Anda di halaman 1dari 26

BAB I

KONSEP DASAR TEORI

KONSEP DASAR TEORI CHRONIC KIDNEY DISEASE


1. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah). CKD merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun.
Diabetes merupakan penyakit metabolik sebagai akibat dari kurangnya
insulin efektif maupun insulin absolut dalam tubuh, dimana gangguan primer
terletak pada metabolisme karbohidrat, yang dapat juga menyebabkan gejala
klinik akut maupun kronik. Salah satu komplikasi kronik dari diabetes adalah
nefropati. Kerusakan pada nefron akibat glukosa dalam darah yang tidak dipakai
disebut nefropati diabetes. Nefropati ini yang lama kelamaan dapat
menyebabkan CKD. Bila kita dapat menahan tingkat glukosa dalam darah tetap
rendah, kita dapat menunda atau mencegah nefropati diabetes.

(American Diabetes Association, 2007)


2. Klasifikasi
Terdapat 8 kelas sebagai berikut :
Klasifikasi penyakit Penyakit
Infeksi Pielonefritis kronik
Penyakit peradangan Glomerulonefritis
Penyakit vascular Nefrosklerosis benigna
hipertensif Nefrosklerosis maligna
Stenosis arteri renalis
Gangguan jaringan Lupus eritematosus sistemik
penyambung Poliarteritis nodus
Skelrosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan Penyakit ginjal polikistik
herediter Asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolik Diabetes mellitus, Gout
Hiperparatiroidisme, Amiloidosis
Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesik
Nefropati timbal
Nefropati obstruktif Saluran kemih atas : kalkuli,
neoplasma fibrosis retroperitoneal
Saluran kemih bawah : hipertropi
prostat, striktur uretra, anomaly
congenital pada leher kandung kemih
dan uretra

Klasifikasi GGK atau CKD (Cronic Kidney Disease):


Stage Gambaran kerusakan GFR (ml/min/1,73 m2)
ginjal
1 Normal atau elevated GFR ≥ 90
2 Mild decrease in GFR 60-89
3 Moderate decrease in GFR 30-59
4 Severe decrease in GFR 15-29
5 Requires dialysis ≤ 15
Terdapat 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis yang ditentukan melalui
penghitungan nilai Glumerular Filtration Rate (GFR). Untuk menghitung GFR
dokter akan memeriksakan sampel darah penderita ke laboratorium untuk
melihat kadar kreatinin dalam darah. Kreatinin adalah produk sisa yang
berasal dari aktivitas otot yang seharusnya disaring dari dalam darah oleh
ginjal yang sehat.
Dibawah ini 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis sebagai berikut :
 Stadium 1, dengan GFR normal (> 90 ml/min)
 Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/min)
 Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat ( 30 s/d 59 ml/min )
 Stadium 4, dengan penurunan GFR parah ( 15 s.d 29 ml/min)
 Stadium 5, penyakit ginjal stadium akhir/ terminal (>15 ml/min)

Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance


Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
Stadium 1
Seseorang yang berada pada stadium 1 gagal ginjal kronik (GGK)
biasanya belum merasakan gejala yang mengindikasikan adanya kerusakan
pada ginjalnya. Hal ini disebabkan ginjal tetap berfungsi secara normal
meskipun tidak lagi dalam kondisi tidak lagi 100 persen, sehingga banyak
penderita yang tidak mengetahui kondisi ginjalnya dalam stadium 1. Kalaupun
hal tersebut diketahui biasanya saat penderita memeriksakan diri untuk
penyakit lainnya seperti diabetes dan hipertensi.
Stadium 2
Sama seperti pada stadium awal, tanda – tanda seseorang berada pada
stadium 2 juga dapat tidak merasakan gejala yang aneh karena ginjal tetap
dapat berfungsi dengan baik. Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat
penderita memeriksakan diri untuk penyakit lainnya seperti diabetes dan
hipertensi.

Stadium 3
Seseorang yang menderita GGK stadium 3 mengalami penurunan GFR
moderat yaitu diantara 30 s/d 59 ml/min. dengan penurunan pada tingkat ini
akumulasi sisa – sisa metabolisme akan menumpuk dalam darah yang disebut
uremia. Pada stadium ini muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi
(hipertensi), anemia atau keluhan pada tulang. Gejala- gejala juga terkadang
mulai dirasakan seperti :
 Fatique : rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
 Kelebihan cairan : Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal
tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal
ini membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian
bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak
nafas akaibat teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh.
 Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan
adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami
perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur
dengan darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang
penderita sering trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
 Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada
dapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal
seperti polikistik dan infeksi.
 Sulit tidur : Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupunrestless legs.
 Penderita GGK stadium 3 disarankan untuk memeriksakan diri ke seorang
ahli ginjal hipertensi (nephrolog). Dokter akan memberikan rekomendasi
terbaik serta terapi – terapi yang bertujuan untuk memperlambat laju
penurunan fungsi ginjal. Selain itu sangat disarankan juga untuk meminta
bantuan ahli gizi untuk mendapatkan perencanaan diet yang tepat.
Penderita GGK pada stadium ini biasanya akan diminta untuk menjaga
kecukupan protein namun tetap mewaspadai kadar fosfor yang ada dalam
makanan tersebut, karena menjaga kadar fosfor dalam darah tetap rendah
penting bagi kelangsungan fungsi ginjal. Selain itu penderita juga harus
membatasi asupan kalsium apabila kandungan dalam darah terlalu tinggi.
Tidak ada pembatasan kalium kecuali didapati kadar dalam darah diatas
normal. Membatasi karbohidrat biasanya juga dianjurkan bagi penderita
yang juga mempunyai diabetes. Mengontrol minuman diperlukan selain
pembatasan sodium untuk penderita hipertensi.
Stadium 4
Pada stadium ini fungsi ginjal hanya sekitar 15 – 30 persen saja dan
apabila seseorang berada pada stadium ini maka sangat mungkin dalam
waktu dekat diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal / dialisis atau
melakukan transplantasi. Kondisi dimana terjadi penumpukan racun dalam
darah atau uremia biasanya muncul pada stadium ini. Selain itu besar
kemungkinan muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi),
anemia, penyakit tulang, masalah pada jantung dan penyakit kardiovaskular
lainnya.
Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4 adalah :
 Fatique : rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
 Kelebihan cairan : Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat
ginjal tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam
tubuh. Hal ini membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar
kaki bagian bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat
mengalami sesak nafas akaibat teralu banyak cairan yang berada dalam
tubuh.
 Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan
adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami
perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur
dengan darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan
terkadang penderita sering trbangun untuk buang air kecil di tengah
malam.
 Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada
dapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal
seperti polikistik dan infeksi.
 Sulit tidur : Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupunrestless legs.
 Nausea : muntah atau rasa ingin muntah.
 Perubahan cita rasa makanan : dapat terjadi bahwa makanan yang
dikonsumsi tidak terasa seperti biasanya.
 Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi
melalui bau pernafasan yang tidak enak.
 Sulit berkonsentrasi
Stadium 5 (gagal ginjal terminal)
Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk
bekerja secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal
(dialisis) atau transplantasi agar penderita dapat bertahan hidup.
Gejala yang dapat timbul pada stadium 5 antara lain :
 Kehilangan napsu makan
 Nausea.
 Sakit kepala.
 Merasa lelah.
 Tidak mampu berkonsentrasi.
 Gatal – gatal.
 Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali.
 Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki.
 Keram otot
 Perubahan warna kulit
3. Etiologi dan Faktor Resiko
 Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
 Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
 Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
 Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal
polikistik,asidosis tubulus ginjal
 Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
 Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
 Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung
kemih dan uretra.
 Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis
4. ManifestasiKlinis
Neurologi Kelemahandankeletihan, konfusi,
ketidakmampuankonsentrasi, disorientasi, tremor,
seizure, kelemahanpada kaki, rasa terbakarpadatumit,
perubahantingkahlaku
Integumen Warnakulitperakkeabu-abuan, kulitkering, kulitbersisik,
pruritus, ekimosis, kulit tipis, kuku rapuh, kulitkasar,
rambutmenipis
Kardiovaskular Hipertensi, pitting edema di ekstremitas (termasuk kaki,
tangan) dan edema pada area sacrum. Pericarditis,
efusipada area pericardium, tamponadejantung,
hyperkalemia, hiperlipidemia
Pulmonar Krakel, reflex batuk depresif, nyeri pleura, napaspendek-
pendek, takipneu, pernapasan tipe kussmaul, uremic
pneumonitis.
Gastrointestinal Pernapasanbau ammonia, ulserasimulut, dan
perdarahan, anoreksia, nausea, vomiting, cegukan,
konstipasi atau diare, perdarahantraktus gastrointestinal

Hematologi Anemia, trombositopenia (jumlah platelet ↓)

Reproduksi Amenore, atrofi testicular, infertilitas, libido menurun

Muskuloskeletal Keramotot, kehilangan kekuatan otot, nyeri pada tulang,


fraktur, kelemahanototkaki

Pembagian karaktersitik manifestasi gagal hinjal kronis berdasarkan stage,


yaitu:
- Stadium 1 : kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat ( 90
ml/mnt/1,73m2)
- Stadium 2 : kerusakan ginjal dengan GFR mengalami penurunan ringan ( 60
– 89 ml/mnt/1,73m2 )
- Stadium 3 : kerusakan ginjal dengan GFR mengalami penurunan sedang (30
– 59 ml/mnt/1,73m2)
- Stadium 4 : kerusakan ginjal dengan GFR mengalami penurunan berat (15 –
29 ml/mnt/1,73m2)
- Stadium 5 : kerusakan ginjal dengan GFR drastic menurun ( 15
ml/mnt/1,73m2 atau dialysis )
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Darah
Laju endap darah dapat meningkat karena diperberat adanya
anemia dan hipoalbuminemia umumnya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein. Ureum dan kreatinin meninggi,
biasanya perbandingan antara ureum dan kratinin kurang lebih 20:1.
Namun hal ini juga dapat terjadi karena perdarahan saluran cerna,
demam, luka bakar, pengobatan sterois dan obstruksi saluran kemih.
Perbandingan ini dpat berkurang jika diet rendah protein. Untukmenilai
GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin Test)
dapatdigunakandenganrumus :

Hiponatremi biasa terjadi jika kelebihan cairan dan hiperkalemia


dapat terjadi jika gagal ginjal lanjut bersamaan dengan menurunnya
diuresis. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan
pH yang menurun, BE yang menurun, HCO3 menurun, PC02 yang
menurunan dan semuanya disebabkan oleh adanya retensi asam-asam
organik pada gagal ginjal.
Pada kasus peningkatan gula darah, biasanya ditemukan akibat
dari gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal ginjal (resistensi
terhadap pengaruh insulin jaringan perifer). Hipertrigliserida dapat terjadi
akibat gangguan metabolisme lemak dan disebabkan peningkatan
hormon insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
b. Pemeriksaan Urine
Volume urine biasanya kurangdari 400ml/24 jam atau anuria.
Warna urine keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri, lemak,
fosfat atau urat sedimen koto. Warna kecoklatan menunjukkkan adanya
darah, Hb, mioglobin, porfirin. Berat jenis kurang dari 1,010 menunjukkn
kerusakan ginjal berat. Osmoalitas kurang dari 350 mOsm/kg
menunjukkan kerusakn ginjal tubular dan rasio urin/serum sering 1:1.
Derajattinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan
glomerulus bilaSDM dan fragmen juga ada.
Foto Polos Abdomen
Menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau adanya
obstruksi) dimana dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal sehingga
pasien tidak diwajibkan puasa selama persiapan
c. IntraVena Pielografi
Dilakukan untuk menilai sistem pelvikalises dan ureter dimana
mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu misalnya
usia lanjut usia, diabetes mellitus dan nefropati asam urat
d. Renogram
Pemeriksaan melalui ultrasonografi akan dapat menunjukkan
penampakan ginjal yang kecil dan atrofi karena kerusakan sel-sel
glomerulus.
6. Penatalaksanaan
a. Hemodialysis
Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialisis yang digunakan
untuk mengeluarkan cairan produk limbah dari dalam tubuh ketika secara
akut maupun secara progresif ginjal tidak mampu melaksanakan proses
tersebut. Terapi ini digunakan menggunakan sebuah mesin yang
dilengkapi dengan membran penyaring semipermeabel (ginjal buatan).
b. Koreksi Hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena dapat
menimbulkan kematian mendadak. Jika terjadi hiperkalemia maka
pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium,pemberian Na
Bikarbonat dan pemberian infus glukosa
c. Koreksi Asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus
dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan secara peroral atau
parenteral. Padapermulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena
perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialisis
peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
d. Pengendalian Hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilator dapat
dilakukan. Mengurangi intake garam dan mengendalikan hipertensi harus
hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai dengan hipertensi
e. Transplantasi Ginjal
Pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien CKD dapat mengganti
ginjal yang baru secara faal
KONSEP DASAR TEORI HEMODIALISA
1. Pengertian
Hemodialisa berasal dari kata hemo yang berarti darah dan dialisis yang
berarti pemisahan atau filtrasi. Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialisis
yang digunakan untuk mengeluarkan cairan produk limbah dari dalam tubuh
ketika secara akut maupun secara progresif ginjal tidak mampu melaksanakan
proses tersebut. Terapi ini digunakan menggunakan sebuah mesin yang
dilengkapi dengan membran penyaring semipermeabel (ginjal buatan).
Tujuan dari hemodialisis adalah memindahkan produk-produk limbah
yang terakmuluasi dalam sirkulasi pasien dan dikeluarkan ke dalam mesin
dialisis. Pada pasien CKD, tindakan hemodialisis dapat menurunkan resiko
kerusakan organ-organ vital lainnya akibat akumulasi toksik dalam sirkulasi.
Tindakan hemodialisis tidak adapt mengembalikan fungsi ginjal secara peranen.
Klien CKD harus menjalani terapi dialisis sepanjang hidupnya (3-4 kali seminggu
selama paling sedikit 3-4 jam per kali terapi) atau sampai mendapat ginjal baru
melalui transplantasi ginjal.
2. Indikasi Hemodialisa
Hemodialisis dilakukan jika gagal ginjal menyebabakn beberapa kondisi
seperti ensefalopati utemik, perikaditis, asidosis yang tidak memberikan respins
terhadap pengibatan lainnyam gagal jantung dan hiperkalemia
3. Prinsip Hemodialisa
1) Difusi
Adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan kadar di
dalam darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat
2) Osmosis
Adalah proses berpindahnya air karena tenga kimiawi yaitu perbedaan
osmolitas dan dialisat
3) Ultrafiltrasi
Adalah proses berpindahnya zar dan ait karena perbedaan hidrostatik di
dalam darah dan dialisat
Luas permukaan membran dan daya saring membran
mempengaruhi jumlah zat dan air yang berpindah. Pada saat dialisis,
pasien didialiser dan rendaman dialisat memerlukan pemantauan yang
konstan untuk mendeteksi berbagai komplikasi yang dpaat terjadi (misal
emboli udara, ultrafiltrasi tidak cukup kuat atau berlebihan, perembesan
darah, kontaminasi dan fistula)
Gambar Skematik sistem hemodialisis. Darah dalam pipa arteri dipompa dalam
dialiser yang didalamnya mengakir darah melalui tabung-tabung selodan yang
bekera sebagai membran permeabel. Larutan dialisat yang memiliki kinoisusu
kimiawi yang lama seperti darah kecuali ureum dan produk limbah mengalir di
sekeliling tubulus. Produk limbah dalam darah berdifusi melalui membran
semipermeabel ke dalam larutan dialisat

4. KONTRAINDIKASI
Tidak dilakukan pada pasien yang mengalami suhu yang tinggi. Cairan
dialisis pada suhu tubuh akan meningkatkan kecepatan difusi, tetapi suhu yang
terlalu tinggi menyebabkan hemodialisis sel-sel darah merah sehingga
kemungkinan penderita akan meninggal.
5. PROSEDUR
 Persiapan akses pasien dan kanula.
 Berikan heparin (jika tidak ada kontraindikasi).
 Masukkan heparin saat darah mengalir melalui dialiser semipermeabel
dengan satu arah dan cairan dialisis mengitari membran dan mengalir
pada sisi yang berlawanan.
 Cairan dialisis harus mengandung air yang bebas dari sodium, potassium,
kalsium, magnesium, klorida, dan dekstrosa setelah ditambahkan.
 Melalui proses difusi, elektrolik, sampah metabolik, dan komponen asam-
basa dapat dihilangkan atau ditambahkan ke dalam darah.
 Penambahan air dihilangkan dari darah (ultrafiltrasi).
 Darah kemudian kembali ke tubuh melalui akses pasien.
(Nursalam, 2006: 31)

6. PERLENGKAPAN HEMODIALISIS
a) Dialiser atau Ginjal Buatan
Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan
kompartemen darah dan dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur
fisik dan tipe membran yang digunakan untuk membentuk kompartemen
darah. Semua factor ini menentukan potensi efisiensi dialiser, yang
mengacu pada kemampuannya untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan
produk-produk sisa (klirens).
b) Dialisat atau Cairan dialysis
Dialisat atau “bath” adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama
dari serum normal. Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan air
keran dan bahan kimia disaring. Bukan merupakan system yang steril,
karena bakteri terlalu besar untuk melewati membran dan potensial
terjadinya infeksi pada pasien minimal. Karena bakteri dari produk
sampingan dapat menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya pada
membran permeable yang besar, air untuk dialisat harus aman secara
bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh pabrik
komersial. Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis, namun
dapat dibuat variasinya untuk memenuhi kebutuhan pasien tertentu.
c) Sistem Pemberian Dialisat
Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system
pemberian multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada
kedua system, suatu alat pembagian proporsi otomatis dan alat pengukur
serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air.
d) Asesori Peralatan
Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi
pompa darah, pompa infus untuk pemberian heparin, alat monitor untuk
pendeteksi suhu tubuh bila terjadi ketidakamanan, konsentrasi dialisat,
perubahan tekanan, udaara, dan kebocoran darah.
e) Komponen manusia
f) Pengkajian dan penatalaksanaan
7. AKSES VASKULAR HEMODIALISIS
Untuk melakukan hemodialisis intermiten jangka panjang, maka perlu ada jalan
masuk ke dalam sistem vascular penderita. Darah harus keluar dan masuk
tubuh penderita dengan kecepatan 200 sampai 400 ml/menit. Teknik akses
vaskular diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Akses Vaskuler Eksternal (sementara)
 Pirau arteriovenosa (AV) atau sistem kanula diciptakan dengan
menempatkan ujung kanula dari teflon dalam arteri dan sebuah vena yang
berdekatan. Ujung kanula dihubungkan dengan selang karet silikon dan
suatu sambungan teflon yang melengkapi pirau
 Kateter vena femoralis sering dipakai pada kasus gagal ginjal akut
bila diperlukan akses vaskular sementara, atau bila teknik akses vaskuler lain
tidak dapat berfungsi. Terdapat dua tipe kateter dialisis femoralis. Kateter
saldon adalah kateter berlumen tunggal yang memerlukan akses kedua. Tipe
kateter femoralis yang lebih baru memiliki lumen ganda, satu lumen untuk
mengeluarkan darah menuju alat dialisis dan satu lagi untuk mengembalikan
darah ke tubuh penderita. Komplikasi pada kateter vena femoralis adalah
laserasi arteriafemoralis, perdarahan, thrombosis, emboli, hematoma, dan
infeksi.
 Kateter vena subklavia semakin banyak dipakai sebagai alat akses
vaskular karena pemasangan yang mudah dan komplikasinya lebih sedikit
dibanding kateter vena femoralis. Kateter vena subklavia mempunyai lumen
ganda untuk aliran masuk dan keluar. Kateter vena subklavia dapat
digunakan sampai empat minggu sedangkan kateter vena femoralis dibuang
setelah satu sampai dua hari setelah pemasangan. Komplikasi yang
disebabkan oleh katerisasi vena subklavia serupa dengan katerisasi vena
femoralis yang termasuk pneumotoraks robeknya arteriasubklavia,
perdarahan, thrombosis, embolus, hematoma, dan infeksi.
b) Akses Vaskular Internal (permanen)
 Fistula AV dibuat melalui anastomosis arteri secara langsung ke vena
pada lengan yang tidak dominan (biasanya arteria radialis dan vena
sefalika pergelangan tangan). Umur fistula AV adalah empat tahun dan
komplikasinya lebih sedikit dengan pirau AV. Masalah yang paling utama
adalah nyeri pada pungsi vena terbentuknya aneurisma, trombosis,
kesulitan hemostatis pascadialisis, dan iskemia pada tangan.
 Tandur AV dibuat ketika pasien dimungkinkan karena adanya penyakit,
kerusakan akibat prosedur sebelumnya, dan ukurannya kecil maka
tandur AV dapat di anastomosiskan antara arteri dan vena (biasanya
pada lengan). Di mana, tandur ini bekerja sebagai saluran bagi aliran
darah dan tempat penusukan jarum selama dialisis. Komplikasi tandur
AV sama dengan fistula AV.trombosis, infeksi, aneurisma dan iskemia
tangan yang disebabkan oleh pirau darah melalui prosthesis dan jauh
dari sirkulasi distal. (Sylvia, 2005: 975)
8. METODE AKSES VASKULAR
Fistula arterivena (AVF), hubungan vaskuler melalui vena langsung ke ateri:
 Biasanya, arteri radial dan vena cephalika yang terletak pada lengan
non dominal, pembuluh darah pada lengan atas dapat digunakan.
 Sesudah prosedur, system vena supervisial lengan dilatasi.
 Dengan menggunakan dua jarum berlubang besar, masukkan ke
dalam system vena dilatasi dan darah akan mengalir melalui dialiser.
Ujung arteri digunakan sebagai aliran arteri dan ujung distal diinfuskan
kembali ke darah dialysis.
 Graf-pemhubung arteri vena mengandung graf selang yang terbuat
dari vena savenous autologus atau dari politetrafluoroethyline (PTEE).
 Kanula tetap vena pusat (CVC) langsung dari vena (subklavikula,
jugular interna atau femoral).
(Nursalam, 2006: 31)
9. PEMANTAUAN SELAMA HEMODIALISIS
a) Monitor status hemodinamik, elektrolik, dan keseimbangan asam-
basa, demikian juga sterilisasi dan sistem tertutup.
b) Biasanya dilakukan oleh perawat yang terlatih dan familiar dengan
protokol dan peralatan yang digunakan. (Nursalam, 2006:32)
10. PEMANTAUAN SETELAH HEMODIALISIS
 Berat badan pasien ditimbang.
 TTV diperiksa.
 Spesimen darah diambil untuk mengetahui kadar elektrolit serum dan
zat sisa tubuh.
(Baradero, 2008: 136)
11. PENATALAKSANAAN PASIEN YANG MENJALANI HEMODIALISIS
JANGKA-PANJANG
Diet dan masalah cairan. Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang
menjalani hemodialisis mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang
rusak tidak mampu mengeksresikan produk akhir metabolisme, substansi
yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja
sebagai racun atau toksik. Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut
secara kolektif dikenal sebagai gejala uremik dan akan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Lebih banyak toksin yang menumpuk, lebih berat gejala
yang timbul. Diet rend protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen
dan dengan demikian meminimalkan gejala. Penumpukan cairan juga dapat
terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung kongestif serta edema paru.
Dengan demikian, pembatasan cairan juga merupakan bagian dengan resep
diet untuk pasien ini.
Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan makanan pasien
dapat diperbaiki meskipun biasanya memerlukan beberapa penyesuaian atau
pembatasan pada asupan protein, natrium, kalium dan cairan. Berkaitan
dengan pembatasan protein, maka protein dari makanan harus memiliki nilai
biologis yang tinggi dan tersusun dari asam-amino esensial untuk mencegah
penggunaan protein yang buruk serta mempertahankan keseimbangan
nitrogen yang positif. Contoh protein dengan nilai biologis yang tinggi adalah
telur, daging, susu dan ikan.
Dampak Diet Rendah Protein. Diet yang bersifat membatasi akan merubah
gaya hidup dan dirasakan pasien sebagai gangguan serta tidak disukai bagi
banyak penderita gagal ginjal kronis. Karena makanan dan minuman
merupakan aspek penting dalam sosialisasi, pasien sering merasa
disingkirkan ketika berada bersama orang-orang lain karena hanya ada
beberapa pilihan makanan saja yang tersedia baginya. Jika pembatasan ini
dibiasakan, komplikasi yang dapat membawa kematian seperti hiperkalemia
dan edema paru dapat terjadi.
Pertimbangan medikasi. Banyak obat yang dieksresikan seluruhnya atau
sebagian melalui ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat
glikosida jantung, antibiotik, antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau
dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat-obat ini dalam darah dan
jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik.
Beberapa obat akan dikeluarkan dari darah pada saat dialisis oleh karena itu,
penyesuaian dosis oleh dokter mungkin diperlukan. Obat-obat yang terikat
dengan protein tidak akan dikeluarkan selama dialisis. Pengeluaran metabolit
obat yang lain bergantung pada berat dan ukuran molekulnya. Apabila
seorang pasien menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus
dievaluasi dengan cermat. Pasien harus mengetahui kapan minum obat dan
kapan menundanya. Sebagai contoh, jika obat antihipertensi diminum pada
hari yang sama dengan saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat
terjadi selama hemodialisis dan menyebabkan tekanan darah rendah yang
berbahaya.
12. KOMPLIKASI
a. Salah satu penyebab kematian diantara pasien-pasien yang menjalani
hemodialisis kronis adalah penyakit kardiovaskuler arteriosklerotik.
Gangguan metabolisme lipid (hipertrigliseridemia) tampaknya semakin
diperberat dengan tindakan hemodialisis. Gagal jantung kongestif,
penyakit jantung koroner serta nyeri angina pektoris, stroke dan
insufisiensi vaskuler perifer juga dapat terjadi serta membuat pasien
tidak berdaya. Anemia dan rasa letih dapat menyebabkan penurunan
kesehatan fisik serta mental, berkrangnya tenaga serta kemauan, dan
kehilangan perhatian. Ulkus lambung dan masalah gastrointestinal
lainnya terjadi akibat stres fisiologik yang disebabkan oleh sakit yang
kronis, obat-obatan dan berbagai masalah yang berhubungan.
Gangguan metabolisme kalsium akan menimbulkan osteodistrofirenal
yang menyebabkan nyeri tulang dan fraktur. Masalah lain mencakup
kelebihan muatan cairan yang berhubungan dengan gagal jantung
kongestif, malnutrisi, infeksi, neuropati dan pruritus.
b. Komplikasi terhadap dialisis sendiri dapat mencakup hal-hal berikut:
 Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan
dikeluarkan.
 Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja
terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler pasien.
 Nyeri dada dapat terjadi karena PCO2 menurun bersamaan dengan
terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh.
 Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk-akhir
metabolisme meninggalkan kulit.
 Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan
serebral dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini
kemungkinan terjadinya lebih besar jika terdapat gejala uremia yang
berat.
 Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat
meninggalkan ruang ekstrasel.
 Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.
13. PENDIDIKAN PASIEN
Hal-hal penting dalam program pengajaran mencakup:
 Rasional dan tujuan terapi dialisis
 Hubungan antara obat-obat yang diresepkan dan dialisis
 Efek samping obat dan pedoman kapan harus memberitahukan dokter
mengenai efek samping tersebut
 Perawatan akses vaskuler: pencegahan, pendeteksian dan
penatalaksanaan komplikasi yang berkaitan dengan akses vaskuler
 Dasar pemikiran untuk diet dan pembatasan cairan: konsekuensi
akibat kegagalan dalam mematuhi pembatasan ini
 Pedoman pencegahan dan pendeteksian kelebihan muatan cairan
 Strategi untuk pendeteksian, penatalaksanaan dan pengurangan
gejala pruritus, neuropati serta gejala-gejala lainnya.
 Penatalaksanaan komplikasi dialisis yang lain dan efek samping terapi
(dialisis, diet yang membatasi, obat-obatan)
 Pengaturan finansial untuk dialisis: strategi untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber-sumber.
 Strategi untuk mempertahankan kemandirian dan mengatasi
kecemasan anggota keluarga.
PATHWAY PASIEN CKD AT CAUSA DIABETES MELLITUS

Defisiensi Fungsi Insulin

Hiperglikemia

Darah disaring di ginjal

Kerja nefron bertambah berat

Kompensasi
Keadaan kerja nefron
kronis, kematian nefron,
pembentukan jaringan parut

Destruksi struktur ginjal progresif

Aliran darah ginjal me


GFR menurun

Gagal ginjal kronis

↓fungsi penyaringan sisa metabolism di renal


Aktivasi RAA Gagal ginjal kronis
Gagal mempertahankan metabolism
dan keseimbangan cairan dan elektrolit
Renin ↑
Penumpukan toksik uremik dalam darah

Angiotensin I Imbalance cairan


Ureum pada jaringan kulit
angiotensin II dan elektrolit

Pruritis pada Kulit


BAB I
KONSEP DASAR TEORI KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
a. Biodata
 Nama :
 Umur : Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahu
 Jenis Kelamin :
 Pekerjaan :
 Agama
 Alamat :
 Pendidikan :

b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Pada pasien GGK yang akan dilakukan hemodialisa biasanya
mengeluh mual, muntah, anorexia, akibat peningkatan ureum darah dan
edema akibat retensi natrium dan cairan.
2. Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu ditanya penyakit-penyakit yang pernah diderita klien
sebagai penyebab terjadinya GGK, seperti DM, glomerulonefritis kronis,
pielonefritis. Selain itu perlu ditanyakan riwayat penggunakan analgesik
yang lama atau menerus.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Perlu ditanyakan apakah orang tua atau kelauarga lain ada yang
menderita GGK erat kaitannya dengan penyakitketurunannya seperti
GGK akibat DM.
c. Data Biologis
a) Makan/ minum
Biasanya terjadi penurunan nafsu makan sehubungan dengan
keluhan mual muntah akibat peningkatan ureum dalam darah.
b) Eliminasi
Biasanya terjadi ganggutian pengeluaran urine seperti oliguri,
anuria, disuria, dan sebagainya akibat kegagalan ginjal melakukan
fungsi filtrasi, reabsorsi dan sekresi.
c) Aktivitas
Pasien mengalami kelemahan otot, kehilangan tonus dan
penurunan gerak sebagai akibat dari penimbunan ureum dan zat-zat
toksik lainnya dalam jaringan.
d) Istrahat/ tidur
Pasien biasanya mengalami gangguan pola istrahat tidur akibat
keluhan-keluhan sehubungan dengan peningkatan ureum dan zat-zat
toksik seperti mual, muntah, sakit kepala, kram otot dan sebagainya.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : lemah dan penurunan tingkat kesadaran akibat terjadinya
uremia
Vital sign : biasanya terjadi hipertensi akibat retensi cairan dan natrium dari
aktivitas sistim
rennin
BB : Biasanya meningkat akibat oedema
1. Inspeksi
- Tingkat kesadaran pasien biasanya menurun
- Biasanya timbul pruritus akibat penimbunan zat-zat toksik pada kulit
- Oedema pada tangki, acites, sebagai akibat retensi caira dan natrium
2. Auskultasi
Perlu dilakukan untuk mengetahui edema pulmonary akibat penumpukan
cairan dirongga pleura dan kemungkinan gangguan jantung (perikarditis)
akibat iritasi pada lapisa pericardial oleh toksik uremik serta pada tingkat
yang lebih tinggi dapat terjadi gagal jantung kongestif.
3. Palpasi
Untuk memastikan oedema pada tungkai dan acietas.
4. Perkusi
Untuk memastikan hasil auskultasi apakah terjadi oedema pulmonar yang
apabila terjadi oedema pulmonary maka akan terdengar redup pada
perkusi.
Data psikologis
Pasien biasanya mengalami kecemasan akibat perubahan body image,
perubahan peran baik dikeluarga maupun dimasyarakat. Pasien juga
biasanya merasa sudah tidak berharga lagi karena perubahan peran dan
ketergantungan pada orang lain.
Data sosial
Pasien biasanya mengalami penurunan aktivitas sosial akibat penurunan
kondisi kesehatan dan larangan untuk melakukan aktivitas yang berat.
Data Penunjang
1. Rontgen foto dan USG yang akan memperlihatkan ginjal yang kecil dan
atropik
2. Laboratorium :
- BUN dan kreatinin, terjadi peningkatan ureum dan kreatinin dalam darah.
- Elektrolit dalam darah : terjadi peningkatan kadar kalium dan penurunan
kalium.
Diagnosa keperawatan
NO. Diagnosa Keperawatan
Pre Hemodialisis
1. Kelebihan volume cairan berhubungan darah penurunan
haluaran urin, diet berlebihan dan retensi urine
Intra Hemodialisis
2. Resiko tinggi terhadap kehilangan akses vaskuler
berhubungan dengan perdarahan karena lepas sambungan
secara tidak sengaja.
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan
dengan ultrafiltrasi.
4. Resiko tinggi kelebihan volume cairan berhubungan dengan
pemasukan cairan untuk mendukung tekanan darah selama
dialisa.
5. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah
Post Hemodialisis
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan dengan status
kesehatan atau fungsi peran
7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi kulit
pada sisi pemasangan kateter

DX I : Kelebihan volume cairan berhubungan darah penurunan haluaran


urin, diet berlebihan dan retensi urine.
Intervensi Keperawatan :
a. Kaji status pasien
o Timbang berat badan harian
o Keseimbangan masukan dan haluaran
o Turgor kulit dan adanya oedema
o Tekanan darah, denyut nadi dan irama nadi
b. Batasi masukan cairan
c. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan
cairan
Rasionalisasi :
a. Pengkajian meruapakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk
memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi
b. Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran urin
dan respon terhadap terapi
c. Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi
d. Pemahaman meningkatkan kerja sama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan.
Kriteria Evaluasi
a. Menunjukkan perubahan berat badan yang lambat
b. Mempertahankan pembatasan diet dan cairaan
c. Menunjukkan turgor kulit normal tampa oedema
d. Melaporkan adanya kemudahan dalam bernapas atau tidak terjadi
napas pendek.
DX II : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan membram
mukosa mulut.
Tujuan : Untuk mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Intervensi Keperawatan :
a. Kaji faktor berperan dalam merubah masukan nutrisi
o Anoreksia, mual muntah
o Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien
o Depresi
o Kurang memahami pembatasan diet
o Stomatis
b. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas diet
c. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis, tinggi,
telur, produk susu, daging.

Rasionalisasi :
a. Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau
dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
b. Mendorong peningkatan masukan diet.
c. Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
Kriteria Evaluasi :
a. Memilih makanan yang menimbulkan nafsu makan dalam batasi diet.
b. Menunjukkan tidak adanya penambahan atau penurunan berat badan
yang cepat
c. Menunjukkan turgor kulit yang normal tampa oedema, kadar albumin
plasma dapat diterima.
DX III : Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan
Tujuan : Untuk meningkatkan pengetahuan mengenai kondisi dan
penanganan yang bersangkutan.
Intervensi Keperawatan :
Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai
perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya.
Rasionalisasi :
Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah akibat
penyakitnya.
Kriteria Evaluasi :
- Menyatakan rencana untuk melanjutkan kehidupan normalnya sedapat
mungkin.
- Menggunakan informasi dan instruksi tertulis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bulechek GM, Butcher HW, Dochterman JM. 2008. Nursing Intervention


Classification (NIC) ed5. St Louis: Mosby Elsevier.
2. Corwin, EJ. 2009. BukuSakuPatofisiologied 3. Jakarta: EGC.
3. Davey, P. 2005. At A Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
4. Doenges, Marilyn E. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi
3. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.
5. Heather T. 2012. NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi
dan Klasifiksi 2012-2014. Jakarta:EGC
6. Mitchell, et al. 2008. BukuSakuDasarPatologisPenyakit ed.7. Jakarta:
EGC.
7. Morrhead S, Johnson M, Maas ML, Swanson E. 2008. Nursing
Outcomes Classification (NOC) ed4. St Louis: Mosby Elsevier.
8. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk.
Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.
9. Soeparman A. Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam jilid II ; 1990
10. Williams, SH., Hopper. 2003. Understanding Medical Surgical Nursing.
Philadelphia: Davis Comp.

Anda mungkin juga menyukai