A. LATAR BELAKANG
Masalah pengungsi dan perpindahan penduduk di dalam negeri merupakan persoalan yang paling sulit
dihadapi masyarakat dunia saat ini. Banyak diskusi tengah dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) yang terus berusaha mencari cara-cara lebih efektif untuk melindungi dan membantu kelompok
yang sangat rentan ini1 Masalah pengungsi adalah persoalan klasik yang sering timbul dalam sejarah
peradaban umat manusia. Terdapat berbagai penyebab yang membuat orang-orang mengungsi. Hal-hal
tersebut bisa disebabkan karena adanya rasa takut yang mengancam keselamatan mereka.
Pada awalnya perpindahan penduduk hanyalah sebuah persoalan domestik suatu negara tetapi seiring
dengan banyaknya negara yang menaruh perhatian terhadap persoalan ini sehingga kemudian menjadi
persoalan bersama. Pengungsi yang melintasi batas negara dan masuk dalam suatu wilayah yang memiliki
kedaulatan memang pantas mendapat perhatian sebab merupakan persoalan universal. Pengungsi yang
meninggalkan tempat asalnya disebabkan oleh berbagai macam faktor yang biasanya karena hal-hal yang
dapat membahayakan nyawa pengungsi tersebut apabila masih menetap wilayah asalnya seperti perang
atau penganiayaan. Mereka tidak mendapatkan perlindungan dari negaranya sendiri, bahkan sering kali
pemerintahnya sendiri yang mengancam akan menganiaya mereka. Hal tersebut sama dengan memberi
keputusan mati bagi mereka hidup sengsara di dalam bayangan kehidupan tanpa adanya sarana hidup dan
tanpa
1 Muhammad Chairul Kadar, Penanganan Pemerintah Indonesia Terhadap Pengungsi Ditinjau Dari Prinsip Non-refoulment,
Studi Kasus Rumah Detensi Imigrasi Makassar Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan (skripsi). Makassar: Bagian Hukum
Internasional Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. 2011, hlm. 1
adanya hak bagi mereka, jika negara lain tidak mau menerima mereka, dan tidak menolong mereka
setelah masuk ke negaranya.
Perlindungan terhadap pengungsi Internasional berangkat dari pemahaman mengenai hak asasi manusia
pada umumnya bahwa setiap manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama. Begitu pula dengan
hukum yang mengatur mengenai perlakuan terhadap pengungsi berangkat dari hukum Internasional
mengenai hak asasi manusia. Sehingga berbicara mengenai pengungsi tidak dapat dipisahkan dari
pembahasan mengenai hak asasi manusia.
Pasca Perang Dunia II, isu-isu mengenai hak asasi manusia menjadi sebuah pembahasan yang sangat
penting dalam dunia Internasional hingga sekarang ini, melihat banyaknya tragedi kemanusiaan yang
terjadi pada saat Perang Dunia II seperti tragedi Nanking, Auschwitz, Hiroshima, dan Nagasaki. Dampak
perang terhadap HAM juga terjadi pada saat Perang Dingin dengan banyaknya penduduk Vietnam yang
pada saat itu ramai -ramai mengungsi ke Pulau Galang di Indonesia.
Dewasa ini dampak perang terhadap HAM juga terjadi pada negara - negara di kawasan Timur Tengah
seperti Suriah, Afghanistan, Irak, dan Iran, yang dimana penduduk darinegara -negara tersebut mengungsi
ke negara tetangga dan bahkan mencari suaka ke negara lain seperti Australia. Contoh kasus di atas
menjelaskan bagaimana dampak perang dalam suatu negara yang mengabaikan aspek penting dalam
kehidupan yaitu HAM.
Hak dasar yang dimaksud yaitu hak atas rasa aman. Hak tersebut sudah tidak dapat mereka peroleh di
negaranya oleh karena itu para korban tersebut ingin mencari perlindungan di negara lain yang mereka
anggap aman dan dapat menampung mereka sebagai pengungsi untuk melanjutkan hidup mereka. Negara
yang dimaksud sebagai negara tujuan pada umumnya
2
UNHCR. 2007. Melindungi Pengungsi dan Peran UNHCR. Switzerland: Media Relation and Public UNHCR, hlm. 7
merupakan negara yang telah meratifikasi konvensi mengenai pengungsi seperti Australia. Untuk
mencapai negara tersebut mereka pada umumnya menggunakan jalur laut namun dengan tingkat
keamanan dan pengetahuan pelayaran yang minim serta perbekalan yang tidak mencukupi.
Pada dasarnya, setiap negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi orang-orang yang berada di
wilayahnya, baik warga negaranya maupun orang asing yang sedang berada di wilayah kedaulatannya,
termasuk bagi mereka yang mencari perlindungan dengan status pengungsi atau pencari suaka. Bentuk
perlindungan tersebut salah satunya adalah perlindungan hukum dimana negara tersebut berkewajiban
untuk memenuhi hak-hak hukum yang melekat pada subyek hukum individu tersebut.
Kewajiban negara asal yang tidak mampu lagi melindungi hak-hak dasar warga negaranya ataupun negara
lain yang menolak kedatangan pengungsi akan diambil alih oleh masyarakat internasional. Masyarakat
internasional melakukan upaya-upaya yang diperlukan guna menjamin dan memastikan bahwa hak-hak
dasar seseorang tetap dilindungi dan dihormati. Pada status perlindungan internasional tersebut, seseorang
yang dalam kapasitas sebagai pengungsi atau pencari suaka, wajib mendapat proteksi atas hak-hak
dasarnya sebagai manusia. Perlindungan hak asasi merupakan hak pokok dalam penanganan mereka. Hal
itu menjadi bagian dari kewajiban dari masyarakat internasional, pada sisi lain juga menjadi kewajiban
nasional suatu Negara.2Indonesia adalah salah satu negara yang belum menandatangani Konvensi
Pengungsi 1951 dan Protokol 1967 . Meskipun begitu, secara geografis letak Indonesia dinilai strategis
bagi para pengungsi dan pencari suaka. Indonesia merupakan Negara di Asia Tenggara yang terletak di
garis Khatulistiwa dan berada diantara benua Asia dan benua Australia. Mengingat letaknya
3
Yanuarda Yudo Persian. Pengaturan Dalam Hukum Internasional Mengenai Pemgungsi Akibat Perubahan Iklim yang Melintasi
Batas Internasional (Environmental Refugees). Hlm 10
2 Wagiman. 2012. Hukum Pengungsi Internasional, Jakarta : Sinar Grafika. Hlm .56.
yang berada di antara dua samudera dan dua benua, Indonesia disebut juga sebagai Nusantara
(KepulauanAntara). Indonesia adalah Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau 3.
Secara geografis letak Indonesia yang strategis menjadikan Indonesia harus menerima konsekuensi
sebagai wilayah yang terbuka dengan dunia luar khususnya yang berbatasan dengan negara terdekat.
Dampak tersebut berupa masuknya ribuan pencari suaka atau yang biasa disebut asylum seeker yang
ingin mendapatkan status pengungsi. Mereka masuk melalui beberapa perbatasan di wilayah Indonesia.
Menurut data dari United Nations High Commissioner for Refugees( selanjutnya disingkat UNHCR) pada
Januari 2012 misalnya,terdapat 3275 pencari suaka dan 1052 pengungsi . Keberadaan pengungsi dan
pencari suaka di Indonesia bukan lah merupakan hal yang baru. Keberadaan mereka telah ada sejak
puluhan tahun yang lalu. Pada era kepemimpinan Soeharto, Indonesia menjadi negara tujuan pencari
suaka dan pengungsi Vietnam pada tahun 1979 setelah Saigon (ibukota Vietnam Selatan) jatuh ke tangan
Vietnam Utara.4 Ratusan ribu orang meninggalkan wilayah ini untuk mencari perlindungan di Negara lain
baik dengan berbagai cara baik lewat menyusuri sungai,jalur udara, maupun melalui jalur laut. Indonesia
bukan Negara anggota Konvensi 1951 tentang pengungsi dan protocol 1967, serta belum ada peraturan
hukum nasional yang secara khusus mengatur tentang pencari suaka dan pengungsi di Indonesia.Sebagai
negara transit,Indonesia telah melaksanakan berbagai upaya dalam hal penanganan pengungsi yang lebih
baik, misalnya meratifikasi berbagai instrumen Hak Asasi manusia (selanjutnya disingkat HAM)
Internasional dan juga menghasilkan instrumen HAM nasional. Upaya-upaya tersebut tidak lain sebagai
komitmen Indonesia untuk menegakkan
7
Enny Suprapto, "Promotion of Refugees in Indonesia",Jurnal Hukum Internasional,Volume 2, Nomor 1, Oktober 2004.
Myanmar. Berdasarkan penelitian dari Tindaon (2012) pemerintah Myammar belum meratifikasi baik
Konvensi tentang Status Pengungsi tahun 1951 dan Protokol tahun 1967 maupun konvensi-konvensi yang
berkaitan dengan HAM seperti Universal Declaration of
11
Thailand Telah Deportasi 1300 Pengungsi Rohingya. SINDOnews.com
12
Septiana Tindaon,, Perlindungan Pengungsi Rohingya Dilihat Dari Hukum Nasional Dan Hukum Internasional(jurnal),
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Departemen Hukum Internasional, 2012
6 http//indiesblog.wordpress.com/2009/02/14/tentang-rohingya
Human Rights, International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR), International
Covenant on Civil dan Political Rights (ICCPR), Optional Protocol to the International Covenant on
Civil and Political Rights (16 Desember 1966), Rome Statute of the International Criminal Court (Statuta
Roma), Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide dan Convention Against
Torture and Other Cruel, in Human or Degrading Treatment or Punishment.
Pengungsi-pengungsi yang berada di Indonesia membutuhkan perlindungan. Perlindungan terhadap
pengungsi tidak hanya mengenai pemberian suaka, namun dalam bentuk lain yaitu perlindungan hukum
atas hak-hak mereka dan juga perlindungan terhadap kekerasan serta ancaman untuk dipulangkan ke
negara asal mereka. Belajar dari kasus Rohingnya tersebut, terdapat banyak persoalan yang dapat diambil
manfaatnya, mengingat sampai saat ini Indonesia belum menjadi pihak pada Konvensi Jenewa Tahun
1951 tentang Pengungsi dan Protokol 1967. Padahal dari hari kehari jumlah pengungsi yang masuk
keIndonesia semakin banyak yang mau
13
tidak mau akan menjadi beban dari Pemerintah Indonesia. Berdasarkan fakta-fakta dan opini-opini yang
ada diatas, penulis tertarik untuk membahas dan melakukan penelitian terkait masalah ini dengan judul "
Aspek Perlindungan Pengungsi Dilihat Dari Hukum Nasional dan Internasional (Kasus Pengungsi
Rohingnya di Kota Medan)"
13
Jawa Pos, "Puluhan Imigran Gelap Tertangkap Di Bajul Mati", Jawa Pos, 19 Juli 2012: 1 dan 15 (Di Jawa Timur misalnya
puluhan imigran gelap asal Timur Tengah dan Asia Selatan ditangkap di Pantai Bajul Mati, Malang Selatan. Mereka ini hendak
mencari suaka ke Australia. Sementara itu ada juga para pencari suaka ini ditangkap di Sukabumi Jawa Barat).
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis dapat merumuskan
masalahnya sebagai berikut :
1. Bagaimanakah aspek perlindungan terhadap pengungsi dilihat dari Hukum Nasional?
2. Bagaimanakah aspek perlindungan terhadap pengungsi dilihat dari Hukum Internasional?
3. Bagaimana dengan penerapan kedua hukum tersebut terhadap Kasus yang terjadi Indonesia (Studi
Kasus Pengungsi Rohingya di Kota Medan)
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui aspek perlindungan pengungsi dari segi Hukum Nasional
2. Untuk mengetahui aspek perlindungan pengungsi dari segi Hukum Internasional
3. Untuk mengetahui penerapam kedua hukum tersebut langsung terhadap kasus pengungsi yang berada
di wilayah Indonesia (Pengungsi Rohingnya di Kota Medan)
MANFAAT PENULISAN
1. Manfaat teoritis dari penulisan skripsi ini adalah untuk menambah pengetahuan dalam mendalami dan
mempelajari hukum internasional khususnya hukum pengungsi internasional serta dapat bermanfaat
untuk memperluas wawasan mengenai perlindungan pengungsi baik dari segi hukum nasional maupun
hukum internasional.
2. Manfaat praktis dari penulisan skripsi ini adalah menjadi acuan dalam kerangka berpikir bagi upaya
dan solusi perlindungan pengungsi di Indonesia, serta dapat bermanfaat sebagai masukan untuk
menyelesaikan permasalahan pengungsi di Indonesia
D. KEASLIAN PENULISAN
Judul skripsi ini adalah "Aspek Perlindungan Pengungsi Dilihat Dari Hukum Nasional Dan Hukum
Internasional (Studi Kasus Penanganan Pengungsi Rohingya Di Kota Medan)". Penelitian difokuskan
pada pengaturan mengenai perlindungan pengungsi dilihat dari hukum nasional dan hukum internasional
dan penerapan kedua hukum tersebut pada kasus pengungsi Rohingya yang berada di wilayah Indonesia.
Skripsi ini ditulis berdasarkan ide,gagasan serta pemikiran Penulis dengan menggunakan berbagai
referensi. Sehingga bukan hasil dari penggandaan karya tulis orang lain dan oleh karena itu keaslian
penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan. Dalam proses penulisan skripsi ini Penulis juga
memperoleh data-data dari buku-buku, jurnal ilmiah, media cetak dan media elektronik. Jika ada
kesamaan pendapat dan kutipan, hal itu semata-semata digunakan sebagai referensi dan penunjang yang
Penulis perlukan demi penyempurnaan penulisan skripsi ini.
E. TINJAUAN PUSTAKA
Pengungsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kata benda yang berarti orang yang
mengungsi. Sedangkan akar kata dari pengungsi adalah "ungsi" dan kata kerjanya adalah mengungsi,
yaitu pergi mengungsi (menyingkirkan) diri dari bahaya atau menyelamatkan diri (ke tempat yang
memberikan rasa aman).7 Pengungsi berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu refugee. Istilah
pengungsi dalam penggunaan sehari-hari mempunyai arti yang lebih luas yaitu seseorang yang dalam
pelarian yang berusaha melarikan diri dari kondisi yang dalam tidak bisa ditolerir. Tujuan dari pelarian ini
adalah untuk mendapatkan kebebasan dan rasa aman. Alasan seseorang melakukan pelarian ini bisa saja
disebabkan karena penindasan, ancaman keselamatan jiwanya, penuntutan, kemiskinan, perang atau
bencana alam.8Sangat penting untuk mendefinisikan pengungsi sebagai suatu terminologi baku dalam
hukum Internasional. Hal ini bertujuan agar supaya tidak terdapat distorsi dalam menganalisa yang mana
dan bagaimana kemudian orang bisa dikategorikan statusnya sebagai pengungsi. Tentu harus merujuk
pada suatu terminologi atau suatu istilah harfiah yang digunakan secara umum ataupun istilah yang
digunakan secara yuridis. Dalam tata bahasa hukum, jelas dikatakan bahwa semua istilah dalam bahasa
hukum harus lah mempunyau definisi yang jelas. Tidak boleh kemudian ada suatu istilah atau terminologi
dalam bahasa hukum yang tidak memiliki batasan yang jelas sehingga konsekuensinya akan terdapat
multitafsir di dalam pendefinisiannya. Istilah hukum yang sudah didefinisikan ini kemudian dikodifikasi
dalam kamus hukum dan digunakan di dalam konvensi atau aturan lain yang membahas tentang masalah
pengungsi.
7 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi kedua, Jakarta: Balai Pustaka, 1995.
8 Guy S Godwin-Grill, The Refugee in Internasional Law, Second Edition, Great Britain: Clarendon Press-Oxford, 1966, hlm. 3.
Definisi ini kemudian dijelaskan dalam Black"s Law Dictionary pengungsi diartikan sebagai "A person
who arrives in a country to settle there permanently; a person who immigrates ".
9
Batasan pengungsi menurut Pasal 1A ayat (2) , Konvensi 1951 tentang Penentuan Status Pengungsi
adalah:
"...as one who owing to will founded fear of being persecuted for reason of frase, religion, nationality,
membership of a particular social group or political opinion, is outside the country of his nationality and
unable or owing to such fear, is unwilling to avail himself of the protection of that country or who, not
having nationality and being outside the country of his former habitual residence as result of such events,
is unable or owing to such fear, is unwilling to return to it". Batasan yang diperjelas pada pasal tersebut
adalah orang yang berada di luar negara asalnya atau tempat tinggal aslinya. Hal ini didasarkan atas
terjadinya ketakutan yang sah akan diganggu keselamatannya sebagai akibat kesukuan, agama,
kewarganegaraan, keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu atau pendapat politik yang dianutnya.
Serta seseorang atau sekelompok orang yang tidak mampu atau tidak ingin memperoleh perlindungan
bagi dirinya dari negara asal tersebut atau kembaktersebut, ataupun kembali ke sana, karena adanya
kekhawatiran akan keselamatan dirinya.
Sedangkan pada Statuta UNHCR, khususnya pada Pasal 6B pengungsi didefinisikan sebagai orang yang
berada di luar negaranya atau tempat tinggal aslinya. Dengan demikian batasan pengungsi berhubungan
dengan batas lintas negara. Alasannya untuk dapat disebut sebagai pengungsi kurang lebih substansinya
sama dengan Konvensi 1951 bahwa seseorang atau sekelompok orang dapat disebut sebagai pengungsi
ketika adanya ketakutan yang sah akan