Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KOROSI DAN PENANGANANNYA

DOSEN PEMBIMBING

Ir. Eddy Widiyono

DISUSUN OLEH:

1. Mohammad Firmansyah 10211700000122

2. Mochamad Rizal 10211700000125

3. Muhammad Fajri Firullah Hadi 10211700000135

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

FAKULTAS VOKASI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN INDUSTRI

2017
Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan segala limpahan karunia dan rahmat. Sehingga penulis dapat menyusun
makalah dengan judul “Korosi dan Penanganannya” dengan lancar.

Penulis ucapkan terima kasih kepada semua yang terlah membantu terselesainya
makalah ini. Ucapan terima kasih penulis berikan kepada:

1. Ir. Eddy Widiyono selaku dosen pembimbing mata kuliah Ilmu Logam.

2. Anggota kelompok kami yang telah bekerja sama menyelesaikan makalah ini.

3. Teman-teman yang selalu memberikan masukan dan saran kepada kelompok kami
untuk memperbaiki makalah ini.

Makalah ini tentunya masih memiliki banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena
itu, penulis membutuhkan kritik dan saran dari Anda demi penyempurnaan makalah
ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi orang lain dan pada proses
pembelajaran selanjutnya.

Surabaya, 15 Februari 2018

Ketua kelompok

(Moh. Firmansyah)
Daftar isi

Halaman Judul i

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

Daftar Gambar iv

Bab 1 Pendahuluan

1.1Latar Belakang Masalah 1


1.2Rumusan Masalah 1
1.3Tujuan Penulisan 1

Bab 2 Isi

2.1 Pengertian Korosi 2

2.2 Jenis-jenis Korosi 3

2.3 Contoh Korosi 9

2.4 Penyebab Korosi 11

2.5 Cara Mencegah Korosi 12

Bab 3 Penutup

3.1 Kesimpulan 15

Daftar Pustaka 16
Daftar Gambar

Gambar 2.1 Mekanisme Korosi Sumuran 5

Gambar 2.2 Bentuk-bentuk Korosi Sumuran 6

Gambar 2.3 Macam-macam Korosi Retak Tegang 7

Gambar 2.4 Perbandingan Properti Mekanik antara Stainless dengan


Austenit 9

Gambar 2.5 Perbandingan logam yang terkorosi dan belum terkorosi.


9

Gambar 2.6 Bangkai kapal yang terkorosi. 10

Gambar 2.7 Zat pengotor yang menyebabkan korosi pada


permukaan logam. 10

Gambar 2.8 Knalpot motor yang terkorosi. 10

Gambar 3.1 Perlindungan Mekanis. 12

Gambar 3.2 Perlindungan Elektrokimia. 14


BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Masalah

Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara suatu
logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa
yang tidak dikehendaki. Dalam bahasa sehari-hari, korosi disebut perkaratan. Contoh
korosi yang paling lazim adalah perkaratan besi.

Dalam kehidupan sehari-hari, korosi dapat kita jumpai terjadi pada berbagai jenis
logam. Bangunan-bangunan maupun peralatan elektronik yang memakai komponen
logam seperti seng, tembaga, besi baja, dan sebagainya semuanya dapat terserang oleh
korosi ini. Selain pada perkakas logam ukuran besar, korosi ternyata juga mampu
menyerang logam pada komponen-komponen renik peralatan elektronik, mulai dari
jam digital hingga komputer serta peralatan canggih lainnya yang digunakan dalam
berbagai aktivitas umat manusia, baik dalam kegiatan industri maupun di dalam
rumah tangga.

Kerugian yang dapat ditimbulkan oleh korosi tidak hanya biaya langsung seperti
pergantian peralatan industri, perawatan jembatan, konstruksi dan sebagainya, tetapi
juga biaya tidak langsung seperti terganggunya proses produksi dalam industri serta
kelancaran transportasi yang umumnya lebih besar dibandingkan biaya langsung.

b. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka penulis


merumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apa pengertian korosi?

2. Apa saja jenis korosi?

3. Apa contoh korosi dalam kehidupan sehari-hari?

4. Apa penyebab korosi?

5. Bagaimana cara mencegah terjadinya korosi?

c. Tujuan Penulisan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengertian, penyebab dan cara pencegahan korosi.

2. Untuk menyelesaikan tugas mata pelajaran Ilmu Logam.


BAB II

ISI

2.1 Pengertian Korosi


Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara suatu
logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa
yang tidak dikehendaki. Dalam bahasa sehari-hari, korosi disebut perkaratan. Contoh
korosi yang paling lazim adalah perkaratan besi.
Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen (udara)
mengalami reduksi. Karat logam umumnya adalah berupa oksida atau karbonat. Rumus
kimia karat besi adalah Fe2O3.nH2O, suatu zat padat yang berwarna coklat-merah.

Korosi merupakan proses elektrokimia. Pada korosi besi, bagian tertentu dari besi itu
berlaku sebagai anode, di mana besi mengalami oksidasi.

Fe(s) <--> Fe2+(aq) + 2e

Elektron yang dibebaskan di anode mengalir ke bagian lain dari besi itu yang bertindak
sebagai katode, di mana oksigen tereduksi.

O2(g) + 4H+(aq) + 4e <--> 2H2O(l)

atau

O2(g) + 2H2O(l) + 4e <--> 4OH-(aq)

Ion besi(II) yang terbentuk pada anode selanjutnya teroksidasi membentuk ion besi(III)
yang kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi, yaitu karat besi. Mengenai
bagian mana dari besi itu yang bertindak sebagai anode dan bagian mana yang
bertindak sebagai katode, bergantung pada berbagai faktor, misalnya zat pengotor, atau
perbedaan rapatan logam itu.

Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang merusak logam karena logam
bereaksi secara kimia atau elektrokimia dengan lingkungan. Ada definisi lain yang
mengatakan bahwa korosi adalah kebalikan dari proses ekstraksi logam dari
bijih mineralnya. Contohnya, bijih mineral logam besi di alam bebas ada dalam
bentuk senyawa besi oksida ataubesi sulfida, setelah diekstraksi dan diolah, akan
dihasilkan besi yang digunakan untuk pembuatan baja atau baja paduan. Selama
pemakaian, baja tersebut akan bereaksi dengan lingkungan yang menyebabkan korosi
(kembali menjadi senyawa besi oksida).
2.2 Jenis-jenis Korosi

Jenis kerusakan yang terjadi tidak hanya tergantung pada jenis logam, keadaan
fisik logam dan keadaan penggunaan-penggunaannya, tetapi juga tergantung pada
lingkungannya. Ditinjau dari bentuk produk atau prosesnya, menurut Setyowati tahun
2008 korosi dapat dibedakan dalam beberapa jenis, di antaranya :

a. Korosi merata (uniform corrosion)


Korosi merata adalah korosi yang terjadi secara serentak diseluruh
permukaan logam, oleh karena itu pada logam yang mengalami korosi merata akan
terjadi pengurangan dimensi yang relatif besar per satuan waktu. Kerugian langsung
akibat korosi merata berupa kehilangan material konstruksi, keselamatan kerja dan
pencemaran lingkungan akibat produk korosi dalam bentuk senyawa yang
mencemarkan lingkungan. Sedangkan kerugian tidak langsung, antara lain berupa
penurunan kapasitas dan peningkatan biaya perawatan (preventive maintenance).

b. Korosi celah (crevice corrosion)


Korosi celah adalah korosi lokal yang terjadi pada celah diantara dua
komponen. Mekanisme terjadinya korosi celah ini diawali dengan terjadi korosi merata
diluar dan didalam celah, sehingga terjadi oksidasi logam dan reduksi oksigen. Pada
suatu saat oksigen (O2) di dalam celah habis, sedangkan oksigen (O2) diluar celah
masih banyak, akibatnya permukaan logam yang berhubungan dengan bagian luar
menjadi katoda dan permukaan logam yang didalam celah menjadi anoda sehingga
terbentuk celah yang terkorosi.
c. Korosi galvani (galvanic corrosion)
Korosi galvanik terjadi apabila dua logam yang tidak sama dihubungkan dan
berada di lingkungan korosif. Salah satu dari logam tersebut akan mengalami korosi,
sementara logam lainnya akan terlindung dari serangan korosi. Logam yang mengalami
korosi adalah logam yang memiliki potensial yang lebih rendah dan logam yang tidak
mengalami korosi adalah logam yang memiliki potensial lebih tinggi.

.d. Korosi selektif (selective leaching)


Selective leaching adalah korosi yang terjadi pada paduan logam karena
pelarutan salah satu unsur paduan yang lebih aktif, seperti yang biasa terjadi pada
paduan tembaga-seng. Mekanisme terjadinya korosi selective leaching diawali dengan
terjadi pelarutan total terhadap semua unsur. Salah satu unsur pemadu yang
potensialnya lebih tinggi akan terdeposisi, sedangkan unsur yang potensialnya lebih
rendah akan larut ke elektrolit. Akibatnya terjadi keropos pada logam paduan tersebut.
Contoh lain selective leaching terjadi pada besi tuang kelabu yang digunakan sebagai
pipa pembakaran. Berkurangnya besi dalam paduan besi tuang akan menyebabkan
paduan tersebut menjadi porous dan lemah, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
pecah pada pipa.

e. Korosi antar kristal (intergranular corrosion)


Korosi intergranular adalah bentuk korosi yang terjadi pada paduan logam
akibat terjadinya reaksi antar unsur logam tersebut di batas butirnya. Seperti yang
terjadi pada baja tahan karat austenitik apabila diberi perlakuan panas. Pada temperatur
425 – 815oC karbida krom (Cr23C6) akan mengendap di batas butir. Dengan
kandungan krom dibawah 10 %, didaerah pengendapan tersebut akan mengalami
korosi dan menurunkan kekuatan baja tahan karat tersebut.

f. Korosi Retak Tegang (stress corrosion cracking)


Korosi retak tegang (stress corrosion cracking), korosi retak fatik
(corrosionfatique cracking) dan korosi akibat pengaruh hidogen (corrosion
inducedhydrogen) adalah bentuk korosi dimana material mengalami keretakan
akibatpengaruh lingkungannya. Korosi retak tegang terjadi pada paduan logam yang
mengalami tegangan tarik statis dilingkungan tertentu, seperti : baja tahan karat sangat
rentan terhadap lingkungan klorida panas, tembaga rentan dilarutan amonia dan baja
karbon rentan terhadap nitrat. Korosi retak fatk terjadi akibat tegangan berulang
dilingkungan korosif. Sedangkan korosi akibat pengaruh hidogen terjadi karena
berlangsungnya difusi hidrogen kedalam kisi paduan.

g. Korosi erosi
Korosi erosi adalah korosi yang terjadi pada permukaan logam yang
disebabkan aliran fluida yang sangat cepat sehingga merusak permukaan logam dan
lapisan film pelindung. Korosi erosi juga dapat terjadi karena efek-efek mekanik yang
terjadi pada permukaan logam, misalnya : pengausan, abrasi dan gesekan. Logam yang
mengalami korosi erosi akan menimbulkan bagian-bagian yang kasar dan tajam
h. Korosi lelah
Merupakan kegagalan logam akibat aksi gabungan beban dinamik dan
lingkungan korosif.
i. Pitting corrosion
Korosi sumuran (pitting corrosion), korosi ini terjadi akibat adanya sistem
anoda pada logam, dimana daerah tersebut terdapat konsentrasi ion Cl– yang tinggi.
Korosi jenis ini sangat berbahaya karena pada bagian permukaan hanya lubang kecil,
sedangkan pada bagian dalamnya terjadi proses korosi membentuk “sumur” yang tidak
tampak.
Mekanisme korosi ini dapat dijelaskan dari Gambar 2.3 dibawah ini. Karena
suatu pengaruh fisik maupun metalurgis (adanya presipitasi karbida maupun inklusi)
maka pada permukaan logam terdapat daerah yang terkorosi lebih cepat dibandingkan
lainnya. Kondisi ini menimbulkan pit yang kecil, pelarutan logam yang cepat terjadi
dalam pit, saat reduksi oksigen terjadi pada permukaan yang rata. Pelarutan logam
yang cepat akan mengakibatkan pindahnya ion Cl–. Kemudian didalam pit terjadi
proses hidrolisis (seperti pada Crevice Corrosion) yang menghasilkan ion H+ dan Cl–.
Kedua jenis ion ini secara bersama – sama mempercepat terjadinya pelarutan logam
sehingga mempercepat terjadinya korosi.

Gambar 2.1 Mekanisme Korosi Sumuran

Mekanisme reaksi yang terjadi yaitu:

Dengan adanya reaksi diatas pada daerah sekitar sumuran cenderung untuk menekan
laju korosi karena daerah tersebut terpasifasi dengan naiknya pH akibat timbulnya ion
OH–. Dengan kata lain sumuran secara katodik melindungi bagian lain dari permukaan
baja. Terkadang pada dasar sumuran, terdapat larutan terlarut dari garamnya seperti
kristal FeCl2.4H2O. Oleh karena korosi sumuran memiliki kecenderungan untuk terjadi
dibawah permukaan sehingga mengakibatkan kerusakan yang lebih hebat
dibandingkan dengan dipermukaan, sehingga dapat dikatakan korosi sumuran sebagai
perioda perantara terjadinya korosi merata.
Macam-macam bentuk pitting. Berikut ini adalah macam-macam bentuk dari korosi
sumuran:

Gambar 2.2 Bentuk-bentuk Korosi Sumuran

j. Stress corrosion cracking

Korosi retak tegang (SCC) adalah peristiwa pembentukan dan perambatan


retak dalam logam yang terjadi secara simultan antara tegangan tarik yang bekerja pada
bahan tersebut dengan lingkungan korosif. Proses korosi retak tegang (SCC) dapat
terjadi dalam beberapa menit jika berada pada lingkungan korosif atau beberapa tahun
setelah pemakaiannya. Hal ini terjadi karena adanya serangan korosi terhadap bahan.
Korosi retak tegang (SCC) merupakan kerusakan yang paling berbahaya, karena tidak
ada tanda-tanda sebelumnya.
Gambar 2.3 Macam-macam Korosi Retak Tegang

Dalam kondisi kombinasi antara tegangan (baik tensile, torsion, compression, maupun
thermal) dan lingkungan yang korosif maka Stainless Steel cenderung lebih cepat
mengalami korosi.

Karat yang menyebabkan berkurangnya penampang luas efektif permukaan Stainless


Steel menyebabkan tegangan kerja (working stress) pada Stainless Steel akan
bertambah besar. Korosi ini meningkat jika bagian yang mengalami tekanan (stress)
berada di lingkungan dengan kadar klorida tinggi.

Pada tahun 1998, Zhang melakukan penelitian tentang pengaruh ion


borate terhadap korosi retak tegang pada material stainless steel 304 (UNS30400) yang
disensitisasi padasodium borate (Na2B4O7) cair, pada temperatur 950 C yang diamati
pada percobaanSlow Strain Rate Testing (SSRT) dengan menggunakan sistem
observasi dinamik. Pengaruh inhibitor dari ion borate (B4O72-) pada pemicu retak
dihasilkan dari efek penahanan, pada saat pengasaman lokal membentuk lapisan
pelindung. Konsentrasi (B4O72-) yang tersedia tidak menunjukkan pengaruh inhibitor
pada kecepatan retak (CF). Ion hidroksil (OH-) juga memicu retak dengan mengikuti
distribusi probabilitas eksponen dan kecepatan retak diikuti distribusi probabilitas
Weibull.
Stainless steel ada 5 jenis, di antaranya adalah Austenitic Stainless
Steel dan Duplex Stainless Steel. Austenitic SS mengandung sedikitnya 16% Chrom
dan 6% Nickel (grade standar untuk 304), sampai ke grade Super Autenitic SS seperti
904L (dengan kadar Chrom dan Nickel lebih tinggi serta unsur tambahan Mo sampai
6%). Molybdenum (Mo), Titanium (Ti) atau Copper (Co) berfungsi untuk
meningkatkan ketahanan terhadap temperatur serta korosi. Austenitic cocok juga untuk
aplikasi temperature rendah disebabkan unsur Nickel membuat SS tidak menjadi rapuh
pada temperatur rendah. Sedangkan Duplex SS seperti 2304 dan 2205 (dua angka
pertama menyatakan persentase Chrom dan dua angka terakhir menyatakan persentase
Nickel) memiliki bentuk mikrostruktur campuran austenitic dan Ferritic. Duplex
ferritic-austenitic memiliki kombinasi sifat tahan korosi dan temperatur relatif tinggi
atau secara khusus tahan terhadap Stress Corrosion Cracking. Meskipun kemampuan
Stress Corrosion Cracking-nya tidak sebaik ferritic SS tetapi ketangguhannya jauh
lebih baik (superior) dibanding ferritic SS dan lebih buruk dibanding Austenitic SS.
Sementara kekuatannya lebih baik dibanding Austenitic SS (yang di annealing)
kira-kira 2 kali lipat. Sebagai tambahan, Duplex SS ketahanan korosinya sedikit lebih
baik dibanding 304 dan 316 tetapi ketahanan terhadap pitting coorrosion jauh lebih
baik (superior) dubanding 316. Ketangguhannya Duplex SS akan menurun pada
temperatur dibawah – 50oC dan diatas 300oC (Nugroho, 2008).
Materi utama pada konstruksi untuk alat proses dalam industri Farmasetika dan
Bioteknologi adalah stainless steel austenit tipe 316L. Stainless steel tipe 316L
mempunyai mikrostruktur yang terdiri dari fase austenit dan sedikit volume fase ferrit.
Hal ini dapat dicapai dengan penambahan cukup nikel pada campuran untuk
menstabilkan fase austenit. Komposisi Nikel pada SS 316L rata-rata adalah 10-11%.
Stainless steel duplex memilki komposisi kimia yang disesuaikan untuk menghasilkan
mikrostuktur yang fase ferrit dan austenitnya sama banyak. Baru-baru ini, muncul pula
duplex stainless steel tipe 2205 sebagai material industri, yang merupakan stainless
steel dengan pengurangan kandungan nikel 5% dan menyesuaikan penambahan
Mangaan dan Nitrogen untuk menghasilkan ferrit kira-kira 40-50% (Fritz, 2011).

Jenis korosi yang paling umum terjadi pada stainless steel dalam aplikasi
farmasi dan bioteknologi adalah korosi sumuran pada lingkungan
bantalan-klorida. Peningkatan kadar Cr, Mo dan N di stainless steel duplex 2205 secara
substansi lebih tahan terhadap korosi pitting dan korosi celah daripada 316 L.
Resistensi pitting relatif dari stainless steel dapat ditentukan dengan mengukur suhu
yang diperlukan untuk menghasilkan pitting (pitting suhu kritis) dalam larutan uji
standar seperti besi klorida 6%. Stainless steel duplex 2205 memiliki suhu kritis pitting
(CPT) di antara tipe 316 L dan Super austenitik stainless steel 6% Mo. Perlu dicatat
bahwa pengukuran CPTs dalam larutan klorida memberikan peringkat yang dapat
diandalkan dari ketahanan pitting klorida relatif, tetapi seharusnya tidak digunakan
untuk memprediksi suhu pitting kritis dalam lingkungan bantalan-klorida lainnya
(Fritz, 2011).

Pada suhu di atas 150oF (60oC) kombinasi dari tegangan tarik dan klorida dapat
dengan mudah memecahkan kelas 316L. Mode katastropik serangan disebut korosi
stres retak klorida dan harus dipertimbangkan ketika memilih bahan untuk proses
stream panas. 316L tipe yang harus dihindari untuk aplikasi yang melibatkan klorida
dan suhu 150oF dan lebih tinggi. 2205 duplex stainless steel tahan SCC (Stress
Corrosion Cracking) dalam larutan garam sederhana sampai dengan suhu minimal 250
F (Fritz, 2011).
Perbandingan properti mekanik antara stainless steel duplex 2205 dengan austenit
316L:

Gambar 2.4 Perbandingan Properti Mekanik antara Stainless dengan Austenit

2.3 Contoh Korosi

Perbandingan logam yang Belum Terkorosi (kanan)

Dengan yang Telah Terkorosi (kiri)

Gambar 2.5 Perbandingan logam yang terkorosi dan belum terkorosi.


Bangkai Kapal di Dasar Laut yang Telah Terkorosi oleh Kandungan Garam yang
Tinggi

Gambar 2.6 Bangkai kapal yang terkorosi

Pengotor yang Mempercepat Korosi pada permukaan logam.

Gambar 2.7 Zat pengotor yang menyebabkan korosi pada permukaan logam.

Knalpot Kendaraan Bermotor yang Mudah Terkorosi Akibat TemperaturTinggi

Gambar 2.8 Knalpot motor yang terkorosi.


2.4 Penyebab Terjadinya Korosi

1. Kontak langsung logam dengan H2O dan O2

Korosi pada permukaan logam merupakan proses yang mengandung reaksi redoks.
Reaksi yang terjadi ini merupakan sel Volta mini. sebagai contoh, korosi besi terjadi
apabila ada oksigen (O2) dan air (H2O). Logam besi tidaklah murni, melainkan
mengandung campuran karbon yang menyebar secara tidak merata dalam logam
tersebut. Hal tersebut menimbulkan perbedaan potensial listrik antara atom logam
dengan atom karbon (C). Atom logam besi (Fe) bertindak sebagai anode dan atom C
sebagai katode. Oksigen dari udara yang larut dalam air akan tereduksi, sedangkan air
sendiri berfungsi sebagai media tempat berlangsungnya reaksi redoks pada peristiwa
korosi. Jika jumlah O2 dan H2O yang mengalami kontak dengan permukaan logam
semakin banyak, maka semakin cepat berlangsungnya korosi pada permukaan logam
tersebut.

2. Keberadaan Zat Pengotor

Zat Pengotor di permukaan logam dapat menyebabkan terjadinya reaksi reduksi


tambahan sehingga lebih banyak atom logam yang teroksidasi. Sebagai contoh,
adanya tumpukan debu karbon dari hasil pembakaran BBM pada permukaan logam
mampu mempercepat reaksi reduksi gas oksigen pada permukaan logam yang
mengakibatkan proses korosi semakin cepat pula.

3. Kontak dengan Elektrolit

Keberadaan elektrolit, seperti garam dalam air laut dapat mempercepat laju korosi
dengan menambah terjadinya reaksi tambahan. Konsentrasi elektrolit yang besar
dapat meningkatkan laju aliran elektron sehingga laju korosi meningkat.

4. Temperatur

Temperatur mempengaruhi kecepatan reaksi redoks pada peristiwa korosi. Secara


umum, semakin tinggi temperatur maka semakin cepat terjadinya korosi. Hal ini
disebabkan dengan meningkatnya temperatur maka meningkat pula energi kinetik
partikel sehingga kemungkinan terjadinya tumbukan efektif pada reaksi redoks
semakin besar dan laju korosi pada logam semakin meningkat. Efek korosi yang
disebabkan oleh pengaruh temperatur dapat dilihat pada perkakas-perkakas atau
mesin-mesin yang dalam pemakaiannya menimbulkan panas akibat gesekan (seperti
cutting tools ) atau dikenai panas secara langsung (seperti mesin kendaraan bermotor).

5. pH

Peristiwa korosi pada kondisi asam, yakni pada kondisi pH < 7 semakin besar, karena
adanya reaksi reduksi tambahan yang berlangsung pada katode yaitu:

2H+(aq) + 2e- → H2
Adanya reaksi reduksi tambahan pada katode menyebabkan lebih banyak atom logam
yang teroksidasi sehingga laju korosi pada permukaan logam semakin besar.

6. Metalurgi

Permukaan logam

Permukaan logam yang lebih kasar akan menimbulkan beda potensial dan memiliki
kecenderungan untuk menjadi anode yang terkorosi.

Efek Galvanic Coupling

Kemurnian logam yang rendah mengindikasikan banyaknya atom-atom unsur lain


yang terdapat pada logam tersebut sehingga memicu terjadinya efek Galvanic
Coupling , yakni timbulnya perbedaan potensial pada permukaan logam akibat
perbedaan E° antara atom-atom unsur logam yang berbeda dan terdapat pada
permukaan logam dengan kemurnian rendah. Efek ini memicu korosi pada permukaan
logam melalui peningkatan reaksi oksidasi pada daerah anode.

7. Mikroba

Adanya koloni mikroba pada permukaan logam dapat menyebabkan peningkatan


korosi pada logam. Hal ini disebabkan karena mikroba tersebut mampu mendegradasi
logam melalui reaksi redoks untuk memperoleh energi bagi keberlangsungan
hidupnya. Mikroba yang mampu menyebabkan korosi, antara lain: protozoa, bakteri
besi mangan oksida, bakteri reduksi sulfat, dan bakteri oksidasi sulfur-sulfida.
Thiobacillus thiooxidans Thiobacillus ferroxidans.

2.5 Pencegahan Korosi

Berdasarkan proses terjadinya korosi, maka ada 2 cara yang dapat dilakukan untuk
mencegah korosi, yaitu perlindungan mekanis dan perlindungan elektrokimia.

1. Perlindungan Mekanis

Gambar 3.1 Perlindungan Mekanis.

Perlindungan mekanis ialah mencegah agar permukaan logam tidak bersentuhan


langsung dengan udara. Untuk jangka waktu yang pendek, cara ini dapat dilakukan
dengan mengoleskan lemak pada permukaan logam. Untuk jangka waktu yang agak
lama, dapat dilakukan dengan pengecatan. Salah satu cat pelindung yang baik ialah
meni (Pb3O4) karena selain melindungi secara mekanis juga memberi perlindungan
elektrokimia. Selain pengecatan, perlindungan mekanis dapat pula dilakukan dengan
logam lain, yaitu dengan cara penyepuhan.

Proses penyepuhan untuk perlindungan terhadap korosi harus diperhatikan harga E°


dari logam yang akan dilindungi dan logam pelindungnya. Logam yang baik sebagai
pelindung harus mempunyai E° lebih kecil dari E° logam yang dilindungi. Sebab bila
terjadi goresan pada logam yang dilapisi, maka logam pelindung akan menjadi anode
pada “sel volta mini” yang terjadi, sehingga logam yang dilindungi tidak akan
teroksidasi selama logam pelindung masih ada.

Untuk perlindungan agar barang-barang yang terbuat dari besi tidak cepat rusak, maka
besi (E° = –0,44 volt) lebih baik dilapis dengan seng (E° = –0,76 volt) daripada
dilapis dengan timah (E° = –0,14 volt).

1). Besi yang dilapisi seng

Apabila terjadi goresan atau di permukaan. Adanya uap air, gas CO2 di udara dan
partikel-partikel lain, terjadilah sel volta mini dengan Zn sebagai anodenya dan Fe
sebagai katodenya. Zn akan teroksidasi terlebih dahulu karena harga E°-nya lebih
kecil daripada Fe, sehingga korosi elektrolitik (reaksi elektrokimia yang mengoksidasi
logam) tidak terjadi.

Reaksi yang terjadi:

Anode (–): Zn(s) —> Zn2+(aq) + 2 e–

Katode (+): 2 H2O(l) + 2 e– —> H2(g) + 2 OH–(l)

2). Besi yang dilapisi timah

Apabila terjadi goresan atau lapisan mengelupas kedua logam akan muncul di
permukaan. Adanya uap air, gas CO2 di udara dan partikel-partikel lain terjadilah sel
volta mini. Di sini Fe akan bertindak sebagai anode karena E0 Fe lebih kecil daripada
E° Sn, hingga Fe akan teroksidasi lebih dulu. Di sini akan terjadi proses korosi
elektrolitik. Oleh karena itu, pelat besi yang dilapisi timah akan cepat
berlubang-lubang daripada besi Galvani. Hanya dari segi keindahan, besi yang
dilapisi dengan NiCr dan Sn tampak lebih bagus daripada besi yang dilapisi Zn.

Reaksi yang terjadi:

Anode (–) : Fe(s) —> Fe2+(aq) + 2 e–

Katode (+) : 2 H2O(l) + 2 e– —> H2(g) + 2 OH–(l)

2. Perlindungan Elektrokimia
Gambar 3.2 Perlindungan Elektrokimia.

Perlindungan elektrokimia ialah mencegah terjadinya korosi elektrolistik (reaksi


elektrokimia yang mengoksidasi logam).Perlindungan elektrokimia ini juga disebut
perlindungan katode (proteksi katodik) atau pengorbanan anode (anodaising). Cara ini
dilakukan dengan menghubungkan logam pelindung, yaitu logam yang lebih tidak
mulia (E°-nya lebih kecil). Logam pelindung ini ditanam di dalam tanah atau air dekat
logam yang akan dilindungi. Di sini akan terbentuk “sel volta raksasa” dengan logam
pelindung bertindak sebagai anode.

Contoh-contoh proteksi katodik

1). Untuk mencegah korosi pada pipa di dalam tanah, di dekatnya ditanam logam
yang lebih aktif, misalnya Mg,

yang dihubungkan dengan kawat. Batang magnesium akan mengalami oksidasi dan
Mg yang rusak dapat

diganti dalam jangka waktu tertentu, sehingga pipa yang terbuat dari besi terlindung
dari korosi.

2). Untuk melindungi menara-menara raksasa dari pengkaratan, maka bagian kaki
menara dihubungkan dengan lempeng magnesium yang ditanam dalam tanah. Dengan
demikian menara besi akan menjadi katode magnesium dan lempeng Mg sebagai
anodenya.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara suatu
logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa
yang tidak dikehendaki. Dalam bahasa sehari-hari, korosi disebut perkaratan.

Contoh korosi terjadi pada bahan-bahan logam atau besi.

Penyebab terjadinya korosi ada beberapa hal, antara lain:

 Kontak Langsung logam dengan H2O dan O2


 Keberadaan Zat Pengotor
 Kontak dengan Elektrolit
 Temperatur
 pH
 Metalurgi
 Mikroba

Berdasarkan proses terjadinya korosi, maka ada 2 cara yang dapat dilakukan untuk
mencegah korosi, yaitu perlindungan mekanis dan perlindungan elektrokimia.

Pencegahan korosi didasarkan pada dua prinsip, yaitu: Mencegah kontak dengan
oksigen dan/atau air dan Perlindungan katoda (pengorbanan anoda).
DAFTAR PUSTAKA

Sweet Chemical.(06 Mei 2012).Makalah Korosi.Diakses pada 15 Februari 2018, dari


http://fasdilahali.blogspot.com/2012/05/peptida-dan-ikatan-peptida.html

Wikipedia.(13 Januari 2017).Korosi.Diakses pada 15 Februari 2018, dari


https://id.wikipedia.org/wiki/Korosi

Anak Kimia,(05 Mei 2011).Makalah Material dan Korosi.Diakses pada 15 Februari


2018,dari http://heriut.blogspot.co.id/2011/05/makalah-korosi.html

Reni Kimia.(2011) Korosi.diakses pada 15 Februari 2018, dari


https://renideswantikimia.wordpress.com/kimia-kelas-xii-3/semester-i/2-reaksi-redoks
-dan-elektrokimia/5-korosi/

Anda mungkin juga menyukai