OLEH :
DIV KEPERAWATAN TINGKAT 4 SEMESTER VII
1. KOMANG PANDE DEWI AYUNI (P07120216001)
2. PUTU INDAH PRAPTIKA SUCI (P07120216002)
3. KADEK DWI DHARMA PRADNYANI (P07120216003)
4. EKA WAHYU RIFANI MEILIA DEWI (P07120216004)
5. NI KOMANG SRI ARDINA (P07120216005)
6. NI LUH PUTU DESY TRISNA EKAYANTI (P07120216006)
7. NI LUH PUTU INTAN SARI (P07120216007)
8. NI MADE ANASARI (P07120216008)
9. NI LUH PUTU MANIK JUNI ASTRI DEWI (P07120216009)
10. NI LUH PUTU PUTRI WIDIARI (P07120216010)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha
Esa. karena berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
dan tepat waktu. Selain itu penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen
pembimbing yang telah memberikan tugas dan membimbing kami. Penulis membuat makalah
ini untuk memenuhi tugas mata kuliah ASKEP GADAR III tentang “KASUS
KEGAWATDARURATAN PADA PSIKIATRI : GADUH GELISAH”.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka penulis berharap
kritik dan saran dari pembaca . Semoga makalah ini memberikan informasi bagi pembacat dan
bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan kita semua.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kedaruratan psikiatri merupakan cabang dari Ilmu Kedokteran Jiwa dan
Kedokteran Kedaruratan, yang dibuat untuk menghadapi kasus kedaruratan yang
memerlukan intervensi psikiatrik. Tempat pelayanan kedaruratan psikiatri antara lain di
rumah sakit umum, rumah sakit jiwa, klinik dan sentra primer. Kasus kedaruratan
psikiatrik meliputi gangguan pikiran, perasaan dan perilaku yang memerlukan intervensi
terapeutik segera, antara lain: (Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto, 2010)
Kegawatdaruratan Psikiatrik merupakan aplikasi klinis dari psikiatrik pada kondisi
darurat. Kondisi ini menuntut intervensi psikiatrik seperti percobaan bunuh diri,
penyalahgunaan obat, depresi, penyakit kejiwaan, kekerasan atau perubahan lainnya pada
perilaku. Pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik dilakukan oleh para profesional di bidang
kedokteran, ilmu perawatan, psikologi dan pekerja sosial.
Permintaan untuk layanan kegawatdaruratan psikiatrik dengan cepat meningkat di
seluruh dunia sejak tahun 1960-an, terutama di perkotaan. Penatalaksanaan pada pasien
kegawatdaruratan psikiatrik sangat kompleks. Para profesional yang bekerja pada
pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik umumnya beresiko tinggi mendapatkan kekerasan
akibat keadaan mental pasien mereka.
Pasien biasanya datang atas kemauan pribadi mereka, dianjurkan oleh petugas
kesehatan lainnya, atau tanpa disengaja. Penatalaksanaan pasien yang menuntut intervensi
psikiatrik pada umumnya meliputi stabilisasi krisis dari masalah hidup pasien yang bisa
meliputi gejala atau kekacauan mental baik sifatnya kronis ataupun akut.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep dasar dari kegawatdaruratan psikiatri kususnya gaduh gelisah?
2. Bagaimana konsep asuhan kegawatdaruratan psikiatri dengan gaduh gelisah?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui konsep dasar dari gaduh gelisah.
2. Untuk mengetahui asuhan kegawatdaruratan psikiatri dengan gaduh gelisah.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2. ETIOLOGI
Keadaan gaduh gelisah merupakan manifestasi klinis salah satu jenis psikosis
(Maramis dan Maramis, 2009):
a) Psikosis karena gangguan mental organik: delirium
Pasien dengan keadaan gaduh-gelisah yang berhubungan dengan
sindroma otak organik akut menunjukkan kesadaran yang menurun. Sindroma
ini dinamakan delirium. Istilah sindroma otak organik menunjuk kepada
keadaan gangguan fungsi otak karena suatu penyakit badaniah (Maramis dan
Maramis, 2009). Penyakit badaniah ini yang menyebabkan gangguan fungsi
otak itu mungkin terdapat di otak sendiri dan karenanya mengakibatkan
5
kelainan patologik-anatomik (misalnya meningo-ensefalitis, gangguan
pembuluh darah otak, neoplasma intracranial, dan sebagainya), atau mungkin
terletak di luar otak (umpamanya tifus abdominalis, pneumonia, malaria,
uremia, keracunan atropine/kecubung atau alcohol, dan sebagainya) dan hanya
mengakibatkan gangguan fungsi otak dengan manifestasi sebagai psikosa atau
keadaan gaduh-gelisah, tetapi tidak ditemukan kelainan patologik-anatomik
pada otak sendiri (Maramis dan Maramis, 2009).
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pada sindrom otak organik akut
biasanya terdapat kesadaran menurun sedangkan pada sindrom otak organik
menahun biasanya terdapat dementia. Akan tetapi suatu sindrom otak organik
menahun (misalnya tumor otak, demensia paralitika, aterosklerosis otak, dan
sebagainya) dapat saja pada suatu waktu menimbulkan psikosis atau pun
keadaan gaduh gelisah. Untuk mengetahui penyebabnya secara lebih tepat,
perlu sekali dilakukan evaluasi internal dan neurologis yang teliti (Maramis dan
Maramis, 2009).
6
inkoherensi dan afek-emosi yang inadequate. Proses berpikir sama sekali tidak
realistik lagi (Maramis dan Maramis, 2009).
d) Psikosis Bipolar.
Psikosis bipolar termasuk dalam kelompok psikosa afektif karena pokok
gangguannya terletak pada afek-emosi. Tidak jelas ada frustasi atau konflik
yang menimbulkan gangguan mental ini. Belum ditemukan juga penyakit
badaniah yang dianggap berhubungan dengan psikosa bipolar, biarpun
penelitian menunjuk kearah itu. Tidak ditemukan juga disharmoni atau
keretakan kepribadian seperti pada skizofrenia; pada jenis depresi ataupun
mania, bila aspek afek-emosinya menurun, maka aspek yang lain juga menurun,
dan sebaliknya (Maramis dan Maramis, 2009).
Pada psikosa bipolar jenis mania tidak terdapat inkoherensi dalam arti kata
yang sebenarnya, tetapi pasien itu memperlihatkan jalan pikiran yang meloncat-
loncat atau melayang (“flight of ideas”). Dia merasa gembira luar biasa (efori),
segala hal dianggap mudah saja. Psikomotorik meningkat, banyak sekali
berbicara
e) Amok
Amok adalah keadaan gaduh-gelisah yang timbul mendadak dan
dipengaruhi oleh faktor-faktor sosiobudaya. Karena itu PPDGJ-III (Pedoman
Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa ke-III di Indonesia) memasukkannya
ke dalam kelompok “Fenomena dan Sindrom yang Berkaitan dengan Faktor
Sosial Budaya di Indonesia” (“culture bound phenomena”). Efek “malu”
(pengaruh sosibudaya) memegang peranan penting. Biasanya seorang pria,
7
sesudah periode “meditasi” atau tindakan ritualistic, maka mendadak Ia bangkit
dan mulai mengamuk. Ia menjadi agresif dan destruktif, mungkin mula-mula
terhadap yang menyebabkan ia malu tetapi kemudian terhadap siapa saja dan
apa saja yang dirasakan menghalanginya.
Kesadaran menurun atau berkabut (seperti dalam keadaan trance).
Sesudahnya terdapat amnesia total atau sebagian. Amok sering berakhir karena
individu itu dibuat tidak berdaya oleh orang lain, karena kehabisan tenaga atau
karena ia melukai diri sendiri, dan mungkin sampai ia menemui ajalnya
(Maramis dan Maramis, 2009).
3. MANIFESTASI KLINIS
a. Banyak bicara
b. Mondar-mandir
c. Lari-lari
d. Loncat-loncat
e. Destruktif
f. Bingung
Afek/emosi excitement, yaitu :
a. Marah-marah
b. Mengancam
c. Agresif
d. Ketakutan
e. Euphoria
Keadaan gaduh-gelisah biasanya timbul akut atau subakut. Gejala utama adalah
psikomotorik yang sangat meningkat, seperti banyak berbicara, berjalan mondar –
mandir, berlari – berlari dan meloncat – loncat bila keadaan itu berat. Gerakan tangan
dan kaki serta ajuk (mimik), suara cepat dan hebat. Wajah terlihat bingung, marah-
marah atau takut. Ekspresi ini mencerminkan gangguan afek-emosi dan proses berpikir
yang tidak realistik lagi. Jalan pikiran biasanya cepat dan sering terdapat waham curiga.
Tidak jarang juga timbul halusinasi penglihatan (terutama pada sindrom otak organik
yang akut) atau halusinasi pendengaran (terutama pada skizofrenia).
8
Karena gangguan berpikir ini, serta waham curiga dan halusinasi (lebih – lebih
bila halusinasi itu menakutkan), maka pasien menjadi sangat bingung, gelisah dan
gaduh. Ia bersikap bermusuhan dan mungkin menjadi berbahaya bagi dirinya sendiri
dan/atau lingkungannya. Ia dapat melukai diri sendiri atau mengalami kecelakaan maut
dalam kegelisahan yang hebat itu. Jika waham curiganya keras atau halusinasinya
sangat menakutkan, maka ia dapat menyerang orang lain atau merusak barang – barang
di sekitarnya.
Bila orang dalam keadaan gaduh-gelisah tidak dihentikan atau dibuat tidak
berdaya oleh orang – orang di sekitarnya untuk mengamankan si pasien maupun
lingkungannya, maka ia akan kehabisan tenaga dengan segala akibatnya atau ia
meninggal karena kecelakaan.
Seperti pada semua psikosis, maka individu dalam keadaan gaduh-gelisah itu
sudah kehilangan kontak dengan kenyataan: proses berpikir, afek-emosi, psikomotor
dan kemauannya sudah tidak sesuai lagi dengan realitas.
4. PENATALAKSANAAN
9
non spesifik untuk memodifikasi perilaku sampai penyebabanya dipastikan dan
terapi psesifik dimulai.
Psikoterapi
Farmakoterapi
10
Orang yang paranoid atau dalam keadaan luapan katatonik memerlukan
trankuilisasi. Ledakan kekerasan yang episodik berespon terhadap lithium
(Eskalith), penghambat-beta, dan carbamazepine (Tegretol). Jika riwayat penyakit
mengarahkan suatu gangguan kejang, penelitian klinis dilakukan untuk
menegakkan diagnosis, dan suatu pemeriksaan dilakukan untuk memastikan
penyebabnya. Jika temuan adalah positif, antikonvulsan adalah dimulai, atau
dilakukan pembedahan yang sesuai (sebagai contohnya, pada massa serebral).
Untuk intoksikasi akibat zat rekreasional, dilakukan tindakan konservatif mungkin
adekuat. Pada beberapa keadaan, obat-obat seperti thiothixene (Navane) dan
Haloperidol (Haldol), 5-10 mg setiap setengah sampai satu jam diperlukan sampai
pasien distabilkan. Benzodiazepine digunakan sebagai pengganti atau sebagai
tambahan antipsikotik (untuk menurunkan dosis antipsikotik). Jika obat reaksional
memiliki sifat antikolinergik yang kuat, maka benzodiazepine lebih tepat
dibandingkan antipsikotik. Orang dengan respon alergik atau menyimpang
terhadap antipsikotik atau benzodiazepine diobati dengan sodium amobarbital
(Amytal) (sebagai contohnya, 130 mg oral atau IM), paraldehyde, atau
diphenhydramine (Benadril, 50 sampai 100 mg oral atau IM).
Jika kemarahan adalah bagian dari proses psikotik yang sedang berlangsung dan
kembali setelah medikasi IV menghilang, medikasi kontinu dapat diberikan.
Kadang-kadang lebih baik menggunakan dosis IM atau oral kecil dengan interval
11
½ sampai 1 jam–sebagai contohnya, Haloperidol 2-5 mg, diazepam 10 mg– sampai
pasien terkendali dibandingkan dengan menggunakan dosis besar pada awalnya
dan menghentikannya dengan pasien yang mengalami overmedikasi. Saat perilaku
pasien yang terganggu telah dikendalikan, dosis yang semakin kecil dan lebih
jarang dapat diberikan. Selama terapi pendahuluan, tekanan darah pasien dan tanda
vital lainnya harus dimonitor.
Transkuilisasi cepat.
Medikasi antipsikotik dapat diberikan dalam cara cepat dengan interval 30-
60 menit untuk mencapai hasil terapetik yang secepat mungkin. Prosedur ini
bermanfaat bagi pasien yang teragitasi dan pasien yang dalam keadaan tereksitasi.
Obat yang dipilih untuk trankuilisasi cepat adalah haloperidol dan antipsikotik
potensi tinggi lainnya. Pada orang dewasa 5-10 mg Haloperidol peroral atau IM
dan diulangi dalam 20-30 menit sampai pasien menjadi tenang. Beberapa pasien
mungkin mengalami gejala ekstrapiramidal ringan dalam 24 jan pertama setelah
transkuilisasi cepat. Walaupun keadaan ini jarang, tetapi dokter psikiatri harus bisa
mengatasinya. Dan keadaan ini biasanya terjadi sebelum diberikan dosis total 50
mg. Tujuan dari pemberian ini bukanlah untuk proses sedasi atau somnolensi.
Tetapi agar pasien mampu bekerja sama dalam proses pemeriksaan dan dapat
memeberikan penjelasan tentang perilaku teragitasi. Pasien yang teragitasi atau
panik dapat diobati dengan dosis kecil lorazepam, 2-4 mg IV atau IM yang dapat
diulangi jika diperlukan dalam 20-30 menit sampai pasien ditenagkan
Pengikatan
Pengikatan digunakan jika pasien sangat berbahaya bagi dirinya sendiri atau
orang lain karena memiliki ancaman yang sangat parah yang tidak dapat
dikendalikan dengan cara lain. Pasien dapat diikat secara sementara untuk
12
mendapatkan medikasi atau untuk periode yang lama jika medikasi tidak dapat
digunakan. Paling sering, pasien yang diikat menjadi tenang setelah beberapa
waktu. Pada tingkat psikodinamika, pasien tersebut mungkin menerima
pengendalian impuls yang diberikan oleh pengikatan.
13
h. Pasien diikat dg tungkai terpisah, satu lengan diikat di satu sisi & lengan
lain di atas kepala.
b. Setelah pasien terkendali, satu ikatan sekali waktu hrs dilepas dg intervel 5
menit, sampai pasien hanya memiliki dua ikatan (di kaki). Ke dua ikatan
lainnya harus dilepas bersamaan.
c. Selalu mencatat dengan lengkap alasan pengikatan, perjalanan terapi &
respon pasien terhadap terapi selama pengikatan.
14
2. Bila ada sesuatu yang tidak disukai anjurkan klien mengucapkan apa yang
tidak disukai klien
Gagal
Pasien Tenang
1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Primer
Pengkajian RUFA untuk gaduh gelisah :
Domain Intensif I Intensif II Intensif III
1 – 10 11 – 20 21 - 30
Pikiran Tidak mampu Hanya berkonsentrasi Konsentrasi berkurang
berkonsentrasi pada hal tertentu
sedikitpun
15
Perasaan Teror Khawatir berat Khawatir
Takut
Tindakan Napas pendek, rasa Napas pendek, napas pendek,mulut kering,
tercekik dan palpitasi, berkeringat, tekanan anoreksia, diare/konstipasi
nyeri dada, sakit darah naik Banyak bicara dan cepat
kepala, pucat dan Persepsi sangat sempit, Sering merasa gelisah,
gemetar merasa tidak mampu gerakan tersentak-sentak
Persepsi sangat kacau, menyelesaikan masalah (meremas tangan)
takut menjadi gila, Bicara cepat terkadang Adanya perasaan tidak aman
takut kehilangan blocking Hanya berfokus pada
kendali Tegang masalahnya
Bloking, berteriak Gelisah, kurang atau
Ketakutan sama sekali tak mampu
Agitasi, mengamuk, berkonsentrasi
marah
1) Pengkajian sekunder
a. Data pasien
Data pasien merupakan identitas pasien yang meliputi
1) Nama
2) Usia, jenis kelamin
3) Kebangsaan/suku
4) Berat badan, tinggi badan
5) Tingkat pendidikan
6) Pekerjaan
7) Status perkawinan
8) Anggota keluarga
9) Agama
10) Kondisi medis, prosedur pembedahan
11) Masalah emosional
12) Dirawat di RS sebelumnya
16
13) Pengobatan sebelumnya
14) Alergi
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
b. Risiko perilaku kekerasan berhubungan dengan pemikiran waham/ delusi, curiga
pada orang lain, halusinasi.
3. RENCANA KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN JIWA GADUH
GELISAH
A. INTENSIF I :
1. DIAGNOSA KEPERAWATAN : PANIK RUFA :SKOR 1 – 10
2. TUJUAN : Pasien tidak membahayakan dirinya, orang lain dan lingkungan.
3. Tindakan:
a. Komunikasi terapeutik
b. Siapkan lingkungan yang aman
c. Dampingi terus pasien saat panik, bimbing pasien tarik nafas dalam.
d. Kolaborasi:
Berikan obat-obatan sesuai intruksi dokter.
Pantau keepektifan obat dan efek sampingnya
e. Observasi prilaku pasien setiap 15 menit sekali, catat adanya peningkatan
atau penurunan perilaku pasien.
f. Jika prilaku pasien semakin tidak terkontrol, terus mencoba melukai dirinya
sendiri atau orang lain, dapat dilakukan tindakan manajemen pengamanan
pasien yang epektif.
B. INTENSIF II :
a. DIAGNOSA KEPERAWATAN : ANSIETAS BERAT SKOR 11 – 20
b. TUJUAN : Pasien tidak lagi mengalami panic
c. Tindakan :
1. Komunikasi terapeutik
2. Siapkan lingkungan yang aman
3. Ajarkan tehnik relaksasi peregangan otot
4. Kolaborasi:
17
Berikan obat-obatan sesuai intruksi dokter.
Pantau keepektifan obat dan efek sampingnya
5. Observasi prilaku pasien setiap 30 - 60 menit sekali, catat adanya
peningkatan atau penurunan perilaku pasien.
C. INTENSIF III :
a. DIAGNOSA KEPERAWATAN : ANSIETAS SEDANG SKOR 21 – 30
b. TUJUAN : Pasien tidak lagi mengalami ansietas berat – panik
c. Tindakan :
1. Komunikasi terapeutik
2. Siapkan lingkungan yang aman
3. Diskusikan bersama pasien:
Penyebab ansietas – panic
Motivasi menceritakan pengalaman traumatic pasien
4. Kolaborasi:
Berikan obat-obatan sesuai intruksi dokter.
Pantau keepektifan obat dan efek sampingnya
Jelaskan tentang nama, dosis, manfaat terapi obat.
A.INTENSIF I :
1. TUJUAN : Pasien tidak membahayakan dirinya, orang lain dan lingkungan.
a. Kendalikan secara verbal
b. Pengikatan ATAU Isolasi
c. Psikofarmaka: anti psikotik parenteral, anti ansietas
B. INTENSIF II :
TUJUAN : Pasien dapat mengendalikan risiko perilaku kekerasan.
C. INTENSIF III :
TUJUAN : Pasien dapat mengendalikan risiko perilaku kekerasan dan
mempertahankan kondisi stabil.
18
a. Dengarkan keluhan pasien
b. Latih cara mengendalikan marah dengan cara verbal, spiritual.
c. Pertahankan pemberian psikofarmaka oral: anti psikotik
3. IMPLEMENTASI
Menurut Keliat (2006), implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang
aktual dan mengancam integritas pasien beserta lingkungannya. Sebelum
melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah di rencanakan, perawat perlu
memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih di butuhkan dan sesuai
dengan kondisi pasien pada saat ini (here and now). Hubungan saling percaya antara
perawat dengan pasien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan.
4. EVALUASI
Evaluasi menurut Keliat (2006) adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai
efek dari tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua
jenis yaitu evaluasi proses atau formatif dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan
dengan membandingkan respon pasien dengan tujuan yang telah ditentukan.
19
5. CONTOH KASUS GADUH GELISAH
Pengkajian
Identitas Klien
Nama (inisial) : Sdr. A
Umur : 23 tahun
Pendidikan : Kelas 2 SMA
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum kawin
Alamat : Lamongan
Pekerjaan : Pengamen
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM :-
Tanggal Dirawat :-
Tanggal Pengkajian : 24 November 2018
Ruang Rawat :-
Sumber Informasi : Pasien, keluarga dan petugas PKM
Alasan Periksa
Data primer
Pasien mengatakan jika ada yang membisiki (seperti ada yang mengancam)
Data sekunder
Petugas PKM mengatakan bahwa pasien dibawa ke PKM karena pikiran terpecah
pecah.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kompos mentis
Pemeriksaan fisik
Kepala
Inspeksi: penyebaran rambut merata, rambut berwarna hitam
Mata
Inspeksi: simetris
Mulut
Inspeksi: simetris, mukosa bibir lembab
Telinga
Inspeksi: bentuk simetris
Masalah keperawatan: tidak ada
21
GENOGRAM
1. Pola asuh
Pasien sejak kecil dan sampai sekarang tinggal dengan keluarga kecuali pada saat SMP
sampai kelas 2 SMA.
1. Pola komunikasi dengan keluarga
Pasien tidak mengalami gangguan berkomunikasi dengan keluarga, tapi pasien mengatakan
saat kambuh tidak mampu memulai pembicaraan. Keluarga juga mengatakan jika pasien
kambuh pasien berbicara dengan cepat dan tidak sesuai.
Masalah keperawatan: kerusakan komunikasi
Konsep Diri
Peran
Pasien mengatakan jika pasien sebagai anak dan saudara tengah, dan pasien akan
mengamen. jika pasien kambuh pasien tidak mampu melakukan perannya sebagai
anak.
• Hubungan sosial
• Peran serta dalam kegiatan/masyarakat
22
• Pasien terkadang ikut dalam kegiatan di masyarakat, dan kelurga mengatakan bahwa
ketika pasien kambuh, pasien tidak dapat mengikuti kegiatan apapun.
• Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
• Pasien mengatakan tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang di sekitar
rumah. Tapi jika kambuh pasien lebih memilih untuk di dalam rumah saja.
• Spiritual
• Kegiatan beribadah
• Pasien menjalankan sholat kadang di rumah atau di masjid dan biasanya hanya 2/3
kali dalam sehari dan jika kambuh dia tidak melaksanakan ibadah sholat.
• Aktvitas motorik
• Pasien selalu mengikuti kegiatan bersih-bersih di rumah. Namun keluarga mengtakan
jika sedang kambuh pasien sering meloncat-meloncat dan mondar-mandir.
• Kesadaran
• Kuantitatif
• Komposmentis.
• Kualitatif
• Limitasi
• Pasien banyak beraktivitas dengan bersih-bersih, dan membantu di rumah. Tapi saat
kambuh pasien tidak melakukan aktivitas bersih-bersih.
• Perasaan
• Emosi: Keluarga mengatakan jika pasien kambuh, pasien terlihat cemas dan gelisah.
• Afek sesuai: pasien ada perubahan rona muka saat ada stimulus yang menyenangkan
• Masalah keperawatan: tidak ada
• Persepsi-Sensori
• Pasien mengatakan ada yang membisiki sesuatu, seperti ada yang mengancam
dirinya. Keluarga juga mengatakan jika pasien kambuh, pasien terlihat cemas dan
gelisah.
• Masalah keperawatan: gangguan persepsi sensori; halusinasi pendengaran
• Proses pikir
23
- Arus pikir: saat pengkajian, jika pasien diberikan pertanyaan pasien mampu
menjawab dengan bercerita panjang dan cepat. Namun ketika pasien kambuh,
keluarga mengatakan jika pasien diberikan pertanyaan pasien hanya berkata bahwa
adanya bisikan yang bermacam-macam, dan pasien terlihat cemas serta gelisah.
• Masalah keperawatan: gangguan proses pikir
- Isi pikir: Keluarga mengatakan jika pasien kambuh, pasien akan mengatakan bahwa
badannya merasa sakit dan ingin mengakhiri hidupnya.
Masalah keperawatan: risiko bunuh diri
• Mekanisme Koping
• Pasien mengatakan jika kambuh pasien akan memukuli badannya, dan mengatakan
akan bunuh diri.
• Masalah keperawatan: risiko bunuh diri
ANALISA DATA
NO DATA MASALAH
KEPERAWATAN
1
24
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kedaruratan psikiatri merupakan cabang dari Ilmu Kedokteran Jiwa dan
Kedokteran Kedaruratan, yang dibuat untuk menghadapi kasus kedaruratan yang
memerlukan intervensi psikiatrik. Tempat pelayanan kedaruratan psikiatri antara lain
di rumah sakit umum, rumah sakit jiwa, klinik dan sentra primer. Kasus kedaruratan
psikiatrik meliputi gangguan pikiran, perasaan dan perilaku yang memerlukan
intervensi terapeutik segera, antara lain: (Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto,
2010)
Keadaan gaduh gelisah bukanlah diagnosis dalam arti kata sebenarnya, tetapi
hanya menunjuk pada suatu keadaan tertentu, suatu sindrom dengan sekelompok gejala
tertentu. Keadaan gaduh gelisah dipakai sebagai sebutan sementara untuk suatu
gambaran psikopatologis dengan ciri-ciri utama gaduh dan gelisah. (Maramis dan
Maramis, 2009).
B. SARAN
Perawat dalam menangani pasien dengan gaduh gelisah harus dapat
menerapkan komunikasi yang baik agar proses penyembuhan dan penenangan pasien
dapat tercapai secara semaksimal mungkin
25
DAFTAR PUSTAKA
26