Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN NEKROPSI ANJING

Rabu, 13 April 2016

Disusunoleh:
Nirmala
B94154132
PPDH Gelombang I Tahun 2015/2016

Dosen Penanggung Jawab:


Dr Drh Wiwin Winarsih, MSi, APVet

DosenTentir:
Prof drh Bambang Pontjo P, MS, PhD, APVet

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
LAPORAN NEKROPSI

Hari/tanggal nekropsi : Rabu, 13 April 2016


No. Protokol : P/57/16
Pelapor/ pemilik :-
Dosen Piket/Tentir : Prof drh Bambang Pontjo P, MS, PhD, APVet
Dosen PJ : Dr Drh Wiwin Winarsih, MSi, APVet
Signalement :
Nama Hewan : Grey
Jenis Hewan : Anjing
Bangsa : American Bull Terrier
Jenis Kelamin : Betina
Umur : 3 tahun
Warna Rambut : Abu-abu
Tanggal Mati : 31 Maret 2016
Tanggal Nekropsi : Rabu, 13 April 2016
Anamnesa : Anjing lemah dan lebih sering berbaring, hasil uji
test kit menunjukkan positif Erlichiosis, negatif
Anaplasmosis.

Hasil pemeriksaan patologi anatomi :


Organ Epikrise Diagnosa PA
Keadaan Umum Luar
Kulit dan rambut Ditemukan adanya caplak Infestasi caplak
R. sanguineus R. sanguineus
Mukosa Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Mata Corneal clouding Tidak ada kelainan
Telinga Kotor Tidak ada kelainan
Lubang kumlah lain Anus kotor Diare
Subkutis
Perlemakan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Otot Pendarahan pada Myositis hemoragi
M. semitendinosus kiri akuta
Kelenjar ludah Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Kelenjar pertahanan
perifer
Ln. Submandibularis Saat insisi keluar cairan Kongesti
Ln. Retropharingealis Saat insisi keluar cairan Kongesti
Ln. Prescapularis Mengalami kebengkakan Lymphadenitis
Ln. Axillaris Saat insisi keluar cairan Kongesti
Ln. Poplitea Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Rongga abdomen
Situs viserum Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Lain-lain Adanya cairan berwarna Hidrops ascites
kemerahan dengan
konsistensi cair dan aspek
transparan
Rongga thoraks
Tekanan negatif Ada Tidak ada kelainan
Situs viserum Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Lain-lain Adanya cairan berwarna Hidrothoraks
kemerahan dengan
konsistensi cair.
Traktus Respiratorius
Sinus hidung Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Faring Ditemukan adanya cairan Edema pulmonum
berwarna kemerahan dan
busa
Laring Ditemukan adanya cairan Edema pulmonum
berwarna kemerahan dan
busa
Trakhea Ditemukan adanya cairan Edema pulmonum
berwarna kemerahan dan
busa
Bronkhus Ditemukan adanya cairan Edema pulmonum
berwarna kemerahan dan
busa
Paru-paru Warna paru-paru tidak Hepatisasi merah
homogen paru-paru
saat diinsisi mengeluarkan Kongesti Pulmonum
darah dan busa
Sebagian besar lobus Pneumonia alveolaris
tenggelam saat uji apung
Traktus Digestivus
Rongga mulut Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Lidah Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Esofagus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Lambung Ditemukan adanya eksudat Gastritis kataralis
kataralis
Usus Halus Ditemukan eksudat Enteritis kataralis
kataralis disepanjang usus
halus
Pada duodenum dan Enteritis hemoragika
jejunum adanya
pendarahan
Usus Besar Berisi feses dengan Diare
konsistensi cair
Empedu Cairan lebih gelap dan Pleokrom
konsistensi lebih pekat
Pankreas Autolisa Tidak ada kelainan
Hati Warna tidak homogen, saat Kongesti hati
diinsisi mengeluarkan
darah
Traktus Sirkulatorius
Jantung Double apex Dilatasi ventrikel
kanan
Jantung kiri : aspek Kardiomiopati
miokardium pucat, Hipertrofi ventrikel
kiri
Jantung kanan : ventrikel Dilatasi ventrikel
mengalami perluasan kanan
Terdapat penebalan dan Endocarditis valvular
nodul pada katup nodularis
Pembuluh darah Aorta membentuk Ektasis
cekungan seperti sumur
Sistem Limforetikuler
Limpa Ukuran limpa membesar, Splenomegali, kongesti
tegang, dengan tepian yang
tumpul, saat insisi keluar
darah
Traktus Urogenitalia
Ginjal Kapsula sulit dilepaskan, Nefritis kronis
medula dan korteks sulit Kongesti ginjal
dibedakan
Vesika urinaria Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Urethra Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Uterus Adanya pus dan darah Pyometra
Sistem syaraf pusat
dan perifer
Otak Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Diagnosa : Endokarditis valvular nodularis


Diagnosa banding : Pneumonia alveolaris
Atria mortis : Jantung dan paru-paru

PEMBAHASAN

Nekropsi dilakukan terhadap seekor anjing American Bull Terrier betina


berusia tiga tahun yang didapatkan dari Rumah Sakit Hewan Pendidikan IPB.
Rekam medis hewan menunjukkan bahwa sebelum mati hewan mengalami gejala
klinis berupa lethargy dengan banyak infestasi caplak. Hasil pengujian darah
dengan menggunakan test kit menunjukkan hewan positif menderita ehrlichiosis.
Pemeriksaan post mortem terhadap kondisi umum pada hewan
menunjukkan infestasi caplak dalam jumlah banyak tersebar di seluruh bagian
tubuh hewan dari lubang telinga hingga daerah lipatan telapak kaki hewan. Caplak
pada hewan kasus adalah brown dog tick (Rhipicephalus sanguineus). Ektoparasit
ini merupakan vektor bagi beberapa parasit darah seperti Ehrlichia canis, Babesia
sp., Anaplasma sp., dan Theilleria sp.. Keberadaan Rhipicephalus sanguineus
yang merupakan vektor dari Ehrlichia canis memperkuat diagnosa bahwa hewan
ini menderita erhlichiosis. Ehrlichia merupakan parasit intrasitoplasmik pada sel
darah putih dari ordo Rickettsiales dengan famili Anaplasmataceae dan genus
Ehrlichia (Little 2009). Masa inkubasi Ehrlichia canis pada anjing berlangsung
selama 8-20 hari dan diikuti dengan fase akut, subklinis dan kronis (Harrus et al.
1997).
Pemeriksaan luar pada lubang kumlah lain menunjukkan kondisi mata dan
telinga yang kotor. Anus juga terlihat kotor dengan leleran feses disekitarnya yang
mengindikasikan adanya kondisi diare. Lubang kumlah lainnya seperti rongga
mulut dan vulva tidak menunjukkan adanya kelainan. Palpasi pada permukaan
htubuh serta pemeriksaan persendian tubuh tidak menunjukkan adanya kelainan.
Pembukaan area subkutis menunjukkan sedikit perlemakan berwarna putih
kekuningan. Limfoglandula submandibularis, retropharyngeal, prescapularis, dan
axillaris mengalami mengami kongesti yang ditunjukkan dengan adanya genangan
darah pada bidang sayatan. Limfonodus poplitea dan kelenjar parotis tidak
menunjukkan adanya kelainan. Ditemukan myositis hemoragi akuta pada m.
semitendinosus kiri yang disebabkan oleh bekas suntikan pada perototan saat
hewan menjalani perawatan di RSHP IPB.
Pembukaan rongga abdomen hewan menunjukkan adanya pengumpulan
cairan serous berwarna merah pada rongga abdomen sebanyak ± 15 ml. Situs
viscerum anjing pada kasus ini tidak menunjukkan adanya kelainan. Pemeriksaan
dilanjutkan dengan uji tusukan pada m. intercostalis di antara os costae ke 4 dan 5
pada sisi kiri dan kanan rongga dada dan melihat pergerakan dari diafragma untuk
mengetahui keberadaan tekanan negatif pada rongga thoraks. Tekanan negatif
atau intrapleural pressure merupakan tekanan udara di dalam rongga pleura yang
lebih rendah dari tekanan atmosfer atau tekanan udara di luar tubuh. Tekanan
negatif pada hewan pada kasus ini masih ada. Pemeriksaan dilanjutkan dengan
pembukaan rongga thoraks dengan melakukan pemotongan pada pertautan antara
tulang rawan dengan os costae menggunakan tang tulang. Pembukaan rongga
thoraks menunjukkan adanya akumulasi cairan serous berwarna merah ± 7 ml
pada rongga thoraks atau lebih dikenal dengan kondisi hidrothoraks. Situs
viscerum rongga thoraks tidak menunjukkan adanya kelainan. Organ dalam
kadaver kemudian dipreparir dari lidah hingga kolon. Trakea dan esofagus
dipisahkan untuk mendapatkan rangkaian traktus digestivus yang lengkap.
Cairan serous berwarna merah pada kondisi hidrops ascites dan
hidrothoraks merupakan cairan plasma tercampur dengan hemoglobin yang keluar
pembuluh darah akibat proses imbibisi hemoglobin post mortem Imbibisi
hemoglobin terjadi beberapa jam setelah kematian, integritas intima berkurang
sehingga hemoglobin lepas karena lisis eritrosit, melewati dinding pembuluh
darah dan mewarnai jaringan sekitar (Zachary dan McGavin 2007). Kondisi
hidrops ascites dan hidrothoraks dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan
hidrostatik seperti dalam kasus Congestive Heart Failure (CHF) yang
mengakibatkan perembesan plasma darah dari pembuluh darah atau akibat dari
penurunan tekanan osmotik intravaskular seperti dalam kasus hipoproteinemia
yang juga mengakibatkan perembesan plasma darah (Mark et al. 2006).
Pemeriksaan traktur respiratorius hewan dimulai dari pembukaan saluran
konduksi udara seperti laring dan trakea sampai ke cabang terkecil bronkus.
Cairan berwarna merah dan berbusa ditemukan di sepanjang saluran pernafasan.
Hal ini mengindikasikan adanya kejadian edema pulmonum parah pada hewan
kasus. Cairan berbusa timbul akibat dari gesekan antara udara dan cairan edema.
Busa yang terbentuk akan bertahan lama bahkan setelah kematian hewan, hal
tersebut disebabkan oleh adanya kandungan albumin dalam cairan edema sebagai
protein yang mempertahankan tegangan permukaan (Carlton dan McGavin 1995).
Dalam kondisi cairan edema belum terlihat, pemeriksaan edema pulmonum lain
dapat dilakukan dengan uji undulasi pada paru-paru hewan. Uji undulasi
dilakukan dengan mengetuk perlahan bagian ujung paru-paru dan melihat bagian
ujung lainnya dari paru-paru. Apabila alveoli paru-paru terisi cairan maka getaran
gelombang dari ketukan pada ujung paru-paru akan tersalurkan hingga ke bagian
ujung lainnya, sedangkan apabila alveoli berisi udara, getaran gelombang tidak
akan tersampaikan. Dalam uji ini, hasil positif menunjukkan paru-paru mengalami
kondisi edema karena alveoli terisi dengan cairan edema.
Inspeksi pada paru-paru menunjukkan warna paru-paru yang tidak
homogen. Paru-paru pada hewan kasus ini mengalami hepatisasi merah paru-paru
yang mengindikasikan adanya peradangan pada paru-paru atau dikenal sebagai
pneumonia. Hepatisasi merah paru-paru terjadi akibat adanya akumulasi eksudat
fibrin, leukosit, dan eritrosit di dalam alveoli paru-paru. Kondisi hepatisasi merah
dapat berubah menjadi hepatisasi abu-abu apabila sel darah merah telah dirombak
oleh makrofag dan meninggalkan eksudat fibrinosuppuratif yang timbul dari
usaha makrofag dan neutrofil dalam mengeliminasi fibrin (Atlas of Pathology
2014). Penyayatan pada paru-paru menunjukkan adanya akumulasi darah yang
mengindikasikan adanya kongesti pada paru-paru. Uji apung terhadap paru-paru
menunjukkan hampir seluruh lobus paru-paru tenggelam.

Gambar 1 Lesio patologi anatomi paru-paru anjing kasus. Warna paru-paru tidak
homogen, terdapat cairan berbusa pada bronkus dan trakea.

Pemeriksaan pada jantung hewan menunjukkan tidak ada kelainan pada


pericardium jantung. Inspeksi pada bentuk jantung menunjukkan adanya double
apex yang mengindikasikan adanya dilatasi pada ventrikel kanan jantung. Insisi
kemudian dilakukan sejajar dengan sulcus longitudinal pada jantung kanan dan
kiri. Pembukaan rongga jantung menunjukkan adanya hipertrofi eksentris pada
ventrikel kiri jantung. Hipertrofi eksentris adalah kondisi pembesaran ruang
ventrikel jantung dengan dinding normal hingga menipis. Kondisi ini terjadi
akibat lesio yang meningkatkan volume darah yang harus ditampung oleh jantung
seperti insufisiensi katup jantung dan defek pada septum jantung (Zachary dan
McGavin 2012). Hal ini mendukung adanya temuan endokarditis valvular
nodularis pada katup bikuspidalis yang menyebabkan katup tidak dapat menutup
sempurna sehingga darah dari ventrikel kembali ke atrium dan menyebabkan
adanya genangan pada atrium. Genangan darah tersebut akhirnya akan masuk
kembali ke ventrikel saat kontraksi jantung berikutnya. Proses yang berulang
menyebabkan terjadinya peningkatan volume darah yang masuk ke dalam
ventrikel dan pada akhirnya menyebabkan hipertrofi konsentris pada ventrikel kiri
jantung. Pompa jantung yang tidak kuat juga menyebabkan darah dari aorta
kembali ke ventrikel sehingga terjadi perluasan pangkal aorta yang disebut dengan
ektasis. Pembukaan rongga jantung kanan menunjukkan adanya pemipihan pada
m. papillaris dan trabekula cordis, hal ini mengindikasikan adanya dilatasi
ventrikel kanan jantung. Terdapat chicken fat clot pada ventrikel kanan jantung.
Chicken fat clot terbentuk akibat respon peradangan yang menyebabkan laju
endap eritrosit meningkat. Inflamasi menyebabkan peningkatan plasma fibrinogen
yang membuat eritrosit bertumpuk membentuk badan rouleaux (Zachary dan
McGavin 2012). Insisi memanjang pada bagian otot jantung memperlihatkan
aspek otot jantung yang pucat dan mengindikasikan terjadinya degenerasi otot
jantung yang disebut sebagai cardiomyopathy.

Gambar 2 Lesio patologi anatomi pada katup jantung, endokarditis valvular


nodularis pada katup bikuspidalis
Gambar 3 Lesio patologi anatomi pada otot jantung menunjukkan aspek
kepucatan yang mengindikasikan cardiomyopathy.

Gambar 4 Lesio patologi anatomi pada ventrikel kanan jantung berupa


chicken fat clot (tanda panah).

Pemeriksaan saluran pencernaan dimulai dengan inspeksi pada rongga


mulut hewan, tidak ditemukan adanya kelainan pada rongga mulut hewan.
Pembukaan saluran pencernaan dimulai dari esofagus, curvature major lambung,
dan dilanjutkan dengan membuka usus halus dan usus besar pada bagian
penggantung. Hasil inspeksi pembukaan saluran pencernaan menunjukkan
lambung tidak berisi, hal ini mengindikasikan hewan tidak makan beberapa saat
sebelum kematian terjadi. Terlihat adanya gastroenteritis kataralis dengan
beberapa lesio echimosa pada duodenum dan jejunum. Terlihat adanya
hyperplasia daun peyer pada daerah duodenum di sekitar area terjadinya
echimosa. Hal ini merupakan respon tubuh dalam menghadapi infeksi.
Pemeriksaan juga dilakukan terhadap organ-organ pendukung pencernaan
yaitu pankreas dan hati. Pankreas telah mengalami autolisa sehingga tidak dapat
didiagnosa. Inspeksi pada hati menunjukkan warna yang tidak homogen dan
mengindikasikan adanya degenerasi hati. Insisi pada hati menunjukkan adanya
genangan darah yang mengindikasikan adanya kongesti hati. Kongesti juga
terlihat pada organ limpa dengan margo yang menumpul dengan aspek tidak
berkerut. Uji usap pada bagian insisi hilus memperlihatkan darah terbawa yang
mengindikasikan adanya kongesti.
Gambar 5 Lesio patologi anatomi pada duodenum. Panah putih menunjukkan
hiperplasia daun peyer. Panah hitam menunjukkan lesio hemoragi
echimosa. Pankreas terlihat telah mengalami autolisa sehingga tidak
dapat didiagnosis.

Gambar 6 Lesio patologi pada hati menunjukkan adanya kongesti pada saat insisi.

Gambar 7 Lesio patologi pada limpa menunjukkan aspek limpa yang tidak
berkerut dengan margo yang menumpul.

Traktus urogenital diangkat bersama-sama karena saling terkait.


Pemeriksaan traktus urinari dimulai dari ginjal, ureter, vesica urinaria, dan
urethra. Insisi pada ginjal dilakukan pada curvatura major ginjal dan tepat
membelah ginjal menjadi dua. Inspeksi pada ginjal menunjukkan adanya kongesti
yang dicirikan dengan bagian medulla dan korteks ginjal yang sulit dibedakan.
Kapsula ginjal sulit dilepaskan dan ada bagian dari korteks yang terbawa saat
kapsula dilepaskan. Hal ini mengindikasikan adanya kondisi nefritis interstitial
kronis.
Pemeriksaan traktus genitalia dimulai dari kondisi lubang kumlah vulva,
vagina, uterus, dan ovarium. Pembukaan pada cornua uteri memperlihatkan
adanya peradangan hemoragi pada dinding uterus dengan eksudat purulent.
Kondisi ini disebut sebagai pyometra. Pyometra dalam kasus ini merupakan tipe
pyometra terututup karena tidak ditemukan adanya discharge yang keluar pada
lubang kumlah. Infeksi pada saluran reproduksi betina pada anjing sering terjadi
pada musim kawin. Hal ini disebabkan karena adanya pembukaan servix akibat
pengaruh dari hormone estrogen (Carlton dan McGavin 1995) serta penurunan
sistem imun yang ditujukan untuk persiapan penerimaan sperma dalam tubuh.
A B
Gambar 8 Lesio patologi anatomi pada ginjal. Jaringan ikat yang terbawa pada
saat pelepasan kapsul (A). Korteks dan medulla pada ginjal yang sulit
dibedakan (B).

Gambar 9 Lesio patologi anatomi pada uterus menunjukkan adanya eksudasi


purulent pada cornua uteri.

Patogenesa penyakit pada kasus ini berawal pada insufisiensi katup


jantung akibat endokarditis valvular nodularis. Insufiensi katup menyebabkan
hipertrofi eksentris dan cardiomyopathy. Kelemahan otot jantung kiri
menyebabkan edema pulmonum akibat jantung tidak mampu memompa darah ke
seluruh tubuh dan menyebabkan darah tersisa dan tergenang pada ventrikel kiri
jantung. Genangan ini kemudian mencegah darah dari arteri pulmonalis untuk
masuk ke dalam ventrikel kiri jantung sehingga darah tertahan di paru-paru dan
menyebabkan edema pulmonum. Edema pulmonum menyebabkan darah dari
ventrikel kanan jantung tidak dapat masuk seluruhnya ke dalam paru-paru
sehingga menyebabkan genangan pada ventrikel kanan. Genangan darah pada
ventrikel kanan menahan darah dari seluruh tubuh untuk masuk sehingga
menyebabkan terjadinya kongesti sistemik pada berbagai organ seperti hati, limpa,
limfoglandula, ginjal, serta ascites pada rongga abdomen (Arnold dan Katz 1990).
Kematian akhirnya terjadi karena paru-paru tidak dapat lagi mengambil oksigen
dan jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen
dan nutrisi seluruh tubuh, sehingga terjadi hipoksia dan kematian jaringan.
SIMPULAN

Bedasarkan hasil nekropsi yang telah dilakukan kematian anjing dalam


kasus ini disebabkan oleh endokarditis valvular nodularis yang menyebabkan
gagal jantung kongesti dan disfungsi berbagai organ.

DAFTAR PUSTAKA
Arnold M, Katz MD. 1990. Cardiomyopathy of Overload-A Major Determinant of
Prognosis in Congestve Heart Failure. N Engl J Med. 322: 100-110.
Atlas of Pathology 3rd ed. 2014. Lobar pneumonia. [internet]. [diunduh pada 2016
April 7]. Terhubung berkala http://www.pathologyatlas.ro/lobar-pneumonia-
leukocytic-alveolitis.php.
Carlton WW, McGavin MD. 1995. Special Veterinary Pathology Second
Condition. Missouri (US): Mosby
Harrus S, Bark H, Waner T. 1997. Canine monocytic ehrlichiosis an update.
Compendium on Continuing Education for the Practicing Veterinarian.
5(1): 9-16.
Little SI. 2009. Vector-Borne Diseases. Di dalam: Georgis’ Parasitology for
Veterinarians 9th ed. Bowman DD (editor). Missouri (US): Saunders
Elseiver
Mark AG, Peter PT, Robert LH. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga. Jakarta (ID):
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Zachary JF, McGavin MD. 2007. Pathologic Basic of Veterinary Diseases. Ed ke
4. Tennessee (US): Elsevier Pub.
Zachary JF, McGavin MD. 2012. Pathologic Basis of Veterinary Disease. Ed ke 5
Missouri (US): Elsevier Mosby.

1.) Mengapa parasit disebut infestasi?


2.) Mengapa pada hewan yang menderita distemper mengalami
hyperkeratosis keempat pad pada kakinya?
3.)

Anda mungkin juga menyukai