Disusun oleh :
Atika Dwi Sundari, S.Kep
1826050011
2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
pasien dan keluarga tentang perawatan dan pencegahan seragan berulang pada pasien
PPOK di rumah.
1.3 TUJUAN
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
Penyakit paru obsruksi kronis (PPOK) adalah sekelompok penyakit paru yang
menghambat aliran udara pada pernapasan saat menarik napas atau menghembuskan napas.
Udara harus dapat masuk dan keluar dari paru-paru untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Ketika aliran udara ke arah luar paru-paru terhambat, udara akan terperangkap di dalam paru-
paru. Hal ini akan mempersulit paru- paru mendapatkan oksigen yang cukup bagi bagian
tubuh yang lainnya. Emfisema dan bronkitis kronis menyebabkan proses inflamasi yang
berlebihan dan pada akhirnya menimbulkan kelainan di dalam struktur paru-paru, sehingga
aliran udara terhambat secara permanen(itulah sebabnya disebut “obstruktif kronis”).
a. Bronkitis kronis
Bronkitis akut adalah radang mendadak pada bronkus yang biasanya mengenai
trakea dan laring, sehingga sering disebut juga dengan laringotrakeobronkitis.
Radang ini dapat timbul sebagai kelainan jalan napas tersendiri atau sebagai
bagian dari penyakit sistemik, misalnya morbili, pertusis, difteri, dan tipus
abdominalis. Istilah bronkitis kronis menunjukan kelainan pada bronkus yang
sifatnya menahun(berlangsung lama) dan disebabkan berabagai faktor, baik yang
4
berasal dari luar bronkus maupun dari bronkus itu sendiri. Bronkitis kronis
merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus trakeobronkial yang
berlebihan, sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dan ekspektorasi sedikitnya
3 bulan dalam setahun dan paling sedikit 2 tahun secara berturut-turut.
b. Emfisema Paru
Menurut WHO, emfisema merupakan gangguan pengembangan paru yang
ditandai dengan pelebaran ruang di dalam paru-paru disertai destruktif jaringan.
Sesuai dengan definisi tersebut, jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang
udara(alveolus) tanpa disertai adanya destruktif jaringan maka keadaan ini
sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai overinflation.
Sebagai salah satu bentuk penyakit paru obstruktif menahun, emfisema
merupakan pelebaran asinus yang abnormal, permanen, dan disertai destruktif
dinding alveoli paru. Obstruktif pada emfisema lebih disebabkan oleh perubahan
jaringan daripada produksi mukus, seperti yang terjadi pada asma bronkitis kronis.
c. Asma bronkial
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
bronkospasme periodik(kontraksi spasme pasa saluran napas) terutama pada
percabangan trakeonronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti
oleh faktor biokemial, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi. Asma
didefinisakn sebagai suatu penyakit inflamasi kronis di saluran pernapasan,
dimana terdapat banyak sel-sel induk, eosinofil, T-limfosit, neutrofil, dan sel-sel
epitel. Pada individu rentan, inflamasi ini menyebabkan episode wheezing, sulit
bernapas, dada sesak, dan batuk secara berulang, khususnya pada malam hari dan
di pagi hari.
5
merokok sama sekali, resiko ini dapat berkurang hampir sama yang tidak
merokok. Sejumlah kecil nikotin dalam rokok adalah racun bagi tubuh.
Nikotin yang terserap dalam setiap hisapan rokok memang tidak mematikan,
tetapi tetap membahayakan jantung. Terjadi pengerasan pembuluh nadi serta
mengacaukan irama jantung.
b. Infeksi saluran napas atas yang kambuh atau kronis
ISPA
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Penyebab penyakit ini dapat berupa
bakteri, virus dan berbagai mikroba lain. Gejala utama dapat berupa batuk dan
demam, kalau berat, dapat disertai sesak napas dan nyeri dada. Penanganan
penyakit ini dapat dilakukan dengan istirahat, pengobatan simtomatis sesuai gejala
atau pengobatan kausal untuk mengatasi penyebab, peningkatan daya tahan tubuh
dan pencegahan penularan kepada orang sekitar, antara lain dengan menutup
mulut ketika batuk, tidak meludah sembarang. Faktor berkumpulnya banyak orang
misalnya di tempat pengungsian tempat korban banjir, juga berperan dalam
penularan ISPA.
Penyakit kulit juga hampir selalu di alami, terutama yang sering tergenang
banjir. Penyakit ini bisa berupa infeksi, alergi, atau bentuki lain. Pada musim
banjir, maka masala utamanya adalah kebersihan yang tidak terjaga baik. Seperti
ISPA, maka faktor berkumpulnya banyak orang berperan dalam penularan infeksi
kulit. Penyakit saluran cerna lain, adalah demam tifoid, yang juga terkait dengan
faktor kebersihan makanan. Upaya untuk mengatasi tentu saja dengan menjaga
kebersihan diri dan lingkungan
c. Polusi udara
Emisi kendaraan bermontor
Selama ini orang banyak menduga bahwa andil terbesar dari pencemaran
udara kota berasal dari industri. Jarang di sadari, bahwa justru yang mempunyai
andil sangat besar adalah gas dan partikel yang di emifisikan ( dikeluarkan ) oleh
kendaraan bermontor. Padahal kendaraan bermontor jumlahnya semakin
bertambah besar.
Di kota-kota besar, konstrikbusi gas buang kendaraan bermontor sebagai
sumber pencemaran udara mencapai 60 – 70%. Padahal, konstribusi gas buah dari
cerobong asap industri hanya berpisah 10-15%, sedangkan sisannya dari sumber
pembakaran lain, misalnya dari rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran
hutan, dll
6
Sebenarnya banyak polutan udara yang perlu di waspadai, tetapi WHO ( word
helalth organization) menetapkan beberapa jenis polutan yang di anggap serius.
Polutan udara yang berbahaya bagi kesehatan manusia, hewan, serta mudah
merusak harta benda adalah partikulat yang mengandung partikel
( asap dan jelaga ), hidrokarbon, sulfur di oksida, dan nitrogen oksida.
Kesemuanya di emisikan oleh kendaraan bermontor.
WHO memperkirakan bahwa 70% penduduk kota di dunia pernah menghirup
udara kotor akibat emisi kendaraan bermontor, se3dangkan 10% sisannya
menghirup udara yang bersifat” marjinal”. Akibat menghirup udara yang tidak
bersih ini lebih fatal pada bayi dan anak-anak. Demikian pula pada orang dewasa
yang beresiko tinggi, misalnya wanita hamil, usia lanjut, serta orang yang telah
memiliki riwayat penyakit paru dan saluran pernapasan menaun. Celakanya, para
penderita maupun kelurganya tidak menyadari bahwa berbagai akibat negatif
tersebut berasal dari pencemaran udara akibat emisi kendaraan bermontor semakin
memperhatinkan.
7
.
Gambar 1. Gambaran Epitel saluran nafas pada PPOK dan orang sehat
Belakangan ini banyak bukti terhadap inflamasi sistemik pada PPOK peningkatan kadar
sitokin pro inflamasi dan protein fase akut tampak pada PPOK yang stabil, dimana
8
sebelumnya memang sudah diketahui luas bahwa kedua faktor inflamasi itu terkait dengan
eksaserbasi pada PPOK. Inflamasi ini kemudian akan mempengaruhi banyak sistem sehingga
menelurkan pendapat bahwa PPOK sebagai penyakit multi komponen.
Hambatan aliran udara pada saluran nafas, terkait dengan perubahan-perubahan seluler dan
struktural pada PPOK ketika proses inflamasi tersebut meluas keparenkim dan arteri
pulmonalis. Asap rokok diamati memang memancing reaksi inflamasi yang ditandai dengan
infiltrasi limfosit T, neutropil dan makrofag pada dinding saluran nafas. Disamping itu terjadi
juga pergeseran akan keseimbangan limfosit T CD4+/CD8+, dimana limfosit T sitotoksik
(CD8+) akan menginfiltrasi saluran nafas sentral dan perifer. Neutrofil yang juga meningkat
pada kelenjar bronkus pasien dengan PPOK memberikan peranan yang penting juga terhadap
hipersekresi mukus, dimana hal ini kemudian memacu ekspresi gen IL-4 yang
mengekspresikan sejumlah besar sel-sel inflamasi pada subepitel bronkus dan kelenjar
submukosa penghasil sekret.
TNF α yang merupakan sitokin proinflamasi yang potensial akan berkoordinasi dan
menyebabkan peningkatan sitokin-sitokin lainnya seperti IL-1 dan IL-6 yang kemudian akan
menginduksi angiogenesis. Peningkatan sitokin-sitoin diatas selain berada didalam saluran
nafas, juga beredar di sirkulasi sistemik. Peningkatan sitokin-sitokin proinflamasi pada
saluran nafas sebagai petanda inflamasi lokal, juga akan memberikan gambaran pada
peningkatan sel-sel inflamasi secara sistemik, termasuk didalamnya neutrofil dan limfosit
pada gambaran darah tepi. Asal inflamasi sistemik pada PPOK sebenarnya tidaklah terlalu
jelas dimengerti, tetapi terdapat beberapa jalur yang diperhitungkan dapat menjelaskan proses
tersebut. Mekanisme pertama yang telah diketahui luas adalah salah satu faktor risiko yaitu
asap rokok.
9
Gambar 2. Mekanisme Inflamasi pada PPOK
Selain menyebabkan inflamasi pada saluran nafas, asap rokok sendiri secara independen
menyebabkan efek ekstra pulmoner seperti kejadian kardiovaskular dan inflamasi sistemik
melalui stres oksidatif sistemik dan disfungsi endotel vaskular perifer dan menariknya
kejadian ini juga akan dialami oleh perokok pasif meski hanya terpapar beberapa tahun.
Mekanisme kedua yang bertolak belakang dari mekanisme pertama menyatakan bahwa
respon inflamasi lokal ber diri sendiri, begitu juga inflamasi sistemik. Hal ini dibuktikan dari
penelitian akan kadar TNFαR dan IL8 pada sputum yang ternyata meskipun tinggi pada
sputum, ternyata tidak menunjukkan adanya inflamasi sistemik yang berat.
Begitu juga pada orang sehat yang dipaparkan akan produk bakterial yang pro inflamasi,
lipopolisakarida memang menunjukkan adanya proses inflamasi lokal berupa kenaikan
temperatur tubuh, reaktifitas saluran nafas dan penurunan FEV1, hanya saja terjadi perbedaan
dimana memang inflamasi sistemik tampak pada subjek yang mengalami demam, tetapi tidak
pada subjek yang hanya mengalami gangguan saluran nafas tanpa demam. Mekanisme ketiga
yang diduga adalah hipoksia, dan ini merupakan masalah berulang pada PPOK, dimana
hipoksia yang terjadi akibat penyempitan saluran nafas, akan mengaktivasi sistem TNF dan
makrofag yang menyebabkan peningkatan sitokin proinflamasi pada sirkulasi perifer.
Komplikasi:
10
a. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nialai Pa0 2 < 55 mmHg, dengan
nilai saturasi oksigen < 85%. Pada awalnya klien akan mengalmi perubahan
mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lajut akan timbul
sianosis
b. Asidosis Respiratori
Rimbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2(hiperkapnea). Tanda yang muncul
antara lain nyeri kepala,fatigue,letargi,dizzines,dan takipnea.
c. Infeksi Respirator
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus dan
rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan
menyebabkan peningkatan kerja napas dan timbulnya dispnea.
d. Gagal Jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat. Komplikasi ini sering kali
berhubungan dengan bronkitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga
dapat mengalami masalah ini.
e. Kardiak Disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respirator
f. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma bronkial.
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering kali tidak
berespons terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunan otot bantu pernapasan
dan distensi vena leher sering kali terlihat pada klien dengan asma.
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala PPOK dapat mencakup:
a. Penurunan kemampuan melakukan aktivitas fisik atau pekerjaan yang cukup
berat dan keadaan ini terjadi Karena penurunan cadangan paru
b. Batuk produktif akibat stimulasi reflex batuk oleh mucus
c. Dispenea pada aktivitas fisik ringan
d. Infeksi saluran nafas yang sering terjadi
e. Hipoksemia intermiten atau kontinu
f. Hasil tes faal paru yang menunjukkan kelainan yang nyata
g. Deformitas toraks
11
Penatalaksanaan medis
Peningkata
n kerja otot
pernafasan
a. Pengkajian
1. Biodata
Penyakit PPOK (Asma bronkial) terjadi dapat menyerang seagala usia tetapi lebih
sering di jumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan
sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Predisposisi laki-laki dan
perempuan di usia dini sebesar 2:1 yang kemudian sama pada usia 30 tahun.
2. Riwayat kesehatan
Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan sama bronkial adalah
dispnea (bias sampai berhari-hari atau berbulan-bulan),batuk,dan mengi
(pada beberapa kasus lebih banyak paroksismal).
Riwayat kesehatan dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor predisposisi timbulnya
penyakit ini, di antaranya adalah riwyat alergi dan riwayat penyakit saluran
napas bagian bawah ( rhinitis, urtikaria, dan eksim).
Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali di dapatkan adanya riwayat
penyaakit keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak di temukan
adanya penyakit yang sama pada anggota keluarganya.
13
bronkovaskular ( bronchitis ), normal ditemukan saat periode remisi
( asma ).
Pemeriksaan fungsi paru : dilakukan untuk menentukan
penyebab dispnea, menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah
akibat obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi, dan
mengevaluasi efek dari terapi, misalnya bronkodilator.
Total lung capacity (TLC ) : meningkat pada bronkitis berat
dan biasanya pada asma, namun menurun pada emfisema.
Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema.
FEV1/FVC : rasio tekanan volume ekspirasi ( FEV ) terhadap
tekanan kapasitas vital ( FVC ) menurun pada bronkitis dan asma.
Arterial blood gasses (ABGs) : menunjukan prose penyakit
kronis, sering kali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau
meningkatkan ( bronkitis kronis dan emfisema ), terapi sering kali
menurun pada asma, Ph normal atau asidosis, alkalosis respiratori
ringan sekunder terhadap hiperventilasi ( emfisema sedang atau asma).
Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronki saat
inspirasi, kolabs bronkial pada tekanan ekspirasi( emfisema ),
pembesaran kelenjar mucus( brokitis).
Darah lengkap : terjadi peningkatan hemoglobin ( emfisema
berat) dan eosinophil (asma).
Kimia darah : alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada
emfisema perimer.
Skutum kultur : untuk menentukan adanya infeksi dan
mengidentifikasi pathogen, sedangkan pemeriksaan sitologi digunakan
untuk menentukan penyakit keganasan/ elergi.
Electrokardiogram (ECG) : diviasi aksis kanan, glombang P
tinggi ( asma berat), atrial disritmia ( bronkitis), gelombang P pada
leadsII, III, dan AVF panjang, tinggi( pada bronkitis dan efisema) , dan
aksis QRS vertical (emfisema).
Exercise ECG , stress test :membantu dalam mengkaji tingkat
disfungsi pernafasan, mengevaluasi keektifan obat bronkodilator, dan
merencanakan/ evaluasi program.
4. Pemeriksaan fisik
Objektif
a) Batuk produktif/nonproduktif
14
b) Respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing) pada
kedua fase respirasi semakin menonjol.
c) Dapat disertai batuk dengan sputum kental yang sulit di
keluarka.
d) Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan.
e) Sianosis, takikardi, gelisah, dan pulsus paradoksus.
f) Fase ekspirasi memanjang diseratai wheezing( di apeks dan
hilus )
g) Penurunan berat badan secara bermakna.
Subjektif
Klien merasa sukar bernapas,sesak dan anoreksia
Psikososial
a) Cemas, takut, dan mudah tersinggung.
b) Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnnya
c) Data tambahan (medical terapi)
Bronkodilator
Tidak digunakan bronkodilator oral, tetapi dipakai secara inhalasi atau
parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan
simpatomimetik, maka sebaiknya diberikan Aminophilin seacara
parenteral, sebab mekanisme yang berlainan, demikian pula sebaliknya,
bila sebelmnya telah digunakan obat golongan Teofilin oral, maka
sebaiknya diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau
parenteral.
Obat obatan bronkodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif
terhadap adrenoreseptor ( orsiprendlin, salbutamol, terbutalin, ispenturin,
fenoterol) mempunyai sifat lebih efektif dan masa kerja lebih lama serta
efek samping kecil dibandingkan dengan bentuk non selektif (adrenalin,
Efedrin, Isoprendlin)
a. Obat-obat bronkodilator serta aerosol bekerja lebih cepat dan
efek samping sistemiknya lebih kecil. Baik digunakan untuk sesak
napas berat pada anak-anak dan dewasa. Mula-mula deberikan dua
sedotan dari Metered Aerosol Defire (AfulpenMetered Aerosol ). Jika
menunjukkan perbaikan dapat diulang setiap empat jam, jika tidak ada
perbaikan dalam 10-15 menit setelah pengobatan, maka berikan
Aminophilin intravena
b. Obat-obat bronkodilator simpatomimetik memberi efek
samping takikardi, penggunaan parenteral pada orang tua harus hati-
hati, berbahaya pada penyakit hipertensi, kardiovaskuler, dan
15
serebrovaskuler. Pada dewasa dicoba dengan 0,3 ml larutan epinefrin 1
: 1000 secara subkutan. Pada anak-anak 0,01 mg /KgBB subkutan (1
mg per mil) dapat diulang setiap 30 menit untuk 2-3 kali sesuai
kebutuhan .
c. Pemberian Aminophilin secara intravena denagn dosis awal 5-6
mg/KgBB dewasa/ anak-anak, disuntikkan perlahan dalam 5-10 menit,
untuk dosis penunjang dapat diberikan sebanyak 0-9 mg/kgBB/jam
secara intravena. Efek sampingnya tekanan darah menurun bila tidak
dilakukan secara perlahan.
Kortikosteroid
Jika pemberian obat-obat bronkodilator tidak menunjukkan
perbaikan, maka bisa dilanjutkan deagan pengobatan kortikosteroid, 200
mg hidrokortison secara oral atau dengan dosis 3-4 mg/KgBB intravena
sebagai dosis permulaan dan dapat diulang 2-4 jam secara parental sampai
serangan akut terkontrol,dengan diikuti pemberian 30-60 mg prednison
atau dengan dosis 1-2 mg/KgBB/hari secara oral dalam dosis terbagi,
kemudian dosis dikurangi secara bertahap
Pemberian oksigen
Oksigen dialirkan melalui kanul hidung dengan kecepatan 2-4
liter/menit , menggunakan air (humidifier) untuk memberiakan
pelembapan. Obat eksfektoran seperti gliserolguaiakolat juga dapat
digunakan untuk memperbaiki dehidrasi, oleh karena itu intake cairan per
oral infus harus cukup sesuai dengan prinsip.
Beta Agonis
Beta agonis ( β–adrenergic agents) merupakan pengobatan awal
yang digunakan dalam penatalaksanaan penyakit asma, dikarenakan
obat ini berekrja dengan cara mendilatsikan otot polos ( vasedilator).
Andrenerigic agent juga meningkatkan pergerakan siliari , menurunkan
mediator kimia anafilaksis, dan dapat meningkatan efek bronkodilatasi
dari kortikosteroid. Andrenergic yang sering digunakan antara lain
epinefrin, albuterol, metaproterenol, isoproterenol, isoetarin, dan
terbutalin. Biasanya diberikan secara parenteral atau inhalasi. Jalan
inhalasi merupakan salah satu pilihan dikarenakan dapat
mempengaruhi secara langsung dan mempunyai efek samping yang
lebih kecil.
16
Intervensi dan rasional pada penyakit ini didasarkan pada konsep
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dan Standar Luaran
Keperawatan Indonesia (SLKI).
17
18
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Implementasi Evaluasi
1 Bersihan jalan nafas tidak SLKI SIKI S:
efektif berhubungan dengan Status respirasi: Obesrvasi O:
kepatenan jalan Monitor jalan A:
Bronkospasme.
NO 1 2 3 4 5
Peningkatan nafas dengan skala napas(usaha napas 1
produksi secret (secret (1-5) setelah ,kedalaman, frekuensi) 2
yang bertahan, kental) Monitor bunyi 3
diberikan perawatan
Menurunya napas 4
selama…hari, 5
energi/fatigue Teraupeetik
dengan kriteria:
Ditandai dengan: Pertahankan P:
Tidak ada
Klien mengeluh kepatenan jalan napas
demam
sulit bernafas. Berikan minum
Tidak ada
Perubahan hangat
cemas
kedalaman/jumlah Lakukan
RR normal
napas, penggunaan otot Irama nafas penghisapan selama
…(1-5) makanan
Intake cairan Identifikasi
24
25
DAFTAR PUSTAKA
Kuwalak, Jennifer.P.2011.PATOHFISIOLOGI,Jakarta:EGC
Somantri,Irwan.2009.Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pernapasan.Jakarta:Salemba Medika
Syamsudin,Sesilia Andriani keban.2013.Buku ajar Farmakotrapi gangguan saluran
pernapasan.Jakarta:Salemba Medika
Anies.2015.penyakit berbasis lingkungan.Yogyakarta:Ar-Ruzz Media
Herdman,T. Heather.2012.diagnosis keperawatan.Jakarta:EGC
Huda Nurarif,Amin dan Hardi kusuma.2015.Aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis dan Nanda Nic-Noc.Yogyakarta:mediaction
http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/copd.pdf
26