Anda di halaman 1dari 26

CLINICAL SCIENCE SESSION

DIABETIC RETINOPATHY

Preseptor:
Dr. Budiman, dr., Sp.M(K)., M.Kes.
Mayang Rini, dr., Sp.M(K)., M.Sc.

Disusun oleh:
Fauziyah Hadiyatul Mufida 130110150136
Ary Setio Hartanto 130110150196
Meilia Nur Chrisandra 130110150246

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT MATA CICENDO
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Anatomi Retina


Retina merupakan lapisan tipis, semitransparan yang melapisi 2/3 posterior
bagian dalam dari bola mata, bagian mata yang mengandung reseptor untuk
menerima rangsang saraf. Retina membentang ke anterior sampai ke korpus siliaris
yang dibatasi oleh ora serata. Bagian terluar sensoris retina adalah epitel pigmen
retina dan berhubungan dengan membran Bruch, koroid, dan sklera.
Pada retina terdapat macula yang terletak di tengah bagian posterior, dengan
diameter 1,5 mm dan berwarna kekuningan. Pada bagian tengah macula terdapat
fovea yang memberikan refleks cahaya. Pada sebagian besar area, daerah sensoris
retina dapat dengan mudah lepas dan epitel pigmen retina dan membentuk rongga
subretina, seperti pada kasus retinal detachment. Pada daerah diskus optik dan ora
serrata, lapisan retina berikatan dengan kuat dengan epitel pigmen, sehingga
membatasi perluasan cairan sub-retina. Bagian dalam retina berdekatan dengan
vitreous.
Retina terdiri dari 10 lapisan, dibawah ini lapisan dari luar ke dalam, terdiri
dari:
1. Epitelium pigmen retina. Lapisan dalam membran Bruch adalah membran
basalis bagi epitelium pigmen retina.
2. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang
(rod) yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut (cone).
3. Membrana limitan eksterna yang merupakan membrana ilusi.
4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, merupakan susunan lapis nukleus sel
kerucut dan batang. Ketiga lapisan di bawahnya avaskular dan mendapat
metabolisme dari kapiler koroid.
5. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan – sambungan sel
bipolar dan sel horisontal dengan fotoreseptor.
6. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal.
7. Lapisan fleksiform dalam, yang mengandung sambungan – sambungan sel
ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar.
8. Lapisan sel ganglion
9. Lapisan serabut saraf yang mengandung akson – akson sel ganglion yang
berjalan menuju nervus optikus. Di dalam lapisan – lapisan ini terletak
sebagian besar pembuluh darah retina.
10. Membrana limitan sinterna merupakan membrana hialin antara retina dan
badan kaca.

Gambar. Histologi Retina (Sumber: Vaughan General Ophthalmology 17 edition)


Retina menerima suplai darah dari dua sumber:
1. Pertama, berasal dari koriokapilaris yang berada di lapisan luar membran Bruch
yang menyuplai 1/3 luar retina termasuk pleksiform luar dan lapisan inti luar,
fotoreseptor, dan epitelium pigmen retina.
2. Kedua, percabangan dari arteri retina sentral yang menyuplai 2/3 lapisan dalam
retina. Fovea disuplai sepenuhnya oleh koriokapilaris dan beresiko rusak yang
tidak mudah diperbaiki bila lapisan retina lepas.

1.2 Fisiologi Retina

Retina adalah bagian yang paling kompleks dari jaringan mata. Mata bekerja
sebagai instrumen optik, reseptor kompleks, dan transduser yang efektif. Sel batang
dan kerucut (Red and cone cell) di lapisan fotoreseptor mengubah stimuli cahaya
menjadi impuls saraf yang dikonduksikan melalui jaras visual ke korteks visual di
oksipital. Fotoreseptor tersusun bila di makula (fovea) terjadi peningkatan jumlah sel
kerucut. Sedangkan di perifer jumlah sel kerucut berkurang dan jumlah sel batang
meningkat. Di dalam foveola, ada hampir 1: 1 hubungan antara masing-masing
fotoreseptor kerucut, sel ganglion, serta serat saraf yang muncul, sedangkan di perifer
retina, banyak fotoreseptor terhubung ke sel ganglion yang sama. Fovea bertanggung
jawab dalam ketajaman penglihatan dan penglihatan warna, sedangkan sisa daerah
retina berfungsi dalam penglihatan kontras, gerak, dan penglihatan malam.

Fotoreseptor batang dan kerucut terletak di lapisan terluar retina sensorik yang
avaskular dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mengawali
proses penglihatan. Setiap sel kerucut mengandung rodopsin, yaitu pigmen
penglihatan yang fotosensitif. Saat rodopsin menyerap cahaya, akan terjadi perubahan
bentuk 11-cis-retinal (komponen kromofor pada rodopsin) menjadi all-trans-retinol.
Perubahan bentuk ini akan memicu terjadinya kaskade penghantar kedua, dimana
rangsangan cahaya akan diubah menjadi impuls saraf. Impuls ini kemudian
dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan melalui nervus optikus menuju korteks
penglihatan oksipital. Fotoreseptor dipertahankan oleh epitel pigmen retina, yang
memainkan peran penting dalam proses visual yang bertanggung jawab untuk
fagositosis dari segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin, dan mengurangi
penghamburan cahaya, serta menyediakan penghalang selektif antara koroid dan
retina. Membran basal sel epitel pigmen retina membentuk lapisan dalam dari
membran Bruch, yang terdiri dari matriks ekstraselular khusus dan membran basal
dari choriocapillaris sebagai lapisan luarnya. Pigmen sel epitel retina memiliki sedikit
kemampuan untuk regenerasi.

1.3 Anatomi Pembuluh Darah Mata

Mata adalah organ penglihatan yang terdiri dari bola mata dan syaraf mata.
Perdarahan untuk bagian mata berasal dari ophthalmic artery yang merupakan cabang
dari internal carotid artery di bagian intracranial. Opthalmic artery sendiri bercabang
menjadi:
-Central Retinal artery
Masuk ke optic nerve sekitar 8-15 mm di belakang globe
- Lacrimal Artery
Memperdarahi kelenjar lacrimal dan upper eyelids
- Muscular Branches
Ke otot-otot di sekitar bagian orbit
- Short Posterior Ciliary Arteries
Memperdarahi choroid dan bagian dari optic nerve
- Long Posterior Ciliary Arteries
Ada 2 dan memperdarahi ciliary body dan beranastomosis satu sama lain, serta
beranastomosis dengan anterior ciliary arteries membentuk major arterial circle of the
iris
- Anterior CIliary Arteries
Dari percabangan muscular ke rectus muscles, mensupply anterior sclera, episclera,
limbus, conjunctiva, dan berkontribusi membentuk major arterial circle of the iris
- Medial Palpebral Arteries
- Supraorbital dan Supratrochlear Arteries
Vena di bagian mata sendiri terdiri dari superior dan inferior ophthalmic veins yang
mengalir ke cavernous sinus. Central retinal vein biasanya masuk ke cavernous sinus
langsung, tetapi mungkin juga bergabung dengan ophthalmic vein terlebih dahulu.
Vortex/vorticose veins dari lapisan vascular bola mata mengalir ke inferior
ophthalmic vein.

Di anterior chamber mata terdapat sclera venous sinus yang mengembalikan aqueous
humour ke sirkulasi

VASKULARISASI RETINA3

Sistem Arteri
1. Central Retinal Artery
Memasuki syaraf mata 1 cm dibelakang globe dan terdiri dari lapisan berikut:
a. Intima
Bagian terdalam, tersusun dari lapisan endothelium yang berada diatas zona
kolagenous
b. Internal Elastic Lamina
Memisahkan intima dari media
c. Media
Terdiri dari terutama otot polos
d. Adventitia
Bagian terluar dan tersusun dari jaringan konektif longgar
2. Retinal Arterioles
Dari central retinal artery. Terdiri dari otot polos di dindingnya, tetapi internal elastic
lamina nya tidak menyambung

Kapiler
Mensuplai 2/3 dalam retina, dan 1/3 luar retina disuplai choriocapillaries. Inner
plexus terletak di lapisan ganglion sel dengan outer plexus di lapisan inner nuclear.
Ada area yang bebas dari kapiler di sekeliling arterioles dan di fovea (foveal
avascular zone/FAZ). Kapiler retinal tidak memiliki otot polos dan jaringan elastic
dan dindingnya terdiri dari lapisan berikut:
1. Sel Endotel
Membentuk lapisan tunggal di basement membrane dan dihubungkan oleh tight
junctions yang membentuk inner blood-retinal barrier
2. Basement Membrane
Berada di bawah sel endotel dengan outer basal lamina melapisi pericytes
3. Pericytes
Berada di luar endothelial cells dan memiliki banyak pseudopodial process yang
melapisi kapiler. Pericytes memiliki kemampuan kontraktil dan berpartisipasi di
autoregulasi sirkulasi mikrovaskular

Vena
Retinal venules dan vena mendrainase darah dari dari kapiler
1. Small venules
Lebih besar dari kapiler dengan struktur yang sama
2. Larger venules
Memiliki otot polos dan bergabung membentuk vena
3. Veins
Memiliki sedikit otot polos dan jaringan elastic di dindingnya dan relatif bisa
terdistensi. Diameternya perlahan membesar saat menuju ke central retinal vein
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Diabetik Retinopati

2.1.1 Definisi

Diabetik retinopati merupakan penyakit kelainan pembuluh darah retina dan


kehilangan tajam penglihatan yang berhubungan dengan penyakit diabetes melitus.

2.1.2 Faktor resiko

 Lamanya diabetes menjadi faktor penentu. Sekitar 50% pasien berkembang


DR setelah 10 tahun, 70% setelah 20 tahun, dan 90% setelah 30 tahun
awalnya penyakit.

 Jenis kelamin. Insiden lebih pada wanita dibandingkan laki-laki (4: 3).

 Kontrol metabolik yang buruk. Kontrol gula darah yang baik akan mencegah
dan mengurangi pembentukan atau progresi dari DR. Meningkatnya HbA1c
berhubungan dengan meningkatnya resiko penyakit proliferatif.

 Hipertensi. Tekanan darah harus berada dibawah 140?80 agar tidak menjadi
faktor risiko dari DR.

 Keturunan

 Kehamilan

 Faktor resiko lain: merokok, obesiti, dan hiperlipidemia


2.1.3 Klasifikasi

A. Retinopati Nonproliferatif

Diabetik retinopati merupakan mikroangiopati yang progresif ditandai adanya


kerusakan pembuluh darah kecil dan terjadinya oklusi. Gambaran patologis awal
terjadinya DR nonproliferatif ditandai dengan adanya penebalan pada membran basal
(basement membrane) endotel dan penurunan jumlah perisit. Pada pembuluh dara
kapilernya ditemukan adanya mikroaneurisma yang merupakan penonjolan dinding
kapiler, dengan bentuk berupa bintik merah kecil.

Retinopati nonproliferatif diklasifikasikan berdasarkan keparahan menjadi


ringan, sedang dan berat yang ditandai oleh

1. Retinopati nonproliferatif ringan ditandani oleh minimal adanya satu


mikroaneurisma.

2. Retinopati nonproliferatif sedang ditandai adanya banyak


mikroaneurisma, perdarahan intraretinal, pelebaran vena (venous beading),
dan/atau cotton wool spots (tanda akut adanya insufisiensi pembuluh darah
pada suatu area di retina, menyerupai kapas, berwarna putih susu).

3. Retinopati nonproliferatif berat ditandai adanya cotton-wool spots,


perdarahn intraretinal pada empat kuadran, pelebaran vena pada dua
kuadran, atau intraretinal microvascular abnormalities (IRMA) pada satu
kuadran.
Gambar. Diabetic retinopati nonproliferatif sedang menunjukkan adanya
mikroaneurisma, perdarahan dalam, pendarahan superfisial (flame-shaped), eksudat
dan cotton wool spots. (Sumber: Vaughan General Ophthalmology 17 edition)

B. Makulopati

Diabetik makulopati ditandai adanya penebalan atau edema pada retina baik fokal
atau difus yang disebabkan oleh adanya kerusakan inner blood-retinal barrier pada
endotel kapiler retina yang diikuti dengan adanya kebocoran cairan plasma ke
sekeliling retina. Lebih sering terjadi pada diabetes tipe 2. Penatalaksanaan harus
segera dilakukan bila terbukti secara klinis, yaitu setiap penebalan retina dalam 500
mikron fovea, eksudat padat pada 500 mikron fovea dengan adanya penebalan retina,
atau penebalan retina lebih dari diameter satu diskus. Makulopati dapat juga
disebabkan karena terjadinya iskemia yang ditandai dengan adanya edema macular,
perdarahan dalam, dan sedikit eksudat.

Gambar kiri: Diabetik makulopati dengan adanya eksudat

Gambar kanan. Diabetik makulopati tipe iskemia dengan adanya pembesaran zona
avascular fovea.

Sumber: Vaughan General Ophthalmology 17 edition


C. Retinopati Diabetes Proliferatif (PDR)

Komplikasi diabetes yang berat akan menyebabkan retinopati proliferatif.


Iskemi retina yang progresif merangsang pembentukan pembuluh-pembuluh darah
baru (neovaskularisasi) yang rapuh dan badan kaca (fluorescein) di dalam bola mata.
Bila tidak dibati darah dari pembuluh darah keluar, penglihatan kabur dan merusak
mata. Retinopati proliferatif awal ditandai oleh munculnya pembuluh darah baru pada
diskus optikus (NVD) atau pada tempat lain di retina (NVE). Karakteristik resiko
tinggi retinopati proliferatif didefinisikan sebagai setiap munculnya pembuluh darah
baru pada diskus optikus yang meluas sampai lebih dari sepertiga diameter diskus,
setiap munculnya pembuluh darah baru pada diskus optikus yang berhubungan
dengan perdarahan vitreous, atau adanya pembuluh darah baru pada daerah lain di
retina yang memanjang sampai lebih dari setengah diameter diskus dan berhubungan
dengan perdarahan vitreous.

Pada mata dengan retinopati diabetik proliferatif dan adanya adesi


vitreoretinal yang persisten, peningkatan neovaskular menyebabkan adanya
perubahan pada jaringan fibrosa dan membentuk ikatan vibrovaskuler yang erat, ini
dapat menyebabkan traksi vitreoretinal. Hal ini dapat menyebabkan retina traksi yang
progresif atau dengan adanya robekan retina, ablasi regmatogen (rhegmatogenous
detachment). Ablasi retina yang mungkin tersembunyi karena perdarahan badan kaca
(vitreous). Penyakit diabetic retinopati yang sudah lanjut akan menyebabkan
komplikasi pada iris yaituneovaskularisasi iris (rubeosis iridis) dan glaucoma
neovaskuler. Retinopati proliferatif muncul pada 50% pasien diabetes tipe I dalam 15
tahun setelah diagnosis. Jumlahnya lebih sedikit pada pasien diabetes tipe II. Tetapi
karena jumlah pasien diabetes tipe II lebih banyak dibandingkan tipe I. Maka, jumlah
penderita retinopati proliferatif lebih banyak pada diabetes tipe II.

Gambar 4. Neovaskular pada diabetik retinopati proliferatif


Sumber: Vaughan General Ophthalmology 17 edition

Klasifikasi PDR:

(Sumber: Kanski’s Clinical Ophthalmology – 8 edition)

Gejala PDR:

Bergantung pada luas daerah yang terkena, tempat kelainan dan beratnya kelainan.
Umumnya berupa penurunan tajam penglihatan yang berlangsung perlahan-lahan.
Pada fundus bisa terdapat kelainan berupa: mikroaneurisme, perdarahan mata,
eksudat, neovaskularisasi retina dan jaringan proliferasi di retina atau badan kaca.

Pembuluh darah baru di tempat lain (new vessels elsewhere)(tanda panah). Pembuluh
darah baru memiliki pola percabangan abnormal dan seringkali membentuk loop
tertutup.
Pembuluh darah baru pada diskus (New vessels of the disc/NVD) membentuk loop ke
belakang, bertumbuh ke arah diskus

2.1.4 Diagnosis

Anamnesis

 Apakah ada penurunan tajam penglihatan secara gradual/kehilangan tajam


penglihatan yang akut
 Apakah memiliki riwayat DM (sudah berapa lama, terkontrol atau tidak kadar
gula darah, atau ada kelainan sistemik lain akibat DM)
 Riwayat pengobatan
 Riwayat pada mata ( baik trauma, operasi pada mata, penyakit mata lain)

Pemeriksaan Fisik

 Tajam penglihatan

 Kelainan segmen anterior

 Pemeriksaan lampu celah untuk menyingkirkan neovaskularisasi iris

 Pemeriksaan funduskopi (pendarahan intraretina, edema retina, kelainan


mikrovaskular intraretina, cotton wool spots, mikroaneurisma, neovaskularisasi,
pendarahan vitreous, ablasio retina traksional)
Pemeriksaan fisik menggunakan oftalmoskop

a. Mikroaneurisma

Sebuah out-pouchings yang terlokalisasi berbentuk sakular dari dinding kapiler yang
terbentuk akibat dilatasi dari dinding kapiler atau bertemunya dua cabang dari loop
kapiler. Pada funduskopi ditemukan titik kecil merah dan pembuluh darah yang
berkelok-kelok dan biasanya terletak pada daerah yang tidak tervaskularisasi oleh
kapiler. Kehilagan perisitmenyebabkan proliferasi sel endotel dengan terbentuknya
mikroaneurisma selular. Mikroaneurisma yang pecah akan mengeluarkan konten
plasma ke retina yang menyebabkan adanya trombus.

a & b; pada pemeriksaan retina setelah di injeksi dengan Indian Ink, pada gambar a
terlihat mikroaneurisma yang terbentuk akibat fusi dari 2 kapiler. Pada gambar b
terlihat mikroaneurisma terletak pada daerah disekitar daerah retina yang tidak
tervaskularisasi oleh epitel.
Pada gambar ini ditemukan red dots disekitar pembuluh darah. Ini merupakan
pertanda awal adanya mikroaneurisma. Tidak dapat dibedakan dengan red dots akibat
hipertensi

b. Pendarahan Retina

Dapat terjadi pendarahan pada 3 daerah berdasarkan potongan histologi.

Retinal nerve fibre layer haemorrhages - pendarahan pada lapisan arterioles pre-
kapiler di daerah superfisial (B); perdarahan intraretinal berasal dari akhir vena
kapiler pada daerah lapisan tengah dari retina (C) dan pendarahan yang gelap dan
dalam pada lapisan tengah dari retina akan tetapi sudah menunjukan retinal infark
akibat pendarahan (D).

c. Eksudat

Diakibatkan oleh edema retina lokal yang kronik dan terbentuk disekitar area dari
retina yang edem dan retina yang normal. Eksudat ini terdiri dari lipoprotein dan
makrofag yang berisi lemak. Eksudat terletak diluar lapisan plexiform. Pada
hyperlipidemia akan meningkatkan terjadinya eksudat.
Lesi berwarna kuning berbatas jelas merupakan gambaran dari eksudat. Biasanya
eksudat mengelilingi daerah mirkoaneurisma yang bocor. Seiring berjalannya waktu
ukuran dan jumlah akan meingkat sehingga bisa sampai pada fovea. Ketika
kebocoran aneurisma semakin banyak, eksudat akan terabsorbsi ke satu daerah baik
itu ke bagian kapiler yang sehat ataupun oleh fagosit. Pada saat keadaan kronis dan
pecah akan menyebabkan terjadinya deposisi kolestrol kristalin.

d. Edema Makular Diabetik/edema, eksudat atau iskemia vofea.

Edema makular biasanya dalam keadaan difus, diakibatkan oleh kebocoran kapiler
yang ekstensif dan kebocoran fokal di sekitar daerah mikroaneurisma dan dilatasi
segmen kapiler. Cairan terletak diantara lapisan outer plexiform dan inner nuclear.
Pada pemeriksaan fluorescent didapatkan diffuse late hyperfluorescence.
e. Makulopati

Makulopati yang ditemukan dapat berupa fokal, difus, atau iskemik. Letaknya
biasanya disebelah temporal dari makula pada fokal. Pada makulopati difus tidak
dapat lagi melokalisasi fovea.

Fokal: penebalan retina yang well-circumscribed dihubungkan dengan adanya


komplit atau tidaknya ring eksudat. Biasanya perfusi macular masih baik.

Difus: penebalan retina yang difus, yang dihubungkan dengan adanya perubahan
cystoid, bisa juga diikuti dengan adanya mikroaneurisma dan perdarahan kecil.

Iskemik: macula terlihat relative normal meskipun terjadi penurunan ketajaman


penglihatan.

f. Perubahan Vena dan Intraretinal microvascular abnormalities

Perubahan vena dapat berupa looping, beading atau segmentasi vena. Abnormalitas
pada mikrovaskular intraretinal adalah shunt arteriolar-venular yang terbentuk; shunt
ini akan melewati kapiler sehingga kapiler yang tidak terperfusi oleh darah akan
terlihat hipoperfusi.

g. Cotton wool spots

Merupakan akumulasi dari neuronal debris yang terletak di lapisan serabut saraf.
Diakibatkan oleh disrupsi dari akson saraf sehingga terbentuk cystoid body yang
terlihat pada retina.
h. Proliferatif retinopati

Terdiri dari NVD (new vessel at the disc), NVE (new vessel elsewhere) and NVI
(new vessel on the iris)

Diagnosis PDR:

I. Perdarahan preretinal (retrohyaloid, A), intragel (B) atau keduanya

II. Tractional retinal detachment (C) karena kontraksi terus menerus


membranous fibrovascular pada vitreoretinal attachment

III. Tractional retinoschisis with or without retinal detachment

IV. Rubeosis iridis (iris neovascularization –D)


Pemeriksaan Penunjang

 Angiografi fluorescein, yaitu sebuah pemeriksaan mata dengan menggunakan


pewarnaan fluorescein dan sebuah kamera fundus untuk melihat aliran darah pada
retina.

 Fundus photography, teknik untuk mendekteksi adanya diabetik retinopati,


keparahannya, adanya NVE dan NVD, respon terapi.

2.1.5 Diagnosis Banding

1. Hypertensive retinopathy

Perdarahan superfisial dan menyerupai nyala api terutama pada kutub posterior,
bergantung pada derajat hipertensi. Soft exudate dan papill edema dapat terlihat.

2. Ocular ischemic syndrome


Dapat terjadi secara unilateral. Arteri retina mengalami penyempitan disertai
perdarahan akibat iskemia pada mid-perifer retina. Rubeosis iridis dan peradangan
bilik mata depan sering ditemukan.

3. Radiation retinopathy

Perdarahan retina karena iskemia pada bagian mid-perifer. Riwayat radioterapi untuk
uveal melanoma penting dalam menegakkan diagnosis.

2.1.6 Penatalaksanaan

Umum

1. Edukasi pasien, termasuk: pasien mematuhi untuk diperiksa dan mematuhi


jadwal serta optimis dalam menjalani pengobatan untuk mendapatkan dampat
penglihatan yang lebih baik

2. Dapat mengontrol diabetes secara optimis

3. Faktor risiko lain, secara umum hipertensi dan hyperlipidemia harus


terkontrol

4. Fenofibrate 200 mg setiap hari, untuk mengurangi progress diabetes retinopati


pada pasien DM tipe-2

5. Pemberhentian merokok

6. Modifikasi faktor lain sepertianemia dan gagal ginjal harus dilakukan


penanganan yang sesuai

Terapi dilakukan tergantung dari lokasi dan keparahan retinopati. Mata dengan edema
makula yang tidak signifikan hanya dimonitor secara tanpa dilakukan terapi laser.
Terapi laser fotokoagulasi dilakukan pada kondisi edema makula yang mengganggu
secara signifikan. Terapi laser fotokoagulasi dapat mengurangi munculnya
pembuluhan baru dan mengurangi insidensi kehilangan penglihatan pada diabetik
retinopati proliferatif sebanyak 50%. Injeksi triamcinolone atau anti-VEGF secara
intravitreal juga efektif.

Laser fotokoagulasi pan retinal (PRP) dapat mengurangi insidensi kehilangan


penglihatan pada diabetik retinopati sebanyak 50% dan mengurangi pertumbuhan
pembuluh darah baru. Walaupun mekanismenya tidak diketahui secara pasti, namun
diduga bahwa PRP menyebabkan berkurangnya rangsangan angiogenik oleh retina
yang iskemik dengan laser dan xenon sehingga mengurangi daerah iskemik.
Neovaskularisasi retina sendiri tidak mengganggu penglihatan. Jika tidak ada
kelainan patologis di makula, mungkin tidak ada keluhan. Karena banyak penyulit
berat yang dapat diatasi dengan pengobatan laser dalam waktu singkat, maka deteksi
dini dan pengamatan teratur merupakan hal yang sangat penting.

Bila perdarahan badan kaca ini dalam waktu 6 bulan tidak menjernih secara spontan
dapat dilakukan vitrektomi. Vitrektomi dapat menjernihkan perdarahan vitreous
(badan kaca) yang menyebabkan turunnya tajam penglihatan dan
mengurangi/membebaskan traksi vitreoretina pada ablasi retina traksi dan scleral
buckling untuk membantu mempertautkan retina kembali. Vitrektomi dini dapat
diindikasikan pada pasien diabetes tipe I yang memiliki perdarahan vitreous parah
dan retinopati proliferatif aktif dan dengan penglihatan yang buruk. Vitrektomi dapat
ditunda sampai setahun dimana 20% mata dengan perdarahan vitreous dapat jernih
secara spontan. Vitrektomi untuk retinopati proliferatif dengan perdarahan vitreous
ringan hanya berguna pada mata yang sebelumnya telah dilakukan PRP dan
pembuluh darah baru telah mulai membentuk jarinngan fibrosa.

Indikasi pars plana vitrectomy :

Komplikasi vitrektomi lebih sering terjadi pada pasien diabetes tipe I yang menunda
vitrektomi dan pasien diabetes tipe II yang melakukan vitrektomi dini. Komplikasi
yang terjadi dapat berupaphthisis bulbi, meningkatnya tekanan intraokular dengan
edema kornea, pelepasan retina dan infeksi.

Pemberian suntikan kortikosteroid atau anti-VEGF ke dalam mata sebagai terapi


tambahan pada vitrektomi mampu membantu mengurangi perdarahan saat operasi
dan mampu mengurangi insidensi rekurensi pendarahan vitreous paska operatif.
2.1.7 Komplikasi Retinopati Diabetik

1. Perdarahan vitreus/badan kaca

2. Ablasi retina traksi

3. Glaukoma neovaskular

4. Katarak prematur

5. Parese nervus cranial

6. Advanced diabetic eye disease ditandai dengan adanya tractional retinal


detachment, significant persistent vitreous haemorrhage dan glukoma
neuvaskuler.

2.1.8 Prognosis

Prognosis tergantung stadium klinis penyakit. Pada diabetes tipe 1, retinopati dapat
bertambah parah dalam kurun waktu 20 tahun pada 60-75% kasus meski gula darah
terkontrol baik. Tipe retinopati pada diabetes tipe 1 biasanya adalah tipe proliferatif.
Sedangkan, pada pasien diabetes tipe 2 usia lanjut, retinopati biasanya nonproliferatif
dengan resiko kehilangan penglihatan sentral parah. Prognosis kemampuan visual
pasien diabetik retinopati proliferatif serta pada pasien diabetes tipe 2 lebih buruk.

Prognosis dengan pars plana vitrectomy:

 Sekitar 70% perbaikan penglihatan.

 Kalau mata membaik dalam 6 bulan, prognosis jangka panjang lebih baik.

 Favourable prognostic factors : usia kurang 40 tahun, fungsi mata preop masih
baik, tidak ada glaucoma atau rubeosis preop.

Faktor prognosis buruk:

 Faktor ocular : macula iskemia, eksudat sampai fovea, macular odem


 Faktor sistemik : Hipertensi yang tidak terkontrol, penyakit ginjal, DM yang
tidak terkontrol (HbA1c yang tinggi)

 Advanced diabetic eye disease

 Komplikasi diabetic retinopati yang akan menyebabkan buta kalau


pengobatan gagal atau tidak tuntas.

2.1.9 Prevensi

- Skrining

 Perubahan pada retina bisa terjadi sebelum penglihatan terganggu. Deteksi dini
dan penatalaksanaan segera pada diabetik retinopati penting. Hal ini dapat
mencegah terjadinya kehilangan penglihatan permanen. Skrining diabetik
retinopati harus dilakukan pada tiga tahun setelah diagnosis diabetik tipe 1
ditegakkan, pada saat diagnosis diabetes tipe 2 dan setiap tahun setelahnya.

 Digital fundal photography terbukti mampu menjadi cara yang efektif dan sensitif
untuk skrining. Standar emas menggunakan seven field photography, tetapi
metode two 45-degree field, dengan satu berpusat pada makula dan satu pada
diskus juga menjadi pilihan metode pada sebagian besar pemeriksaan skrining.
Referensi

1. Kanski J, Bowling B. Retinal vascular disease. Clinical ophthalmology: a


systematic approach: Elsevier Health Sciences; 2016. p. 557-8.

2. American Academy of Ophthalmology. Hypertensive retinopathy. San


Fransisco. 2014 [cited 2017 February, 18th]. Available from:
http://eyewiki.aao.org/Hypertensive_retinopathy.

3. Review of Ophtalmology. Hypertensive Retinopathy: The Cardiovascular


Connection. East Melbourne. 2007 [cited 2017 February, 18th]. Available from:
https://www.reviewofophthalmology.com/article/hypertensive-retinopathy-the-
cardiovascular-connection.

4. Bhargava M, Ikram M, Wong T. "How does hypertension affect your eyes?".


Journal of Human Hypertension. 26 (2012): 71–83.

5. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s general ophthalmology.


17th ed. McGraw-Hill, 2007.

6. Sherwood, L. Introduction to Human Physiology. 8th ed. New York:


Thompson-Learning Booksdale Cole. 2012

Anda mungkin juga menyukai