Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON

ACARA I

PENGARUH AUKSIN TERHADAP PEMANJANGAN HIPOKOTIL

Disusun Oleh

Hanif Muslimah

1401070030

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2017
Senin, 15 Mei 2017

PENGARUH AUKSIN TERHADAP PEMANJANGAN HIPOKOTIL

A. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh auksin terhadap pemanjangan hipokotil
2. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi auksin terhadap pemanjangan
hipokotil
3. Untuk mengetahui cara kerja auksin terhadap pemanjangan hipokotil
B. Dasar Teori
Tumbuh tidak saja diatur oleh faktor – faktor lingkungan tetapi juga oleh bahan –
bahan kimia yang dihasilkan di dalam tumbuhan. Bahan – bahan kimia itu disebut hormon.
Hormon merupakan senyawa organik yang bekerja aktif dalam jumlah yang sedikit sekali,
ditransportasikan ke dalam seluruh tubuh tumbuhan dan mempengaruhi pertumbuhan atau
proses – proses fisiologis lainnya. Hormon dibentuk di suatu tempat tetapi menunaikan
fungsinya di tempat lain. Berbeda dengan enzim, hormon selama proses – proses metabolik,
dan harus diperbaharui untuk menjaga kelangsungan pengaruhnya. Pertumbuhan di satu
bagian dapat bergantung pada kegiatan selular lainnya. Dengan bantuan hormon, sel – sel
tumbuhan dapat diubah dari unit – unit yang bebas menjadi bagian – bagian yang saling
berkaitan dalam satu kesatuan organisme (Kaufman, dkk., 1975).
Bersamaan dengan itu terjadi pula perubahan-perubahan dalam pola pertumbuhan,
sehingga akhirnya terbentuklah akar, batang, daun, bunga dan bagian-bagian lain dari
tumbuhan. Faktor-faktor lingkungan seperti cahaya dan suhu berinteraksi dengan fitohormon
dan proses-proses kimia selama tumbuh dan deferensisasi berlangsung. .W.Went (1928),
berhasil menemukan adanya zat yang dihasilkan oleh ujung tumbuhan dan yang
berpengaruh besar terhadap pertumbuhan. Zat itu disebut zat penumbuh atau auksin
(Dwidjoseputro, 1986).
Auksin adalah salah satu bentuk hormon yang paling banyak diteliti. Terutama
berpengaruh terhadap pertumbuhan dengan merangsang pembesaran sel. Dalam merangsang
pembelahan sel dan perubahan – perubahan lainnya, auksin ini bekerja sama dengan hormon
– hormon lain (Kaufman, dkk., 1975).
Pengaruh auksin terhadap pemanjangan dapat dipelajari dari hasil berdasarkan
penelitian pada ujung koleoptil kecambah sejenis gandum Avena sativa. Sebetulnya sudah
lama diketahui bahwa ujung koleoptil itu penting untuk pemanjangan koleoptil dan batang
bawahnya. Bila ujungnya dipotong, pertumbuhan akan terhambat beberapa jam, dan akan
tumbuh lagi apabila ujung batang yang terpotong itu telah memproduksi auksin kembali.
Tetapi bila potongan ujung koleoptil itu segera diletakkan kembali di tempatnya dan
dilekatkan dengan gelatin yang hangat maka pertumbuhan tidak akan terhenti (Kaufman,
dkk., 1975).
Auksin adalah asam indol asetat (IAA) atau C10H9O2N. IAA merupakan suatu group
dan senyawa-senyawa lain, misalnya asam naftalin asetat (C12H10O2) dan asam 2,4
diklorofenoksi asetat (C8H6O3Cl2) atau disingkat 2,4-D. Banyak lagi auksin lain dan sangat
mudah untuk mengetahui apakah senyawa itu auksin atau tidak. Efek karakteristik auksin
adalah kemampuan untuk mendorong pembengkokan suatu benih dan efek ini berhubungan
dengan adanya suatau group atau di dalam molekul auksin tersebut ( Suwasono, 1986).
Auksin merupakan istilah generik untuk substansi pertumbuhan yang khususnya
merangsang perpanjangan sel, tetapi auksin juga menyebabkan suatu kisaran respon
pertumbuhan yang agak berbeda – beda. Respon auksin berhubungan dengan
konsentrasinya. Konsentrasi yang tinggi bersifat menghambat (Salisbury dan Ross, 1995).
Auksin mengatur proses di dalam tubuh tanaman dalam morfogenesis. Misalnya
kuncup lateral dan pertumbuhan akar dihambat oleh auksin, namun permulaan pertumbuhan
akar baru digalakkan pada jaringan kalus yang terbentuk pada stek. Konsentrasi auksin yang
berlebihan menyebabkan ketidaknormalan., seperti epinasti (kelainan bentuk daun yang
disebabkan oleh pertumbuhan yang tidak sama urat daun bagian ujung dan pangkalnya).
Auksin menunda absisi daun dan buah. Auksin merangsang partenokarpi (buah tanpa biji)
pada buah ; misalnya buah strawberry tumbuh tanpa biji bila diberi perlakuan dengan asam
naftalenasetat (NAA) atau dengan pilokram. Secara normal, kehadiran biji atau suatu
sumber eksogen auksin diperlukan untuk pertumbuhan buah. Auksin juga efektif dalam
mencegah berkecambahnya umbi yang disimpan. Sifat – sifat tertentu yang dimiliki senyawa
fitohormon yaitu (Salisbury dan Ross, 1995):
1. Tempat sintesis berbeda dari tempat aktivitas (misalnya, sintesis di pucuk dan daun
muda, tetapi responnya pada batang, akar, atau organ – organ lain).
2. Respon dihasilkan oleh jumlah yang sangat kecil (yaitu konsentrasinya bisa sekecil 10-9
M).
3. Tidak seperti vitamin dan enzim, respon mungkin berbentuk formatif dan lastik (tidak
terpulihkan).
Auksin adalah zat yang di temukan pada ujung batang, akar, pembentukan bunga
yang berfungsi sebagai pengatur pembesaran sel dan memicu pemanjangan sel di daerah
belakang meristem ujung. Hormon auksin adalah hormon pertumbuhan pada semua jenis
tanaman.nama lain dari hormon ini adalah IAA atau asam indol asetat. Letak dari hormon
auksin ini terletak pada ujung batang dan ujung akar, fungsi dari hormon auksin ini dalah
membantu dalam proses mempercepat pertumbuhan, baik itu pertumbuhan akar manapun
pertumbuhan batang, mempercepat perkecambahan, membantu dalam proses pembelahan
sel.mempercepat pemasakan buah, mengurangi jumlah biji dalam buah. Kerja hormon
auksin ini sinergis dengan hormon sitokinin dan hormon giberelin (Anonim, 2011).
Tumbuhan yang pada salah satu sisinya disinari oleh matahari maka pertumbuhannya
akan lambat karena jika auksin dihambat oleh matahari tetapi sisi tumbuhan yang tidak
disinari oleh cahaya matahari pertumbuhannya sangat cepat karena kerja auksin tidak
dihambat. Sehingga hal ini akan menyebabkan ujung tanaman tersebut cenderung mengikuti
arah sinar matahari atau yang disebut dengan fototropisme. Untuk membedakan tanaman
yang memiliki hormon yang banyak atau sedikit kita harus mengetahui bentuk anatomi dan
fisiologi pada tanaman sehingga kita lebih mudah untuk mengetahuinya. sedangkan untuk
tanaman yang diletakkan ditempat yang terang dan gelap diantaranya (Anonim, 2011).
Untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang gelap pertumbuhan tanamannya
sangat cepat selain itu tekstur dari batangnya sangat lemah dan cenderung warnanya pucat
kekuningan.hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin tidak dihambat oleh sinar
matahari. sedangkan untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang terang tingkat
pertumbuhannya sedikit lebih lambat dibandingkan dengan tanaman yang diletakkan
ditempat gelap,tetapi tekstur batangnya sangat kuat dan juga warnanya segar kehijauan, hal
ini disebabkan karena kerja hormon auksin dihambat oleh sinar matahari (Anonim, 2011).
Dari semua jenis zat pengatur tumbuh yang sangat efektif mengatur pertumbuhan
akar adalah golongan auksin. Sejak pertengahan tahun 1930-an dan selanjutnya, penelitian
tentang aspek fisiologiss auksin telah banyak dilakukan. Banyak bukti menyatakan bahwa
auksin sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan batang, formasi akar, menghambat
terhadap pertumbuhan cabang lateral, absisi pada daun dan buah, serta mengaktifkan kerja
lapisan cambium dan lainnya (Anonim, 2011).
Asam indol-3 asetat (IAA) diidentifikasi tahun 1934 sebagai senyawa alami yang
menunjukkan aktivitas auksin yang mendorong pembentukan akar adventif. IAA sintetik
juga telah terbukti mendorong pertumbuhan akar adventif. Pada era yang sama juga
ditemukan asam indol butirat (IBA) dan asam naptalen asetat (NAA) yang mempunyai efek
sama dengan IAA. Dan skarang sesungguhnya, hal itu ditunjukkan bahwa inisiasi sel untuk
mmbentuk akar tergantung dari kandungan auksin (Anonim, 2011).
Pembentukan inisiasi akar dalam batang terbukti tergantung pada tersedianya auksin
di dalam tanaman ditambah pemacu auksin (Rooting Co-factors) yang secara bersama-sama
mengatur sintesis RNA untuk membentuk primordia akar (Anonim, 2011).

C. Alat dan Bahan


Alat :
- Cawan petri
- Cutter / silet
- Jangka sorong

Bahan :

- 10 kecambah kacang hijau (Phaseolus radiatus)


- Larutan auksin (IAA) dengan konsentrasi 0,01 ppm, 0,03 ppm, 0,05 ppm, 0,07 ppm dan
0,09 ppm

D. Cara Kerja
1. Menyiapkan kecambah kacang hijau dalam berumur 4 atau 5 hari
2. Memotong hipokotil (batang tanaman tepat di bawah kotiledon sepanjang 3 cm)
menggunakan cutter atau silet
3. Memasukkan potongan hipokotil tersebut ke dalam cawan petri yang telah diisi larutan
auksin dengan konsentrasi yang telah ditetapkan
4. Mengukur kembali panjang hipokotil setelah 2x24 jam
5. Memasukkan data hasil pengukuran ke dalam tabel
E. Hasil Pengamatan

Rata-rata
Perlakuan Panjang Awal Panjang Akhir
Selisih Panjang
IAA / ppm (cm) (cm)
akhir
3 3,22 0,22
3 3,97 0,97
Kontrol 3 3,50 0,50 3,41
3 3,22 0,22
3 3,15 0,15
3 4,62 1,62
3 3,85 0,85
0,01 3 3,62 0,62 3,86
3 3,31 0,31
3 3,91 0,91
3 3,305 0,305
3 3,78 0,78
0,03 3 3,34 0,34 3,36
3 3,28 0,28
3 3,125 0,125
3 3,3 0,3
3 3,3 0,3
0,05 3 3,8 0,8 3,54
3 3,3 0,3
3 4,0 1
3 4,62 1,62
3 3,82 0,82
0,07 3 3,81 0,81 4,16
3 4,305 1,305
3 4,29 1,29
3 3,91 0,91
3 4,29 1,29
0,09 3 4,29 1,29 4,15
3 3,91 0,94
3 4,37 1,37
F. Pembahasan
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh
yang berupa auksin (IAA) terhadap pemanjangan hipokotil kacang hijau. Pada praktikum ini
terdapat 6 perlakuan yaitu control (tanpa IAA), IAA dengan konsentrasi 0,01 ppm, 0,03
ppm, 0,05 ppm, 0,07 ppm dan 0,09 ppm. Keenam perlakuan tersebut dilakukan oleh 5
kelompok. Kelompok 1 dengan 0,01 ppm, kelompok 2 dengan 0,03 ppm, kelompok 3
dengan 0,05 ppm, kelompok 4 dengan 0,07 ppm, kelompok 5 dengan 0,09 ppm dan kontrol
dilakukan secara bersama-sama oleh kelima kelompok.
Pada praktikum ini, mengambil 5 kecambah kacang hijau untuk setiap perlakuan,
kemudian memotong hipokotilnya sepanjang 3 cm menggunakan cutter atau silet.
Memasukkan kelima hipokotil yang telah dipotong ke dalam cawan petri yang telah berisi
IAA pada masing-masing perlakuan. Selanjutnya mengukur kembali panjang kelima
hippokotil setelah 2x24 jam.
Berdasarkan hasil pengamatan panjang hipokotil kacang hijau (Phaseolus radiatus)
yang diberi perlakuan laruatan Auksin (IAA) setelah 2x24 jam masing masing hipokotil
pada setiap perlakuan mengalami penambahan panjang. Hal tersebut juga terjadi pada
panjang hipokotil kontrol. Pada perlakuan 0,01 ppm, panjang hipokotil masing-masing
hipokotil setelah 2x24 jam yaitu 4,62; 3,85; 3,62; 3,31; dan 3,91 dengan rata-ratanya sebesar
3,86, pada perlakuan 0,03 ppm, panjang hipokotil masing-masing hipokotil setelah 2x24 jam
yaitu 3,305; 3,78; 3,34; 3,28; dan 3,125 dengan rata-ratanya sebesar 3,36. Pada perlakuan
0,05 ppm, panjang hipokotil masing-masing hipokotil setelah 2x24 jam yaitu 3,3; 3,3; 3,8;
3,3; dan 4,0 dengan rata-ratanya sebesar 3,54. Pada perlakuan 0,07 ppm, panjang hipokotil
masing-masing hipokotil setelah 2x24 jam yaitu 4,62; 3,82; 3,81; 4,305; dan 4,29 dengan
rata-ratanya sebesar 4,16. Dan pada perlakuan 0,09 ppm, panjang hipokotil masing-masing
hipokotil setelah 2x24 jam yaitu 3,39; 4,29; 4,29; 3,91; dan 4,37 dengan rata-ratanya sebesar
4,15.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, terlihat jelas bahwa pemberian auksin (IAA)
berpengaruh terhadap pemanjangan hipokotil kacang hijau. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat dari Indradewa (2009) tentang fungsi dari auksin (IAA) salah satunya yaitu
mendorong pembelahan sel. Auksin menginisiasi pemanjangan sel dengan cara
mempengaruhi pengenduran atau pelenturan dinding sel. Auksin menyebabkan sel penerima
pada potongan hipokotil mengeluarkan H+ ke dinding sel. Ion H+ akan menurunkan pH
sehingga akan mengaktifkan enzim perusak dinding sel untuk memutuskan ikatan
polisakarida penyusun dinding sel, dengan cara itu dinding sel akan meregang atau
mengendur.
Perbedaan konsentrasi auksin (IAA) yang diberikan juga berpengaruh terhadap
panjang akhir hipokotil kacang hijau. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata panjang akhir
hipokotil pada setiap perlakuan. Menurut Indradewa (2009), semakin tinggi konsentrasi
suatu auksin (IAA) di dalam tanaman maka akan semakin mempercepat pertumbuhan
tanaman tersebut. Maka seharusnya rata-rata panjang akhir hipokotil tertinggi terdapat pada
perlakuan 0,09 ppm. Namun pada kenyataannya pada praktikum ini, rata-rata panjang akhir
hipokotil tertinggi justru didapatkan pada perlakuan 0,07 ppm. Meskipun dari perlakuan
0,03 ppm sampai perlakuan 0,07 ppm rata-rata panjangnya meningkat sesuai dengan
peningkatan konsentrasi auksin (IAA), namun pada perlakuan 0,01 ppm besarnya rata-rata
panjang adalah 3,86 sementara pada perlakuan 0,03 ppm adalah 3,36. Hal tersebut
menunjukkan adanya penurunan rata-rata panjang sama seperti pada perlakuan 0,07 ppm ke
0,09 ppm. Pada 0,07 ppm diperoleh rata-rata sebesar 4,16 sementara pada 0,09 ppm
diperoleh rata-rata 4,15 (Grafik 1.)

4.5
4
3.5
3
Series 3
2.5
2
Series 2
1.5
1
rata-rata panjang akhir
0.5 hipokotil
0
0,01 0,03
ppm 0,05 0,07
ppm ppm 0,09
ppm ppm

Grafik 1. Konsentrasi auksin terhadap rata-rata panjang akhir hipokotil


Pada dasarnya kerja auksin di dalam tanaman dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Menurut Indradewa (2009), hal-hal yang mempengaruhi konsentrasi auksin (IAA) di dalam
tanaman yaitu sintesis auksin, pemecahan auksin, dan inaktifnya auksin (IAA) sebagai
akibat proses pemecahan molekul. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka ketidaksesuaian
hasil pada praktikum ini dapat dianalisis dengan jelas. Penurunan yang terjadi pada rata-rata
panjang akhir hipokotil terhadap kenaikan konsentrasi auksin (IAA) dapat diakibatkan oleh
pemecahan auksin yang tidak maksimal, sehingga mempengaruhi kerja auksin dalam
mendorong pembelahan sel. Faktor lain yang mempengaruhi adalah tinggi rendahnya
konsentrasi auksin (IAA) yang berasal dari dalam tanaman itu sendiri. Kemudian
pemotongan hipokotil yang dilakukan oleh praktikan juga dapat menjadi faktor penurunan
rata-rata yang terjadi. Pemotongan hipokotil yang tidak teliti dapat merubah hasil akhir.
Pemotongan yang seharusnya panjang awal hipokotil adalah 3cm, karena tidak terliti bisa
saja terjadi kelebihan atau kekurangan pengukuran panjang awal tanpa disadari oleh
praktikan. Dan yang terakhir dimungkinkan karena terbentuknya etilen pada konsntrasi
auksin yang tinggi. Menurut Fetter (1998) pada dosis tinggi auksin dapat merangsang
produksi etilen, kelebihan pada etilen malah dapat menghalangi pertumbuhan, menyebabkan
gugur daun (daun amputansi) dan bahkan membuat tanaman mati.
Sementara itu pada kontrol, panjang hipokotil masing-masing hipokotil setelah 2x24
jam yaitu 3,22; 3,97 ; 3,50; 3,22 ; dan 3,15 dengan rata-ratanya sebesar 3,41. Dari hasil
tersebut jelas terlihat adanya pertambahan panjang hipokotil setelah direndam dengan air.
Hal tersebut dapat terjadi karena adanya proses difusi. Air masuk ke dalam sel melalui
proses difusi menyebabkan terjadinya pemanjangan jaringan yang diikuti bertambah
panjangnya hipokotil kacang hijau (Phaseolus radiatus). Kemudian jika hasil pengamatan
kontrol dibandingkan dengan hasil pengamatan perlakuan, hasil perolehan rata-rata panjang
akhir hipokotil control terlihat lebih besar dari beberapa perlakuan yaitu perlakuan 0,03 ppm
dan 0,05 ppm. Hal tersebut dapat terjadi karena terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi. Dimungkinkan faktor tersebut sama dengan faktor yang mempengaruhi
penurunan rata-rata panjang akhir hipokotil pada perlakuan perbedaan konsentrasi auknin
(IAA).
G. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum pengaruh auksin terhadap pemanjangan hipokotil, maka dapat
ditarik beberapa kesimpulan bahwa :
1. Pemberian auksin (IAA) berpengaruh terhadap pemanjangan hipokotil kacang hijau, yang
telihat semakin bertambah panjang setelah 2x24 jam
2. Perbedaan konsentrasi auksin (IAA) yang diberikan berpengaruh terhadap panjang akhir
hipokotil kacang hijau, yang terlihat setiap perlakuan memiliki rata-rata panjang akhir
berbeda
3. Pemanjangan hipokotil terjadi karena auksin menginisiasi pemanjangan sel dengan cara
mempengaruhi pengenduran atau pelenturan dinding sel
4. Pertambahan panjang akhir hipokotil control terjadi karena adanya proses difusi, yaitu
Air masuk ke dalam sel melalui proses difusi menyebabkan terjadinya pemanjangan
jaringan yang diikuti bertambah panjangnya hipokotil kacang hijau
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi auksin (IAA) di dalam tanaman yaitu
sintesis auksin, pemecahan auksin, dan inaktifnya auksin (IAA) sebagai akibat proses
pemecahan molekul
Daftar Pustaka

Anonim, 2011, Plant Growth Regulator, http://emirgarden.blogspot.com/, diakses pada tanggal


24 Mei 2017, diakses pukul 11 : 39
Dwidjoseputro, D., 1992, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Fetter, 1998, Fisiologi Tumbuhan Dasar, PT Yudhistira, Jakarta.
Indradewa, 2009, Fisiologi Tumbuhan Dasar Jilid 1, ITB Press, Bandung.
Kaufman, P. B., J. Labavitch, A. A. Prouty., dan N.S Ghosheh, 1975, Laboratory Experiment in
Plant Physiology, Macmillan Publishing Co., New York.
Salisbury, F.B., dan C.W. Ross, 1995, Fisiologi Tumbuhan Jilid 2, ITB Press, Bandung.
Suwasono H. 1986. Hormon Tumbuhan. pT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai