Sejarah Pancasila melalui tiga fase penting, yaitu: Pertama, dimulai dari 1 Juni
1945. Kedua, tanggal 22 Juni 1945, dan Ketiga, mencapai bentuk final pada 18
Agustus 1945. Pancasila 1 Juni 1945 adalah pidato Bung Karno dalam sidang BPUPKI
tanggal 1 Juni 1945 di Gedung Tyuuoo Sangi-In, sekarang Gedung Pancasila, Kementerian
Luar Negeri Jln. Pejambon, Jakarta. Bung Karno sebagai anggota BPUPKI mengajukan usulan
lima prinsip dasar negara Indonesia yaitu, Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau
Bung Karno menyebut lima prinsip yang dikemukakannya dengan “Panca Dharma”.
Menurutnya atas saran seorang ahli bahasa, konon adalah Mr. Muhammad Yamin, dianggap
lebih tepat dengan istilah “Pancasila”. Ketika itu Bung Karno menawarkan kemungkinan
Pancasila diperas menjadi “Trisila” dan masih dapat diperas lagi menjadi “Ekasila”, yaitu
gotong royong.Pada tanggal 31 Mei 1945 sidang BPUPKI menyimak pidato tentang rancangan
dasar negara dari Mr. Soepomo. Adapun pidato Mr. Muhammad Yamin dalam sidang BPUPKI
tanggal 29 Mei 1945 mengemukakan lima asas sebagaimana dimuat dalam bukunya Naskah
Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu peri kebangsaan, peri ketuhanan, kesejahteraan
rakyat, peri kemanusiaan, dan peri kerakyatan. Dalam pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945,
sepuluh kali ia mengutip pidato Ki Bagus Hadikusumo yang diucapkan sebelumnya di muka
sidang BPUPKI 31 Mei 1945.
BPUPKI membentuk Panitia Kecil atau dikenal sebagai Panitia Sembilan untuk mendapatkan
satu modus vivendi, satu persetujuan, antara golongan Islam dan golongan kebangsaan di
dalam satu rancangan pembukaan hukum dasar negara. Dalam rancangan pembukaan
(preambule) Undang-Undang Dasar hasil musyawarah Panitia Sembilan yang Ketua-nya
adalah juga Bung Karno, rumusan “Pancasila” tanggal 1Juni 1945 disempurnakan. Prinsip
kelima, yaitu “Ketuhanan” ditempatkan menjadi urutan pertama dan beberapa perubahan
lainnya.
Sumber : https://www.google.com/amp/s/fuadnasar.wordpress.com/2016/05/31/fakta-sejarah-
pancasila-piagam-jakarta-dan-uud-1945/amp/
Sila-sila Pancasila menunjukkan kenyataan adanya sifat-sifat yang abstrak, umum dan
universal. Kita bisa melihat nilai keadilan sosial, misalnya, adalah suatu konsep yang
memerlukan abstraksi untuk memahaminya.
Inti sila-sila Pancasila selalu ada dalam adat, kebiasaan, budaya, agama, dan tradisi yang
dianut masyarakat Indonesia. Artinya ada kaitan antara hidup manusia Indonesia dengan
sila-sila Pancasila. Misalnya, sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, menunjukkan
kaitan erat antara keyakinan manusia Indonesia dengan apa yang dikandung oleh sila
pertama.
Nilai-nilai Pancasila dianggap sebagai falsafah hidup yang sesuai dengan manusia Indonesia.
Kesesuaian ini menyiratkan sifat subjektifitas dari manusia Indonesia untuk masyarakat
Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila mengandung empat nilai kerohanian yang terdiri atas kenyataan atau
kebenaran, estetis, etis, dan religius. Hal ini merupakan wujud dari hati nurani manusia
Indonesia, jadi bersifat subjektif.
Nilai-nilai Pancasila
Sila pertama ini mengandung nilai religius atau keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan
ketaqwaan kepada-Nya. Seseorang dapat dikatakan menjunjung tinggi nilai ketuhanan bila bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianutnya, saling menghormati antar
pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda, memberi kebebasan pada orang lain
untuk beribadah sesuai agamanya, dan tidak memaksakan agama atau kepercayaan yang dianutnya
kepada orang lain.
Sila kedua ini mengandung nilai moral kemanusiaan atau humanitarian. Seseorang dapat dikatakan
memegang teguh nilai kemanusiaan apabila setiap tindakan dan perbuatannya selalu menjaga
martabat orang lain. Perilaku yang adil terhadap sesama manusia juga merupakan wujud adanya
sifat kemanusiaan. Orang yang berpedoman pada nilai ini selalu menghormati, menghargai sesama
manusia beradab yang memiliki cipta, rasa karsa, dan keyakinan.
Sila ketiga ini mengandung nilai moral persatuan bangsa. Artinya, setiap warga negara Indonesia
dimanapun berada selalu berbuat dan bertindak tanpa adanya niatan untuk memecah belah bangsa.
Secara tersirat, nilai persatuan ini juga menuntut pengakuan adanya perbedaan dan
keanekaragaman suku, bahasa, adat, agama, dan sebagainya yang menjadi kekuatan pemersatu
bangsa Indonesia. Seseorang bisa diatakan memegang nilai persatuan bila sikapnya mau mengenal
perbedaan, cinta tanah air, rela berkorban demi bangsa, dan menyukai produk dalam negeri.
Sila keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
Sila keempat ini mengandung nilai moral kerakyatan dan musyawarah atau demokrasi. Nilai sila
keempat ini menunjukkan adanya kedaulatan rakyat dan kekuasaan berada di tangan rakyat. Segala
keputusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak diambil melalui musayawarah mufakat atau
demokratis. Seseorang dapat dikatakan memegang teguh nilai kerakyatan dan demokrasi apabila
menyelesaikan masalah melalui musyawarah, anti-kekerasan, mengutamakan kepentingan rakyat
diatas kepentingan partai atau golongan, menghargai perbedaan pendapat.
Sumber : https://www.google.com/amp/sosiologis.com/nilai-nilai-pancasila/amp
3. Menilik sejarahnya, gagasan mengenai lahirnya Pancasila muncul dalam sidang BPUPKI
pada 1945. Sejumlah tokoh dianggap berperan dalam perumusan Pancasila.
Mereka, di antaranya Mohammad Yamin, Dr. Soepomo, dan Ir Soekarno.
1). Mohammad Yamin
Mohammad Yamin lahir di Sawahlunto, Sumatera Barat. Karirnya berawal saat bergabung
dalam organisasi Jong Sumatranen Bond.
Moh Yamin juga terlibat menyusun ikrar Sumpah Pemuda yang dibacakan dalam Kongres Pemuda II.
Ia turut pula berperan dalam menetapkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
Pada 1945, Moh Yamin terpilih sebagai anggota Badan Penyidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI).
Gagasan dasar negara yang diutarakan Moh Yamin ada lima, di antaranya perikemanusiaan,
periketuhanan, perikerakyatan, dan kesejahteraan rakyat.
Selain gagasan secara lisan, ia juga menyampaikan usulan tertulis mengenai rancangan dasar negara.
Rancangan yang diajukan Yamin adalah Ketuhanan Yang Maha Esa; kebangsaan persatuan
Indonesia; rasa kemanusiaan yang adil dan beradab; kerakyatan yang dipimpin oleh hHikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
2. Dr Soepomo
Dr. Soepomo lahir di Sukoharjo, Jawa Tengah. Karena berasal dari keluarga priyayi, ia mendapatkan
kesempatan sekolah ke jenjang lebih tinggi. Pendidikannya diawali di di ELS (Europeesche Lagere
School) di Boyolali (1917), MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs) di Solo (1920), dan
menyelesaikan pendidikan kejuruan hukum di Bataviasche Rechtsschool di Batavia pada tahun 1923.
Pada sidang BPUPKI 31 Mei 1945, giliran Soepomo yang mengungkapkan rancangannya
soal dasar negara. Rancangan versi Soepomo meilputi persatuan, kekeluargaan,
keseimbangan lahir dan batin, musyawarah, dan keadilan rakyat.
3. Ir Soekarno
Sumber : https://nasional.kompas.com/read/2018/06/01/09000021/para-tokoh-di-balik-lahirnya-
pancasila?page=3
4. A.Contoh sikap positif yang sesuai dengan nilai pancasila dalam kehidupan sehari hariASikap
yang sesuai dengan sila pertama
Sila pertama pancasila berbunyi : Ketuhanan yang Maha Esa. Sila ini berhubungan dengan
perilaku kita sebagai umat beragama pada Tuhannya.
Contoh sikap yang mencerminkan sila tersebut:
*Percaya dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa sesuai ajaran agama yang dianut masing-masing
Sila kedua pancasila berbunyi : Kemanusiaan yang adil dan beradab. Sila ini berhubungan dengan
perilaku kita sebagai manusia yang pada hakikatnya semuanya sama didunia ini.
*Tidak membeda bedakan manusia berdasarkan suku, agama, warna kulit, tingkat ekonomi, maupun
tingkat pendidikan
Sila ketiga pancasila berbunyi : Persatuan Indonesia. Sila ini berhubungan dengan perilaku kita
sebagai warga Negara Indonesia untuk bersatu membangun negeri ini.
Contoh sikap yang mencerminkan sila tersebut:
*Mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi dan golongan
Sila keempat pancasila berbunyi : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan. Sila ini berhubungan dengan perilaku kita untuk selalu
bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah.
Sila kelima pancasila berbunyi : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila ini berhubungan
dengan perilaku kita dalam bersikap adil pada semua orang.
Sumber :
https://www.kompasiana.com/dionisiusfarrellian/5c00118f6ddcae28480fb204/penerapan-
pancasila-dalam-kehidupan-sehari-hari?page=2