Anda di halaman 1dari 6

TUGAS KLIPING

INDIKATOR KESEHATAN LINGKUNGAN

Disusun Oleh :
Dany Dias
1765050117

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
PERIODE 22 JULI 2019 – 28 SEPTEMBER 2019
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
2019
JURNAL I
Materi : Kesehahatan Kerja
Judul : Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sarana Untuk Produktivitasa
Critical Review dan Summary
Sistem Manajemen K3 (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara
keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab,
prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian,
pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka
pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang
aman, efisien dan produktif.
Adapun tujuan dan sasaran SMK3 adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan
kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan
lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan
penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, nyaman, efisien dan produktif.
Alasan utama suatu perusahaan untuk secara aktif mengatasi keselamatan dan kesehatan di
tempat kerja telah dibahas sebelumnya dalam modul ini. Singkatnya:
1. Menempatkan tenaga kerja sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia
2. Meningkatkan komitment pimpinan perusahaan dalam melindungi tenaga kerja
3. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja untuk menghadapi kompetisi
perdagangan global
4. Proteksi terhadap industri dalam negeri
5. Meningkatkan daya saing dalam perdagangan internasional
6. Mengeliminir boikot LSM internasional terhadap produk ekspor
7. Meningkatkan pelaksanaan pencegahan kecelakaan melalui pendekatan sistem
8. Perlunya upaya pencegahan terhadap problem sosial dan ekonomi yang tekait dengan
penerapan K3
9. Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh kecelakaan kerja dan kematian;
10. Menunjukkan karyawan Anda bahwa Anda peduli tentang keselamatan dan kesehatan
mereka;
11. Melindungi investasi pada karyawan melalui perekrutan dan pelatihan;
12. Mengurangi absensi karena sakit dan cedera, kesalahan dan interupsi kerja;
13. Membantu dalam menjaga kualitas produk atau jasa;
14. Menghemat biaya yang berkaitan dengan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
15. Terpantaunya bahaya dan risiko di perusahaan
16. Pengakuan terhadap kinerja K3 diperusahaan atas pelaksanaan SMK3
SMK3 dilaksanakan pada setiap perusahaan dengan berpedoman pada penerapan 5 prinsip
dasar sebagai berikut:
1. Komitmen dan Kebijakan;
2. Perencanaan;
3. Penerapan;
4. Pengukuran dan evaluasi; dan
5. Tinjauan Ulang dan peningkatan oleh pihak Pihak Manajemen
JURNAL II
Materi : Pengendalian Kebisingan
Judul : Pengendalian Potensi Bahaya Kebisingan di Area Product Handling Sebagai Upaya
Pencegahan Penyakit Akibat Kerja di PT Tri Polyta Indonesia, TBK.
Critical Review dan Summary
Menurut Ganong W.F. (1992) suara adalah sensasi yang dihasilkan apabila getaran
longitudinal molekul-molekul dari lingkungan luar, yaitu fase pemadatan dan peregangan dari
molekul-molekul yang silih berganti, mengenai membrane timpani. Pola dari gerakan ini
digambarkan sebagai perubahan-perubahan tekanan pada membran timpani tiap unit waktu
merupakan sederetan gelombang dan gerakan ini dalam lingkungan sekitar kita umumnya
dinamakan gelombang suara.
Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat
proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan
pendengaran (Kepmenaker No. 51 Tahun 1999).
Berdasarkan teknik pelaksanaannya, pengendalian kebisingan dapat dibedakan dalam 3 cara
pengendalian:
1. Pengendalian secara teknik
Bila bising telah teridentifikasi melalui analisa kebisingan yaitu dengan walk trough
survey, yang pertama-tama harus dilakukan adalah pengendalian secara teknik. Konsep yang
digunakan adalah mengurangi paparan terhadap pekerja dengan mengendalikan 2 komponen:
a. Mengurangi tingkat kebisingan pada sumbernya
b. Pemelihanan dan pelumasan mesin-mesin dengan teratur.
c. Pemilihan dan pemasangan mesin dengan tingkat kebisingan rendah.
d. Menghilangkan transmisi kebisingan terhadap manusia.
1) Menutup atau menyekat mesin atau alat yang mengeluarkan bising.
2) Mengurangi bunyi yang diterima pekerja.
Penggunaan alat pelindung telinga untuk menurunkan intensitas kebisingan yang
mencapai alat pendengaran.
2. Pengendalian secara administratif
Pengendalian secara administratif merupakan prosedur yang bertujuan untuk mengurangi
waktu paparan pekerja terhadap bising, dengan merotasi dan menyusun jadwal kerja berdasarkan
perhitungan dosis paparan sesuai Nilai Ambang Batas serta pemeriksaan kesehatan awal, berkala
maupun pemerikasaan kesehatan secara khusus.
3. Pengendalian dengan Alat Pelindung Diri (APD)
Penggunaan APD adalah upaya terakhir apabila secara teknis dan admnistratif tidak dapat
lagi mengurangi paparan alat pelindung telinga pada umumnya. Ada dua jenis alat perlindungan
telinga:
a) Ear muff
b) Ear plug.

Nilai Ambang Batas


Nilai Ambang Batas kebisingan adalah besarnya tingkat suara dimana sebagian besar
tenaga kerja masih berada dalam batas aman untuk bekerja 8 jam/ hari. Sesuai dengan Keputusan
Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 51/MEN/1999, tanggal 16 april 1999 tentang nilai ambang batas
kebisingan ditempat kerja adalah 85 dB(A). Adapun data intensitas dan jam kerja yang
diperkenankan tersebut adalah sebagai berikut:
JURNAL III
Materi : Perumahan dan Pemukiman
Judul : Transformation of Settlement caused by Housing Development in Suburbs of Semarang.
Jurnal Teknik Sipil & Perencanaan 20 by Nur Muladica1, Titien Woro Murtini, and Atiek
Suprapti
Critical Review dan Summary
Perkembangan wilayah menuju pinggiran kota telah menjadi fenomena umum kota-kota
di Indonesia. Daerah yang dulunya merupakan daerah sepi sekarang menjadi daerah yang dicari
masyarakat urban. Hal ini disebabkan terbatasnya lahan di pusat kota yang menyebabkan
dimulainya penyebaran hunian di pinggiran kota. Perkembangan daerah pinggiran kota yang
akan mengalami transisi menyebabkan perubahan ruang di wilayah ini. Fenomena ini dapat
ditemukan di kota Semarang. Salah satunya adalah Kabupaten Mijen Semarang. Daerah yang
dulunya merupakan pemukiman kecil dengan potensi pertanian hutan karet telah berubah
menjadi salah satu daerah elit di kota Semarang. Munculnya perumahan Bukit Semarang Baru
(BSB) sebagai katalis memiliki dampak besar pada pengembangan lingkungan sekitarnya. Bukit
Semarang Baru (BSB) di Kabupaten Mijen, Kota Semarang adalah perumahan konsep kota baru
yang menyediakan perumahan, pendidikan, industri, rekreasi dan fasilitas komersial lainnya.
Pengalihan lahan dari perkebunan karet ke perumahan BSB diperkirakan menyebabkan
transformasi ruang yang terkait dengan fungsi dan penggunaan lahan di permukiman sekitarnya,
terutama daerah yang berbatasan langsung dengan desa Wonolopo. Penelitian ini menggunakan
pendekatan rasionalistik dengan paradigma kualitatif, yang dalam penelitian ini bertujuan untuk
memahami dan mengetahui pola transformasi permukiman di permukiman yang terjadi di desa
Wonolopo, Mijen, Semarang. Melalui penelitian ini diharapkan dapat menganalisis dan
mengetahui seberapa besar perubahan ruang permukiman.
Manfaat dari jurnal ini adalah dapat dilihat perubahan permukiman di Desa Wonolopo
dimulai dengan munculnya perumahan BSB City Semarang di kabupaten Mijen memicu
pertumbuhan perumahan baru yang disebut pemukiman. Permukiman yang direncanakan juga
mengubah pengembangan permukiman di sekitarnya, termasuk infrastruktur, tempat tinggal,
fasilitas infrastruktur. Selain itu, perubahan hunian yang berfungsi sebagai tempat tinggal
menjadi fungsi komersial. Perubahan ini terjadi di penyelesaian yang disebut pemukiman tidak
terencana. Munculnya permukiman terencana dan permukiman tak terencana sebagai akibat dari
perubahan ruang hunian di pinggiran kota

Anda mungkin juga menyukai