Anda di halaman 1dari 6

DAMPAK SIMPANG EMPAT TAK BERSINYAL (Studi Kasus : Perempatan

Jl. Singa- Jl. Serigala, Kota Makassar)


Uswatun Hasanah

Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota


Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Email : 60800117037@uin-alauddin.ac.id

ABSTRAK
Salah satu persoalan transportasi adalah kecelakaan dan kemacetan lalu lintas.
Persimpangan pada jalan Jl. Singa- Jl. Srerigala kadang terjadi konflik lalu lintas
yang dapat menyebabkan kecelakaan. Persimpangan sebidang merupakan daerah
yang berpotensial untuk terjadinya konflik akibat adanya bermacam jenis pergerakan
arus lalu lintas. Konflik lalu lintas bisa terjadi jika ada dua kendaraan yang saling
bertemu di suatu titik. Apabila konflik terjadi, maka dapat berpotensi terjadinya
kecelakaan yang menyebabkan adanya korban. Tujuan tulisan ini adalah evaluasi
kinerja jalan pada simpang empat Jl. SInga- Jl. Serigala sehingga dapat diketahui
penyebab dan menemukan solusi pemecahan masalah lalu lintas.
Tulisan ini merokemendasikan untuk membuat/mendirikan lampu lalu lintas
yang terdapat di simpang empat, memberlakukan system satu arahm serta adanya
pengawasan dari petugas untuk meminimalkan masalah-masalah yang ada.
Kata Kunci : Kecelakaan ,simpang empat, lampu lalu lintas

A. PENDAHULUAN
Transportasi merupakan bagian yang sangat penting dari kehidupan
manusia, khususnya transportasi dengan kendaraan bermotor, baik untuk
kebutuhan pergerakan manusia maupun angkutan barang. Dalam tranportasi
keselamatan merupakan hal yang serius dan wajib diperhitungkan oleh para
pengguna jasa. Menurut Undang-undang No.14 tahun 1992 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, transportasi bertujuan untuk mewujudkan lalu
lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan
teratur, nyaman dan efisien, mampu memadukan moda transportasi lainnya,
menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan,
pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan penunjang
pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli
masyarakat. Ini menjadikan aspek keselamatan harus merupakan perhatian
yang utama.
Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
Data kecelakaan pada suatu daerah terkadang tidak dicatat dengan lengkap setiap kali
ada kecelakaan. Dengan keterbatasan pada pendataan kecelakaan yang ada di
Indonesia, maka perlu cari suatu metode agar dapat mendeteksi daerah rawan
kecelakaan. Pendeteksian tersebut diharapkan dapat menghasilkan usulan yang cocok
bagi penaggulangan serta pencegahan kecelakaan lalu lintas dengan data yang
terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja dampak dari simpang
empat tak bersinyal dan cara menanggulanginya
B. KAJIAN PUSTAKA
1. Pertemuan Jalan
Definisi pertemuan jalan adalah seluruh daerah dimana dua atau
lebih jalan raya bertemu, bersilangan atau saling memotong. Pertemuan
jalan atau persimpangan adalah bagian terpenting dari system jaringan
jalan, persimpangan adalah simpul pada jaringan jalan dimana jalan-jalan
bertemu dan lintasan kendaraan berpotongan. Pada prinsipnya adalah
persimpangan adalah persilangan dua atau lebih jaringan jalan,
persimpangan merupakan faktor-faktor yang paling penting dalam
menentukan kapasitas dan waktu perjalanan pada suatu jaringan jalan,
khususnya di daerah-daerah perkotaan.
Setiap persilangan mencakup pergerakan lalu lintas menerus dan
lalu lintasnya yang berpotongan, bila lalu lintas yang berpotongan sudah
melampaui kapasitas persimpangan, kemacetan tidak dapat dihindari. Oleh
karena itu, peningkatan kapasitas dengan melakukan perbaikan geometrik
persimpangan maupun menetapkan cara pengendalian yang sesuai dapat
meningkatka kapasitas persimpangan.Dibedakan tiga macam pertemuan
jalan:
a. Pertemuan sebidang, perpotongan atau persimpangan jalan (at grade
intersection).
b. Persilangan jalan (grade separation without ramp).
c. Pertemuan tak sebidang (interchange).
Simpang jalan tanpa sinyal yaitu simpang yang tidak memakai sinyal
lalu lintas. Simpang jalan dengan sinyal yaitu pemakai jalan dapat
melewati simpang sesuai dengan pengoperasian sinyal lalu lintas. Jadi
pemakai jalan hanya boleh lewat pada saat sinyal lalu lintas menunjukkan
warna hijau pada lengan simpang. (Morlok, E. K. 1995). Pada umumnya
simpang bersinyal dipergunakan untuk salah satu atau lebih alasan berikut
ini :
a. Untuk menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik arus
lalu lintas sehingga kapasitas tertentu pada suatu simpang dapat
dipertahankan.
b. Untuk memberikan kesempatan kepada kendaraan atau pengguna jalan
pada simpang untuk memotong jalan.
c. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan
antara kendaraan-kendaraan dari arah berlawanan.
Suatu jalan maupun simpang akan melayani arus lalu lintas
tertentu. Dengan demikian akan terdapat nilai jumlah arus/volume
maksimal yang dapat dilayani. Nilai ini disebut kapasitas (Capacity).
Kapasitas persimpangan ditentukan oleh metode pengendalian dan unsur-
unsur geometrik jalan seperti lebar kaki masuk persimpangan, radius-
radius kelengkungan, lajurlajur kecepatan, perlambatan dan lain-lain.
(Ahmad Munawar, 2006).
2. Simpang Tak Bersinyal
Simpang jenis ini diterapkan apabila arus lalu lintas di jalan minor
dan pergerakan membelok sedikit. Namun apabila arus lalu lintas di jalan
utama sangat tinggi sehingga resiko kecelakaan bagi pengendara di jalan
minor meningkat (akibat terlalu berani mengambil gap yang kecil), maka
dipertimbangkan adanya sinyal lalu lintas, (Ahmad Munawar, 2006).
Simpang tak bersinyal secara formal dikendalikan oleh aturan
dasar lalu lintas Indonesia yaitu memberikan jalan kepada kendaraan dari
kiri. Ukuran-ukuran yang menjadi dasar kinerja simpang tak bersinyal
adalah kapasitas, derajat kejenuhan, tundaan dan peluang antrian, (MKJI,
1997). Berdasarkan kapasitas (C) dan arus lalu lintas (Q) akan diperoleh
angka derajat kejenuhan (DS). Dengan nilai derajat kejenuhan dan nilai
kapasitas. dapat dihitung tingkat kinerja dari masing-masing pendekat
maupun tingkat kinerja simpang secara keseluruhan sesuai dengan rumus
yang ada pada MKJI.
3. Jalinan Bundaran
Bundaran (roundabout) dapat dianggap sebagai kasus istimewa
dari kanalisasi yang pulau di tengahnya dapat bertindak sebagai
pengontrol pembagi dan pengarah bagi sistem lalu lintas berputar satu
arah.
Tujuan utama bundaran adalah melayani gerakan yang menerus,
namun hal ini tergantung dari kapasitas dan luas area yang dibutuhkan.
Hal ini juga tidak konsisten bila terdapat banyak gerakan pejalan kaki.
(Alik Ansyori Alamsyah, 2008). Pada umumnya bundaran dengan
pengaturan hak jalan (prioritas dari kiri) digunakan di daerah perkotaan
dan pedalaman bagi persimpangan antara jalan dengan arus lalu lintas
sedang. Pada arus lalu lintas yang tinggi dan kemacetan pada daerah
simpang, bundaran tersebut mudah terhalang yang mungkin menyebabkan
kapasitas terganggu pada semua arah. (MKJI,1997)
Bundaran paling efektif jika digunakan untuk persimpangan antara
jalan dengan ukuan tingkat arus yang sama. Karena itu bundaran sangat
sesuai untuk persimpangan antara jalan dua lajur atau jalan empat lajur.
Perubahan dari simpang bersinyal atau tak bersinyal menjadi bundaran
dapat juga didasari oleh keselamatan lalu lintas, untuk mengurangi jumlah
kecelakaan lalu lintas antara kendaraan yang berpotongan. (MKJI,1997)
C. DAMPAK DAN SOLUSI
Di sepanjang Jl. SInga- Jl. Serigala memang masih jarang pedagang
kaki lima yang biasanya menjadi penyebab kemacetan, namun di
persimpangan yang berlawanan terhadap simpang minor terdapat pom bensin
yang menyebabkan banyaknya kendaraan-kendaraan keluar masuk baik
kendaraan ringan maupun kendaraan berat. Di samping itu di sepanjang jalan
yang mengarah ke Jl. Dr. Sam. Ratulangi dan tidak jauh dari simpang 4
terdapat pertokoan dan warung makan yang biasanya menjadi tempat istirahat
Dampak yang ditimbulkan yaitu pada pagi hari terjadi kemacetan
karena terdapat sekolah di jalan itu. Selain itu tidak jarang terjadi kecelakaan
pada sore atau siang hari karena jalanan mulai sepi dan para pengendara
ngebut.
Untuk mendapatkan kapasitas dan tingkat pelayanan yang lebih baik
lagi maka perlu adanya beberapa penambahan rambu lalu lintas dan pelebaran
jalan untuk lebih memperlancar arus lalu lintas dan juga sebagai antisipasi
semakin bertambahnya jumlah kendaraan tiap tahun. Pada jam-jam tertentu
diperlukan bantuan penanganan petugas yang berwajib untuk membantu
mengatur lalu lintas kendaraan. Selain itu, sistem jalur satu arah juga dapat
membantu mengatasi kemacetan serta kecelakaan yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-undang No.14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
2. _______, 1997,Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Direktorat Jenderal Bina
Marga, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta
3. Romadhona Prima Juanita, Sholihin Ramdhani, 2017, Pengaruh Kecepatan
Kendaraan Terhadap Keselamatan Pengguna Kendaraan Bermotor Pada
Simpang Tak Bersinyal.
4. Munawar Ahmad, 2006, Manajemen Lalulintas Perkotaan , BETA OFFSET,
Yogjakarta.

Anda mungkin juga menyukai