Bab 2 Tinjauan Pustaka: Universitas Sumatera Utara
Bab 2 Tinjauan Pustaka: Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Diabetes melitus (DM) adalah merupakan penyakit metabolik yang ditandai
dengan hiperglikemia disebabkan karena abnormalitas metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein.1
2.1.2 Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association (ADA) mengklasifikasikan diabetes
melitus menurut etiologi dibagi menjadi empat kelompok yaitu1 :
1. Diabetes melitus tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)
merupakan tipe diabetes melitus terbanyak pada anak dan didapatkan diberbagai
negara termasuk Indonesia. Karena insiden ini terjadi dan memuncak pada usia
remaja dini, pada masa dahulu diabetes melitus ini disebut diabetes juvenilis. Akan
tetapi diabetes mellitus tipe 1 ini dapat timbul pada semua kelompok usia.14,15
Diabetes melitus tipe 1 umumnya terjadi kerusakan sel beta atau cacat dalam fungsi
sel beta akibat proses autoimun yang menyebabkan kekurangan insulin absolut.3 Pada
tipe 1, individu pengidap penyakit ini harus mendapat insulin pengganti.15 Gambaran
klinis yang khas pada diabetes melitus tipe 1 berupa poliuria, polidipsia, polifagia,
dan adanya penurunan berat badan yang progresif.14
penyebab yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Diabetes melitus tipe
2 mempunyai etiologi yang multifaktorial termasuk keturunan gen, umur, obesitas
dan kurang olahraga.1 Wanita lebih banyak mengidap penyakit ini ketimbang pria.15
Diabetes melitus tipe 2 biasanya menyerang masyarakat yang berada pada usia
produktif, yaitu sekitar 45-65 tahun.27 Hampir 50% kasus diabetes melitus tipe 2 tidak
terdiagnosa dikarenakan gejalanya sering tidak disadari dan fase preklinisnya
berlangsung selama 5-10 tahun.1
4. Diabetes gestasional
Diabetes gestasional adalah diabetes melitus yang timbul selama kehamilan.
Biasanya terjadi pada trimester II dan III. Penyebab diabetes gestasional dianggap
berkaitan dengan peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen serta hormon
pertumbuhan yang menstimulasi insulin menjadi berlebihan yang terus menerus
tinggi selama kehamilan.15 Publikasi pertama kali dilaporkan oleh Duncan pada tahun
1982 yang melaporkan sebanyak 22 wanita mengalami diabetes gestasional.
Tingginya insiden pada diabetes gestasional ditemukan pada wanita hamil yang
berusia tua, wanita yang melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4,5 kg, wanita yang
kelebihan berat badan tetapi umur memiliki korelasi tertinggi terhadap terjadinya
diabetes gestasional ini. Kebanyakan pasien dengan diabetes gestasional ini akan
kembali keadaan normal setelah kelahiran akan tetapi mempunyai resiko yang lebih
besar untuk ibu terkena diabetes melitus tipe 2 di masa depan.1
2.1.3 Diagnosis
Diagnosis diabetes melitus harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa
darah. Diagnosis klinis diabetes melitus umumnya bila ada keluhan khas berupa
poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya. Keluhan lain seperti lemah, kesemutan, gatal, dan mata kabur.4
Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan diagnosis diabetes
melitus menurut American Diabetes Association (ADA).
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah <110 110-199 ≥200
sewaktu (mg/dl)
Kadar glukosa darah <110 110-125 ≥126
puasa (mg/dl)
hipoglikemik atau ketoasidosis dan komplikasi diabetes yang terlihat. Kadar gula
darah puasa <250mg/dl (13,9 mmol/L) dan kadar HbA1c sekitar 7-9%.
c) Pasien dengan risiko tinggi (High Risk)
Penderita dengan risiko tinggi memiliki komplikasi dan kontrol metabolik
yang sangat buruk, seringkali mengalami hipoglikemi atau ketoasidosis dan sering
membutuhkan injeksi insulin. Glukosa darah puasa dapat meningkat tajam, terkadang
melampaui 250mg/dl dan konsentrasi HbA1c > 9%.7
2.1.4 Patofisiologi
Glukosa mempunyai peranan yang penting dalam menstimulus sekresi insulin.
Insulin adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel pankreas yang berfungsi
sebagai regulator utama dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Insulin
juga bertanggung jawab dan mempertahankan kadar gula darah agar tetap normal.
Jumlah asupan karbohidrat akan mempengaruhi jumlah produksi dan sekresi insulin
yang dihasilkan.16 Pada orang dengan metabolisme normal, insulin dilepaskan dari
sel-sel beta pulau langerhans pankreas setelah makan dan mengirim sinyal kepada
insulin dalam tubuh untuk menyerap glukosa. Hal ini akan menurunkan kadar
glukosa darah.17
Pada orang yang normal, kadar glukosa darah biasanya antara 60-110 mg/dl.3
Pada diebetes melitus tipe 2 mempunyai dua faktor penyebab yaitu resistensi insulin
dan gangguan sekresi insulin. Resistensi insulin adalah dimana sel-sel tubuh tidak
memberikan respon atau kurangnya sensitivitas terhadap insulin yang akan
menyebabkan terjadinya peningkatan glukosa dalam darah dan pemasukan glukosa ke
dalam sel akan terhambat. Sedangkan gangguan sekresi insulin adalah dimana
ketidakmampuan organ pankreas untuk memproduksi insulin dalam jumlah yang
cukup mengakibatkan produksi insulin berkurang dan masuknya glukosa ke dalam sel
akan terhambat. Kedua keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada
dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.18
Pada saat hiperglikemia, ginjal akan menarik tambahan air dari darah untuk
menghancurkan glukosa. Glukosa disekresikan dalam urin disertai pengeluaran cairan
c. Jenis kelamin
Pada usia kurang dari 40 tahun, pria dan wanita memiliki risiko yang sama
mengalami diabetes melitus. Sedangkan pada usia lebih dari 40 tahun, wanita lebih
berisiko mengalami diabetes melitus. Pada wanita yang telah mengalami menopause,
gula darah lebih tidak terkontrol karena terjadi penurunan produksi hormon estrogen
dan progesteron. Hormon estrogen dan progesteron ini mempengaruhi sel-sel
merespon insulin.
d. Ras
Peningkatan penderita diabetes melitus di wilayah Asia jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan benua lainnya. Bahkan diperkirakan lebih dari 60% penderita
berasal dari Asia.
e. Riwayat diabetes pada kehamilan
Mendapatkan diabetes selama kehamilan dapat meningkatkan risiko diabetes
melitus tipe 2 untuk 10 tahun yang akan datang.21,22
2. Faktor lainnya
a. Obesitas
Obesitas atau kegemukan bisa menyebabkan tubuh seseorang mengalami
resistensi terhadap hormon insulin. Sel-sel tubuh bersaing ketat dengan jaringan
lemak untuk menyerap insulin. Akibatnya organ pankreas akan dipacu untuk
memproduksi insulin sebanyak-banyaknya sehingga menjadikan organ ini menjadi
kelelahan dan akhirnya rusak.
b. Kurang olahraga
Kurang olahraga menjadi faktor cukup besar untuk seseorang mengalami
kegemukan dan melemahkan kerja organ-organ vital seperti jantung, liver, ginjal, dan
juga pankreas yang dapat memicu penyakit diabetes melitus.
c. Hipertensi
Hipertensi disebabkan karena adanya zat angiotensin II. Angiotensin II
dibentuk dari angiotensin I dalam darah oleh angiotensin converting enzyme (ACE).
Zat ini dapat menghambat laju aliran darah dalam tubuh dan juga dapat menghambat
pelepasan insulin pada saluran pankreas dan akhirnya berperan dalam meningkatkan
risiko untuk terserang penyakit diabetes melitus tipe 2.
d. Konsumsi obat-obatan
Konsumsi obat-obatan dalam jangka waktu yang lama diyakini akan
memberikan efek negatif yang tidak ringan bahkan bisa meningkatkan risiko terkena
diabetes melitus karena bisa merusak pankreas dan mengakibatkan fungsi pankreas
menurun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh
termasuk insulin.22
2.1.6.1 Periodontitis
Periodontitis merupakan peradangan atau infeksi pada jaringan periodonsium
yaitu gingiva, tulang alveolar, sementum dan ligamen periodontal yang ditandai
dengan kehilangan perlekatan dan resorpsi tulang alveolar.24 Pada pemeriksaan klinis
terdapat peningkatan kedalaman probing, perdarahan saat probing, dapat juga
ditemukan kemerahan dan pembengkakan gingiva. Periodontitis dapat berkembang
dari gingivitis yang tidak dirawat. Secara klinis pada awalnya terlihat peradangan
pada gingiva di servikal gigi dan warnanya lebih merah. Pada keadaan ini sudah
terdapat keluhan berupa perdarahan spontan atau perdarahan yang terjadi waktu
menyikat gigi. Bila gingivitis ini terus belanjut tanpa perawatan, infeksi akan meluas
dari gingiva ke arah tulang dibawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan yang
lebih luas pada jaringan periodonsium yaitu kehilangan perlekatan yang banyak dan
terbentuknya saku periodontal.23,33
Telah dijelaskan bahwa ada hubungan antara diabetes melitus dengan
periodontitis dan tingkat kontrol glikemik menjadi faktor penting dalam hubungan
ini. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang sangat berpengaruh
Gambar 1. Periodontitis28
2.1.6.2 Xerostomia
Xerostomia didefinisikan sebagai keluhan subjektif pada pasien berupa
adanya rasa kering akibat aliran saliva berkurang.35 Saliva memainkan peranan
penting dalam menjaga kesehatan rongga mulut.30 Saliva berfungsi untuk menjaga
rongga mulut tetap basah, membantu dalam pengunyahan, penelanan dan proses
bicara. Apabila terjadi penurunan aliran saliva dapat menyebabkan ketidaknyamanan
pada rongga mulut, nyeri, kesulitan berbicara dan sukar mengunyah makanan,
sehingga apabila seseorang yang mengalami xerostomia menyebabkan dampak dan
pengaruh negatif yang dapat menganggu kualitas hidupnya.33 Xerostomia dapat
disebabkan antara lain karena terapi penyinaran, pemakaian obat-obatan, penyakit
sistemik dan penyakit yang berhubungan dengan kelenjar saliva. Xerostomia
merupakan keluhan umum yang terjadi diantara pada usia lanjut dan menurut
penelitian sebelumnya sebanyak 30% berusia 65 tahun mengalami xerostomia.25
Gambar 2. Xerostomia34
Xerostomia merupakan gejala yang paling sering ditemukan dalam rongga mulut
penderita diabetes melitus tipe 2.25,34 Penelitian yang dilakukan oleh Hamadneh dan
Dweiri tahun 2012 melaporkan bahwa dari 62 pasien diabetes melitus tipe 2 dengan
kontrol glikemik yang buruk, sebanyak 87% mengalami xerostomia.14
2.1.6.3 Kandidiasis
Kandidiasis merupakan suatu infeksi oportunistik berupa lesi putih yang
terdapat dalam rongga mulut dan disebabkan oleh pertumbuhan yang berlebihan dari
jamur candida sp, yaitu candida albicans. Salah satu bentuk kandidiasis yang paling
umum adalah kandidiasis pseudomembran akut.29
Kandidiasis pseudomembran akut (thrush) adalah suatu infeksi akibat
tumbuhan berlebihan dari jamur candida albicans. Tampak sebagai plak mukosa
yang putih, difus, bergumpal atau seperti beludru yang dapat dihapus dan
meninggalkan permukaan merah, kasar, atau berdarah. Biasanya dijumpai pada
mukosa pipi, lidah, dan palatum lunak. Secara klinis, plak-plak putih tersebut tampak
dalam kelompok-kelompok yang mempunyai tepi eritematous. Faktor predisposisi
dari kandidiasis termasuk usia, diabetes melitus, defisiensi imun, malnutrisi, pasien
yang mengidap HIV/AIDS atau leukemia, dan penggunaan obat-obatan. Diagnosis ini
biasanya mudah dilihat dan merupakan salah satu bentuk yang paling umum yang
terjadi di rongga mulut.29,30,33
Dalam rongga mulut yang sehat, saliva mengandung enzim-enzim
antimikroba, yaitu lactoferin, perioxidase, lysozyme dan IgA. Saliva memiliki efek
self-cleansing yang melarutkan antigen patogenik dan membersihkan mukosa mulut.
Kandungan antibodi saliva (IgA) dan antimikroba dalam saliva berperan penting
dalam mencegah perlekatan dan pertumbuhan dari kolonisasi infeksi kandida. Pada
penderita diabetes melitus tipe 2 terjadi gangguan pada saliva yang menyebabkan
penurunan/berkurangnya fungsi saliva sehingga memudahkan terjadi infeksi kandida.
Kandidiasis merupakan salah satu infeksi yang paling sering ditemukan pada
penderita diabetes melitus tipe 2 dengan kontrol glikemik yang buruk.35
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Gupta S (2011) melaporkan bahwa dari
50 pasien diabetes melitus terkontrol dan 50 pasien tidak terkontrol, ditemukan
sebanyak 15 pasien (30%) yang mengalami kandidiasis, sedangkan pada pasien
terkontrol, kandidiasis ditemukan hanya 1 pasien (2%).28
oleh Hamadneh dan Dweiri (2012) melaporkan bahwa dari 62 pasien yang tidak
terkontrol sebanyak 48% pasien mengalami burning mouth syndrome.14
asupan glukosa yang akan menjadi sumber energi pada tubuh manusia dan akan
mempengaruhi sistem imun tubuh yang akan merusak sel basal yang diduga sebagai
benda asing sehingga menyebabkan perubahan pada permukaan sel.32,33 Penelitian
yang dilakukan oleh Bastos dkk (2011) menyatakan bahwa sebanyak 6,1%
mengalami oral lichen planus pada penderita diabetes melitus tipe 2. Tingginya
prevalensi oral lichen planus pada penderita diabetes melitus tipe 2 bisa disebabkan
karena kondisi diabetes melitus ini dapat memperparah lesi oral lichen planus.37
Diabetes melitus
tipe 2
Resistensi insulin
dan gangguan
sekresi insulin
• Riwayat • Periodontitis
keluarga • Xerostomia
• Umur • Kandidiasis
• Jenis kelamin • Burning mouth
• Ras syndrome (BMS)
• Diabetes • Oral lichen
gestasional planus
Penderita diabetes
melitus tipe 2 dengan
risiko tinggi
• Periodontitis
• Xerostomia
• Kandidiasis
• Burning mouth syndrome (BMS)
• Oral lichen planus