Impending Eklampsia Dan Oedema Paru
Impending Eklampsia Dan Oedema Paru
Disusun oleh :
Pembimbing
PEKANBARU
2017
1
BAB I
Laporan Kasus
(IGD)
Nama : Ny. NH
Umur : 37 th
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Status : Kawin
Alamat : Tangkerang
Keluhan utama :
Tanda-Tanda Vital
GCS : E4 M6 V5
Suhu : 37 C
Pupil : Isokor
2
Reflek Cahaya : +/+
Pengkajian medis :
Subjektif :
Pasien baru masuk via IGD dengan keluhan keluar lender berwarna hitam sejak 4 hari yang
lalu. Nyeri ulu hati serasa menyesak sejak ± 1 hari yang lalu. Pusing (+), pandangan hitam (+)
Hamil anak ke-4. Riwayat kguguran (-), nyeri pinggang ke ari-ari (+).
Objektif :
Abdomen :
Status Obstetrik :
L2 : Punggung Kanan
L3 : letak Kepala
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
GDS : 84
Hb : 11,1
3
Leukosit : 7.900
Trombosit : 237.000
Ht : 37,4
Urin rutin
Protein : +2
Eritrosit : 20-25/lpb
Assesment
Diagnosa Kerja
G4P3A0H3 kala I fase laten Janin Hidup Tunggal Intra Uterin + Presentasi kepala +
Preeklampsia sedang
4
Laporan Kasus
(ICU)
Nama : Ny. NH
Umur : 37 th
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Status : Kawin
Alamat : Tangkerang
Keluhan utama :
Pasien baru masuk via IGD dengan keluhan keluar lendir berwarna hitam dari kemaluan
sejak 4 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Sejak 4 hari sebelum masuk Rumah Sakit keluar
lendir berwarna kehitaman dari kemaluan awalnya, lendir hanya membasahi sekitar 1 pembalut
dalam sehari, namun semakin hari semakin banyak. Lendir keluar tidak disertai dengan nyeri
pinggang yang menjalar sampai ke ari-ari.
Pasien mengeluhkan adanya sakit kepala dan pandangan kabur yang dirasakan sejak
pagi ini. Nyeri kepala dirasakan berdenyut, diseluruh kepala, nyeri dirasakan sejak pagi ini dan
dirasakan semakin meningkat. Nyeri kepala disertai dengan pandangan kabur tapi tidak disertai
dengan muntah ataupun mual.
Pasien juga mengeluhkan nafas terasa sesak sejak pagi ini dan semakin memberat saat
di unit gawat darurat. Sesak nafas seperti ini belum pernah dirasakan sebelumnya dan pasien
menyangkal adanya riwayat asma sebelumnya.
5
Pasien merasakan nyeri ulu hati seperti menyesak sejak 1 hari yang lalu, nyeri dirasakan
makin meningkat pagi ini. Nyeri dirasakan tiba-tiba. Riwayat trauma tidak ada, riwayat
menderita maag tidak ada, riwayat penggunaan obat-obatan dalam waktu lama disangkal.
Pasien saat ini sedang hamil dengan usia kehamilan 9 bulan (dari pengakuan pasien,
Karena pasien lupa kapan HPHT). Pasien rutin kontrol kehamilan ke Dokter Spesialis
Kandungan. Pasien saat ini hamil anak keempat, riwayat keguguran di kehamilan sebelumnya
tidak ada.
Riwayat hipertensi (+) saat usia kehamilan 6 bulan pada kehamilan ini , riwayat Diabetes
mellitus (-), riwayat Asma (-), riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat hipertensi (-), riwayat Diabetes mellitus (-), riwayat Asma (-), riwayat penyakit
jantung (-)
Riwayat Menarche
Perkiraan usia 13 tahun, siklus haid 25-28 hari, lamanya 7-10 hari, 2-3 kali ganti pembalut
sehari.
Riwayat Persalinan
G4P3A0H3:
Riwayat KB
ANC
Rutin ke Puskesmas dan satu kali ke dokter spesialis, USG (+) 1 kali
6
Vitamin dan obat penambah darah selama kehamilan
Bekerja sebagai ibu rumah tangga. Tinggal Bersama suami dan anak. Kebiasan merokok dan
minuman keras (-)
Pemeriksaan Umum
Suhu : 37 C
Pernafasan : 20 kalipermenit
1. Kepala
Normocephal, JVP tidak meningkat
2. Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Refleks cahaya (+/+), pupil isokor
(3mm/3mm)
3. Thorax
- Paru :
o Inspeksi : rongga dada simetris kiri dan kanan
o Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama
o Auskultasi : suara nafas vesikuler, terdengar adanya ronkhi basah halus di
basal paru kiri dan kanan, wheezing (-/-)
- Jantung :
o Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
o Palpasi : iktus kordis teraba di sela interkosta V media midklavikularis
sinstra
o Perkusi : Batas jantung :
7
kanan atas : sela interkosta II linea parasternalis dextra
kanan bawah : sela interkosta IV linea para sternalis dextra
kiri atas : sela intercostal II linea parasternalis sinistra
kiri bawah : sela interkosta IV linea medio klavikularis
sinsitra
o Auskultasi: bunyi jantung normal, bising (-), murmur (-)
4. Abdomen
Pemeriksaan Leopold :
Leopold 1 : TFU 35 cm, taksiran berat janin 3,720 gram
Leopold 2 : Punggung Kanan
Leopold 3 : letak Kepala
Leopold 4 : Sudah Masuk PAP
5. Ekstremitas
Akral hangat, CRT<2”, udem tungkai bawah (+/+)
Pemeriksaan Penunjang
Hb : 11,1 g/dl
Leukosit :7.900/mm
Trombosit : 237.000/mm
Hematocrit :37,4 %
CT : 4 menit
BT : 2 menit
8
pH :6.0
protein :+2
Reduksi :negatif
Bilirubin :negatif
Urobilinogen :normal
Nitrit :negatif
Keton :negatif
Sedimen :
- Eritrosit: 20-25/lpb
- Leukosit: 1-2/lpb
- Bakteri: negatif
- Silinder: negatif
- Kristal: negatif
1. Keluar lender warna hitam dari kemaluan sejak 4 hari sebelum amsuk rumah sakit
3. Nyeri ulu hati seperti menyesak yang meningkat sejak pagi ini
2. Pada pemeriksaan thorax ditemukan adanya ronkhi basah halus di basal kedua paru
9
3. Pada pemeriksaan leopold ditemukan adanya;
DIAGNOSA KERJA
G4P3A0H3 kala 1 fase laten + Janin Hidup Tunggal Intra Uterine + Impending
Eklampsia
TERAPI
1. SC Cito
a. Ceftriaxone 1 x 2 gram
b. Gentamicyn 2 x 1 gram
c. Methylprednisolon 3 x 62,5 mg
d. Lasix 2 x 1 ampul
PROGNOSIS
Dubia ad malam
10
FOLLOWUP
S: sesak (+), sakit kepala (+), pasien post SC a.i Impending Eklampsia
O:
Vital Sign
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
HR 100 120 110 120
T 36 36 36 37
RR 30 30 30 30
NBP 140/90 150/100 170/110 174/140
MAP 112 121 140 140
Sat 96% 100% 97% 96%
GCS 15 15 15 15
Mode NC NC NRM NRM
FiO2 5lpm 5lpm 10lpm 10 lpm
Urin 100 60 60 50
Bal -78 -128 -100 -102
19 20 21 22 23 24 1 2 3 4 5 6
HR 120 120 120 98 100 100 110 110 110 110 100 100
T 36 37 37 37 38 36 37 37 36,8 36,8 36,2 36,2
RR 30 20 28 30 30 28 22 28 28 28 28 28
NBP 180/150150/50 150/50 140/80 100/80 100/80 120/80120/80120/80 120/80 120/80 100/80
MAP 146 136 97 63 127 116 122 122 120 123 123 118
Sat 97% 97% 90% 89% 99% 92% 95% 98% 99% 100% 100% 100%
GCS 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15
ModeNRM NRM NRM NRM NRM NRM NRM NRM NRM NRM NRM NRM
FiO2 10 lpm 10 lpm 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
urin 24 44 15 50 50 30 40 30 70 60 55 70
Bal -78 -45 -13 -34 -40 31 65 77 73 97 76 65
Pemeriksaan laboratorium
Hb : 11,1
Leukosit : 7.900
Hitung jenis
Neutrophil : 66
11
Limfosit : 30
Monosit :4
Trombosit : 273.000
Hematocrit : 37,4
pH 6,0
ditemukan adanya eritrosit pada sedimen urin yang berjumlah abnormal, yaitu 20-25/lpb
sedangkan leukosit ditemuakn masih dalam batas normal 1-2/lpb
P:
3. Lasix 2 x 1 ampul
4. Dexamethason 3 x 1 ampul
12
S: sesak (+), pasien post SC hari ke-2 a.i Impending eklampsia
O:
Vital Sign
19 20 21 22 23 24 1 2 3 4 5 6
HR 80 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60
T 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36
RR 10 10 10 10 22 22 22 22 22 22 22 22
NBP 100/60 100/60 100/60 100/60 100/80 100/60 100/60 100/60 90/70 90/60 90/60 90/70
MAP 81 83 82 85 93 73 80 73 83 76 76 92
Sat 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
GCS 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15
ModeNIV NIV NIV NIV NRM NRM NRM NRM NRM NRM NRM NRM
FiO2 50 50 50 50 10 10 10 10 10 10 10 10
urin 200 210 240 150 70 135 60 60 50 65 75 125
Bal -2509 -2541 -2265 -2802 -2831 -2726 -2711 -2475 -2420 -2375 -2376 -2380
Hasil Laboratorium
Darah Rutin:
Hb : 12,3
Leukosit : 28.300
Trombosit : 235.000
Hematokrit : 41,4
Natrium : 134
13
Kalium : 5,3
Clorida : 100
Ureum : 22
Kreatinin : 0,8
pH : 7,420
pCO2 : 40,5
pO2 : 202
BE :2
HCO3 : 26,5
SpO2 : 100%
P:
Terapi dilanjutkan
Follow up perhari:
Pagi
07.45
2. ISDN 3 x 5 mg
3. Dexamethason STOP
4. Methylprednisolon 3x125 mg
07.50
14
Advice dr. Sri Melati, Sp.P
2. Methylprednisolon 2x125 mg
3. Pantoprazole 2x40 mg
5. Flumucyl 2 x 1 ampul
09.15
Pasang NIV
Siang
19.10
15
Hari ketiga (25 Mei 2017)
S: sesak (+), sakit kepala (-), pasien post SC a.i Impending Eklampsia
O:
Vital Sign
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
HR 70 70 70 75 70 80 100 90 70 65 65 70
T 36 36 36 36 36 37 36 37 37 36 36 36
RR 18 18 18 18 15 18 18 18 18 18 18 15
NBP 90/60 130/80 120/80 120/80 120/80 130/80 130/80 120/80 120/80 120/80 120/80 120/80
MAP 93 87 88 98 89 90 89 81 75 73 101 96
Sat 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
GCS 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15
ModeNRM NRM NRM NRM NRM NRM NRM NRM NRM NRM NRM NRM
FiO2 10 10 9 9 8 8 8 8 7 7 7 7
Urin 340 180 110 490 400 300 130 70 160 100 300 110
Bal -140 -296 -170 -483 -825 -863 -911 -955 -927 -941 -1099 -1030
19 20 21 22 23 24 1 2 3 4 5 6
HR 60 60 70 60 60 60 60 80 60 60 60 60
T 36 37 37 37 37 38 38 36 36 36 36 36
RR 18 18 18 18 18 18 20 18 18 18 18 18
NBP 120/80 120/80 130/80 120/80 120/80 120/80 120/80 120/80 120/80 120/80 120/80 120/80
MAP 74 73 93 79 77 83 86 74 80 79 86 86
Sat 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
GCS 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15
ModeNRM NRM NRM NRM NRM NRM NRM NRM NRM NRM NRM NRM
FiO2 7 7 7 5 5 5 5 5 5 5 5 5
urin 80 40 130 500 300 110 60 75 80 90 75 180
Bal -1080 -1147 -1031 -1499 -1763 -1848 -1763 -1819 -1870 -1941 -1894
16
P:
1. IVFD RL 42 cc/jam
4. Aminofilin 2 cc/jam
8. Lasix 2 x 1 ampul
08.55
17
14.55
18
Hari keempat (26 Mei 2018)
S:
O:
Suhu : 36
Urin rutin :
pH : 5,0
ditemukan adanya leukosit pada pemeriksaan mikroskopis, namun masih dalam batas normal
A:
Post Sectio Caesarrea hari ke-4 a.i Impending Eklampsia dengan oedema paru (dalam
perbaikan)
P:
S:
19
2. Sesak nafas (-)
O:
Nadi : 60 klaipermenit
A: Post SC hari ke-5 a.i Impending Eklampsia dengan udem paru dalam perbaikan
P:
1. IVFD RL 20 tpm
6. Injeksi tramadol 3 x 50 mg
S:
1. Sesak (-)
2. Nyeri minimal
O:
20
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 60 kalipermenit
Nafas : 22 kalipermenit
Suhu : 36
Hb : 10,7
Leukosit : 12.500
Trombosit : 273.000
Hematokrit : 37,6
A:
Post SC hari ke-6 a.i Impending Eklampsia dengan udem paru dalam perbaikan
P:
1. IVFD RL 20 tpm
3. Regresor 2 x 1 tablet
S:
1. Sesak (-)
21
2. Nyeri bekas operasi (-)
3. Mobilisasi (+)
O:
Nadi : 60 kalipermenit
Nafas : 22 kalipermenit
Suhu : 36
A:
Post SC hari ke-8 a.i Impending Eklampsia dengan udem paru dalam perbaikan
P:
2. Lansoprazole 1 x 1 tablet
3. Cefixime 2 x 1 tablet
22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Hipertensi adalah keadaan dimana terjadinya peningkatan tekanan darah sistolik ≥140
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥90 mmHg pada dua kali pengukuran yang berjarak 1
jam/lebih.1
Hipertensi dalam kehamilan berarti terjadinya peningkatan tekanan darah pada bulan
terakhir kehamilan atau lebih dari 20 minggu pada wanita yang sebelumnya tekanan darahnya
normal.
2.1.2 Klassifikasi
1. Hipertensi Kronik
Hipertensi yang timbul sebelum usia kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang
pertama kali didiagnosis setelah usia kehamilan 20 minggu dan menetap sampai 12
minggu pasca persalinan.
2. Preeklampsia
Hipertensi kronik disertai tanda pre-eklampsia atau hipertensi kronik yang disertai
proteinuria.
4. Hipertensi gestasional
Hipertensi yang timbul pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu tanpa disertai
proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan.
Proteinuria - - +/-
hemokonsentrasi - - + (PEB)
trombositopenia - - + (PEB)
1. Usia
24
berarti. Namun, seiring meningkatnya usia ibu, maka terjadi juga peningkatan
terjadinya preeklampsia pada ibu hamil.
2. Nulipara
Hipertensi gestasional lebih seirng terjadi pada wanita nulioara, yaitu resikonya bias
meningkat hampir tiga kali lipat.
Adanya jarak usia kehamilan yang lebih dari 10 tahun memiliki resiko terjadinya
hipertensi gestasional sama dengan pada wnita nullipara. Dapat disimpulkan bahwa
semakin jauh interval kehamilan maka semakin meningkat resiko terjadinya
hipertensi dalam kehamilan.
6. Adanya kelainan metabolic sebelum kehamilan (DM tipe II atau Hipertensi Kronik)
7. Obesitas sebelum hamil dan Indeks Massa Tubuh (IMT) saat pertama Antenatal
care (ANC)
25
Obesitas merupakan factor resiko preeklampsia dan resiko semakin besar dengan
semakin besarnya IMT. Obesitas sangat berhubungan dengan resistensi insulin
yang merupakan faktor resiko terjadinya preekalmpsia.
8. Frekuensi ANC
2.1.4 Patofisiologi
Sampai saat ini pathogenesis dari hipertensi dalam kehamilan masih belum diketahui
pasti. Banyak hipotesis yang diajukan untuk mencari etiologi dan pathogenesis dari hipertensi
dalam kehamilan namun masih belum memuaskan, sehingga Zweifel menyebutkan
preeklampsia dan eclampsia sebagai “the disease of theory”. Adapun hipotesis yang diajukan
adalah :6
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang
arteri uterine dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah ini menembus myometrium
berupa arteri arkuata yang memebri cabang arteri radialis. Arteri radialis ini menembus
endometrium menjadi arteri basalis dan memberi cabang arteri spiralis.
Pada kehamilan normal, akan terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis
yang menimvulkan degenerasi lapisan otot, sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis.
Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan
matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen spiralis mengalami distensid an
dilatasi.
Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis memberi dampak penurunan tekana
darah, penurunan resistensi vaskuler dan peningkatan aliran darah pada uteroplasenta.
Sehingga aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat.
Proses ini dikenal dengan istilah “remodeling arteri spiralis”.
26
Gambar 1. Aliran Darah pada ibu hamil tanpa hipertensi
Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi sel trofoblas pdaa lapisan
otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya, sehingga tidak memungkinkan
terjadi distensid an vasodilatasi. Akibatnya arteri ini relative mengalami vasokonstriksi
dan terjadilah kegagalan remodeling arteri spiralis sehingga aliran darah utero plasenta
menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia inilah yang
menyebabkan perubahan pathogenesis hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.
27
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel
Plasenta yang mengalami hipoksia akibat kegagalan remodeling arteri spiralis akan
menghasilkan oksidan, yairu radikal hidroksil yang bersifat sangat toksis, khususnya
terhadap membrane sel endotel pembuluh darah.
Radikal hidroksil akan merusak membrane sel yang mengandung banyak asam lemak
tida jenuh menjadi peroksida lemak yang akan merusak membrane sel, nucleus dan
protein sel endotel.
Akibat terpaparnya sel endotel dengan peroksida lemak, terjadilah kerusakan sel
endotel yang dimulai dari membrane sel endotel. Kerusakan membrane sel endotel
mengakibatkan teranggunya fungsi endotel bahkan rusaknya seluruh struktur sel
endotel. Keadaan ini disebut disfungsi endotel. Akibat disfungsi sel endotel adalah;
- Agregasi sel trombosit pada darah endotel mengalami kerusakan, sehingga kadar
trombksan lebih tingi dari akdar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi
Pada hamil normal, pembuluh darah refrakter (tidak peka terhadap rangsangan bahan
vasopressor). Pada kehamilan normal, terjadi refrakter pembuluh datah terhadap bahan
vasopressor akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel
pembuluh darah.
28
Sedagkan pada preeklampsia menurut Prawirohardjo di tahun 2013, mungkin
ditemukan adanya perubahan pada system dan organ seperti:
1. Perubahan kardiovaskuler
2. Ginjal
3. Edema
4. Hepar
5. Neurologic
Perubahan neurologic dapat berupa nyeri kepala yang disebabkan hiperfusi otak.
Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus.
6. Paru
Terjadinya edema paru dikarenan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel
pada pembuluh darah kapiler paru dan menurunnya diuresis.
29
a. Preeklampsia
Derajat Preeklampsia
Ringan Berat
1. Hipertensi ≥ 140/90 mmHg 1. Hipertensi ≥ 160/110
mmHg
2. Proteinuria ≥ 300 mg/24
jam atau ≥ + 1 dipstik 2. Proteinuria ≥ 500 mg/24
jam atau ≥ + 3 dipstik
3. Oliguria kurang dari 500
ml/24 jam
4. Gangguan penglihatan dan
serebral
5. Edema paru dan sianosis
6. Nyeri epigastrium
7. Trombositopenia
8. Pertumbuhan janin
terganggu
- Preeklampsia ringan
30
o Definisi
o Diagnosis
- Preeklampsia berat
o Definisi
o Diagnosis
Dapat ditegakkan bila ditemukan salah satu atau lebih tanda/gejala berikut:
1. TD ≥160/110 mmHg
8. Hemolysis mikroangiopatik
31
10. Gangguan fungsi hepar
b. Eklampsia
- Tingkat koma
Kejang ini berkaitan dengan edema serebri, yang bias dikarenakan vasospasme
dan dilatasi yang kuat. Teori vasospasme menganggap bahwa over regulation
serebrovaskuler akibat naiknya tekana darah menyebabkan vasospasme yang
berlebihan sehingga terjadi iskemia local, yang menyebabkan kegagalan ATP-
depemdent Na/K pump yang akan menyebabkan edema sitotoksik.
32
autoregulasi sehingga terjadi vasodilatasi berlebihan dan peningkatan perfusi
darah serebral yang menyebabkan rusaknya barrier otak.
2.1.6 Diagnosis1
1. Anamnesis
Pada riwayat penyakit dahulu, bias ditemukan adanya hipertensi dalam kehamilan
sebelumnya, penyulit pada pemakaian kotrasepsi hormonal dan penyakit ginjal.
Sedangkan pada riwayat gaya hidup meliputi keadaan lingkungan social, merokok
dan minum alcohol.
2. Pemeriksaan Fisik
Menilai tekanan darah saat pasien dalam posisi duduk di kursi dengan punggung
bersandar pada sandaran kursi, lengan yang akan diukur tekanan darahnya
diletakkan setinggi jantung dan bila perlu diberi penyangga. Lengan atas harus
dibebaskan dari baju yang terlalu ketat melingkarinya. Jika tidak memungkinkan,
dpat dilakukan pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk atau miring kea rah
kiri,
3. Pemeriksaan Penunjang
+2 = 0,45 – 1 g/L
+3 = 1-3 g/L
33
+4 = > 3 g/L
2.1.7 Penatalaksanaan1
Jika tekanan darah diastolic > 110 mmHg, berikan obat antihipertensi sampai
tekanan darah diastolic antara 90-100 mmHg. Obat hipertensi pilihan adalah
hidralazin 5 mg IV pelan selama 5 menit sampai tekanan darah turun. Jika tidak
ada, dapat diberikan nifedipine 5 mg sublinguan dan tambahkan 5 mg sublingual
jika respon tidak membaik setelah 10 menit. Alternative lain yang dapat diebrikan
adlaah labetolol 10 mg, yang jika tidak ada respon baik, dapat dilanjutkan dengan
pemberian 20 mg.
Pada pasien diberikan infus Ringer Lactate kemudian ukur keseimbangan cairan,
cek tanda adanya edema paru. Adanya krepitasi menunjukkan edema paru, maka
pemberian cairan harus dihentikan. Jika jumlah urin < 30 m per jam, infus cairan
dipertahankan sampai 1 jam dan pantau kemungkinan edema paru. Observasi tanda
vital ibu dan DJJ setiap jam.
a. Dosis awal
b. Dosis pemeliharaan
34
MgSO4 40% 6 gram (15 ml) dilarutkan dalam 500 ml Ringer Lactate
diberikan dengan kecepatan tetesan 28 tetes permenit. Pemberian MgSO 4
dilanjutkan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir.
2. Perawatan persalinan
Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam sedang pada
eclampsia dalam 12 jam sejak gejala eclampsia timbul.
3. Perawatan postpartum
2.1.8 Komplikasi6
1. Paru
Tanda prognostic yang buruk yang sering menyertai eclampsia adalah edema pru.
Factor penyebab terjadinya udem parua dalah:
2. Otak
35
Pada preeklampsia, kematian yang tiba-tiba terjadi bersamaan dengan kejang atau
segera setelahnya diakibatkan oleh perdarahan otak yang hebat. Kejadian ini banyak
terjadi pada ibu hamil dengan hipertensi kronik. Kemungkinan yang jarang terjadi
sebagai akibata danya perdarahan di otak adalah pecahnya aneurisma arteria tau
kelainan vasa otak. Koma atau penurunan kesadaran yang terjadi setelah kejang atau
menyertai preeklampsia yang tanpa kejang diakibatkan oleh udema otak yang luas.
3. Mata
Kebutaan dapat terjadi langsung setelah kejang atau spontan bersamaan dengan
preeklampsia. Ada dua penyebab kebutaan yaitu;
2.2.1 Definisi
Udem paru akut adalah adanya penumpukan cairan di paru-paru teutama di bagian
alveoli yang dapat mengganggu pertukaran gas didalam paru-paru yang berujung pada
gagal nafas.
Udem paru akut merupakan penyebab signifikan kenaikan morbiditas dan mortalitas
pada kehamilan dan wanita hamil. Udem paru akut ini ditandai dengan adanya sesak
nafas tiba-tiba yang bisa disertai dnegan agitasi dan sering disertai manifestasi klinis
serius lainnya.
Suatu keadan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya udem paru pada wanita hamil
adalah;
36
Kondisi ibu sebelum hamil 1. Adanya penyakit jantung sebelum
kehamilan (hipertensi, Penyakit
jantung iskemik, gangguan katup
jantung, aritmia, dan pembesaran
jantung)
2. Obesitas
2. Kardiomiopati
3. Sepsis
4. Persalinan preterm
6. Emboli paru
2. Kortikosteroid
3. MgSO4
2.2.3 Patofisiologi
Kehamilan adalah suatu keadaan terjadi perubahan fisiologis pada tubuh termasuk
adanya perubahan dalam system kardiovaskular. Adapun perubahan kardiovaskuler
dapa dibagi secara luas menjadi empat kategori yaitu; efek sirkulasi hormone, tekanan
janin pada uteroplasenta yang meningkat, meningkatnya kebutuhan metabolic
uteroplasenta dan adanya sirkulasi uteroplasenta.
37
Dibandingkan dengan wanita dewasa yang tidak hamil, pada ibu hamil terjadi
peningkatan curah jantung, peningkatan denyut jantung, peningkatan volume darah,
anemia fisiologis, penurunan resistensi vascular dan penurunan tekanan darah.
Berdasarkan penelitian dengan menggunakan echocardiography didapatkan curah
jantung ada ibu hamil nrmal adalah 4,4 8 liter/menit. Dimana nilai paling tinggi dapat
dicapai pada usia kehamilan 28-38 minggu. Kehamilan juga dikaitkan dengan
menurunnya tekanan koloid osmotic yang dapat menjadi predisposisi terjadinya udem
paru pada wanita hamil.
Kompensasi yang terjadi pada seorang ibu hamil terhadap perubahan yang terjadi
dipengaruhi oleh tiga factor penting; cadangan kardiovaskular yang mendasari, fungsi
jantung dan luasnya beban penyakit. Edema paru akut dapat terjadi akibat gangguan
dari salah satu kompensasi ini, seperti tekanan darah tinggi pada preeklampsia atau syok
kardiogenik yang berhubungan dengan iskemia miokard. Namun, edema paru ini juga
dapat terjadi akibat peningkatan usia,obesitas dan hipertensi yang sudah ada
sebelumnya disertai dengan pemberian cairan yang berlebihan.
Pada wanita hamil ini bias disertai dengan normotensi atau hipotensi. Pencegahan
edema paru akut pada pasien ini meliputi pengenalan antenatal awal terhadap
wanita beresiko tinggi
38
kelebihan cairan dan tingkat keparahan penyakit termasuk adanya hemolysis,
peningkatan enzim hati dan platelet rendah (sindroma HELLP).
Fungsi jantuk diastolic terganggu dengan peningkatan masa ventrikel kiri dan efusi
pericardial. Pada gambar dapat dilihat efek kehamilan dan preeklampsia pada
janung, ini digambarkan oleh loop tekanan-volume. Pada wanita hamil sehta, terjadi
perpindahan kurva ketegangan diastolic ke atas dengan kurva sistolik kebawah
dibandingkan wanita sehat yang tidak hamil. Pada wanita pre-eklampsia, terjadi
perpindahan lebih lanjut dari kurva diastolic, menunjukkan bahwa volume diastolic
ventrikel kiri yang sama dikaitkan dengan peningkatan tekanan diastolic ventrikel
kiri yang meningkat. Dimana kurva sistolik bergeser ke atas (fungsi sistolik
meningkat) atau kebawah (fungsi sistolik menurun), dibandingkan dengan orang
dewasa yang tidak hamil.
Mekanisme dasar edema paru akut dalam keadan ini tergantung kepada keadaan
hemodinamik yang mendasari wanita hamil. Tidak hanya ada kelainan struktur dan
fungsional jantung, juga ada perubhaan keseimbangan cairan yang terkait dengan
hipoproteinuria. Hal ini mirip dengan patofisiologi udem paru akibat krisis
hipertensi pada pasien tidak hamil.
Pada krisis hipertensi akut yang memicu edema paru akut dapat terjadi melalui
aktivasi system saraf simpatik, menyebabkan venokonstriksi akut dan
vasokonstriksi yang menyebabkan peningkatan afterload dan redistribusi cairan dan
sirkulasi perifer ke pembuluh darah paru. Hal ini menyebabkan akumulasi cairan
39
alveolar dan oksigenase berkurang dan secara bersamaan meningkatkan curah
jantung, yang merupakan mekanisme kompensasi akibat kuranganya suplai oksigen
ke ginjal.
Ada pula teori yang menyatakan efek buruk terapi cairan intravena pada wanita
dengan pre-eklampsia semikin meningkat. Terapi cairan tidak dibatasi ini menjadi
factor resiko yang signifikan untuk pengembangan edema paru akut. Secara teoritis,
penggunaan cairan intravena dapat memperbaiki parameter kardiovaskuler ibu,
namun disisi lain hal ini dapat memperburuk sindrom gangguan pernafasan akut
yang menyebabkan hipoksemia, tekanan jalan nafas tinggidan kesulitan dengan
ventilasi. Periode postpartum adalah periode yang paling tinggi kemungkinana
terjadinya edema paru akut.
2.3 Diagnosis
Udem pulmonal adalah diagnosis klinis yang ditandai dengan perburukan sesak nafas dan
ortopnea disertai dengan tanda kompensasi respirasi (takipnea, ronkhi dan hipoksemia).
Untuk menbantu dalam penegakan diagnosis dapat dilakukan pemeriksan Analisa gas
darah dan rontgen thorax.
4. Pertahankan oksigenasi dan ventilasi yang adekuat dengan pembersihan edema paru
Manajemen segera
Terjadinya edema paru akut pada wanita hamil dengan hipertensi merupakan suatu keadaan
gawat darurat dikarenakan dapat terjadi kerusakan lebih lanjut, serangan jantung. Hendaknya
40
pada psien denganudem paru akut ini dilakukan pemeriksaan Elektrokardiografi, rontgen dad,
tekanan darah, saturasi oksigen, detak jantung, laju pernapasan, suhu dan pantau keseimbangan
cairan.
Sebelum dilakukan intubasi trakea dapat dilakukan tindakan ventilasi non invasive yang dapat
memberikan peningkatan konsentrasi oksigen, menggantikan cairan dari alveoli ke sirkulasi
paru dan sistemik serta menurunkan kerja pernapasan.
Untuk menurunkan tekanan darah dapat digunakan agen antihipertensi secara intravena.
Nitrogliserin (glycery trinitrate) direkomendasikan sebagai obat pilihan pada preeklampsia
yang terkait dengan edema paru. Nitrogliserin diberikan secara intravena dengan dosis dimulai
dari 5 mikrogram/menit, dan meningkat secara bertahap setiap 3-5 menit dengan dosis
maksimum 100 mikrogram/menit.
Pilihan pengobatan yang lain untuk menurunkan tekanan darah adalah natrium nitroprusside
yang direkomendasikan pada gagal jantung berat dan Krisis hipertensi. Dosis pemberian 0,25-
5 mikrogram/kg/menit yang diberikan melalui infus. Target penurunan tekanan darah sistolik
dan diastolic harus mencapai 30 mmHg selama 3-5 menit diikuti penurunan lambat sampai
tekanan darah berkisar antara 140/90 mmHg.
Pemberian furosemide intravena (bolus 20-40 mg selama 2 menit) digunakan untuk membantu
diuresis dengan dosis ulangan 40-60 mg setelah 30 menit dari pemberian pertama jika tidak
ada respon diuretic, dimana dosis maksimal 120 mg/jam.
Jika hipertensi tetap ada meskipun telah dikombinasikan nitrogliserin atau natrium
nitroprusside dan furosemide, antagonis saluran kalsium seperti nikardipin atau nifedipine
dapat dipertimbangkan. Selian itu dapat dipertimbangkan pemberian morfin intravena 2-3 mg
sebagai venodilator dan anxiolitik.
Wanita yang menderita preeklampsia berat dan mengalami edema paru akut beresiko tinggi
mengalami komplikasi kardiovaskuler di kemudian hari termasuk hipertensi, penyakit jantung
iskemik, stroke dan penyakit ginjal. Maka harus dipantau secara ketat dengan kontrol tekanan
darah sampai proses awal penyakit selesai dan kemudain ditindaklanjuti secara teratur dan
diamati komplikasi jangka panjang penyakit.
41
BAB III
Pembahasan
Pada kasus ini, didapatkan dari anamnesis pasien mengeluhkan adanya keluar lendir
berwarna hitam dari kemaluan yang disertai dengan nyeri pinggang menjalar ke ari-ari yang
dirasakan sejak 4 hari SMRS, berdasarkan gejala ini dapat disimpulkan pasien berada dalam
kala 1 fase laten persalinan yang umumnya ditandai dengan lendir darah (bloody show) dan
nyeri pinggang disertai dengan ditemukannya pembukaan saat pemeriksan dalam.
Saat di IGD, berdasarkan anamnesis kepada pasien, pasien mengeluhkan adanya sakit
kepala dan pandangan kabur yang dirasakan sejak pagi hari saat pasien datang ke IGD, dimana
nyeri dirasakan semakin meningkat disertai pandangan kabur tanpa adanya mual dan muntah,
selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya nyeri ulu hati seperti menyesak sejak 1 hari yang
lalu dan semakin meningkat pagi ini. Namun, riwayat adanya penyakit maag dan konsumsi
obat-obatan dalam waktu lama disangkal.Pasien juga mengeluhkan adanya sesak nafas sejak
pagi dan makin memberat saat di UGD, pasien juga menyangkal adanya riwayat asma di
keluarga dan pada dirinya.
Pada pasien dilakukan pemeriksaan, didapatkan dari pengukuran tekanan darah awal
pasien masuk, tekanan darah terukur 169/116 mmHg, adanya tekanan darah yang tinggi pada
pasien ini sudah dialami sejak usia kehamilan 6 bulan. Dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami preeklampsia berat.
Diagnosis ini juga didukung dengan keluhan yang dirasakan pasien yaitu adanya nyeri
kepala, pandangan kabur dan nyeri ulu hati. Kemudian, dilakukan pemeriksaan fisik umum dan
didapatkan dari pemeriksaan thorax adanya ronkhi basah halus di basal paru kiri dan kanan.
Kemudian pada pasien dilakukan pemeriksaan rontgen dan pemeriksaan urin rutin.
Dari hasil pemeriksaan thorax didapatkan gambaran rontgen yang mendukung adanya
udema paru. Udema paru adalah salah satu komplikasi yang bisa terjadi pada pasien dengan
preeklampsia, hal ini dikarenakan pada ibu hamil dengan hipertensi terjadi spasme pembuluh
darah disertai dengan retensi air dan garam, sehingga pada pasien dengan preeklampsia ini
dapat menyebabkan gawat janin karena berkurang suplai oksigen ke janin dan dapat
menimbulkan adanya protein dalam urin dikarenakan berkurangnya aliran darah ke ginjal yang
menyebabkan rusaknya glomerulus sehingga meningkatakan permeabilitas membrane basal
42
sehiungga terjadi kebocoran yang akan menyebaban protein tidak tersaring oleh glomerulus
dan dapat dilihat manifestasi protein dalam urin.
Pada pasien ini, didapatkan juga adanya protein dalam urin, yaitu +2, ini menunjukkan
terjadinya kerusakan glomerulus sehingga fungsi nya untuk menyaring protein rusak.
Munculnya udem paru yang merupakan salah satu komplikasi dari preeklampsia sebenarnya
masih belum diketahui patofisiologinya, diduga dikarenakan adanya penimbunan cairan
berlebihan dalam ruang intersisial akibat penimbunan air dan garam, selain itu juga bisa
dikarenakan adanya kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapiler paru.
Manifestasi dari udem paru yang biasanya terlihat adalah timbulnya sesak nafas hebat
tiba-tiba yang disertai dengan agitasi, biasanya bisa disebabkan oleh adanya penyakit hipertensi
pada ibu sebelum hamil, terjadinya preeklampsia ataupun dikarenakan penggunaan MgSO4
yang sebenarnya merupakan tatalaksana utama pada pasien dengan preeklampsia.
Tatalaksana yang sebaiknya dilakukan pada pasien ini adalah terminasi kehamilan guna
untuk menyelamatkan ibu dan bayi, dikarenakan pada pasien ini sudah adnaya komplikasi yaitu
udem paru dan jika dibiarkan terlalu lama dapat menyebabkan kurangnya suplai oksigen ke
bayi dikarenakan aliran darah ke bayi menurun akibat vasokonstriksi.
Hendaknya, sebelum dilakukan terminasi kehamilan, pada pasien dengan tekanan darah
diastolic lebih dari 110 mmHg diberikan obat anti hipertensi yaitu nifedipine 10 mg oral,
dimana target penurunan tekanan darah diastolic adalah 20% dari tekanan darah awal, jika tidak
terjadi penurunan dapat pula diberikan nifedipine sub lingual.
Pada kasus ini, pada pasien diberikan MgSO4 40%, sebagai tatalaksana pencegahan
terjadinya kejang pada pasien dengan preeklampsia, meskipun efek dari pemberian MgSO 4
juga bisa menurunkan tekanan darah karena efek vasodilatasi dari obat ini. Sebelum pemberian
MgSO4 40%, hendaknya dipersiapkan antidotum Ca glukonas, perhatikan frekuensi nafas dan
reflex patella serta urin output pasien, dikarenakan efek obat ini dapat mnyebabkan deperesi
pernafasan.
Dosis pemberian MgSO4 40% dibagi menjadi dua yaitu dosis awal dan dosis
maintenance. Dosis awal penggunaan MgSO4 40% ini berbeda-beda, dapat diberikan secara
intravena atau intramuscular. Dosis pemberian intravena adalah 4 gram MgSO4 40% (10 ml)
dillarutkan dengan aquades 10 ml dan disuntikkan perlahan selama 20 menit. Atau dapat
diberikan intramuscular dengan dosis 5 gram (12,5 ml) pada bokong kiri dan bokong kanan.
43
Dosis maintenance pada MgSO4 40% dilanjutkan sampai 24 jam postpartum atau
kejang terakhir, sama halnya pada pasien ini, yaitu pemberian MgSO4 40% hanya diberikan
selama 2 hari. Dosis maintenance adalah 6 gram MgSO4 40%(15 ml) dimasukkan dalam RL
500 cc dan diberikan dengan kecepatan 28 tetes permenit.
Namun, ada juga pemberian MgSO4 40% yang diberikan dengan cara 4 gram MgSO4
40% dimasukkan kedalam RL 500 cc, dimana pemberian awal diberikan 200 cc dengan tetesan
cepat dan sisa 300 cc lagi diberikan dengan kecepatan infus 20 tetes permenit (dosis
maintenance).
Dikarenakan adanya kompplikasi berupa udem paru, pada pasien juga diberikan
tatalaksana terkait udem paru. Adapun prinsip tatalaksana pada udem paru bertujuan untuk
mengurangi preload ventrikel kiri, mengurangi afterload ventrikel kiri, mencegah iskemia
miokard serta mempertahankan oksigenasi dan ventilasi yang adekuat dengan pembersihan
udem paru.
Pada udem paru biasanya dilakukan intubasi trakea dengan tujuan meningkatkan
konsentrasi oksigen, menggantikan cairan dari alveoli ke sirkulasi paru dan sistemik serta
menurunkan kerja pernafasan. Selain itu pemberian obat antihipertensi dan diuretic juga dapat
dipertimbangkan guna untuk memperbaiki factor penyebab dan mengurangi cairan didalam
paru.
Penggunaan anti hipertensi yang biasanya digunakan pada pasien dengan udem paru
yang diakibatkan oleh preeklampsia adalah natrium nitroprusside 0,25-5 mikrogram/kg/menit
yang diberikan melalui infus, dengan target penurunan tekanan darah sistolik dan diastolic
harus mencapai 30 mmHg selama 3-5 menit dan diberikan sampai tekana darah berkisar antara
140/90 mmHg.
Pada kasus ini, pada hari pertama rawatan di ICU pada pasien diberikan injeksi Lasix
2 x 1 ampul dan selama pemberian dilakukan pemantauan balance cairan dan diharapkan
balance pasien haru minus agar tidak terjadi penumpukan cairan. Namun pada pasien ini dosis
Lasix dinaikkan menjadi continuous 10 mg/jam diakibatkan balance cairan yang positif, dan
kembali diturunkan dosisnya setelah balance negative kembali.
44
Pada pasien ini diberikan bantuan nafas dengan menggunakan ventilator, guna untuk
mengurangi kerja dari pernafasan dan mengurangi ketidaknyamanan pasien. Penggunaan
ventilator pada pasien diberikan selama 1 hari kemudian dilanjutkan dengan pemberian oksigen
melalui NRM dan perlahan diganti dengan ansal kanul sampai pasien dipulangkan untuk
mengurangi sesak pada pasien.
Selama rawatan pasien di ICU dilakukan pemantauan dari frekuensi nafas dan urin
output serta balance cairan yang akan menjadi patokan adanya perbaikan secara klinis pada
pasien. Setelah 3 hari rawatan di ICU dan pasien sudah stabil, pasien dipindahkan ke ruangan
biasa dalam kondisi terjadi perbaikan dibandingkan awal masuk ICU.
45
Daftar Pustaka
46