Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN SOLID


TABLET EFEDRIN HCL DAN TABLET IBUPROFEN

Disusun oleh :
Kelompok V Rabu Pagi
Elda Yulia M. 1006756572
Abdul Basith 1006757953
Syifa Amelia 1006758092
M.Miftahul Huda 1006758035
Tri Amelia 1006758104

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2012

1
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang


Maha Esa karena atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya, laporan ini dapat kami
selesaikan tepat waktu.
Penulisan laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Teknologi Sediaan Solid dan untuk menambah pengetahuan mahasiswa mengenai
cara pembuatan tablet, khususnya tablet Efedrin HCl dan tablet Ibuprofen.
Dalam penyusunan laporan ini, kami mengalami banyak kesulitan dan
hambatan, namun berkat kerjasama seluruh anggota kelompok maka laporan ini
dapat terselesaikan. Oleh karena itu, kami juga tidak lupa ingin mengucapkan
banyak terima kasih kepada dosen Farmasi terutama dosen pembimbing mata
kuliah Teknologi Sediaan Solid, teman-teman kelompok, dan teman-teman lain
yang telah membantu memperoleh informasi, dan semua pihak yang terkait dalam
pembuatan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan ini.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun agar laporan ini menjadi lebih baik dan demi kemajuan pada laporan-
laporan berikutnya.
Akhir kata, kami berharap agar laporan ini dapat berguna dan bermanfaat
bagi kami maupun para pembaca.

Depok, Desember 2012

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................... ii


Daftar Isi................................................................................................................ iii
Daftar Tabel ..........................................................................................................
Daftar Lampiran ....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
I.1. Latar Belakang ...........................................................................
I.2. Ruang Lingkup Masalah ............................................................
I.3. Tujuan ........................................................................................
I.4. Metodologi Penulisan ................................................................
I.5. Sistematika Penulisan ................................................................
BAB II LANDASAN TEORI.........................................................................
II.1 Teori Tablet ................................................................................
II.2 Penggolongan Tablet ..................................................................
II.3 Metode Pembuatan Tablet..........................................................
II.4 Evaluasi Tablet ...........................................................................
II.5 Permasalahan Tablet ..................................................................
BAB III EFEDRIN HCl ...................................................................................
III.1 Praformulasi Tablet Efedrin HCl 25 mg ....................................
III.2 Formulasi ...................................................................................
III.3 Evaluasi
III.3.1 Evaluasi Granul ..............................................................
III.3.2 Evaluasi Tablet ...............................................................
III.4 Kemasan .....................................................................................
III.5 Pembahasan ................................................................................
BAB IV EFEDRIN HCl ...................................................................................
IV.1 Praformulasi Tablet Ibuprofen 400 mg ......................................
IV.2 Formulasi ...................................................................................
IV.3 Evaluasi
IV.3.1 Evaluasi Granul ..............................................................
IV.3.2 Evaluasi Tablet ...............................................................
IV.4 Kemasan .....................................................................................

3
IV.5 Pembahasan ................................................................................
Lampiran ...............................................................................................................
Daftar Pustaka .......................................................................................................

4
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Tablet adalah bentuk sediaan yang paling umum digunakan. Hal
tersebut berdasaran kenyamanan dalam penggunaan bagi pasien,
keseragaman dosis pada setiap tablet, stabil pada penyimpanan dalam
jangka waktu lama dan dalam kondisi penyimpanan yang berbeda-beda,
serta proses produksinya yang mencakup kompresi, labeling, dan
pengemasan berlangsung secara cepat. Di samping itu, perkembangan
industri generik juga harus memerhatikan faktor-faktor ekonomis seperti
intensivitas pekerja dan peningkatan produktivitas metode pembuatan
untuk menghasilkan produk yang lebih baik.
Dalam pembuatan tablet, dapat digunakan berbagai macam zat aktif.
Oleh karena itu, pasti tidak menggunakan metode yang sama. Hal tersebut
disebabkan karena perbedaan sifat fisikokimia zat aktif yang tidak tahan
panas atau termolabil, higroskopis, dan sebagainya. Oleh karena itu,
diperlukan suatu tahapan dalam menyusun formula dari sediaan tablet
yang akan dibuat. Tahapan ini disebut desain formula. Pada tahap ini,
seorang formulator harus menentukan apa saja yang harus terdapat dalam
formulanya. Berlanjut ke tahap berikutnya yaitu praformulasi dimana
eksipien atau zat tambahan yang akan digunakan harus telah ditentukan,
metode formulasi yang akan digunakan serta alasan pemilihan bahan
ataupun metode formulasi. Selanjutnya, tahap formulasi dimana
formulator telah memulai proses produksi berdasarkan apa yang telah
dipraformulasikan sebelumnya. Seluruh kriteria dalam evaluasi harus
terpenuhi untuk menjamin kualitas produk supaya dapat dipasarkan.
Setelah memenuhi, tahap berikutnya adalah labeling dan pengemasan.

I.2. Perumusan Masalah


Rumusan masalah pada laporan ini antara lain mengenai
praformulasi dan formulasi dari tablet Efedrin HCl dan tablet Ibuprofen,

5
evaluasi pada tablet Efedrin HCl dan tablet Ibuprofen yang meliputi
evaluasi granul dan evaluasi tablet, serta pembahasan yang dari masalah-
masalah yang menyebabkan tablet tidak memenuhi salah satu atau lebih
kriteria yang terdapat dalam evaluasi. Praformulasi mencakup sifat
fisikokimia zat aktif serta eksipien yang digunakan, komposisi bahan
dalam formula serta alasan pemilihan metode. Evaluasi berisi beberapa uji
yang harus dilakukan untuk memastikan tablet yang telah diproduksi
memenuhi persyaratan untuk dapat dipasarkan maupun tidak, sedangkan
pembahasan meliputi kemungkinan-kemungkinan kesalahan yang dapat
terjadi selama proses pembuatan tablet sehingga tablet tidak memenuhi
salah satu persyaratan uji untuk evaluasi.

I.3. Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui dan
melakukan tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam menyusun dan
memproduksi sebuah formula agar dapat dipasarkan dan diterima oleh
masyarakat luas.

I.4. Metode Penulisan


Laporan ini merupakan hasil observasi secara langsung oleh
praktikan melalui Praktikum Teknologi Sediaan Solid yang didasari oleh
studi kepustakaan. Namun untuk melengkapi laporan ini, kami juga
menggunakan media elektronik sebagai sumber informasi tambahan.

I.5. Sistematika Penulisan


BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
I.2. Perumusan Masalah
I.3. Tujuan
I.4. Metode Penulisan
I.5. Sistematika Penulisan
BAB II LANDASAN TEORI
II.1 Teori Tablet
II.2 Penggolongan Tablet

6
II.3 Metode Pembuatan Tablet
II.4 Evaluasi Tablet
II.5 Permasalahan Tablet
BAB III TABLET EFEDRIN HCL
BAB IV TABLET IBUPROFEN
BAB V PENUTUP

7
BAB II
LANDASAN TEORI

III.1 Teori Tablet


Tablet berasal dari kata tabletta, tabletta yang berarti piring pipih.
Pengertian tablet yang tercantum di dalam Farmakope Indonesia edisi III
yaitu sediaan padat kompak yang dibuat secara kempa cetak dalam bentuk
tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung,
mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan.
Bahan tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai bahan pengisi,
pengikat, penghancur, pembasah, pelicin, atau bahan lain yang cocok.
Selain itu, dalam Farmakope indonesia edisi IV tablet memiliki
definisi yang lebih sederhana, tablet adalah sediaan padat yang
mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Sedangkan,
definisi tablet menurut USP dan NF adalah bentuk sediaan padat yang
mengandung bahan obat dengan atau tanpa aditif yang sesuai.
Tablet sebagai salah satu jenis sediaan memiliki beberapa kelebihan
dan kekurangan. Kelebihan dari sediaan tablet, antara lain :
- merupakan sediaan oral yang paling stabil;
- takaran atau dosis yang cukup teliti dan seragam untuk setiaap tablet;
- bahan aktif dalam sediaan tablet relatif stabil karena tablet merupakan
sediaan kering;
- bahan obat yang dapat rusak oleh cairan atau enzim dalam saluran
pencernaan dapat diatasi dengan penyalutan;
- pembebasan obat dapat diatur sesuai dengan efek terapi yang
diinginkan;
- rasa dan bau yang tidak menyenangkan dapat ditutupi dengan
penyalutan;
- mudah dalam pengemasan, pengepakan, transportasi, dan
penggunaannya; dan
- biaya produksi relatif murah dibandingkan dengan bentuk sediaan lain.

8
Sedangkan, sediaan tablet juga memiliki beberapa kekurangan,
antara lain :
- beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak,
tergantung pada keadaan amorfnya, flokulasi, atau rendahnya bobot
jenis;
- tablet sukar diberikan pada anak-anak dan pada penderita yang
kesulitan menelan tablet;
- efek terapi relatif lebih lambat dibanding bentuk sediaan yang lain,
seperti larutan dan injeksi; dan
- tidak semua sediaan tablet memiliki bioavailabilitas yang baik.

Sediaan tablet agar bisa dikatakan memenuhi syarat dan layak untuk
dipasarkan dan dikonsumsi harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
- memiliki kemampuan daya tahan terhadap pengaruh mekanis;
- bebas dari kerusakan;
- dapat menjamin kestabilan fisik dan kimia;
- dapat membebaskan zat berkhasiat dengan baik untuk memberikan efek
pengobatan; dan
- memenuhi syarat-syarat evaluasi tablet.

Ketika obat yang berada di dalam tablet masuk ke dalam tubuh akan
terjadi efek farmakologi, maka untuk dapat terjadi efek tersebut obat harus
dapat masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Hal tersebut dapat terjadi apabila
obat berikatan dengan reseptor. Tablet harus mengalami disintegrasi
sehingga obat dapat keluar dari tablet. Setelah itu, obat harus dapat
terdisolusi agar dapat masuk atau diabsorpsi ke dalam sirkulasi sistemik.
Hal-hal tersebut dipengaruhi oleh formulasi, proses pembuatan, dan sifat
psikokimia zat aktifnya.
Selain mengandung zat aktif atau zat berkhasiat, tablet juga
mengandung bahan tambahan lain yang berfungsi sebagai bahan pembantu
dalam tablet. Berdasarkan fungsinya dalam tablet, bahan pembantu
tersebut dibedakan atas:
1. pengisi (filler);

9
2. pengikat (binder);
3. penghancur (disintegran);
4. pelincir (lubricant, glidant, antiadherent); dan
5. bahan tambahan lain, seperti pewarna, pengharum, pemanis, dan lain-
lain.

1. Pengisi (filler)
Pengisi adalah bahan tambahan yang diperlukan sebagai
pemenuhan bulk atau massa tablet, khususnya untuk bahan berkhasiat
dengan dosis kecil yang dapat menimbulkan kesulitan dalam
penanganan dan memiliki resiko berbahaya pada penggunaannya akibat
masalah keseragaman dosis. Bahan pengisi atau filler harus dapat
memenuhi beberapa kriteria, yaitu :
a. bahan pengisi harus non-toksik dan dapat memenuhi peraturan-
peraturan dari negara di mana produk akan dipasarkan;
b. tersedia dalam jumlah yang cukup di semua negara tempat produk
itu dibuat dan harganya terjangkau;
c. tidak boleh terjadi interaksi antara komponen dalam sediaan tablet;
d. secara fisiologis harus inert/netral;
e. stabil secara fisik dan kimia, baik dalam kombinasi dengan berbagai
obat atau komponen tablet lain;
f. bebas dari narkoba;
g. color compatible (tidak boleh mengganggu warna);
h. apabila obat termasuk sebagai makanan (produk-produk vitamin
tertentu), pengisi, dan bahan pembantu lain harus mendapat
persetujuan sebagai bahan aditif pada makanan; dan
i. tidak boleh mengganggu bioavailabilitas.

Beberapa bahan tambahan yang umum digunakan sebagai pengisi


untuk sediaan tablet, antara lain :
a. Laktosa; laktosa spray-dried (Zeparox) sangat kompresibel, sifat alir
baik dan densitas tinggi;
b. Amilum (Starch 1500) banyak digunakan sebagai disintegran;

10
c. Manitol;
d. Sorbitol;
e. Mikrokristalin selulosa (Avicel, Microcel), sangat kompresibel,
contoh jenisnya Avicel PH 101, Avicel PH 102;
f. Mikrofin selulosa (Elcema);
g. Kalsium sulfat dihidrat;
h. Kalsium fosfat dibasikidrat (Emcompress), tidak larut dalam air;
i. Sukrosa-dekstrin (Di-Pac, Nu-Tab);
j. Granul kalsium laktat Trihidrat; dan
k. Dekstrosa-maltosa (Emdox, Celutab, Cerelose).

2. Pengikat (binder)
Pengikat merupakan bahan tambahan yang diciptakan untuk
memberikan sifat kohesif terhadap serbuk sehingga dapat membentuk
struktur tablet yang kompak setelah pencetakan. Bahan pengikat
menyatukan partikel serbuk ke dalam butiran granulat. Binder dapat
ditambahkan dalam bentuk kering atau cairan (granulasi basah).
Pemilihan bahan pengikat yang akan dipakai disesuaikan dengan
sifat, bahan, dan metode granulasi yang digunakan. Apabila zat
berkhasiat memiliki sifat kohesif dan daya ikat yang cukup baik, maka
bahan yang digunakan yaitu bahan dengan daya ikat yang tidak terlalu
kuat, atau bisa saja suatu tablet tidak memerlukan bahan pengikat, hal
ini dilakukan agar tablet yang terbentuk tidak telalu keras dan
memenuhi waktu hancur.
Bahan pengikat yang umum digunakan adalah gelatin, glukosa,
amilum yang diberi gelatin sbelumnya, acacia/gom, tragacan, derivat
selulosa seperti avicel, PVP (polivinilpirolidon), natrium alginat,
derivat alginat, dan sorbitol.

3. Penghancur (disintegrant)
Bahan penghancur adalah bahan yang ditambahkan pada proses
pembuatan tablet yang berfungsi menghancurkan tablet dalam
lingkungan berair. Proses pecahnya tablet diawali dengan pecahnya

11
tablet menjadi granul, kemudian granul pecah menjadi partikel halus
(fines), lalu melarut dan diserap oleh saluran cerna. Bahan penghancur
memiliki beberapa mekanisme kerja dalam memfasilitasi pecahnya
tablet, antara lain :
a. Zat penghancur mengembang ketika berada dalam lingkungan berair.
b. Aksi kapiler
Cairan akan masuk ke dalam tablet melalui suatu terowongan berupa
celah kapiler yang akan melarutkan bahan pengikat yang dapat
menyebabkan pengembangan beberapa komponen.
c. Reaksi kimia dalam lingkungan berair (misalnya pada tablet
effervescent).
Berdasarkan proses pembuatannya, zat penghancur dibedakan atas
tiga macam yaitu, zat penghancur internal, zat penghancur eksternal,
dan zat penghancur internal-eksternal. Zat penghancur internal
dimasukkan pada saat pengerjaan granulasi dan proses penghancuran
tablet berawal dari dalam tablet. Sedangkan zat penghancur eksternal
adalah zat penghancur yang ditambahkan setelah proses granulasi
selesai dikerjakan dan proses penghancuran tablet berasal dari sisi
terluar tablet. Zat penghancur internal-eksternal merupakan
kombinasi keduanya.

Zat penghancur yang biasa digunakan adalah amilum dan derivat-


derivatnya, selulosa dan derivat-derivatnya, alginat dan derivatnya,
PVP, Guar gum 2-8%.

4. Pelincir
Menurut kegunaannya, pelincir dapat dibedakan atas tiga macam,
yaitu:
a. Lubricant adalah zat yang berfungsi melicinkan sehingga
mengurangi gesekan antara tablet yang baru dicetak dengan alat
pencetak tablet. Tujuannya untuk memudahkan pengeluaran tablet
dari alat pencetak tablet. Contoh : asam stearat dan magnesium
stearat.

12
b. Glidant adalah zat pelincir yang berguna untuk memperbaiki aliran
dari granul. Contoh : amilum dan talk.
c. Antiadherent adalah zat tambahan yang berfungsi untuk mencegah
melekatnya granul pada alat pencetak tablet. Contoh : amilum, talk,
dan magnesium stearat.

Terdapat dua cara untuk menambahkan bahan pelincir saat


pembuatan tablet, yaitu :
a. Ditambahkan pada serbuk kering sebelum proses granulasi, disebut
sebagai internal lubricant.
b. Ditambahkan pada granul kering sebelum pencetakan, disebut
sebagai external lubricant.

5. Zat Tambahan Lain


Zat tambahan yang ditambahkan pada proses pembuatan tablet
bertujuan untuk meningkatkan penampilan tablet baik secara fisik
sehingga memenuhi nilai estetis, menyenangkan pasien, menutupi rasa
dan bau obat yang tidak menyenangkan. Zat tambahan dapat berupa zat
pewarna, pengharum, dan pemanis yang memenuhi syarat sebagai aditif
pada makanan. Zat tambahan lain juga dapat berfungsi sebagai
adsorben, misalnya aerosil yang dapat menyerap air dan udara.
Penambahan aerosil biasanya pada bahan berkhasiat yang sangat labil
terhadap pengaruh air dan udara.
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan tablet harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
a. mempunyai sifat alir yang baik;
b. dapat dimampatkan;
c. mempunyai sifat kohesi yang baik, dimana sifat kohesi lebih kuat
daripada sifat adhesinya; dan
d. tidak mudah menggumpal dan tidak mudah lengket.

II.2 Penggolongan Tablet

13
Berdasarkan cara pemberian atau fungsinya, sistem penyampaian
obat harus disesuaikan dengan cara pemberian, bentuk, dan metode
pembuatannya digolongkan menjadi:
1. Tablet yang digunakan melalui mulut.
Ada beberapa jenis, yaitu:
a. Tablet kempa atau kempa standar
Tablet pada kategori ini digunakan untuk memberikan disintegrasi,
pelepasan obat yang cepat, dan mengandung efek lokal saluran
cerna.
b. Tablet kempa ganda
Ada dua jenis tablet yang dikempa secara berulang, yaitu tablet
berlapis dan tablet yang disalut dengan pengempaan. Tablet terdiri
dari banyak komponen yang tidak bercampur.
c. Tablet kerja berulang
Tablet yang dicetak beberapa kali ini menghasilkan produk dengan
kerja berulang dimana satu lapis tablet berlapis atau bagian luar
tablet yang disalut dengan pencetakan memberikan dosis permulaan
dan disintegrasi yang cepat di lambung. Lapisan yang lain atau tablet
bagian dalam diformulasikan dengan komponen-komponen yang
tidak larut dalam cairan lambung tetapi dilepaskan dalam lingkungan
usus.
d. Tablet aksi diperpanjang
Bentuk sediaan tablet aksi diperlama untuk melepas obat sesudah
penundaan beberapa lama atau setelah tablet melalui satu bagian
saluran cerna ke bagian lainnya.
e. Tablet bersalut dengan lapisan tipis
Komposisi penyalut lapisan tipis yang pertama digunakan adalah
satu atau lebih polimer yang biasanya sudah mengandung bahan
pembentuk plastis untuk polimer itu dan mungkin suatu surfaktan
untuk memudahkan pembagian partikel.
f. Tablet kunyah

14
Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah di mulut sebelum
ditelan dan bukan untuk ditelan utuh. Tujuannya yaitu untuk
memberikan suatu bentuk pengobatan yang dapat memberikan
kemudahan pemberian kepada anak-anak dan orang tua yang sukar
menelan obat utuh.
2. Tablet yang digunakan dalam rongga mulut
a. Tablet buccal dan sublingual
Tablet buccal diletakkan diantara pipi dan gigi, sedangkan tablet
sublingual diletakkan dibawah lidah. Keduanya melepaskan obat
sehingga langsung diserap oleh selaput lendir mulut dan memberikan
efek sistemik.
b. Troches dan lozenges (tablet isap)
Penggunaan kedua jenis tablet ini dimaksudkan untuk memberikan
efek lokal pada mulut dan kerongkongan.
c. Kerucut gigi (dental cones)
Dental cones adalah suatu bentuk tablet yang cukup kecil, dirancang
untuk ditempatkan di dalam akar gigi yang kosong setelah
pencabutan gigi. Tujuannya untuk mencegah pengembangbiakan
bakteri dengan menggunakan senyawa antibakteri yang dilepaskan
secara perlahan-lahan
3. Tablet yang diberikan dengan cara lain
a. Tablet implantasi
Tablet implantasi dimaksudkan untuk ditanam di bawah permukaan
kulit manusia atau hewan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
efek dalam jangka waktu yang lama.
b. Tablet vaginal
Tablet vaginal berbentuk oval yang disisipkan agar dapat melarut
secara perlahan-lahan dan melepaskan obatnya di dalam rongga
vagina.
4. Tablet yang digunakan untuk membuat larutan
a. Tablet effervescent

15
Tablet ini dimaksudkan untuk menghasilkan larutan secara cepat dan
menghasilkan CO2.
b. Tablet dispensing
Tablet ini dimaksudkan untuk ditambahkan ke dalam air dengan
volume tertentu oleh ahli farmasi atau konsumen untuk mendapatkan
suatu larutan obat dengan konsentrasi teertentu.
c. Tablet hipodermik
Tablet ini terdiri dari satu obat atau lebih dengan bahan-bahan lain
yang dapat segera larut dalam air dan dimaksudkan untuk
ditambahkan ke dalam air yang steril atau air untuk injeksi.
d. Tablet triturasi
Tablet triturasi biasanya kecil dan silindris dibuat dengan menuang
atau mengempa.

II.3 Metode Pembuatan Tablet


Sebelum dilakukan pencetakan tablet, biasanya dilakukan granulasi
terlebih dahulu terhadap bahan-bahan tablet kecuali pada cetak langsung
yang menggunakan bahan-bahan khusus yang telah diolah atau diberi
perlakuan khusus, sehingga mudah memenuhi persyaratan granul tablet.
Proses granulasi adalah proses yang penting pada tahap pembuatan tablet,
karena granulasi bertujuan untuk :
1. Memperbaki sifat alir bahan tablet.
2. Meningkatkan sifat kohesi bahan sehingga sifat kohesi lebih kuat
daripada sifat adhesinya.
3. Menghomogenkan bahan berkhasiat dengan bahan tambahan tablet.
4. Mengurangi fines atau serbuk yang dapat membuat tablet menjadi
rapuh.
5. Mengurangi ruang-ruang kosong berisi udara yang dapat
mengakibatkan tablet menjadi tidak kompak dan rapuh.
6. Memperkecil sudut kontak senhingga tablet mudah dibasahi dan mudah
memenuhi syarat waktu hancur.

Terdapat beberapa metode pembuatan tablet, antara lain :

16
1) Granulasi Kering
Pada metode granulasi kering, granul dibentuk oleh pelembapan
atau penambahan bahan pengikat ke dalam campuran serbuk obat tetapi
dengan cara memadatkan massa yang jumlahnya besar dari campuran
serbuk, dan setelah itu memecahkannya dan menjadikan pecahan-
pecahan ke dalam granul yang lebih kecil. Dengan metode ini, baik
bahan aktif maupun bahan pengisi harus mempunyai sifat kohesif
khususnya untuk bahan-bahan yang tidak dapat diolah dengan metode
granulasi basah karena kepekaannya terhadap uap air atau karena untuk
mengeringkannya perlu temperatur yang tingi.
Sebelum massa dicetak dalam ukuran yang sebenarnya dilakukan
slugging terlebih dahulu, yaitu dibuat tablet-tablet yang besar-besar,
kemudian dipecahkan dan diayak. Tahap-tahap dalam granulasi kering:
1. penimbangan;
2. pencampuran;
3. slugging;
4. pengayakan;
5. penambahan pelincir; dan
6. pencetakan.

2) Cetak Langsung
Tablet dapat dibuat dengan atau tanpa zat tambahan untuk cara
ini. Cara ini digunakan untuk zat yang berbentuk kristal, contohnya
natrium bromida, natrium klorida, kalium bromida, rivanol, dan
hexamine. Dalam hal ini partikel dari zat tersebut sudah merupakan
granul-granul yang sudah dapat mengalir dan bersifat kohesif. Kadang-
kadang pada cetak langsung ini dibutuhkan juga bahan tambahan
seperti bahan pengisi, pelincir, penghancur, dan lain-lain. Syarat zat
pembawa untuk cara cetak langsung antara lain:
1. Bentuk partikelnya harus bulat sehingga mudah mengalir.
2. Besarnya partikel hampir sama dan mudah tercampur dengan bahan
lain.
3. Mempunyai daya mampat.

17
4. Bersifat inert.
5. Dapat dicetak ulang.
6. Mudah dicetak walaupun sudah dicampur dengan bahan berkhasiat.

Zat pembawa yang umum dipakai untuk cetak langsung adalah


laktosa anhidrat,dikalsium fosfat dihidrat, encompress, dan avicel 102.

3) Granulasi Basah
Prinsipnya adalah bahan obat atau campuran bahan obat yang
berupa serbuk diubah bentuknya menjadi granul dengan pembasahan.
Supaya campuran serbuk mengalir bebas merata dari hopper ke dalam
cetakan maka mengisinya dengan tepat merata, biasanya perlu
mengubah campuran serbuk menjadi granul yang bebas mengalir ke
dalam cetakan. Hal ini dapat dilakukan secara baik dengan
menambahkan cairan pengikat atau perekat ke dalam campuran serbuk,
melewatkan adonan yang lembab melalui ayakan yang ukurannya
seperti yang diinginkan, granul yang dihasilkan melalui pengayakan ini
dikeringkan, lalu diayak lagi dengan ayakan yang ukurannya lebih
kecil, kemudian dicetak. Cara melakukan granulasi basah:
1. Timbang semua bahan.
2. Bahan berkhasiat, bahan pengisi, dan bahan penghancur (dapat
sebagian atau seluruhnya) dicampur sampai homogen.
3. Campuran tersebut ditambahkan larutan zat pengikat sedikit-sedikit
sampai diperoleh massa yang tepat untuk granulasi, pengadukan
dapat dilakukan dengan mesin atau dengan tangan.
4. Campuran diatas kemudian diayak.
5. Granul-granul yang keluar ditampung dalam loyang, kemudian
dimasukkan ke dalam oven yang temperaturnya 40-50C
selamawaktu yang diperlukan.
6. Granul yang sudah kering diayak lagi dengan mesh tertentu
tergantung dari ukuran tablet yang akan dibuat.

18
7. Pada massa yang sudah diayak ini ditambahkan bahan pelincir dan
sisa dari penghancur bila sebagian penghancur ditambahkan pada
massa 2, kemudian dicampur homogen.
8. Cetak tablet.

II.4 Evaluasi Tablet


Tablet yang telah diproduksi harus melalui pengujian sebelum dapat
digunakan oleh masyarakat. Sediaan tablet yang baik, harus memiliki sifat-
sifat sebagai berikut :
a. Tablet harus cukup kuat dan tahan terhadap gesekan (abrasi)
Diuji dengan uji kekerasan (hardness) dan keregasan (friability)
b. Harus sama secara statistik
Diuji dengan uji keseragaman bobot dan keseragaman kandungan
c. Kandungan obat dalam tablet harus bioavailable
Bioavailablitas berarti zat aktif yang masuk kedalam sirkulasi
sistemik/plasma darah cukup dari kadar yang dibutuhkan untuk
menimbulkan efek. Dapat diuji dengan uji bioavailabilitas (kecepatan
masuknya obat kedalam sirkulasi sistemik). Pengujiaan bioavailabilitas
hanya pada zat aktif tertentu saja. Pengujiaan ini dilakukan pada saat
pembuatannya. Untuk beberapa obat bisa diuji dengan waktu hancur
tablet dan laju dissolusi.
d. Penampilan tablet juga harus baik
Tablet juga harus memiliki nilai estetika
e. Tablet harus stabil dan tetap berkhasiaat selama masa penyimpanannya
f. Kadar zat aktif dalam tablet harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Setiap tablet harus mengandung zat berkhasiat kecuali tablet plasebo,
jumlah zat berkhasiat harus sesuai dengan yang ditentukan. Yang harus
diperhatikan adalah sifat fisik, sifat kimia, dan farmakologinya. Dengan
memperhatikan hal-hal tersebut maka dapat ditentukan kadar bahan
berkhasiat pertablet dan berat tabletnya.

II.5 Permasalahan Tablet

19
Kegagalan yang mungkin terjadi pada saat pencetakan tablet, antara
lain :
1. Cappping dan lamination
Capping adalah keadaan dimana terlepasnya bagian atas tablet atau
bagian bawah tablet. Lamination adalah suatu keadaan dimana tablet
retak membentuk dua lapisan atau lebih. Cacat-cacat ini dapat segera
terlihat setelah pencetakan, tetapi mungkin dapat timbul setelah
beberapa hari. Cacat ini disebabkan antara lain:
a. Kekurangan zat pengikat atau kurang ratanya zat pengikat pada
waktu pencampuran.
b. Adanya udara yang terkurung karena pencetakan yang terlalu cepat.
c. Massa tablet terlalu kering.
d. Terlalu banyaknya fines di dalam massa tablet.

2. Picking
Picking adalah suatu keadaan dimana permukaan atas atau bawah tablet
rusak (terjadi goresan-goresan) karena menempel pada punch. Keadaan
ini disebabkan karena:
a. granulat basah
b. permukaan punch kasar
c. permukaan punch basah
d. permukaan punch kotor

3. Sticking
Sticking adalah keadaan dimana pada waktu pencetakan granul
menempel pada dinding dies sehingga tablet akan tergores. Penyebab
yang terbesar adalah karena kurangnya pengeringan massa tablet.

4. Molting
Molting adalah suatu keadaan dimana tidak meratanya distribusi warna
pada permukaan tablet. Hal ini disebabkan antara lain karena terjadinya
perpindahan warna granul-granul selama proses pengeringan.

5. Chipping

20
Chipping adalah keadaan dimana tablet pecah pada bagian tepi.

21
BAB III
TABLET EFEDRIN HCL

III.1 Pertimbangan bahan


1. Zat aktif : Efedrin HCl

Gambar 1. Struktur Kimia Efedrin HCl

 Rumus molekul : C10H15NOHCl


 Pemerian : Hablur putih atau serbuk putih halus, tidak
berbau, dan pahit
 Dosis maksimum : Sekali 50 mg, sehari 150 mg
 Khasiat : Asma bronkial
 Farmakologi : Simpatomimetikum (dapat menyebabkan
pelepasan transmitter Norefinefrin).
Bekerja pada reseptor  , 1,  2. Efedrin
dapat menimbulkan midriasis,
meningkatkan kekuatan kontraksi jantung,
curah jantung dan vasokontriksi.
Bronkorelaksasi oleh Efedrin berlangsung
lama tetapi lemah.
 Efek samping : Mual, muntah, cemas, sukar bernapas,
denyut jantung lambat tetapi kuat,
hipertensi, nyeri kepala. Insomnia sering
terjadi pada pengobatan kronik.
 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik dan terlindung
dari cahaya.

22
 Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 4 bagian air,
dalam lebih kurang 14 bagian etanol (95%)
P; sangat mudah larut dalam CHCl3, praktis
tidak larut dalam eter P.
 Titik Lebur : 217oC – 220oC
 Kestabilan : Akan terurai dan warna menggelap jika
terkena cahaya. Harus disimpan dalam
wadah tertutup rapat dan tidak tembus
cahaya dengan suhu < 8oC.
 OTT : Chlorbutol, Iodine, Garam Ag.
 Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat

2. Pengisi (filler) : Corn starch


Corn starch adalah amilum yang dapat diperoleh dari jagung
(amylum maydis). Amilum ini terdiri dari amilosa dan amilopektin yang
mempunyai ikatan α-glukosa.
 Rumus molekul : (C6H10O5)n dimana n = 300-1000
 Pemerian : serbuk hablur, putih, tidak berbau, dan tidak
berasa
 Kelarutan : praktis tidak larut dalam air dingin dan
etanol 95%, mengembang cepat dalam air
bersuhu 37oC.
 Sifat alir : umumnya kohesif dan memiliki sifat alir
yang buruk, tergantung kelembabannya
 Keasaman-kebasaan : 4,0 -8,0
 Stabilitas : harus dilindungi dari kelembaban, inert
secara kimia maupun mikrobiologi dalam
kondisi penyimpanan normal
 Inkompatibilitas : zat pengoksidasi kuat, akan membentuk
warna dengan iodin
 Fungsi : filler (%)  dalam formula digunakan 76%

23
 Konsentrasi : Dalam konsentrasi 3-25% digunakan
sebagai disintegran, sedangkan dalam
konsentrasi besar sebagai pengisi tablet.
 Penyimpanan : Wadah kedap udara dalam tempat sejuk dan
kering.
 OTT : Oksidator kuat

Corn starch digunakan sebagai filler dalam formulasi ini dengan


alasan tidak terdapatnya inkompatibilitas dengan bahan aktif maupun
bahan-bahan lain yang digunakan dalam formulasi. Selain itu, harga
corn starch relatif lebih murah apabila digunakan dalam jumlah yang
cukup banyak.

3. Penghancur (disintegrant) : Primogel


 Sinonim : Sodium Starch Glycolate
 Pemerian : Serbuk dengan sifat alir bagus berwarna
putih sampai abu-abu, tidak berbau, tidak
berasa
 Kelarutan : Agak sukar larut dalam etanol (95%),
praktis tidak larut dalam air
 Stabilitas : Stabil dan simpan di tempat kering
 Khasiat : Penghancur
 Konsentrasi : 0,25 – 5,0 %
 Penyimpanan : Harus disimpan di tempat tertutup baik
 OTT : asam askorbat

Alasan pemilihan primogel sebagai disintegran yaitu sifat


primogel sebagai super disintegran. Pada pembuatan tablet Efedrin HCl
ini digunakan metode granulasi basah, di mana binder yang digunakan
berupa larutan binder (larutan PVP). Binder tersebut memiliki ikatan
yang sangat kuat, untuk menyeimbangkannya maka dibutuhkan
disintegran yang kuat juga.

4. Pengikat (binder) : PVP

24
Gambar 2. Struktur Kimia PVP

 Rumus molekul : (C6H9NO)n, dimana n = 300-1000


 Bobot molekul : 2500 – 3000000
 Pemerian : Serbuk halus, berwarna putih, tidak berbau
atau hampir tidak berbau, serbuk sangat
higroskopis
 Sinonim : Povidone, polividone, kollidon, plasdone
 Kegunaan : Suspending agent, binder pada tablet.
 Konsentrasi : 0,5-5%
 Kelarutan : mudah larut dalam asam, kloroform, etanol,
keton, metanol,dan air; praktis tidak larut
eter, hidrokarbon, dan minyak mineral
 Inkompatibilitas : Larutan dengan garam-garam anorganik,
resin sintetik dan alami, dan bahan kimia
lain.
 Stabilitas : Povidone menghitam pada pemanasan
dengan suhu 1500C dan terjadi reaksi
reduksi
 Penyimpanan : Povidone bisa disimpan dalam kondisi biasa
tanpa mengalami dekomposisi dan
degradasi. Namun, karena bubuknya
bersifat higroskopis harus disimpan di
wadah yang kedap udara, di tempat kering
dan sejuk.

25
Alasan pemilihan PVP sebagai pengikat pada formulasi ini karena
PVP banyak digunakan dalam berbagai formulasi farmasi terutama
dalam granulasi basah dan memiliki daya ikat yang baik. Selain itu,
larutan PVP dalam granulasi basah cepat kering karena dilarutkan ke
dalam etanol 95% dan kompresibilitasnya baik (3-15%). PVP bersifat
higroskopis sehingga menyebabkan tablet basah. Namun
penggunaannya yang hanya 2% tidak akan bermasalah terhadap tablet.

5. Pelincir (lubrikan) : Mg Stearat


Merupakan senyawa dengan campuran asam-asam organik padat
yang diperoleh dari lemak. Mengandung tidak kurang dari 6,8 % dan
tidak lebih dari 8,3 % Mg O.
 Rumus molekul : C36H70MgO4
 Rumus struktur : [CH3 (CH2)16 (COO)2]Mg
 Berat molekul : 591,25
 Pemerian : serbuk halus, putih, licin dan mudah
melekat pada kulit, bau lemah khas
 Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, eter,dan etanol;
sedikit larut dalam benzen hangat dan
etanol 95% hangat
 Jarak lebur : 117-150oC (umum); 126-130oC (murni)
 Stabilitas : stabil, simpan di tempat yang tertutup rapat,
sejuk, dan kering
 Inkompabilitas : asam kuat, basa kuat. Dan ion Fe pada
garam besi; tidak dapat digunakan pada
aspirin, vitamin.
 Fungsi : lubrikan (0,25-5%), dalam formula ini
digunakan 1%.

Mg stearat dapat berperan sebagai lubrikan karena sifat


hidrofobiknya, Oleh karena itu, pada konsentrasi tinggi, Mg stearat
dapat menghambat disolusi dan meningkatkan friabilitas tablet. Mg
stearat dapat meleleh pada tekanan tinggi (saat kompresi) dan memadat

26
kembali setelah kompresi sehingga dapat mengkilapkan permukaan
tablet dan memperbaiki penampilan tablet yang dihasilkan. Oleh karena
itu, Mg Stearat dikombinasikan dengan talk (1-5%) dan aerosil (1-3 %)
dengan konsentrasi tertentu untuk menghasilkan fungsi lubrikan yang
optimal.

6. Glidan dan antiadherent: Talk


 Rumus molekul : Mg6(Si2O5)4(OH)4
 Sinonim : Magsil osmanthus, magsil star, soapstone,
steatite
 Pemerian : Serbuk hablur, sangat halus, licin, mudah
melekat pada kulit, bebas butiran, warna
putih atau kelabu.
 Kelarutan : Praktis tidak larut dalam asam, basa, pelarut
organik,dan air.
 Kegunaan : Glidant, diluent, dan lubrikan pada tablet.
 Konsentrasi : 1-5%.
 Inkompatibilitas : gugus amin kuartener.

Alasan pemilihan talk sebagai glidan dan antiadherent karena talk


dapat memperbaiki sifat alir masa yang akan dicetak sehingga dapat
mencegah perlekatan terhadap punch dan dinding die. Talk merupakan
bahan yang mudah didapat dan terjangkau. Konsentrasi talk yang
digunakan berkisar antara 1–10%. Pada konsentrasi tinggi talk dapat
menghambat disolusi zat aktif. Selain itu, tidak terdapat
inkompatibilitas terhadap bahan lain dalam formulasi.

7. Aerosil
 Rumus Molekul : SiO2
 Sinonim : Colloidal Silicon Dioxide; Cab-O-Sil; Cab-
O-Sil M-5P; colloidal silica; fumed
silica;fumed silicon dioxide

27
 Pemerian :Serbuk putih halus, berbentuk silika
submikroskopik dengan ukuran partikel
kurang lebih 15 nm, berwarna mengkilat,
berbentuk hablur, tidak berbau, tidak berasa
 Bobot Molekul : 60,08
 Kelarutan : Praktis tidak larut dalam pelarut organik,
air dan asm kecuali asam fluorida, larut
dalam alkali panas hidroksida
 Stabilitas : Bersifat higroskopis namun memiliki
kemampuan mengadsorbsi sebagian besar
jumlah air
 Khasiat : Menyerap air dari PVP
 Konsentrasi : 1%
 Penyimpanan : Dalam wadah tertutp rapat
 OTT : dietilstilbestrol

Aerosil dipilih karena dapat menyerap air dan udara. Penambahan


aerosil biasanya pada bahan berkhasiat yang sangat labil terhadap
pengaruh air dan udara, yaitu PVP yang bersifat higroskopis.

III.2 Formulasi
R/ Efedrin HCl 25mg
Corn starch 76%
PVP 3%
Primogel 5%
Mg stearat 1%
Talk 1,5%
Aerosil 1%

1. Perhitungan Bahan
Masing-masing tablet dibuat dengan berat 200 mg sebanyak
500 tablet dan menggunakan metode granulasi basah.

a. Perhitungan per Tablet

28
Efedrin HCl = 25 mg
Corn starch 76% = 76/100 x 200 mg = 152 mg

PVP 3% = 3/100 x 200 mg = 6 mg


Primogel 5% = 5/100 x 200 mg = 10 mg
Mg Stearat 1% = 1/100 x 200 mg = 2 mg
Aerosil 1% = 1/100 x 200 mg = 2 mg
Talk 1,5% = 1,5/100 x 200 mg = 3 mg
Jumlah 200 mg

b. Perhitungan per Batch


Efedrin HCl = 25 mg x 500 = 12.500 mg = 12,5 gr
Corn starch = 152 mg x 500 = 76.000 mg = 76 gr
PVP = 6 mg x 500 = 3.000 mg = 3 gr
Primogel = 10 mg x 500 = 5.000 mg = 5 gr
Mg Stearat = 2 mg x 500 = 1.000 mg = 1 gr
Aerosil = 2 mg x 500 = 1.000 mg = 1 gr
Talk = 3 mg x 500 = 1.500 mg = 1,5 gr
Jumlah 100 gr

2. Cara pembuatan
Metode yang digunakan yaitu metode granulasi basah.

1. Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan.


2. Ditimbang 3 gr PVP.
3. Dibuat larutan pengikat (larutan PVP) yaitu PVP dilarutkan
dengan etanol 95% sedikit demi sedikit hingga larut
(penggunaan pelarut sedikit mungkin ± 25 ml).
4. Ditimbang 12,5 gr Efedrin HCl, 76 gr corn starch, 2/3 bagian
primogel (± 3,3 gr), dan ½ bagian Mg stearat (0,5 gr).
5. Dimasukkan bahan-bahan tersebut ke dalam plastik, kocok
hingga homogen. Untuk membantu proses homogenisasi di
tambahkan beberapa buah kelereng.

29
6. Setelah homogen, campuran tersebut dimasukkan ke dalam
baskom.
7. Ditambahkan larutan pengikat ke dalamnya sedikit demi
sedikit, aduk homogen hingga terbentuk masa granul yang
cukup lembab/basah dan dapat dikepal (massa dibuat
bongkahan besar).
8. Massa granul basah diayak dengan ayakan 8 mesh untuk
memecah bongkahan besar menjadi granul dengan ukuran
yang diinginkan.
9. Granul yang dihasilkan dikeringkan di dalam oven pada suhu
40º C.
10. Granul kering diayak dengan ayakan 18 mesh untuk
mendapatkan ukuran granul yang diinginkan.
11. Granul yang dihasilkan ditimbang.
12. Granul yang dihasilkan dimasukkan ke dalam plastik.
13. Ditimbang sisa primogel (0,5%), sisa Mg stearat (1/3 dari 5%),
talk (1%), dan aerosil (1%) dihitung dari berat total granul
yang dihasilkan, kemudian dimasukkan ke dalam plastik.
14. Dikocok hingga homogen.
15. Dilakukan uji laju alir terhadap campuran tersebut.
16. Dilakukan uji sifat alir granul.
17. Diukur sudut reposa.
18. Dilakukan uji kompresibilitas (bulk density dan tap density)
19. Dicetak tablet dengan bobot tiap tablet 200 mg.
20. Dilakukan uji keseragaman bobot dan ukuran menggunakan 20
buah tablet.
21. Dilakukan uji keregasan tablet menggunakan 6 buah tablet.
22. Dilakukan uji kekerasan tablet menggunakan 6 buah tablet.
23. Dilakukan uji waktu hancur menggunakan 6 buah tablet.
24. Dikemas tablet ke dalam kemasan yang sesuai.

III.3 Evaluasi
III.4.1 Evaluasi Granul

30
a. Laju Alir dan Sudut Reposa
Kriteria:
Laju alir : Menurut Fudholi (1983), sifat alir yang baik
adalah jika lebih dari 10 gram/detik atau 100
gram serbuk habis mengalirdalam waktu
kurang dari 10 detik.
Sudut reposa : berdasarkan USP 29-NF 24

Laju Alir Sudut Reposa (º)


Excellent 25-30
Good 31-35
Fair 36-40
Passable 41-45
Poor 46-55
Very Poor 56-65
Very Very Poor > 66

Tabel 1. Kriteria laju alir dan sudut reposa

Prosedur :
1. Ke dalam corong pada alat pengukur laju alir (flowmeter)
dimasukkan sejumlah granul hingga penuh, kemudian
permukaan dibentuk sedemikian rupa sehingga rata.
2. Di bawah corong diletakkan kertas milimeter blok untuk
mempermudah pengukuran.
3. Flowmeter dinyalakan, corong akan terbuka dan granul
mengalir ke bawah.
4. Waktu yang dibutuhkan hingga seluruh massa granul jatuh
dari corong dicatat, tinggi gunungan yang terbentuk diukur
dan lebar gunungan ditandai pada kertas kemudian diukur.
Sudut reposa diukur dengan rumus:
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙
𝑡𝑎𝑛 𝜃 = 1
× 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙
2

31
5. Massa granul yang jatuh ditimbang, kemudian dihitung
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙
laju alirnya dengan rumus: 𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑎𝑙𝑖𝑟 = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑎𝑙𝑖𝑟

Hasil:
Laju Alir
 Massa = 49,1 gr
 Waktu = 10,4 detik
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 49,1 𝑔𝑟
 Laju alir = = 10,4 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 = 4,721 gr/detik
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑎𝑙𝑖𝑟

Sudut Istirahat (Sudut Repose)

 Tinggi = 2,5 cm
 Diameter = 9,9 cm
 Sudut repose = 26,80
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 2,5 𝑐𝑚
𝑡𝑎𝑛 𝜃 = 1 =1 = 0,505
×𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 ×9,9 𝑐𝑚
2 2

𝜃 = 26,80

Kesimpulan:
Sudut reposa dari granul hasil formulasi adalah 26,80 yang
menunjukkan bahwa granul tersebut memiliki sifat alir yang
sangat baik menurut USP 29-NF 24, sedangkan rata-rata laju
alir granul yang dihasilkan adalah bernilai 4,721 gram/detik
menunjukkan laju alir yang kurang baik.

b. Indeks Kompresibilitas
Kriteria: Menurut Haussner dan Carr:
Indeks
Aliran Haussner ratio
Kompresibilitas(%)
Sangat baik 1,00 -1,11 1-10
Baik 1,12 – 1,18 11-15
Cukup 1,19 – 1,25 16-20
Kurang 1,26 – 1,34 21-25

32
Buruk 1,35 – 1,45 26-31
Sangat Buruk 1,46 – 1,59 32-37
Sangat sangat buruk >1,60 >38

Tabel 2. Kriteria bulk density dan tapped density

Prosedur:
1. Sejumlah massa granul yang telah ditimbang dimasukkan
ke dalam gelas ukur tanpa diketuk, kemudian dilihat
volumenya, diukur bulk densitynya dengan rumus:
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙
𝑏𝑢𝑙𝑘 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦 =
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑑𝑖𝑘𝑒𝑡𝑢𝑘
2. Gelas ukur ditutup dengan plastik, kemudian diletakkan
pada alat pengukur tapped density dan dijalankan hingga
massa granul diketuk 300 kali.
3. Volume granul setelah diketuk dicatat dan diukur tapped
densitynya dengan rumus:
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙
𝑡𝑎𝑝𝑝𝑒𝑑 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦 =
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑘𝑒𝑡𝑢𝑘
Hasil:
 V1 = 50 ml
 V2 = 45 ml
 Indeks kompresibilitas(Neuman dan Carr)
𝑇𝐷−𝐵𝐷
Indeks kompresibilitas = × 100%
𝑇𝐷
𝑚
⁄𝑉2−𝑚⁄
𝑉1
= 𝑚⁄ 100%
𝑉2
𝑉1−𝑉2
= × 100%
𝑉1
50−45
= × 100%
50

= 10 %
 Indeks kompresibilitas (Hausner)
Indeks kompresibilitas = TD/BD

33
𝑚⁄
= 𝑚 𝑉2
⁄𝑉1

= 𝑉1⁄𝑉2

= 50 𝑚𝑙⁄40 𝑚𝑙
= 1,25

Kesimpulan :
Indeks kompresibilitas dari granul hasil formulasi adalah 10 %
yang menunjukkan bahwa granul memiliki indeks
kompresibilitas yang sangat baik sedangkan Haussner
Rationya adalah 1,25 yang memiliki indeks kompresibilitas
yang cukup.

III.4.2 Evaluasi Tablet


a. Penampilan
Bentuk : bulat
Warna : putih
Permukaan : rata dengan garis tengah

b. Keragaman Bobots
Kriteria: Tablet dikatakan memenuhi syarat keseragaman
bobot bila koefisien variasinya (SDR) tidak lebih
dari 6% (Famakope Indonesia Edisi IV)
Penyimpangan Terhadap
Bobot Ratarata
Bobot Rata-rata (%)
(mg)
A B
 25 15 30
26 – 150 10 20
151 – 300 7,5 15
 300 5 10

Tabel 3. Kriteria penyimpangan keseragaman bobot

Prosedur : Farmakope Indonesia edisi IV

34
1. 20 tablet ditimbang secara bersama-sama, lalu bobot rata-
rata dihitung.
2. Ditimbang berat masing-masing tablet.
3. Masukkan data dalam tabel dan analisa data secara statistik.

4. Harga simpangan baku relatif (SDR) dan penyimpangan


bobot rata-rata dihitung.

Hasil :

Bobot (mg) Kadar (mg) Kadar (%)


Tablet
A R1= (A/200)×25 R2= (R1/25)×100%
1 205,2 0,513 102,6
2 205,7 0,514 102,8
3 204,0 0,510 102 ∑(𝑥−𝑥 ′ )2
SD = √ 𝑛−1
4 199,2 0,498 99,6
322,44
5 205,1 0,513 102,6 SD = √ 20−1
6 204,9 0,512 102,4
SD = 4,12
7 202,1 0,505 101
8 204,9 0,512 102,4 𝑆𝐷
RSD = 200 x 100%
9 203,8 0,509 101,8
4,12
10 203,6 0,509 101,8 RSD = x 100%
200

11 200,5 0,501 100,2 RSD = 2,06 %


12 205,3 0,513 102,6
13 204,8 0,512 102,4
14 204,5 0,511 102,3
15 204,0 0,510 102
16 203,0 0,507 101,4
17 202,1 0,505 101
18 199,3 0,498 99,6
19 204,1 0,510 102
20 204,7 0,512 102,4
Ʃ = 4070, 8 Ʃ R1 = 10,165

35
Tabel 4. Hasil Perhitungan Keseragaman bobot

 Bobot total 20 tablet = 4070,8 mg


 Bobot rata-rata = 203,54 mg

Kesimpulan :

Tablet Efedrin HCl memenuhi uji keseragaman bobot menurut


Farmakope Indonesia Edisi IV dimana tidak ada satu tablet
pun yang kadarnya terletak di luar rentang 85,0 % hingga
115,0 % dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku
relatif kurang dari 6,0 %.

c. Keseragaman Ukuran
Kriteria : Kecuali dinyatakan lain, diameter tablet tidak
lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1⅓ tebal
tablet.
Alat : Jangka Sorong
Prosedur : Farmakope Indonesia edisi III
Hasil:
No Diameter tablet (cm) Tebal tablet (cm)
1 0,82 0,37
2 0,82 0,37
3 0,80 0,37
4 0,82 0,37
5 0,82 0,37
6 0,82 0,37
7 0,82 0,37
8 0,82 0,35
9 0,81 0,37
10 0,80 0,36
11 0,81 0,37
12 0,81 0,36
13 0,82 0,36

36
14 0,82 0,35
15 0,82 0,35
16 0,82 0,36
17 0,82 0,36
18 0,82 0,36
19 0,82 0,37
20 0,81 0,36

Tabel 5. Data diameter dan tebal tablet Efdrin HCl

 Rata-rata diameter tablet = 0,816 cm


 Rata-rata tebal tablet = 0,3635cm
 Diameter = 2,245 x tebal tablet

Kesimpulan:
Tablet Efedrin HCl memenuhi persyaratan ukuran diameter dan
ketebalan.

d. Kekerasan
Alat : Hardness tester
Kriteria : Menurut Parrot, 1971
Diameter (mm) Bobot (mg) Kekerasan (Kp)
5-8 150-300 2-4
9-13 300-700 3,5-7

Tabel 6. Kriteria kekerasan tablet

Cara : Satu buah tablet diletakkan pada alat kemudian


dilihat nilai tekanan yag menyebabkantablet tersebut
pecah.
Hasil:
Diameter tablet Tebal tablet Kekerasan
No
(cm) (cm) (Kp)
1 1,035 0,405 5,30

37
2 1,035 0,405 4,89
3 1,035 0,405 5,40
4 1,035 0,405 5,91
5 1,035 0,395 5,81
6 1,035 0,405 6,01

Tabel 7. Hasil pengukuran kekerasan 6 tablet Efedrin HCl

Kesimpulan:
Kekerasan tablet tidak memenuhi syarat.

e. Keregasan (Friability)
Alat : Friability tester/ Friabilator
Kriteria : Menurut Voigt, tablet yang diuji kehilangan
berat tidak lebih dari 0,8%
Prosedur:
1. Dibersihkan 20 tablet dari debu dan ditimbang (berat W1).
2. Dimasukkan 20 tablet tersebut ke dalam alat.
3. Dijalankan alat dengan kecepatan 25 rpm selama 4 menit
(100 kali putaran).
4. Dikeluarkan tablet, bersihkan adri debu dan timbang kembali
(W2).
5. Dihitung selisih berat 20 tablet sebelum dan sesudah
perlakuan.
(W1 −𝑊2 )
Keregasan= 𝑊1
× 100%

Hasil:
 Berat awal (W1) 20 tablet = 4,0529 gr
 Berat akhir ( W2 ) 20 tablet =4,0402 gr
 Keregasan tablet (F)
(4,0529 – 4,0402)
F= 𝑥 100% = 𝟎, 𝟑𝟏𝟑𝟐%
4,0529

Kesimpulan :
Tablet memenuhi syarat keregasan

38
f. Waktu Hancur
Alat : Disintegration tester
Kriteria : Kecuali dinyatakan lain, waktu yang dibutuhkan
untuk menghancurkan keenam tablet < 15 menit
untuk tablet biasa, untuk tablet salut gula dan salut
tipis <60 menit, tablet bukal tidak lebih dari 4 jam
(tanpa cakram penuntun).
Prosedur : Menurut Farmakope Indonesia edisi IV
1. Masukkan 1 tablet ke dalam masing-masing keranjang,
kemudian turun naikkan keranjang 30 kali per menit secara
teratur. Gunakan air bersuhu 372C. Tablet dinyatakan
hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas
kasa kecuali fragmen yang berasal dari bahan penyalut.
2. Jika dengan cara percobaan di atas waktu hancur tidak
memenuhi syarat bagi 1 atau 2 tablet, ulangi pengujian
menggunakan 6 tablet satu persatu, kemudian ulangi lagi
percobaan menggunakan 6 tablet dengan cakram penuntun.

Hasil:

Tablet Waktu hancur


1 6 menit 1 detik

2 6 menit 1 detik

3 6 menit 1 detik

4 6 menit 1 detik

5 6 menit 1 detik

6 6 menit 1 detik

Tabel 8. Data Waktu Hancur Efedrin HCl

 Rata-rata tablet Efedrin HCl adalah tidak lebih dari 6 menit 1


detik.

39
Kesimpulan :
Tablet memenuhi syarat waktu hancur.

III.4 Kemasan
Pada pengemasan tablet ini, kami menggunakan wadah berupa botol
kaca berwarna coklat berisi 100 tablet, dengan label pada bagian luarnya,
dan kemasan luar berbentuk kotak (balok) berwarna putih dengan variasi
warna, dengan nama produk obatnya, yakni Ephedrenx.

III.5 Pembahasan
Pada praktikum ini, dilakukan pembuatan tablet yang mengandung
zat aktif edefrin HCl 25 mg, dengan bobot tablet 200 mg. Perkiraan jumlah
tablet yang akan dihasilkan adalah sebanyak 500 tablet, akan tetapi tablet
yang dihasilkan hanya 310.Perbedaan jumlah tablet yang dihasilkan pada
awal perkiraan dengan hasil yang diperoleh mungkin terjadi karena
beberapa hal, antara lain :
a. Di dalam campuran granul terdapat fines yang terbentuk setelah
pengayakan, sehingga kemungkinan banyak serbuk yang terbuang
selama pengerjaan.
b. Massa kemungkinan tertinggal pada saat pengocokan di dalam plastik
dan pada saat pengayakan.
c. Massa kemungkinan tertinggal pada hopper pada saat pengempaan.

Tablet Efedrin HCl ini dikemas dalam botol kaca, yang tiap botolnya
mengandung 100 butir tablet. Metode yang digunakan dalam pembuatan
tablet Efedrin HCl ini adalah metode granulasi basah, dengan eksipien
berupa corn starch, primogel, PVP, magnesium stearat, talk, dan aerosol.
Metode ini dipilih karena Efedrin HCl termasuk zat yang tahan panas
karena titik lelehnya yang tinggi. Corn starch pada formulasi ini
diutamakan sebagai bahan pengisi (filler), primogel sebagai bahan
penghancur(disintegrant), PVP sebagai pengikat (binder), magnesium
stearat sebagai lubrikan, talk sebagai glidan dan antiadheren, dan aerosol
sebagai bahan tambahan yang berguna untuk mengatasi sifat higroskopis
dari PVP.

40
Dalam pembuatan dengan metode granulasi basah, terdapat beberapa
langkah yang harus dilakukan. Pertama-tama, timbang PVP, kemudian
buat larutan binder dengan melarutkan PVP di dalam etanol 95% sedikit
demi sedikit. Setelah itu, timbang Efedrin HCl, corn starch, setengah
bagian Mg stearat, dan 2/3 bagian primogel (disintegran dalam). Bahan-
bahan tersebut disebut sebagai fase dalam. Kocok homogen fase dalam.
Proses ini dikenal sebagai premixing. Setelah itu tambahkan sedikit demi
sedikit larutan binder sambil diaduk menggunakan tangan hingga
terbentuk massa yang dapat dikepal. Ayak massa basah dengan ayakan
mesh 8 kemudian keringkan menggunakan oven. Ayak granul kering
dengan menggunakan ayakan mesh 16. Proses untuk mendapatkan granul
disebut sebagai sifting. Kemudian, lakukan proses final mixing, di mana
dilakukan penambahansisa primogel (disintegran luar), sisa Mg stearat,
talk, dan aerosol, campur homogen. Bahan tersebut dikenal sebagai fase
dalam. Lalu dilakukan evaluasi sifat granul antara lain laju alir, sudut
reposa, dan indeks kompresibilitasnya. Setelah dilakukan uji evaluasi
granul tersebut, didapatkan hasil bahwa granul memiliki laju alir sangat
baik dan indeks kompresibilitas yang baik.
Selanjutnya, tablet dicetak dengan bobot ± 200 mg. Pada proses
pencetakan, kekerasan dan massa tablet diatur. Selain itu, untuk
mengetahui bobot tablet konstan atau tidak setiap dicetak 2 sampai 3 tablet
dilakukan penimbangan. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari
penyimpangan bobot tablet yang terlalu besar.
Setelah proses pencetakan selesai, dilanjutkan dengan evaluasi tablet
yang meliputi keragaman bobot, keseragaman ukuran, kekerasan,
keregasan dan waktu hancur (disintegrasi). Dari hasil evaluasi tersebut
dapat disimpulkan tablet yang dihasilkan memenuhi persyaratan kelayakan
sediaan solid yang baik, kecuali dalam hal kekerasan. Tablet Efedrin HCl
memiliki kekerasan yang lebih tinggi dari yang seharusnya. Namun,
Evaluasi keseragaman bobot dimaksudkan untuk mengetahui apakah bobot
tablet yang dihasilkan mempunyai bobot yang seragam sehingga
diharapkan zat berkhasiat yang terkandung dari tiap tablet yang dihasilkan

41
juga seragam. Dari keseragaman ukuran diperoleh bahwa panjang, lebar,
dan tebal tablet yang dihasilkan tidak terlalu berbeda jauh, sehingga dapat
disimpulkan bahwa tablet Efedrin HCl tersebut memenuhi syarat
keseragaman ukuran.
Kekerasan dari tablet Efedrin HCl yang dihasilkan tidak memenuhi
persyaratan. Kekerasan tablet dapat dipengaruhi oleh jumlah bahan
pengikat dan besarnya tekanan yang diberikan pada saat proses
pencetakan. Pada umunya tablet harus cukup keras agar tahan pecah ketika
dikemas, didistribusi dan sewaktu ditangani secara normal, tetapi tablet ini
juga harus cukup lunak untuk melarut dan hancur dengan sempurna begitu
digunakan serta dapat dipatahkan diantara jari-jari bila memang tablet ini
perlu dibagi pemakaiannya.
Bobot yang hilang setelah uji friabilitas dari 20 tablet Efedrin HCl
adalah 0,3132%. Nilai ini memenuhi syarat dari yang ditentukan yaitu
kurang dari 0,8%. Uji keregasan dimaksudkan untuk mengetahui apakah
tablet yang dihasilkan tahan terhadap goncangan sehingga pada proses
transportasi diharapkan tablet tidak terkikis atau pecah.
Waktu hancur tablet yang dihasilkan juga telah cukup memenuhi
syarat yaitu tidak lebih dari 15 menit per 6 tablet untuk tablet biasa,
walaupun waktu hancur pada percobaan ini memenuhi persyaratan, yaitu
sekitar 6 menit. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya bahan pengikat
pada formulasi tablet. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui waktu
yang dibutuhkan tablet untuk hancur dan melepaskan zat berkhasiat ke
dalam cairan tubuh sehingga dapat diabsorpsi dan memberikan efek
farmakologis.

42
BAB IV
TABLET IBUPROFEN

IV.1 Pertimbangan Bahan


1. Zat aktif : Ibuprofen

Gambar 3. Struktur Kimia Ibuprofen

 Nama kimia : Benzeneacetic acid, α-methyl-4-(2-


methylpropyl), p-Isobutylhydratropic acid,
dan 2-(p-Isobutylphenyl)propionic acid
 Rumus molekul : C13H18O2
 Berat molekul : 206,8
 Pemerian : serbuk hablur, putih hingga hampir putih,
berbau khas lemah
 Kelarutan : Praktis tidak larut air; sangat mudah larut
etanol; larut dalam 1,5 bagian alkohol, 1
bagian kloroform, 2 bagian eter, dan 1,5
bagian aseton; larut dalam larutan basa
hidroksida dan karbonat
 Titik didih : 76oC
 OTT :-
 Farmakologis : Aktivitas analgesik (penahan rasa sakit)
Ibuprofen bekerja dengan cara
menghentikan enzim siklooksigenase yang
berimbas pada terhambatnya sintesis
prostaglandin, yaitu suatu zat yang bekerja
pada ujung-ujung syaraf yang sakit.

43
 Absorpsi : gastrointestinal.

2. Pengisi : Corn Starch


Cornstarch adalah amilum yang dapat diperoleh dari jagung
(amylum maydis). Amilum ini terdiri dari amilosa dan amilopektin yang
mempunyai ikatan α-glukosa.
 Pemerian : serbuk hablur, putih, tidak berbau, dan tidak
berasa
 Kelarutan : praktis tidak larut dalam air dingin dan
etanol 95%, mengembang cepat dalam air
bersuhu 37oC.
 Sifat alir : umumnya kohesif dan memiliki sifat alir
yang buruk, tergantung kelembabannya
 Keasaman-kebasaan : 4,0 -8,0
 Stabilitas : harus dilindungi dari kelembaban, inert
secara kimia maupun mikrobiologi dalam
kondisi penyimpanan normal
 Inkompatibilitas : inkompatibel dengan zat pengoksidasi kuat,
akan membentuk warna dengan iodine
 Fungsi : filler (%)  dalam formula digunakan 76%

Corn starch digunakan sebagai filler dalam formulasi ini dengan


alasan tidak terdapatnya inkompatibilitas antara corn starch dengan
bahan aktif maupun bahan-bahan lain yang digunakan dalam formulasi.
Selain itu, harga corn starch relatif lebih murah apabil digunakan dalam
jumlah yang cukup banyak.

3. Penghancur : Primogel
 Sinonim : Sodium Starch Glycolate
 Pemerian : Serbuk dengan sifat alir bagus berwarna
putih sampai abu-abu, tidak berbau, tidak
berasa

44
 Kelarutan : Agak sukar larut dalam etanol (95%),
praktis tidak larut dalam air
 Stabilitas : Stabil dan simpan di tempat kering
 Khasiat : Penghancur
 Konsentrasi : 0,25 – 5,0 %
 Penyimpanan : Harus disimpan di tempat tertutup baik
 OTT : asam askorbat

4. Pengikat : Avicel PH 101

Gambar 4. Rumus Struktur Avicel PH 101

 Rumus molekul : (C6H10O5)n


 Bobot molekul : 36000
 Sinonim : Microcrystalline cellulose.
 Pemeriaan : Serbuk putih, tidak berbau, tidak berwarna.
 pH : 5,0-7,5
 Titik leleh : 260-2700C.
 Inkompatibilitas : oksidator kuat
 Konsentrasi penggunaan: 20-90 %

Alasan pemilihan avicel PH 101 sebagai binder karena Avicel PH


101 memiliki daya kompresibilitas yang sangat baik sehingga dapat
membantu massa tablet agar mudah dikempa. Selain itu, avicel juga
cocok digunakan sebagai binder untuk tablet dengan kempa langsung
atau granulasi kering. Avicel juga bisa digunakan karena kompatibel
dengan zat aktif dan bahan lain. Dalam pembuatan tablet ibuprofen,
konsentrasi yang digunakan yaitu 20 persen untuk mengimbangi

45
pengisi sehingga tidak sulit untuk dikempa. Jika digunakan konsentrasi
yang terlalu besar akan menghabiskan biaya yang besar.

5. Magnesium stearat (Mg-stearat)


Merupakan senyawa dengan campuran asam-asam organik padat
yang diperoleh dari lemak. Mengandung tidak kurang dari 6,8 % dan
tidak lebih dari 8,3 % MgO.
 Rumus molekul : C36H70MgO4
 Rumus struktur : [CH3 (CH2)16 (COO)2]Mg
 Berat molekul : 591,25
 Pemerian : serbuk halus, putih, licin dan mudah
melekat pada kulit, bau lemah khas
 Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, eter,dan etanol;
sedikit larut dalam benzen hangat dan
etanol 95% hangat
 Jarak lebur : 117-150oC (umum); 126-130oC (murni)
 Stabilitas : stabil, simpan di tempat yang tertutup rapat,
sejuk, dan kering
 Inkompabilitas : asam kuat, basa kuat. Dan ion Fe pada
garam besi; tidak dapat digunakan pada
aspirin, vitamin.
 Fungsi : lubrikan (0,25-5%), dalam formula ini
digunakan 1%.

Mg stearat dapat berperan sebagai lubrikan karena sifat


hidrofobiknya, oleh karena itu, pada konsentrasi tinggi, Mg stearat
dapat menghambat disolusi dan meningkatkan friabilitas tablet. Mg
stearat dapat meleleh pada tekanan tinggi (saat kompresi) dan memadat
kembali setelah kompresi sehingga dapat mengkilapkan permukaan
tablet dan memperbaiki penampilan tablet yang dihasilkan. Oleh karena
itu Mg Stearat dikombinasikan dengan talk (1-5%) dan Aerosil (1-3 %)
dengan konsentrasi tertentu untuk menghasilkan fungsi lubrikan yang
optimal.

46
6. Talk
Bahan yang digunakan sebagai glidan dan antiadherent adalah Talk.
 Rumus molekul : Mg6(Si2O5)4(OH)4
 Sinonim : Magsil osmanthus, magsil star, soapstone,
steatite
 Pemerian : Serbuk hablur, sangat halus, licin, mudah
melekat pada kulit, bebas butiran, warna
putih atau kelabu
 Kelarutan : Praktis tidak larut dalam asam, basa, pelarut
organik, dan air.
 Kegunaan : Glidant, diluent, dan lubrikan pada tablet
 Konsentrasi : 1-5%
 Inkompatibilitas : gugus amin kuartener

Alasan pemilihan talk sebagai glidan dan antiadherent karena talk


dapat memperbaiki sifat alir masa yang akan dicetak sehingga dapat
mencegah perlekatan terhadap punch dan dinding die. Talk merupakan
bahan yang mudah didapat dan terjangkau. Konsentrasi talk yang
digunakan berkisar antara 1–10%. Pada konsentrasi tinggi talk dapat
menghambat disolusi zat aktif. Selain itu, tidak terdapat
inkompatibilitas terhadap bahan lain dalam formulasi.

III.3 Formulasi
R/ Ibuprofen 400 mg
Corn starch 16,86%
Avicel PH 101 20%
Primogel 4%
Mg stearat 1%
Talk 1%

1. Perhitungan Bahan
Masing-masing tablet dibuat dengan berat 700 mg sebanyak 500
tablet dan menggunakan metode granulasi kering.

47
a. Perhitungan per Tablet
Ibuprofen = 400 mg
Corn starch 16,86% = 16,86/100 x 700 mg = 118 mg
Avicel PH 101 20% = 20/100 x 700 mg = 140 mg
Primogel 4% = 4/100 x 700 mg = 28 mg
Mg Stearat 1% = 1/100 x 700 mg = 7 mg
Talk 1% = 1/100 x 700 mg = 7 mg
Jumlah 700 mg

c. Perhitungan per Batch


Ibuprofen = 400 mg x 500 = 200.000 mg = 200 gr
Corn starch = 118 mg x 500 = 59.000 mg = 59 gr
Avicel PH 101 = 140 mg x 500 = 70.000 mg = 70 gr
Primogel = 28 mg x 500 = 14.000 mg = 14 gr
Mg Stearat = 7 mg x 500 = 3.500 mg = 3,5 gr
Talk = 7 mg x 500 = 3.500 mg = 3,5 gr
Jumlah

2. Cara pembuatan: Metode yang digunakan yaitu metode granulasi


basah.

1. Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan.


2. Ditimbang 200 gr Ibuprofen, 59 gr corn starch, 2/3 bagian dari
primogel (±9 gr), dan ½ bagian Mg stearat (1,75 gr).
3. Dimasukkan bahan-bahan tersebut ke dalam plastik, dikocok
hingga homogen.
4. Setelah homogen, dilakukan proses slugging, yaitu pencetakan
menjadi tablet yang besar dan keras.
5. Dimasukkan slug ke alat pengayakan untuk diubah menjadi
granul.
6. Diayak granul dengan ayakan ukuran 8 mesh.
7. Ditimbang granul yang telah didapatkan.
8. Dimasukkan granul yang telah didapatkan ke dalam plastik.

48
9. Ditimbang sisa primogel (1/3 x 4%), sisa Mg stearat (1/2 x
1%), dan talk (1%) diukur dari total granul yang dihasilkan.
10. Ditambahkan primogel, Mg stearat, dan talk ke dalam plastik,
kemudian dicampur hingga homogen.
11. Dilakukan uji laju alir terhadap campuran tersebut.
12. Dilakukan uji sifat alir granul.
13. Diukur sudut reposa.
14. Dilakukan uji kompresibilitas (bulk density dan tap density)
15. Dicetak tablet dengan bobot tiap tablet 700 mg.
16. Dilakukan uji keseragaman bobot dan ukuran menggunakan 20
buah tablet.
17. Dilakukan uji keregasan tablet menggunakan 6 buah tablet.
18. Dilakukan uji kekerasan tablet menggunakan 6 buah tablet.
19. Dilakukan uji waktu hancur menggunakan 6 buah tablet.
20. Dikemas tablet ke dalam kemasan yang sesuai.

III.4 Evaluasi
III.4.1 Evaluasi Granul
a. Laju Alir dan Sudut Reposa
Kriteria:
Laju alir : Menurut Fudholi (1983), sifat alir yang baik
adalah jika lebih dari 10 gram/detik atau 100
gram serbuk habis mengalirdalam waktu
kurang dari 10 detik.
Sudut reposa : berdasarkan USP 29-NF 24

Laju Alir Sudut Reposa (º)


Excellent 25-30
Good 31-35
Fair 36-40
Passable 41-45
Poor 46-55
Very Poor 56-65

49
Very Very Poor > 66

Tabel 9. Kriteria laju alir dan sudut reposa

Prosedur :
1. Ke dalam corong pada alat pengukur laju alir (flowmeter)
dimasukkan sejumlah granul hingga penuh, kemudian
permukaan dibentuk sedemikian rupa sehingga rata.
2. Di bawah corong diletakkan kertas milimeter blok untuk
mempermudah pengukuran.
3. Flowmeter dinyalakan, corong akan terbuka dan granul
mengalir ke bawah.
4. Waktu yang dibutuhkan hingga seluruh massa granul jatuh
dari corong dicatat, tinggi gunungan yang terbentuk diukur
dan lebar gunungan ditandai pada kertas kemudian diukur.
Sudut reposa diukur dengan rumus: tan 𝜃 =
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙
1
×𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙
2

5. Massa granul yang jatuh ditimbang, kemudian dihitung laju


𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙
alirnya dengan rumus: 𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑎𝑙𝑖𝑟 = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑎𝑙𝑖𝑟

Hasil:
Laju Alir
 Massa = 72,1 gr
 Waktu = 9,8 detik
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 72,1 𝑔𝑟
 Laju alir = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑎𝑙𝑖𝑟
= 9,8 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 = 7,35 gr/detik

Sudut Istirahat (Sudut Repose)

 Tinggi = 2,5 cm
 Diameter = 10,2 cm
 Sudut repose = 26,10
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 2,5 𝑐𝑚
𝑡𝑎𝑛 𝜃 = 1 =1 = 0,49
×𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 ×10,2 𝑐𝑚
2 2

50
𝜃 = 26,10

Kesimpulan:
Sudut reposa dari granul hasil formulasi adalah 26,10 yang
menunjukkan bahwa granul tersebut memiliki sifat alir yang
sangat baik menurut USP 29-NF 24, sedangkan rata-rata laju
alir granul yang dihasilkan adalah bernilai 7,35 gram/detik
menunjukkan laju alir yang kurang baik.

b. Indeks Kompresibilitas
Kriteria: Menurut Haussner dan Carr:
Indeks
Aliran Haussner ratio
Kompresibilitas(%)
Sangat baik 1,00 -1,11 1-10
Baik 1,12 – 1,18 11-15
Cukup 1,19 – 1,25 16-20
Kurang 1,26 – 1,34 21-25
Buruk 1,35 – 1,45 26-31
Sangat Buruk 1,46 – 1,59 32-37
Sangat sangat buruk >1,60 >38

Tabel 10. Kriteria bulk density dan tapped density

Prosedur:
1. Sejumlah massa granul yang telah ditimbang dimasukkan
ke dalam gelas ukur tanpa diketuk, kemudian dilihat
volumenya, diukur bulk densitynya dengan rumus:
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙
𝑏𝑢𝑙𝑘 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦 =
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑑𝑖𝑘𝑒𝑡𝑢𝑘
2. Gelas ukur ditutup dengan plastik, kemudian diletakkan
pada alat pengukur tapped density dan dijalankan hingga
massa granul diketuk 300 kali.
3. Volume granul setelah diketuk dicatat dan diukur tapped
densitynya dengan rumus:

51
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙
𝑡𝑎𝑝𝑝𝑒𝑑 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦 =
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑘𝑒𝑡𝑢𝑘
Hasil:
 V1 = 50 ml
 V2 = 41 ml
 Indeks kompresibilitas(Neuman dan Carr)
𝑇𝐷−𝐵𝐷
Indeks kompresibilitas = × 100%
𝑇𝐷
𝑚
⁄𝑉2−𝑚⁄
= 𝑚 𝑉1 100%
⁄𝑉2
𝑉1−𝑉2
= × 100%
𝑉1
50−41
= × 100%
50

= 18 %
 Indeks kompresibilitas (Hausner)
Indeks kompresibilitas = TD/BD
𝑚⁄
= 𝑚 𝑉2
⁄𝑉1

= 𝑉1⁄𝑉2

= 50 𝑚𝑙⁄41 𝑚𝑙
= 1,22

Kesimpulan :
Indeks kompresibilitas dari granul hasil formulasi adalah 10 %
yang menunjukkan bahwa granul memiliki indeks
kompresibilitas yang cukup sedangkan Haussner Rationya
adalah 1,25 yang memiliki indeks kompresbilitas yang cukup.

III.4.2 Evaluasi Tablet


a. Penampilan
Bentuk : bulat
Warna : putih
Permukaan : kasar dengan satu garis tengah

b. Keragaman Bobot

52
Kriteria:
Penyimpangan Terhadap
Bobot Rata-
Bobot Rata-rata (%)
rata (mg)
A B
 25 15 30
26 – 150 10 20
151 – 300 7,5 15
 300 5 10

Tabel 11. Kriteria Penyimpanga Bobot Rata-rata

Prosedur : Farmakope Indonesia edisi IV


1. 20 tablet ditimbang secara bersama-sama, lalu bobot rata-
rata dihitung.
2. Ditimbang berat masing-masing tablet.
3. Masukkan data dalam tabel dan analisa data secara statistik.

Hasil :

% Penyimpangan Terhadap
Tablet Bobot (mg)
Bobot Rata – Rata
1 700 0,384
2 702 0,0996
3 702 0,0996
4 704 0,1850
5 703 0,0427
6 701 0,2419
7 706 0,4696
8 704 0,1850
9 702 0,0996
10 703 0,0427
11 702 0,0996
12 700 0,3842

53
13 705 0,3273
14 700 0,3842
15 703 0,0427
16 701 0,2419
17 704 0,1850
18 702 0,0996
19 704 0,1850
20 706 0,4696

Tabel 12. Data Penyimpangan Bobot Rata-rata Ibuprofen

 Bobot total 20 tablet = 14.054 mg


 Bobot rata-rata = 702,7 mg

Kesimpulan :
Dari data pengamatan di atas, dapat dilihat bahwa tidak ada
tablet yang mempunyai bobot yang menyimpang sampai 5%
ataupun 10%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
tablet Ibuprofen ini memenuhi kriteria keseragaman bobot.

c. Keseragaman Ukuran
Kriteria : Kecuali dinyatakan lain, diameter tablet tidak
lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1⅓ tebal
tablet.
Alat : Jangka Sorong
Prosedur : Farmakope Indonesia edisi III
Hasil:
No Diameter tablet (cm) Tebal tablet (cm)
1 1,351 0,498
2 1,350 0,498
3 1,351 0,498
4 1,350 0,498
5 1,350 0,498

54
6 1,350 0,498
7 1,350 0,498
8 1,350 0,498
9 1,350 0,498
10 1,351 0,498
11 1,351 0,498
12 1,351 0,498
13 1,351 0,498
14 1,351 0,498
15 1,351 0,498
16 1,351 0,498
17 1,351 0,498
18 1,351 0,498
19 1,351 0,498
20 1,351 0,498

Tabel 13. Data Keseragaman Ukuran Tablet

 Rata-rata diameter tablet= 1,35 cm


 Rata-rata tebal tablet = 0,498 cm
 Diameter = 2,712 x tebal tablet

Kesimpulan:
Tablet Ibuprofen memenuhi persyaratan ukuran diameter dan
ketebalan.

d. Kekerasan
Alat : Hardness tester
Kriteria : Menurut Parrot, 1971
Diameter (mm) Bobot (mg) Kekerasan (Kp)
5-8 150-300 2-4
9-13 300-700 3,5-7

Tabel 14. Kriteria kekerasan tablet

55
Cara : Satu buah tablet diletakkan pada alat kemudian
dilihat nilai tekanan yag menyebabkantablet
tersebut pecah.
Hasil:
Diameter tablet Tebal tablet Kekerasan
No
(cm) (cm) (Kp)
1 1,351 0,498 8,35
2 1,350 0,498 9,07
3 1,351 0,498 9,37
4 1,350 0,498 9,27
5 1,350 0,498 8,76
6 1,350 0,498 9,37

Tabel 15. Hasil pengukuran kekerasan 6 tablet Ibuprofen

Kesimpulan:
Kekerasan tablet tidak memenuhi syarat.

e. Keregasan (Friability)
Alat : Friability tester/ Friabilator
Kriteria : Menurut Voigt, tablet yang diuji kehilangan
berat tidak lebih dari 0,8%
Prosedur:
1. Dibersihkan 20 tablet dari debu dan ditimbang (berat W1).
2. Dimasukkan 20 tablet tersebut ke dalam alat.
3. Dijalankan alat dengan kecepatan 25 rpm selama 4 menit
(100 kali putaran).
4. Dikeluarkan tablet, bersihkan adri debu dan timbang
kembali (W2).
5. Dihitung selisih berat 20 tablet sebelum dan sesudah
perlakuan.
(W1 −𝑊2 )
Keregasan= 𝑊1
× 100%

Hasil:

56
 Berat awal (W1) 20 tablet = 14,3 gr
 Berat akhir ( W2 ) 20 tablet = 14,1 gr
 Keregasan tablet (F)
(14,3 – 14,1)
F= 𝑥 100% = 𝟏, 𝟒%
14,3

Kesimpulan :
Tablet tidak memenuhi syarat keregasan

f. Waktu Hancur
Alat : Disintegration tester
Kriteria : Kecuali dinyatakan lain, waktu yang dibutuhkan
untuk menghancurkan keenam tablet < 15 menit
untuk tablet biasa, untuk tablet salut gula dan salut
tipis <60 menit, tablet bukal tidak lebih dari 4 jam
(tanpa cakram penuntun).
Prosedur : Menurut Farmakope Indonesia edisi IV
1. Masukkan 1 tablet ke dalam masing-masing keranjang,
kemudian turun naikkan keranjang 30 kali per menit secara
teratur. Gunakan air bersuhu 372C. Tablet dinyatakan
hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas
kasa kecuali fragmen yang berasal dari bahan penyalut.
2. Jika dengan cara percobaan di atas waktu hancur tidak
memenuhi syarat bagi 1 atau 2 tablet, ulangi pengujian
menggunakan 6 tablet satu persatu, kemudian ulangi lagi
percobaan menggunakan 6 tablet dengan cakram penuntun.

Hasil:

Tablet Waktu hancur


1 42 detik

2 42 detik

3 42 detik

57
4 42 detik

5 42 detik

6 42 detik

Tabel 16. Data Uji Waktu Hancur Ibuprofen

 Rata-rata tablet Ibuprofen adalah tidak lebih dari 42 detik.

Kesimpulan :
Tablet memenuhi syarat waktu hancur.

III.5 Kemasan
Pada pengemasan tablet ini, kami menggunakan wadah berupa botol
plastik berwarna putih berisi 100 tablet, dengan label pada bagian luarnya,
dan kemasan luar berbentuk kotak (balok) berwarna putih dengan variasi
warna, dengan nama produk obatnya, yakni Mamaproftab.

III.6 Pembahasan
Pada praktikum ini, dilakukan pembuatan tablet yang mengandung
Ibuprofen 400 mg, dengan bobot tablet 700 mg. Jumlah tablet hasil
produksi yang diinginkan adalah sebanyak 500 tablet, akan tetapi hanya
didapatkan 280 butir tablet. Perbedaan jumlah tablet yang diperkirakan
dengan jumlah tablet yang didapatkan bisa disebabkan oleh beberapa
penyebab, antara lain :
1. Kandungan fines yang terlalu banyak memungkinan banyak serbuk
yang terbuang selama pengerjaan.
2. Massa banyak yang tertinggal pada hopper saat pengempaan, pada
plastik saat pencampuran, pada ayakan saat dilakukan pengayakan.

Tablet Ibuprofen ini dikemas dalam botol plastik, yang tiap botolnya
mengandung 100 butir tablet. Pada pembuatan tablet Ibuprofen 400 mg ini
digunakan metode granulasi kering, dengan eksipien berupa corn starch,
primogel, avicel PH 101, magnesium stearat, dan talk. Metode ini dipilih

58
karena Ibuprofen termasuk zat yang tidak tahan panas karena titik lelehnya
yang rendah dan akan terdegradasi dengan adanya panas, selain itu
walaupun sifat alirnya buruk, kompresibilitas bahan-bahan ini cukup baik
sehingga tidak perlu diperbaiki dengan granulasi basah, serta granulasi
kering juga merupakan proses yang lebih cepat dan mudah dilakukan.
Corn starch pada formulasi ini diutamakan sebagai bahan pengisi,
primogel sebagai disintegran, avicel PH 101 sebagai pengikat (binder),
magnesium stearat sebagai lubrikan, dan talk sebagai glidan dan
antiadherent.
Dalam proses pembuatan tablet Ibuprofen yang menggunakan
metode granulasi kering, terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan.
Pertama-tama, timbang zat aktif dan seluruh eksipien kemudian dilakukan
proses milling atau penghalusan partikel serbuk zat aktif beserta eksipien
yang digunakan, yang dilanjutkan dengan proses premixing, yaitu
pencampuran Ibuprofen sebagai zat aktif dengan pengisi, dalam hal ini
adalah corn starch, binder berupa avicel PH 101, dan sebagian disintegran
sebagai disintegran dalam, yang dalam proses ini digunakan primogel.
Setelah itu, dilakukan proses slugging, dimana massa serbuk campuran zat
aktif dan eksipien dikempa menjadi tablet-tablet besar yang disebut slug.
Tablet-tablet ini dihancurkan kembali membentuk granul yang dilakukan
dengan proses sifting, dimana slug diayak dengan ayakan mesh 8 yang.
Kemudian proses sifting dilanjutkan dengan final mixing, yaitu
mencampurkan sisa disintegran sebagai disintegran luar, dan lubrikan,
dalam proses ini digunakan magnesium stearat hingga homogen, dan
ditambahkan juga glidan dan antiadherent (talk), lalu dilakukan evaluasi
sifat granul seperti uji laju alir, sudut reposa, dan indeks
kompresibilitasnya. Proses terakhir yaitu pencetakan tablet dengan mesin
rotary tableting machine yang ukuran dan tekanannya diatur sedemikian
rupa hingga terbentuk tablet Ibuprofen dengan bobot 700 mg.
Setelah proses pencetakan selesai, dilanjutkan dengan evaluasi
tablet, yang meliputi keragaman bobot, keseragaman ukuran, kekerasan,
keregasan, dan waktu hancur (disintegrasi). Dari hasil evaluasi tersebut

59
dapat disimpulkan tablet yang dihasilkan cukup memenuhi persyaratan
kelayakan sediaan solid yang baik. Evaluasi keseragaman bobot
dimaksudkan untuk mengetahui apakah bobot tablet yang dihasilkan
mempunyai bobot yang seragam.
Dilihat dari segi penampilan tablet, tablet memiliki permukaan yang
agak kasar dan pada beberapa tablet terdapat bagian yang gompal. Hal
tersebut bisa disebabkan karena kurangnya lubrikan sehingga pada saat
pencetakan massa menempel pada punch dan die. Selain itu, pada saat
pencetakan pada die banyak bersisa massa tablet. Hal tersebut akan
menyebabkan permukaan tablet menjadi tidak halus.
Dari keseragaman ukuran diperoleh bahwa diameter dan tebal tablet
yang dihasilkan tidak terlalu berbeda jauh, sehingga dapat disimpulkan
bahwa tablet Ibuprofen tersebut memenuhi syarat keseragaman ukuran.
Kekerasan dari tablet Ibuprofen yang dihasilkan tidak memenuhi
persyaratan. Kekerasan tablet dapat dipengaruhi oleh jumlah bahan
pengikat dan besarnya tekanan yang diberikan pada saat proses
pencetakan. Pada umunya tablet harus cukup keras agar tahan pecah ketika
dikemas, didistribusi dan sewaktu ditangani secara normal, tetapi tablet ini
juga harus cukup lunak untuk melarut dan hancur dengan sempurna begitu
digunakan serta dapat dipatahkan diantara jari-jari bila memang tablet ini
perlu dibagi pemakaiannya. Kekerasan tablet Ibuprofen tidak memenui
syarat bisa disebabkan karena jumlah pengikat yang terlalu sedikit dan
tekanan saat mencetak yang terlalu tinggi.
Bobot yang hilang setelah uji friabilitas dari 20 tablet Ibuprofen
adalah 1,399 %. Nilai ini tidak memenuhi syarat dari yang ditentukan
yaitu kurang dari 0,8%. Uji keregasan dimaksudkan untuk mengetahui
apakah tablet yang dihasilkan tahan terhadap goncangan sehingga pada
proses transportasi diharapkan tablet tidak terkikis atau pecah. Hal tersebut
bisa terjadi karena terlalu banyak fines yang terkandung di dalam massa,
sehingga kemampuan bahan pengikat untuk menjadikan tablet tersebut
kompak berkurang.

60
Waktu hancur tablet yang dihasilkan juga telah cukup memenuhi
syarat yaitu tidak lebih dari 15 menit per 6 tablet untuk tablet biasa,
walaupun waktu hancur pada percobaan ini tergolong cepat, yaitu sekitar
45 detik. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya bahan pengikat pada
formulasi tablet. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui waktu yang
dibutuhkan tablet untuk hancur dan melepaskan zat berkhasiat ke dalam
cairan tubuh sehingga dapat diabsorpsi dan memberikan efek
farmakologis.

61
BAB VII
PENUTUP

VII.1 KESIMPULAN
VII.1.1 Tablet Efedrin HCl
1. Penampilan
Bentuk bulat dengan permukaan halus serta terdapat satu
garis di tengahnya dan berwarna putih.
2. Ukuran Panjang, Lebar, dan Tebal
Untuk ukuran ketebalan dan diameter tablet secara berturut-
turut adalah 0,37 cm dan 0,83 cm.
3. Uji Kekerasan
Kekerasan tablet yang dihasilkan adalah sekitar 4,89 Kp
sampai 6,01 Kp.
4. Uji Keregasan
Keregasan tablet yang dihasilkan adalah 0,3132 %
5. Uji Waktu Hancur
Waktu hancur yang didapatkan dari percobaan yang
dilakukan adalah sekitar 6 menit 1 detik.
6. Keseragaman Bobot
a. Bobot rata-rata = 203,54 mg
b. Simpangan baku (SD) = 4,12
c. Simpangan baku realatif (SDR) = 2,06

Kesimpulan: Tablet Ibuprofen belum memenuhi syarat uji


kekerasan dan keregasan.

VII.1.2 Tablet Ibuprofen


1. Penampilan
Bentuk bulat dengan permukaan tidak halus serta terdapat
satu garis ditengahnya dan berwarna putih.
2. Ukuran Panjang, Lebar, dan Tebal

62
Untuk ukuran ketebalan dan diameter tablet secara berturut-
turut adalah 0,498 cm dan 1,315 cm.
3. Uji Kekerasan
Kekerasan tablet yang dihasilkan adalah sekitar 8,35 Kp
sampai 9,37 Kp.
4. Uji Keregasan
Keregasan tablet yang dihasilkan adalah 1,40 %
5. Uji Waktu Hancur
Waktu hancur yang didapatkan dari percobaan yang
dilakukan adalah sekitar 42 detik.
6. Keseragaman Bobot
Persen penyimpangan tablet ibuprifen yang dihasilkan
adalah 0,3842% dan 0,0427%.
Kesimpulan: Tablet Ibuprofen belum memenuhi syarat uji
kekerasan.

VII.2 SARAN
Dengan adanya laporan dari praktikum teknologi sediaan solid ini,
diharapkan pembaca dapat memperoleh informasi mendetil mengenai
pembuatan tablet mulai dari desain formula, praformulasi, formulasi,
evaluasi dan kemasan dimana dalam kesempatan kali ini digunakan
Ibuprofen dan Efedrin HCl sebagai zat aktif serta diharapkan pembaca
dapat memanfaatkan laporan ini dengan baik untuk perkembangan
teknologi sediaan padat yaitu tablet di masa yang akan datang

63
LAMPIRAN
KEMASAN DAN BROSUR TABLET EFEDRIN HCL

LAMPIRAN
KEMASAN DAN BROSUR TABLET ANTASIDA

64
65
DAFTAR PUSTAKA

LA Herbert, Lachman Leon, Schwartz B Joseph. Pharmaceutical Dosage


Form, Vol 1, 2nd edition. 1989. Newyork: Marcel Dekker.INC.
Goodman LS, Gilman Alfred. The Pharmaceutical Basis of Therapeutics 4th
edition. 1970. United States of America: the Macmillan Company
Rowe, Raymond C, Paul J, Marian E. Hand Book Of Pharmaceutical Exypient
6th edition. 2009. London: the Pharmaceutical Press
Anonim, Farmakope Indonesia edisi IV. 1997. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI.
Anonim, Farmakope Indonesia edisi III. 1979. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI.
Anonim, Martindale The Extra Farmacopoiea 28th ed. 1963
Staf Pengajar FKUI, Farmakologi dan Terapi ed.IV. 1995. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

66

Anda mungkin juga menyukai