Amani, 2001).

Rahmat, Jalaludin, Tafsir Sufi Al-Fatikhah Muqadimah, (Bandung: Mizan, 2012).

Al-Suyuthi, Jalaluddin, al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, Juz II (Beirut: Dar al-Fikr,


1951).

Faudah, Mahmud Basuni, Mazhab Tafsir: dari Aliran Klasik hingga Modern, terj. M.
Alaika Salamullah, dkk. (Yogyakarta: elsaQ Press, 2003).

Thabathaba’i, Muhammad Husain , Mengungkap Rahasia Al-Qur’an, terj. A. Malik


Madaniy dan Hamin Ilyas, (Bandung: Mizan, 1992).

Abdul Ghofur, Waryono, Millah Ibrahim dalam al-Mizan fi tafsir al-Qur’an.


(Yogyakarta: Sukses Offset. 2008)

http://jakfari.wordpress.com/2007/08/26/25/

Anda mungkin juga menyukai