Anda di halaman 1dari 22

TUGAS PRAKTIKUM KKPMT 5

TUMOR JINAK PADA

USUS BUNTU

oleh

Try Ganjar Wati


NIM G41160610
Golongan A

PROGRAM STUDI REKAM MEDIK


JURUSAN KESEHATAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2019

i
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1

1.2 Tujuan ........................................................................................ 2

BAB 2. PEMBAHASAN ................................................................................ 3

BAB 3. PENUTUP.......................................................................................... 14

3.1 Kesimpulan ............................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 15

ii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Digesti (pencernaan) adalah proses pemecahan zat-zat makanan sehingga


dapat diabsorpsi oleh saluran pencernaan. Proses digesti meliputi: (1)
pengambilan makanan (prehensi), (2) memamah (mastikasi), (3) penelanan
(deglutisi), (4) pencernaan (digesti), dan (5) pengeluaran sisa-sisa pencernaan
(egesti). Berdasarkan proses pencernaannya dapat dibedakan menjadi digesti
makanan secara mekanis, enzimatis, dan mikrobiotis. Hasil akhir proses
pencernaan adalah terbentuknya molekul-molekul atau partikel-partikel makanan
yakni: glukosa, asam lemak, dan asam amino yang siap diserap (absorpsi) oleh
mukosa saluran pencernaan. Selanjutnya, partikel-partikel makanan tersebut
dibawa melalui sistem sirkulasi (tranportasi) untuk diedarkan dan digunakan oleh
sel-sel tubuh sebagai bahan untuk proses metabolisme (assimilasi) sebagai sumber
tenaga (energi), zat pembangun (struktural), dan molekul-molekul fungsional
(hormon, enzim) dan keperluan tubuh lainnya. Sistem Pencernaan tersusun atas
mulut, faring, laring, esophagus, Gastrium(Lambung), Intestinum tenue (usus
halus), Intestinum crassum (usus besar), Rektum, Anus.

Salah satu sistem pencernaan pada manusia adalah usus. Usus terdiri dari
usus besar dan usus halus. Usus halus merupakan bagian terpanjang dari traktus
gastrointestinalis dan terbentang dari ostium pyloricum gaster sampai plica
ileocaecale. Struktur berupa tabung ini panjangnya sekitar 6-7 meter dengan
diameter yang menyempit dari permulaan sampai ujung akhir, yang terdiri dari
duodenum, jejunum dan ileum sedangkan Usus besar merupakan tabung
muscular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang
dari sekum sampai kanalisani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar
daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat
anus diameternya semakin kecil. Pada usus halus dan usus besar terdiri dari
bagian- bagian yaitu Kolon, Kolon transversum, Kolon ascenden, Kolon
Descenden, Ileum, Sekum, Appendiks, Rektum, Anus.

1
2

Appendix vermiformis atau yang sering disebut apendiks merupakan


organ sempit, berbentuk tabung yang mempunyai otot dan mengandung banyak
jaringan limfoid. Panjang apendiks bervariasi dari 3–4 inci (8–13 cm). Apendiks
menghasilkan lendir sebanyak 1-2ml per hari, yang dikeluarkan ke dalam lumen
dan mengalir ke sekum. Imunoglobulin yang dihasilkan oleh GALT (Gut
Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk
apendiks ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap
infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem
imun tubuh karena jumlah jaringan limfoid disini kecil sekali jika dibandingkan
dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh (Sjamsuhidajat & de
Jong, 2007). Salah satu penyakit pada apendiks adalah apendisitis. Apendisitis
adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab nyeri akut
abdomen yang paling sering. Gejala tumor jinak pada appendistis seperti
pendarahan dubur, perubahan kebiasaan buang air besar (frekuensi buang air
besar, sembelit, inkontensia, urgensi untuk buang air besar) atau sakit perut .

1.2 Tujuan

1. Mengidentifikasi anatomi Appendisitis

2. Mengidentifikasi Manifestasi Tumor Jinak pada Usus Buntu

3. Mengidentifikasi Gejala Tumor Jinak pada Usus Buntu

4. Mengidentifikasi Epidemiologi Tumor Jinak pada Usus Buntu

5. Mengidentifikasi Diagnosis Tumor Jinak pada Usus Buntu

6. Mengidentifikasi Pengobatan Tumor Jinak pada Usus Buntu

7. Mengidentifikasi Gambaran klinis Tumor Jinak pada Usus Buntu

8. Mengidentifikasi Evaluasi Tumor Jinak pada Usus Buntu

9. Mengidentifikasi Clinical, patologis, dan Imaging Fitur appendix Tumor


BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Appendisitis

Apendisitis merupakan radang pada apendiks vermiformis yang


merupakan proyeksi dari apeks sekum. Apendisitis merupakan suatu emergensi
bedah abdomen yang umum terjadi dan mengenai tujuh sampai dua belas persen
dari populasi. Kelompok usia yang umumnya mengalami apendisitis yaitu pada
usia antara 20 dan 30 tahun, namun penyakit ini juga dapat terjadi pada segala
usia. Apendisitis merupakan penyakit urutan keempat terbanyak di Indonesia pada
tahun 2006. Jumlah pasien rawat inap karena penyakit apendiks pada tahun
tersebut mencapai 28.949 pasien, berada di urutan keempat setelah dispepsia
(34.029 pasien rawat inap),gastritis dan duodenitis (33.035 pasien rawat inap), dan
penyakit sistem cerna lainnya (31.450 pasien rawat inap). Pada rawat jalan, kasus
penyakit apendiks menduduki urutan kelima (34.386 pasien rawat jalan), setelah
penyakit sistem cerna lain (434.917 pasien rawat jalan), dispepsia (136.296 pasien
rawat jalan), gastritis dan duodenitis (127.918 pasien rawat jalan), serta karies gigi
(86.006 pasien rawat jalan). Satu orang dari 15 orang pernah menderita apendisitis
dalam hidupnya. Insidens tertingginya terdapat pada laki-laki usia 10-14 tahun,
dan wanita yang berusia 15-19. Laki-laki lebih banyak menderita apendisitis
daripada wanita pada usia pubertas dan pada usia 25 tahun. Apendisitis ini jarang
terjadi pada bayi dan anak-anak dibawah 2 tahun.

2.1.2 Anatomi Apendiks Vermiformis

Apendiks vermiformis atau yang sering disebut sebagai apendiks saja,


pada manusia merupakan struktur tubular yang rudimenter dan tanpa fungsi yang
jelas. Apendiks berkembang dari posteromedial sekum dengan panjang bervariasi
dengan rata-rata antara 6-10 cm dan diameter sekitar 0,5-0,8 cm. Posisi apendiks

3
dalam rongga abdomen juga bervariasi, tersering berada posterior dari sekum atau
kolon asendens. Hampir seluruh permukaan apendiks dikelilingi oleh peritoneum,

4
4

dan mesoapendiks (mesenter dari apendiks) yang merupakan lipatan


peritoneum berjalan kontinyu disepanjang apendiks dan berakhir di ujung
apendiks.

Vaskularisasi dari apendiks berjalan sepanjang mesoapendiks kecuali di


ujung dari apendiks dimana tidak terdapat mesoapendiks. Arteri apendikular,
derivat cabang inferior dari arteri iliocoli yang merupakan cabang trunkus
mesenterik superior. Selain arteri apendikular yang memperdarahi hampir seluruh
apendiks, juga terdapat kontribusi dari arteri asesorius. Untuk aliran balik, vena
apendiseal cabang dari vena ileocoli berjalan ke vena mesenterik superior dan
kemudian masuk ke sirkulasi portal. Drainase limfatik berjalan ke nodus limfe
regional seperti nodus limfatik ileocoli. Persarafan apendiks merupakan cabang
dari nervus vagus dan pleksus mesenterik superior (simpatis).

Secara umum, permukaan eksternal apendiks tampak halus dan berwarna


merah kecoklatan hingga kelabu. Permukaan dalam atau mukosa secara umum
sama seperti mukosa kolon, berwarna kuning muda dengan gambaran nodular,
dan komponen limfoid yang prominen. Komponen folikel limfoid ini
mengakibatkan lumen dari apendiks seringkali berbentuk irregular (stelata) pada
potongan melintang dengan diameter 1-3 cm.

2.1.3 Etiologi Appendistis

Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses


radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya
Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang
menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit
ini, namun ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks,
diantaranya :

a. Faktor sumbatan (obstruksi)


Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis
(90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh
5

hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal,


4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan
oleh parasit dan cacing. Obstruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat
ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya ; fekalith
ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada
kasus apendisitis akut gangrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus
apendisitis akut dengan ruptur.

b. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada
apendisitis akut. Adanya fekalith dalam lumen apendiks yang telah
terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi
peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur
didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes
fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas,
Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi
adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.
c. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter
dari organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak
baik dan letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga
dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama
dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolith dan
mengakibatkan obstruksi lumen.
d. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan
sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat
mempunyai resiko lebih tinggi dari negara yang pola makannya
banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit
putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat.
Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini
6

beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang


lebih tinggi.

2.1.4 Patogenesis Apendisitis Akut

Pada stadium awal apendisitis, terjadi peradangan di mukosa apendiks.


Peradangan ini secara cepat meluas melaluli submukosa menembus tunika
muskularis dan tunika serosa..Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan
mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran
mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus
makin bertambah banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di dalam
lumen. Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga hal
tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga
mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah
epigastrium di sekitar umbilikus.

Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus


meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang
timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga
menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu, akan terjadi trombosis pada arteri
yang menyuplai apendiks maka akan terjadi infark dinding apendiks yang disusul
dengan terjadinya gangren. Hal ini biasa muncul pada bagian distal dan apendiks
mulai menjadi hancur atau pecah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami gangren ini pecah, itu
berarti apendisitis berada dalam keadaan perforasi.
7

Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi proses


peradangan ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan omentum, dan
usus halus, sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal
dengan istilah infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan
berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Namun, jika tidak terbentuk abses,
apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. Pada anak-anak, dengan omentum
yang lebih pendek, apendiks yang lebih panjang, dan dinding apendiks yang lebih
tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang, memudahkan terjadinya
perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena adanya
gangguan pembuluh darah.

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna,


tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya
perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali
menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat
mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.

2.1.5 Diagnosis Appendisitis Akut

Anamnesis dan pemeriksaan fisik harus diarahkan untuk mendiagnosis


apendisitis dan mengeksklusi diagnosis alternatif seperti gastroenteritis viral,
konstipasi, infeksi saluran kemih, sindrom hemolitik-uremik, Henoch-Schőnlein
purpura, adenitis mesenterik, osteomielitis pelvik, abses psoas, dan penyakit tubo-
ovarian ( kehamilan ektopik, kista ovarium, pelvic inflammatory disease, ovarian
torsion. Pemeriksaan fisik harus dimulai dengan inspeksi yang meliputi ekspresi
pasien dan keadaan abdomen. Palpasi terutama pada titik McBurney yaitu titik
pada dinding perut kuadran kanan bawah yang terletak pada 1/3 lateral dari garis
yang menghubungkan spina iliaka anterior superior (SIAS) dengan umbilicus.
Nyeri tekan dan nyeri lepas disertai rigiditas pada daerah McBurney ini sensitif
untuk suatu apendisitis akut. Pada auskultasi, bising usus normal atau meningkat
pada awal apendisitis, dan bising melemah (hipoaktif) jika terjadi perforasi.
Pemeriksaan rektal juga dapat dilakukan jika diagnosis meragukan, khususnya
8

untuk anak berusia dibawah 4 tahun dan remaja wanita.11 Suhu tubuh biasanya
normal atau sedikit meningkat [37,2-38oC (99-100,5oF)], bila suhu tubuh diatas
38,3oC(101oF) perlu dicurigai telah terjadi perforasi. Takikardi biasanya sebagai
penyerta kenaikan suhu tubuh.

Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang dicurigai apendisitis biasanya


meliputi hitung jumlah dan jenis sel darah lengkap dan urinalisis. Peran utama
pemeriksaan laboratorium ini adalah untuk mengeksklusi diagnosis alternatif
seperti infeksi saluran kemih, sindrom hemolitik-uremik, Henoch-Schőnlein
purpura. Leukositosis moderat biasanya sering terjadi pada pasien (75%) dengan
apendisitis dengan jumlah leukosit berkisar antara 10.000-18.000 sel/mL dengan
pergeseran ke kiri dan didominasi oleh sel polimorfonuklear. Sekalipun demikian,
tidak adanya leukositosis tidak menutup kemungkinan terhadap apendisitis akut.
Pada urinalisis terdapat peningkatan berat jenis urin, terkadang ditemukan
hematuria, piuria, dan albuminuria. Obat-obatan seperti antibiotik dan steroid
dapat mempengaruhi hasil laboratorium.

Pemeriksaan radiologi yang dapat membantu mengevaluasi pasien dengan


kecurigaan apendisitis meliputi foto polos abdomen dan toraks, ultrasonografi
(USG), CT, dan barium enema (jarang). Gambaran radiologik foto polos
abdomen dapat berupa bayangan apendikolit (radioopak), distensi atau obstruksi
usus halus, deformitas sekum, adanya udara bebas, dan efek massa jaringan lunak.
Pemeriksaan USG menunjukkan adanya edema apendiks yang disebabkan oleh
reaksi peradangan. Dengan barium enema terdapat non-filling appendix, efek
massa di kuadran kanan bawah abdomen, apendiks tampak tidak bergerak,
pengisian apendiks tidak rata atau tertekuk dan adanya retensi barium setelah 24-
48 jam. CT untuk mendeteksi abses periapendiks.

2.2.5 Penatalaksanaan

Apendektomi langsung dilakukan ketika diagnosis apendisitis ditegakkan.


Antibiotik biasanya diberikan juga segera setelah diagnosis tegak. Apendektomi
harus dilengkapi dengan pemberian antibiotik IV. Pilih antibiotik yang baik untuk
9

bakteri gram negatif anaerob dan enterobakter, yang banyak digunakan adalah
sefalosporin generasi ketiga. Pemberian antibiotik terutama pada apendisitis
perforasi dan diteruskan hingga suhu tubuh dan hitung jenisnya sudah kembali
normal. Pemberian antibiotik ini dapat menurunkan angka kematian. Ada pasien
yang inflamasi dan infeksinya ringan dan terlokalisasi pada daerah yang kecil.
Tubuhnya dapat menyelesaikan inflamasi tersebut. Pasien seperti ini tidak terlalu
sakit dan mengalami kemajuan setelah beberapa hari observasi. Apendisitis ini
disebut apendisitis terbatas dan dapat ditata laksana dengan antibiotik saja.
Apendiks dapat diangkat segera atau beberapa saat setelahnya. Jika tata laksana
terlambat dan rupture telah terjadi untuk beberapa hari bahkan beberapa minggu,
abses biasanya telah terbentuk dan perforasi dapat sudah menutup. Jika abses
kecil, dapat ditatalaksana dengan antibiotik, tetapi biasanya abses memerlukan
drainase. Tabung kecil dari plastic atau karet dimasukkan lewat kulit ke dalam
abses dengan bantuan ultrasound atau CT yang menunjukkan lokasi abses.
Tabung tersebut mengalirkan pus ke luar tubuh. Apendiks dapat diangkat
beberapa minggu atau bulan setelah abses dikeluarkan. Ini disebut interval
apendektomi dan dilakukan untuk mencegah serangan apendisitis berikutnya.

Insisi sepanjang 2-3 inci dibuat pada kulit dan lapisan dinding perut diatas
area apendiks yaitu pada kuadran kanan bawah abdomen. Setelah insisi dibuat ahli
bedah akan melihat daerah sekitar apendiks, apakah ada masalah lain selain
apendisitis, jika tidak ada, apendiks akan diangkat. Pengangkatan apendiks
dilakukan dengan melepaskan apendiks dari perlekatannya dengan mesenterium
abdomen dan kolon, menggunting apendiks dari kolon, dan menjahit lubang pada
kolon tempat apendiks sebelumnya. Jika ada abses, pus akan didrainase. Insisi
tersebut lalu dijahit dan ditutup.

Teknik terbaru dengan laparoskopi. Laparoskopi adalah prosedur


pembedahan dengan fiberoptik yang dimasukkan ke dalam abdomen melalui
insisi kecil yang dibuat pada dinding abdomen. Dengan laparoskopi kita bisa
melihat langsung apendiks, organ abdomen dan pelvis yang lain. Jika apendisitis
ditemukan, apendiks dapat langsung diangkat melalui insisi kecil tersebut.
10

Laparoskopi dilakukan dengan anestesi general. Keuntungannya setelah operasi,


nyerinya akan lebih sedikit karena insisinya lebih kecil serta pasien bisa kembali
beraktivitas lebih cepat. Keuntungan lain adalah dengan laparoskopi ini ahli bedah
dapat melihat abdomen terlebih dahulu jika diagnosis apendisitis diragukan.
Sebagai contoh, pada wanita yang menstruasi dengan rupture kista ovarium yang
gejalanya mirip apendisitis. Jika apendiks tidak ruptur, pasien dapat pulang dalam
1-2 hari, jika terdapat perforasi, ia dapat tinggal selama 4-7 hari, terutama jika
terjadi peritonitis. Antibiotik intravena dapat diberikan untuk mengobati infeksi
dan membantu penyembuhan abses. Jika saat pembedahan, dokter menemukan
apendiks yang terlihat normal, dan tidak ada penyebab lain dari masalah pasien,
lebih baik mengangkat apendiks yang terlihat normal tersebut daripada
melewatkan apendisitis yang awal atau kasus apendisitis yang ringan.

2.2 Tumor Jinak pada Usus Buntu

2.2.1 Definisi Tumor Jinak

Neoplasma appendix adalah tumor jarang dari saluran pencernaan yang


dapat bermanifestasi dengan gejala usus buntu, nyeri kuadran kanan bawah, atau
teraba massa, yang mengarah ke pencitraan atau intervensi bedah. Mayoritas
massa appendix terdiri dari neoplasma epitel primer dan tumor neuroendokrin
(jaring). jenis-yang epitel neoplasma-mucinous dan nonmucinous lebih sering
terdeteksi pada pencitraan dari jaring karena ukuran mereka lebih besar dan
kecenderungan untuk menyebar peritoneal dan penyakit metastasis.

Neoplasma primer dan sekunder dari usus buntu adalah tumor langka
ditemukan pada sekitar 1% dari spesimen usus buntu. Studi epidemiologi telah
menunjukkan peningkatan kejadian dan penurunan usia saat diagnosis tumor
appendix, mungkin karena deteksi yang lebih baik melalui pencitraan noninvasif
dan kolonoskopi. Tumor apendiks yang paling umum adalah neoplasma epitel dan
tumor neuroendokrin (jaring). tumor lainnya jarang ditemui dan termasuk
11

limfoma, metastasis, neuroektodermal dan tumor selubung saraf, tumor


mesenchymal, dan sarkoma Kaposi.

2.2.2 Manifestasi

Manifestasi awal yang paling sering tumor appendix adalah apendisitis


akut, terlihat pada 30% -50% dari pasien dan lebih umum di jaring dar ipada di
neoplasma epitel (1,3,4).

2.2.3 Gejala

Gejala kurang sering termasuk sakit perut, massa teraba, obstruksi


gastrointestinal atau genitourinari, perdarahan gastrointestinal, dan distensi
abdomen sekunder untuk pseudomyxoma peritonei (PMP), Pendarahan dubur,
Perubahan kebiasaan buang air besar (frekuensi buang air besar, sembelit,
inkontinensia, urgensi untuk buang air besar) dan Sakit perut.

2.2.4 Epidemiologi

Carcinoids untuk 50-77% dari semua neoplasma appendix {1252, 1131}.


tingkat kejadian mereka adalah 0.075 kasus baru per 100.000 penduduk per tahun
dan tampaknya telah menurun dalam jangka waktu 1950-1991 {1251}. Sekitar
19% dari semua carcinoids terletak di lampiran. Umur dan distribusi seks Usia
rata-rata pada presentasi adalah 32-43 tahun (kisaran, 6 sampai 80 tahun) {1251,
1252, 1607}. carcinoids Tubular terjadi pada usia secara signifikan lebih muda
dari carcinoids goblet cell (rata-rata, 29 vs 53 tahun) {209}. carcinoids appendix
lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria {1251}. Hal ini dapat
mencerminkan jumlah yang lebih besar dari appendicectomies insidental
dilakukan pada wanita {1252} tapi dalam database SIER, frekuensi tumor
12

appendix non-karsinoid adalah serupa di antara laki-laki dan perempuan,


menunjukkan bahwa tingkat yang lebih tinggi dari carcinoids appendix pada
wanita mungkin bukan karena semata-mata untuk tingkat yang lebih tinggi dari
apendisektomi {1251}. Selanjutnya, prevalensi anak perempuan di antara anak-
anak dengan carcinoids appendix tidak dapat dijelaskan oleh perbedaan tingkat
apendise.

2.2.5 Diagnosis

Diagnosis tumor jinak apendiks memerlukan yang berikut ini: Riwayat


medis lengkap dan pemeriksaan fisik. Dokter bedah Anda mungkin akan
memerlukan endoskopi, yang banyak termasuk anoskopi, sigmoidoskopi atau
kolonoskopi, tergantung pada segmen usus mana yang akan dievaluasi. Selama
endoskopi, dokter Anda dapat mengambil sepotong kecil jaringan dari tumor,
yang disebut biopsi. Di laboratorium, ahli patologi akan memeriksa jaringan di
bawah mikroskop dan mencari kemungkinan tanda-tanda keganasan (kanker).
Dokter Anda juga dapat memesan studi pencitraan berikut untuk menentukan
ukuran dan lokasi tumor:

1. Studi kontras sinar-X pada perut, usus kecil, dan / atau usus besar

2. Ultrasonografi rectum.

3. MRI memindai perut dan / atau panggul

4. CT scan perut dan / atau panggul

2.2.6 Pengobatan

Operasi lokal untuk mengangkat tumor. Lihat daftar Prosedur & Teknik
Bedah, seperti Endoscopic surgery, Minimally invasive surgery (laparoscopic
surgery), and Open abdominal surgery.

2.2.7 Gambaran Klinik


13

Mayoritas tumor appendix ditemukan secara kebetulan di spesimen


apendisektomi; mayoritas ini tidak menunjukkan gejala dan terletak di ujung
distal dari usus buntu. Dalam sejumlah kecil kasus, carcinoids melibatkan bagian
yang tersisa usus buntu dapat menghambat lumen dan menghasilkan usus buntu

2.2.8 Evaluasi

CT dengan atau tanpa bahan kontras intravena dan oral digunakan di


banyak lembaga sebagai modalitas pencitraan awal untuk evaluasi kuadran kanan
bawah atau difus sakit perut, yang dapat menyebabkan deteksi tumor appendix
(3). Menggunakan kriteria diagnostik dilatasi diameter appendix lebih dari 15 mm
atau morfologi perubahan dilatasi kistik appendix atau massa jaringan lunak,
sensitivitas CT untuk mendeteksi tumor apendiks adalah 95% pada pasien dengan
gejala usus buntu (10). Penggunaan alat bantu bahan kontras oral dan intravena
dalam identifikasi dan pementasan tumor appendix dengan menggambarkan usus,
tumor primer, dan deposit metastasis.

2.2.9 Clinical, patologis, dan Imaging Fitur appendix Tumor

Puncak insiden pada Wanita dekade ke-5 terkena lebih sering daripada
laki-laki. Nyeri perut yang paling umum Manifestasi klinis Juga dapat terdeteksi
secara kebetulan. Terbatas mukosa di bawahnya muskularis mukosa utuh Tidak
ada mucin ekstra-appendix. Lampiran mungkin muncul normal atau menjadi
melebar oleh mucin, usus buntu sederhana.
BAB 3. PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Neoplasma
appendix adalah tumor jarang dari saluran pencernaan yang dapat bermanifestasi
dengan gejala usus buntu, nyeri kuadran kanan bawah, atau teraba massa, yang
mengarah ke pencitraan atau intervensi bedah. Mayoritas massa appendix terdiri
dari neoplasma epitel primer dan tumor neuroendokrin (jaring). jenis-yang epitel
neoplasma-mucinous dan nonmucinous lebih sering terdeteksi pada pencitraan
dari jaring karena ukuran mereka lebih besar dan kecenderungan untuk menyebar
peritoneal dan penyakit metastasis.
Manifestasi awal yang paling sering tumor appendix adalah apendisitis akut,
terlihat pada 30% -50% dari pasien dan lebih umum di jaring daripada di
neoplasma epitel (1,3,4).
Carcinoids untuk 50-77% dari semua neoplasma appendix {1252, 1131}. tingkat
kejadian mereka adalah 0.075 kasus baru per 100.000 penduduk per tahun dan
tampaknya telah menurun dalam jangka waktu 1950-1991 {1251}. Sekitar 19%
dari semua carcinoids terletak di lampiran.
Gejala kurang sering termasuk sakit perut, massa teraba, obstruksi
gastrointestinal atau genitourinari, perdarahan gastrointestinal, dan distensi
abdomen sekunder untuk pseudomyxoma peritonei (PMP), Pendarahan dubur,
Perubahan kebiasaan buang air besar (frekuensi buang air besar, sembelit,
inkontinensia, urgensi untukbuang air besar) dan Sakit perut.
Diagnosis tumor jinak apendiks memerlukan yang berikut ini: Riwayat medis
lengkap dan pemeriksaan fisik.
Mayoritas tumor appendix ditemukan secara kebetulan di spesimen
apendisektomi; mayoritas ini tidak menunjukkan gejala dan terletak di ujung
distal dari usus buntu. Dalam sejumlah kecil kasus, carcinoids melibatkan bagian
yang tersisa usus buntu dapat menghambat lumen dan menghasilkan usus buntu.

14
15

DAFTAR PUSTAKA

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/34591/Chapter%20II.pdf;jsessi

onid=F3C1B989A6363D9DEE00B76927E76E16?sequence=3 [8 maret 2019]

http://eprints.undip.ac.id/62946/3/BAB_2.pdf [8 maret 2019]

https://pubs.rsna.org/doi/pdf/10.1148/rg.2017160150 [8 maret 2019]

https://www.iarc.fr/wp-content/uploads/2018/07/bb2-chap5.pdf [9 maret 2019]

https://www.medstarwashington.org/our-services/surgery/conditions/colon-and-

rectal-conditions/benign-tumors-of-the-colon-and-rectum/ [9 maret 2019]


16
17

Anda mungkin juga menyukai