Perlu pula diperhatikan bahwa alinyemen vertikal yang direncanakan itu akan berlaku
untuk masa panjang, sehingga sebaiknya alinyemen vertikal yang dipilih tersebut dapat
dengan mudah mengikuti perkembangan lingkungan. Alinyemen vertikal disebut juga
penampang memanjang jalan yang terdiri dari garis-garis lurus dan garis-garis lengkung.
Garis lurus tersebut dapat datar, mendaki atau menurun, biasa disebut berlandai. Landai jalan
dinyatakan dengan persen. Pada umumnya gambar rencana suatu jalan dibaca dari kiri ke
kanan maka landai jalan diberi tanda positif untuk pendakian dari kiri ke kanan, dan landai
negatif untuk penurunan dari kiri. Pendakian dan penurunan memberi efek yang berarti
terhadap gerak kendaraan.
Landai Minimum
Berdasarkan kepentingan arus lalu-lintas, Iandai ideal adalah landai datar (0 %). Sebaliknya
ditinjau dari kepentingan drainase jalan, jalan berlandailah yang ideal.
Landai Maksimum
Landai maksimum saja tidak cukup merupakan faktor penentu dalam perencanaan
alinyemen vertikal, karena jarak yang pendek memberikan faktor penganrh yang berbeda
dibandingkan dengan jarak yang panjang pada kelandaian yang sama. Kelandaian besar akan
mengakibatkan penurunan kecepatan truk yang cukup berarti jika kelandaian tersebut dibuat
pada panjang jalan yang cukup panjang tetapi kurang berarti jika panjang jalan dengan
kelandaian tersebut harya pendek saja.
Tabel 1. memberikan panjang kritis yang disarankan oleh Bina Marga (luar kota),
yang merupakan kira-kira panjang I menit perjalanan, dan truk bergerak dengan beban penuh.
Kecepatan truk pada saat mencapai panjang kritis adalah sebesar l5 - 20 km/jam.
Lajur Pendakian
Pada jalan berlandai dan volume yang tinggi, seringkali kendaraan-kendaraan berat
yang bergerak dengan kecepatan di bawah kecepatan rencana menjadi penghalang kendaraan
lain yang bergerak dengan kecepatan sekitar kecepatan rencana. Untuk menghindari hal
tersebut perlulah dibuatkan lajur pendakian. Lajur pendakian adalah lajur yang disediakan
khusus untuk truk bermuatan berat atau kendaraan lain yang berjalan dengan kecepatan lebih
rendah, sehingga kendaraan lain dapat mendahului kendaraan yang lebih lambat tanpa
mempergunakan lajur lawan.
LENGKUNG VERTIKAL
1. Lengkung vertikal cekung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua
tangen berada di bawah permukaan jalan.
2. Lengkung vertikal cembung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua
tangen berada di atas permukaan jalan yang bersangkutan.
Lengkung vertikal dapat berbentuk salah satu dari enam kemungkinan pada gambar dibawah
ini:
Gambar 2. Jenis lengkung vertikal dilihat dari titik perpotongan kedua tangen.
Bentuk lengkung vertikal seperti yang diuraikan terdahulu, berlaku untuk lengkung
vertikal cembung atau lengkung vertikal cekung. Hanya saja untuk masing-masing lengkung
terdapat batasan-batasan yang berhubungan dengan jarak pandangan:
PPV
A
g1 g2
Ev
h1 h2
d1 d2 PTV
PLV
S
h kd 2 h kd 2
1
1 12 2
2
Ev k L Ev k 1 L2
4 4
h 4d 2 h 4d 2
1
1 2
2
Ev L2 Ev L2
2
hL h L2
1 1
d1 = 4Ev d2 = 4Ev
h L2 h L2
1 1
S = d1 + d2 = 4Ev + 4Ev
AL
Ev =
800
S = 200h1 L + 200h2 L
A A
S =
100L . 2h1 2h2
A
100L 2
S 2
= A 2h1 2h2
L = AS 2 ………………………………………(37)
2
AS 2
L= 2
100 2h1 2h2
AS 2
L= CAS 2 …………………………………………….(38)
399
Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan menyiap menurut Bina Marga,
dimana h1 = 120 cm = 1,20 m dan h2 = 120 cm = 1,20 m, maka :
AS 2
L= 2
100 2,40 2,40
AS 2
L= CAS 2 …………………………………………….(39)
960
C = konstanta garis pandangan untuk lengkung vertikal cembung dimana S<L.
Tabel 5.3 Nilai C untuk beberapa h1 & h2 berdasarkan AASHTO dan Bina Marga
PPV
g2 g2
Ev
h1 h2
PLV L/2 PTV
1 100h1 100h2
S = 2 L + g1 g 2
200h1 200h2
L = 2S -
g1 g2
Panjang lengkung minimum jika dL/dg = 0, maka diperoleh :
h1 h2 h1 h2
0
g2 g 2 g2 g 2
1 2 1 2
g2 = g1 h2
h
1
h2
A=
1 g1
h1
h
g1 = A 1
h h
1 2
A h2
g2 =
h h
1 2
L = 2S -
200h1 h1 h2 200h2 h1 h2
A h1 A h2
2
L = 2S -
200 h1 h2 ……………………………………..(40)
A
Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan henti menurut Bina Marga,
dimana h1 = 10 cm = 0,10 m dan h2 = 120 cm = 1,20 m, maka :
2
L = 2S -
200 0,10 1,20
A
L = 2S - 399 2S C1 ………………………………………….(41)
A A
Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan henti menurut Bina Marga,
dimana h1 = 120 cm = 1,20 m dan h2 = 120 cm = 1,20 m, maka :
2
L = 2S -
200 1,20 1,20
A
L = 2S - 960 2S C1 ………………………………………..(42)
A A
C1 = konstanta garis pandangan untuk lengkung vertikal cembung dimana S>L.
Tabel 5.3 dan tabel 5.4 menunjukkan konstanta C = C1 tanpa melihat apakah jarak
pandangan berada di dalam atau di luar lengkung.
Tabel 5.4 Nilai C1 untuk beberapa h1 & h2 berdasarkan AASHTO dan Bina Marga
Contoh soal
PPV
PTV g2
PLV Ev
g1
60 m 25 m
Perencanaan Alinyemen
Jenis lengkung : Vertikal cembung
Kecepatan rencana : 50 km/jam
Jarak pandang henti : 55 m
Jarak pandang menyiap : 220 m
g1 = 10 % ; g2 = 0 %
Untuk Jarak Pandang Henti
h1 = 1,25 m : h2 = 0,10 m
Untuk Jarak Pandang Menyiap
h1 = 1,25 m : h2 = 1,25 m
• Perbedaan aljabar kelandaian (A)
A = g2 − g1 = 10% − 0% = 10%
A*S2 10 * 552
JPH L = ( h1 + h2 )
2
(
= 200 * 1,25 + 0,10 )2 = 73,53 m > S
(memenuhi) karena S = 55 m
121
Diketahui S = 220 meter maka JPM sebesar :
A*S2 10 * 2202
JPM L = ( h1 + h2
2
)
= 200 * ( 1,25 + 1,25)2 = 484 m > S
(memenuhi) karena S = 220
m Jarak pandang (S > L)
Diketahui S = 55 meter maka JPH sebesar :
2 2
200 * h1 + h2 ) 200 * 1,25 + 0,10 )
JPH L = 2 * S - = 2 * 55 -
A 10
= 68,86 m > S (tidak memenuhi)
Diketahui S = 220 meter maka JPM sebesar :
h 2
200 * 1 + h2 )
JPM L = 2 * S -
A
200 * 1,25 2
+ 1,25)
122
1
Stasion PLV = Sta PPV – 2 x Lv
1
= + 0.110 – 2 x 50
= + 0.85 m
- Pertengahan lengkung (PPV) Elevasi PPV =
Elevasi PPV – Ev
= + 9,00 – 0,625
= + 8,375 m
Stasion PPV = + 0,110 m