Chapter II - 3 PDF
Chapter II - 3 PDF
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Pengertian
Program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan. Program kesehatan diadakan
sebagai realisasi dari rencana program kesehatan di bidang kesehatan yang akan memberikan
dampak pada peningkatan kesehatan. Blum membedakan ruang lingkup penilaian program atas
enam macam, yaitu: Pelaksanaan program, pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan,
pertanyaan pokok yang akan dijawab pada penilaian tentang pelaksanaan program ialah apakah
program itu terlaksana atau tidak, bagaimana pelaksanaannya serta faktor-faktor penopang dan
Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) merupakan wujud
peran serta masyarakat dalam kegiatan deteksi dini, monitoring dan tindak lanjut dini faktor
risiko penyakit tidak menular secara mandiri dan berkesinambungan. Kegiatan ini
dikembangkan sebagai bentuk kewaspadaan dini terhadap penyakit tidak menular mengingat
hampir semua faktor risiko penyakit tidak menular tidak memberikan gejala pada yang
mengalaminya. Faktor resiko penyakit tidak menular meliputi merokok, konsumsi minuman
beralkohol, pola makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik, obesitas, stress, hipertensi,
hiperglikemi, hiperkolesterol, serta menindaklanjuti secara dini faktor resiko yang ditemukan
melalui konseling kesehatan dan segera merujuk ke fasiitas pelayanan kesehatan dasar (Azwar,
2010).
Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) merupakan salah satu
upaya kesehatan masyarakat (UKM) yang berorientasi kepada upaya promotif dan preventif
dalam pengendalian penyakit tidak menular dengan melibatkan masyarakat mulai dari
kegiatan, target perubahan, agen pengubah sekaligus sebagai sumber daya. Dalam pelaksanaan
(UKBM), dimana kegiatan ini diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan sumber daya,
2.1.2 Tujuan
Meningkatkan peran serta masyarakat sehat, berisiko dan penyandang penyakit tidak
Sasaran utama adalah kelompok masyarakat sehat, berisiko dan penyandang penyakit
Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) dapat dilaksanakan
terintegrasi dengan upaya kesehatan bersumber masyarakat yang sudah ada, di tempat kerja
atau klinik di perusahaan, di lembaga pendidikan, tempat lain dimana masyarakat dalam jumlah
memadukan pelaksanaan posbindu dengan kegiatan yang sudah dilakukan meliputi kesesuaian
waktu dan tempat serta memanfaatkan sarana dan tenaga yang sudah ada (Pudiastuti, 2011).
dilakukan oleh kader kesehatan yang telah ada atau beberapa orang dari masing-masing
kelompok/ organisasi/ lembaga/ tempat kerja yang bersedia menyelenggarakan posbindu, yang
dilatih secara khusus, dibina atau difasilitasi untuk melakukan pemantauan faktor risiko
Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) meliputi 10 (sepuluh)
1. Kegiatan penggalian informasi faktor risiko dengan wawancara sederhana tentang riwayat
penyakit tidak menular pada keluarga dan diri peserta, aktifitas fisik, merokok, kurang
makan sayur dan buah, potensi terjadinya cedera dan kekerasan rumah tangga, serta
informasi lainnya yang dibutuhkan untuk identifikasi masalah kesehatan berkaitan dengan
terjadinya penyakit tidak menular. Aktifitas ini dilakukan saat pertama kali kunjungan dan
2. Kegiatan pengukuran berat badan, tinggi badan, Indeks Masa Tubuh (IMT), lingkar perut,
analisis lemak tubuh, dan tekanan darah sebaiknya diselenggarakan 1 bulan sekali. Analisa
lemak tubuh hanya dapat dilakukan pada usia 10 tahun ke atas. Untuk anak, pengukuran
3. Kegiatan pemeriksaan fungsi paru sederhana diselenggarakan 1 tahun sekali bagi yang
sehat, sementara yang beresiko 3 bulan sekali dan penderita gangguan paru dianjurkan 1
bulan sekali. Pemeriksaan fungsi paru sederhana sebaiknya dilakukan oleh tenaga
4. Kegiatan pemeriksaan gula darah bagi individu sehat paling sedikit diselenggarakan 3
tahun sekali dan bagi yang telah mempunyai faktor risiko penyakit tidak menular atau
penyandang diabetes melitus paling sedikit 1 tahun sekali. Untuk pemeriksaan glukosa
lainnya).
tahun sekali dan bagi yang telah mempunyai faktor risiko penyakit tidak menular 6 bulan
sekali dan penderita dislipedemia/gangguan lemak dalam darah minimal 3 bulan sekali.
Untuk pemeriksaan gula darah dan kolesterol darah dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
6. Kegiatan pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) dilakukan sebaiknya minimal
5 tahun sekali bagi individu sehat, setelah hasil IVA positif, dilakukan tindakan
pengobbatan krioterapi, diulangi setelah 6 bulan, jika hasil IVA negatif dilakukan
pemeriksaan ulang 5 tahun, namun bila hasil IVA positif dilakukan tindakan pengobatan
krioterapi kembali. Pemeriksaan IVA dilakukan oleh bidan/dokter yang telah terlatih dan
7. Kegiatan pemeriksaan kadar alkohol pernafasan dan tes amfetamin urin bagi kelompok
8. Kegiatan konseling dan penyuluhan, harus dilakukan setiap pelaksanaan posbindu. Hal ini
penting dilakukan karena pemantauan faktor risiko kurang bermanfaat bila masyarakat
9. Kegiatan aktifitas fisik atau olahraga bersama, sebaiknya tidak hanya dilakukan jika ada
10. Kegiatan rujukan ke fasilitas layanan kesehatan dasar di wilayahnya dengan pemanfaatan
sumber daya tersedia termasuk upaya respon cepat sederhana dalam penanganan pra
rujukan.
Berdasarkan jenis kegiatan deteksi dini, pemantauan dan tindak lanjut yang dapat
dilakukan oleh posbindu, maka dapat dibagi menjadi 2 kelompok tipe posbindu, yaitu
(Maryam, 2010):
a. Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) dasar meliputi pelayanan
deteksi dini faktor risiko sederhana, yang dilakukan dengan wawancara terarah melalui
keluarga dan yang telah diderita sebelumnya, perilaku beresiko, potensi terjadinya cedera
dan kekerasan dalam rumah tangga, pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar perut,
Indeks Masa Tubuh (IMT), alat analisa lemak tubuh, pengukuran tekanan darah,
pemeriksaan uji fungsi paru sederhana serta penyuluhan mengenai pemeriksaan payudara
sendiri.
b. Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) utama yang meliputi
pelayanan Posbindu PTM Dasar ditambah pemeriksaan gula darah, kolesterol total dan
pemeriksaan kadar alkohol pernafasan dan tes amfetamin urin bagi kelompok pengemudi
kompetensinya.
PTM) tatanan desa/kelurahan perlu dilakukan kemitraan dengan forum desa/kelurahan Siaga,
industry, dan klinik swasta untuk mendukung implementasi dan pengembangan kegiatan.
Kemitraan dengan forum desa/kelurahan siaga aktif, pos kesehatan desa/kelurahan serta klinik
swasta bermanfaat bagi posbindu untuk komunikasi dan koordinasi dalam mendapatkan
pola hidup sehat misalnya fasilitas olahraga atau sarana pejalan kaki yang aman dan sehat.
Melalui klinik desa siaga (jika sudah ada) dapat dikembangkan sistem rujukan dan dapat
diperoleh bantuan teknis medis untuk pelayanan kesehatan. Sebaliknya bagi forum desa siaga
(Kemenkes, 2014).
dan fasilitas alat. Misalnya pemberian alat glukometer, tensimeter, sangat bermanfaat untuk
pelaksanaan posbindu dengan standar lengkap. Sedangkan kemitraan dengan klinik swasta,
bagi posbindu bermanfaat untuk memperoleh bantuan tenaga untuk pelayanan medis atau alat
kesehatan lainnya. Bagi klinik swasta, kontribusinya dalam penyelenggaraan posbindu dapat
2.2.1 Persiapan
1. Langkah persiapan diawali dengan pengumpulan data dan informasi besaran masalah PTM,
sarana-prasarana pendukung dan sumber daya manusia. Hali ini dapat diambil dari data RS
Informasi tersebut dipergunakan oleh fasilitator sebagai bahan advokasi untuk mendapatkan
posbindu.
masyarakat, tempat kerja, sekolah, koperasi, klub olahraga, karang taruna dan kelompok
besarnya masalah penyakit tidak menular, dampaknya bagi masyarakat dan dunia usaha,
strategi pengendalian serta tujuan dan manfaat posbindu. Hal ini dilakukan sebagai advokasi
jumlah kelompok potensial terlalu besar pertemuan sosialisasi dan advokasi dapat dilakukan
b. Menetapkan kader dan pembagian peran, fungsinya sebagai tenaga pelaksana posbindu.
pembinanya.
1. Memberikan informasi dan sosialisasi tentang PTM (termasuk DM), upaya pengendalian
serta manfaat bagi masyarakat, kepada pimpinan wilayah misalnya camat, kepala
desa/lurah.
2. Mempersiapkan sarana dan tenaga di puskesmas dalam menerima rujukan dari posbindu.
3. Memastikan ketersediaan sarana, buku pencatatan hasil kegiatan dan lainnya untuk kegiatan
koperasi desa, yayasan kanker, yayasan Jantung Indonesia, organisasi profesi seperti PPNI,
1. Memberikan pengetahuan tentang penyakit tidak menular, faktor risiko, dampak, dan
3. Memberikan kemampuan dan keterampilan dalam memantau faktor risiko penyakit tidak
menular.
5. lainnya.
c. Peserta pelatihan : Jumlah peserta maksimal 30 orang agar pelatihan berlangsung efektif.
d. Waktu pelaksanaan pelatihan : selama 3 hari atau disesuaikan dengan kondisi setempat
Sarana dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarkan posbindu adalah sebagai
berikut:
a) Untuk standar minimal 5 set meja-kursi, pengukur tinggi badan, timbangan berat badan, pita
pengukur lingkar perut, dan tensi meter serta buku pintar kader tentang cara pengukuran
tinggi badan dan berat badan, pengukuran lingkar perut, alat ukur analisa lemak tubuh dan
b) Sarana standar lengkap diperlukan alat ukur kadar gula darah, alat ukur kadar kolesterol
total dan trigliserida, alat ukur kadar pernafasan alkohol, tes amfetamin urin kit, dan IVA
kit.
c) Untuk kegiatan deteksi dini kanker leher rahim (IVA) dibutuhkan ruangan khusus dan hanya
dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah terlatih dan tersertifikasi.
d) Untuk pelaksanaan pencatatan hasil pelaksanaan posbindu diperlukan kartu menuju sehat
Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular (KTMS FR-PTM) dan buku pencatatan.
e) Untuk mendukung kegiatan edukasi dan konseling diperlukan media KIE (Komunikasi,
Informasi, dan Edukasi) yang memadai, seperti serial buku pintar kader, lembar balik,
Monitoring Penunjang
Posbindu PTM Dasar Alat Ukur Lingkar Perut : 1 buah Lembar balik : 1 buah
paket kebutuhan
bulan.
6. Melaksanakan konseling.
Posbindu PTM dapat diselenggarkan dalam sebulan sekali, bila diperlukan dapat lebih
dari 1 kali dalam sebulan untuk kegiatan pengendalian faktor risiko PTM lainnya, misalnya
olahraga bersama, sarasehan dan lainnya. Hari dan waktu yang dipilih sesuai dengan
2011).
2.3.2 Tempat
Tempat pelaksanaan sebaiknya berada pada lokasi yang mudah dijangkau dan nyaman
bagi peserta. Posbindu PTM dapat dilaksanakan pada salah satu rumah warga, balai desa/
kelurahan, salah satu kios di pasar, salah satu ruang perkantoran/klinik perusahaan, ruangan
khusus di sekolah, salah satu ruangan di dalam lingkungan tempat ibadah, atau tempat tertentu
layanan yang disebut sistem 5 meja, namun dalam situasi kondisi tertentu dapat disesuaikan
dengan kebutuhan dan kesepakatan bersama. Kegiatan tersebut berupa pelayanan deteksi dini
dan tindak lanjut sederhana serta monitoring terhadap faktor risiko penyakit tidak menular,
termasuk rujukan ke puskesmas. Dalam pelaksanaannya pada setiap langkah secara sederhana
setiap kader memahami semua peranan tersebut, pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan
kesepakatan.
informasi
Puskesmas
Posbindu PTM
1. Kader Posbindu ;
Dari sejumlah kader yang telah dilatih ditetapkan koordinator dan penanggung jawab
a. Melakukan pelayanan dengan sistem 5 meja atau modifikasi sesuai dengan kebutuhan dan
kesepakatan bersama.
swasta/RS.
2. Petugas Puskesmas
sehingga kehadiran petugas puskesmas dalam kegiatan posbindu sangat diperlukan dalam
wujud peran:
b. Memberikan materi kesehatan terkait dengan permasalahan faktor risiko PTM dalam
d. Menerima, menangani dan memberi umpan balik kasus rujukan dari posbindu.
a. Camat
selaku penanggung jawab wilayah kecamatan serta melakukan pembinaan dalam mendukung
selaku penanggung jawab wilayah kecamatan serta melakukan pembinaan dalam mendukung
Mendukung dan berperan aktif dalam kegiatan posbindu sesuai dengan minat dan misi
d. Tokoh/penggerak masyarakat
e. Dunia Usaha
2.3.4 Pembiayaan
baik dana mandiri dari perusahaan, kelompok masyarakat/lembaga atau dukungan dari pihak
lain yang peduli terhadap persoalan penyakit tidak menular di wilayah masing-masing.
ini untuk mendukung dan memfasilitasi Posbindu PTM, salah satunya melalui pemanfaatan
Bantuan Operasional Kesehatan. Pembiayaan bersumber daya dari masyarakat dapat melalui
Dana Sehat atau mekanisme pendanaan lainnya. Dana juga bisa didapat dari lembaga donor
maupun dapat berperan serta dalam Posbindu PTM di wilayah sekitarnya dalam bentuk
kemitraan melalui CSR (Corporate Social Responsibility)/ Tanggung jawab Sosial Perusahaan.
berkesinambungan. Dana yang terkumpul dari berbagai sumber dapat dipergunakan untuk
g. Bantuan biaya duka bila ada anggota yang mengalami kecelakaan atau kematian.
Pencatatan hasil kegiatan posbindu dilakukan oleh kader. Petugas Puskesmas mengambil
data hasil kegiatan posbindu yang digunakan untuk pembinaan, dan melaporkan ke instansi
Pada pelaksanaan pemantauan, kondisi faktor risiko PTM harus diketahui oleh yang
diperiksa maupun yang memeriksa. Masing-masing peserta harus mempunyai alat pantau
individu berupa Kartu Menuju Sehat (KMS) FR-PTM. Untuk mencatat kondisi faktor risiko
PTM. Kartu ini disimpan oleh masing-masing peserta, dan harus selalu dibawa ketika
berkunjung ke tempat pelaksanaan posbindu. Tujuannya agar setiap individu dapat melakukan
mawas diri dan melakukan tindak lanjut, sesuai saran Kader/ Petugas. Sedangkan bagi Petugas
dapat digunakan untuk melakukan tindakan dan memberi saran tindak lanjut yang diperlukan
jenis faktor risiko PTM dan tindak lanjut. Pada KMS FR-PTM ditambahkan keterangan
golongan darah dan status penyandang penyakit tidak menular yang berguna sebagai informasi
medis jika pemegang kartu mengalami kondisi darurat di perjalanan. Hasil dari setiap jenis
pengukuran/ pemeriksaan faktor risiko PTM pada setiap kunjungan peserta ke posbindu dicatat
pada KMS FR-PTM oleh masing-masing kader faktor risiko. Demikian pula tindak lanjut yang
Buku pencatatan diperlukan untuk mencatat identitas dan keterangan lain mencakup
nomor, No KTP/ kartu identitas lainnya, nama, umur, dan jenis kelamin. Buku ini merupakan
dokumen/file data pribadi peserta yang berguna untuk konfirmasi lebih lanjut jika suatu saat
diperlukan. Melalui buku ini, dapat diketahui karakteristik peserta secara umum. Buku
Pencatatan Faktor Risiko PTM diperlukan untuk mencatat semua kondisi faktor risiko PTM
dari setiap anggota/peserta. Buku ini merupakan alat bantu mawas diri bagi koordinator dan
seluruh petugas Posbindu dalam mengevaluasi kondisi faktor risiko PTM seluruh peserta.
Hasil pengukuran/pemeriksaan faktor risiko yang masuk dalam kategori buruk diberi
tanda warna yang menyolok. Melalui buku ini kondisi kesehatan seluruh peserta dapat
terpantau secara langsung, sehingga koordinator maupun petugas dapat mengetahui dan
mengingatnya serta memberikan motivasi lebih lanjut. Selain itu buku tersebut merupakan file
data kesehatan peserta yang sangat berguna untuk laporan secara khusus misalnya ketika
diperlukan data kesehatan untuk kelompok usia lanjut atau data jumlah penderita PTM, dan
juga merupakan sumber data surveilens atau riset/ penelitian secara khusus jika suatu saat
diperlukan.
Tujuan dari penyelenggaran Posbindu PTM , yaitu agar faktor risiko PTM dapat
dicegah dan dikendalikan lebih dini. Faktor risiko PTM yang telah terpantau secara rutin dapat
selalu terjaga pada kondisi normal atau tidak masuk dalam kategori buruk, namun jika sudah
berada dalam kondisi buruk, faktor risiko tersebut harus dikembalikan pada kondisi normal.
Tidak semua cara pengendalian faktor risiko PTM, harus dilakukan dengan obat-obatan
(Maryam, 2010).
Pada tahap dini, kondisi faktor risiko PTM dapat dicegah dan dikendalikan melalui diet
yang sehat, aktifitas fisik yang cukup dan gaya hidup yang sehat seperti berhenti merokok,
pengelolaan stres dan lain-lain. Melalui konseling dan/atau edukasi dengan kader
mengendalikan faktor risiko PTM dapat ditingkatkan. Dengan proses pembelajaran di atas
secara bertahap, maka setiap individu yang mempunyai faktor risiko akan menerapkan gaya
Tabel 2.4 Frekuensi dan Jangka Waktu Pemantauan Faktor Risiko PTM
Faktor Risiko Orang sakit Faktor Penderita
Risiko PTM
Glukosa darah puasa 3 tahun sekali 1 tahun sekali 1 bulan sekali
Glukosa darah 2 jam 3 tahun sekali 1 tahun sekali 1 bulan sekali
Glukosa darah sewaktu 3 tahun sekali 1 tahun sekali 1 bulan sekali
Kolesterol darah total 5 tahun sekali 6 bulan sekali 3 bulan sekali
Trigliserida 5 tahun sekali 6 bulan sekali 3 bulan sekali
Tekanan darah 1 bulan sekali 1 bulan sekali 1 bulan sekali
Indeks Masa Tubuh (IMT) 1 bulan sekali 1 bulan sekali 1 bulan sekali
Lingkar Perut 1 bulan sekali 1 bulan sekali 1 bulan sekali
Arus Puncak Ekspirasi 1 bulan sekali 3 bulan sekali 1 bulan sekali
IVA 1 tahun sekali
Cedera dan Kekerasan dalam rumah 6 bulan sekali 3 bulan sekali 3 bulan sekali
tangga
Kadar Alkohol Pernafasan dan tes 1 tahun sekali 6 bulan sekali 1 bulan sekali
amfetamin urin
Sumber: Kemenkes RI, 2014c
Keterangan:
Visual Asam Asetat (IVA) dilakukan pada perempuan telah berhubungan seksual/menikah
usia >35 tahun/riwayat pernikahan>1 kali dan dilakukan oleh bidan terlatih.
b. Pada kunjungan berikutnya bagi peserta yang tidak beresiko dan berisiko faktor risiko PTM
dilakukan pemantauan pada faktor risiko perilaku, BB, lingkar perut, IMT, Analisa Lemak
c. Untuk peserta yang beresiko merokok dan gejala batuk dilakukan pemeriksaan arus puncak
d. Untuk peserta yang mempunyai faktor risiko dislipidemia, pemeriksaan kolesterol total dan
e. Untuk peserta yang beresiko kegemukan, adanya riwayat keluarga dengan DM kadar gula
f. Untuk penyandang PTM, semua faktor risiko dipantau setiap bulan serta pemeriksaan
g. Pemantauan faktor risiko cedera dan tindak kekerasan dalam rumah tangga dilakukan setiap
bulan, sementara untuk pemeriksaan kadar alkohol pernafasan dan amfetamin urin bagi
kelompok pengemudi umum dilakukan setiap bulan bagi yang bernilai positif dan 6 bulan
Apabila pada kunjungan berikutnya (setelah 3 bulan) kondisi faktor risiko tidak
mengalami perubahan (tetap pada kondisi buruk), atau sesuai dengan kriteria rujukan, maka
untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik harus dirujuk ke puskesmas atau klinik swasta
sesuai dengan kebutuhan dan keinginan yang bersangkutan. Meskipun telah mendapatkan
pengobatan yang diperlukan, kasus yang telah dirujuk tetap dianjurkan untuk melakukan
wawancara dan pengukuran faktor risiko penyakit tidak menular. Kader posbindu akan
melakukan konseling dan edukasi terhadap permasalahan kesehatan yang dijumpai pada
peserta posbindu termasuk melaksanakan sistem rujukan puskesmas bila diperlukan sesuai
dengan kriteria. Hasil pelaksanaan posbindu tercatat secara tertib dan diberikan kepada petugas
puskesmas atau unsur pembina lainnya yang memerlukan sebagai bahan informasi.(Kemenkes,
2013).
mengingat pola kejadian sangat menentukan status kesehatan di suatu daerah dan juga
keberhasilan peningkatan status kesehatan di suatu negara (Sudoyo, 2006). Penyakit tidak
menular adalah jenis penyakit yang tidak menular seperti cacat fisik, gangguan mental, kanker,
berat badan lebih, osteoporosis, kanker usus, depresi dan kecemasan (Sutomo, 2010).
communicable disease (NCDs), yaitu penyakit non-infeksi yang berlangsung seumur hidup dan
menular menyebabkan sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan di seluruh dunia. Perubahan
struktur masyarakat dari agraris ke industri dan perubahan pola fertilitas gaya hidup dan sosial
ekonomi masyarat diduga sebagai hal yang melatar belakangi prevalensi penyakit tidak
menular, sehingga kejadian penyakit tidak menular semakin bervariasi dalam transisi
Penyakit tidak menular saat ini yang banyal berkembang di masyarakat seperti
hipertensi atau darah tinggi, diabetes melitus, hiperkolesterolemia, asam urat, penyakit jantung,
paru-paru kronis, bahkan kanker. penyakit tidak menular dapat juga disebabkan kareana
2.5 Hipertensi
Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah salah satu jenis penyakit
pembunuh paling terbesar di dunia saat ini. Usia merupakan salah satu faktor risiko hipertensi.
Lebih banyak dijumpai bahwa penderita penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi pada
tekanan darah secara persisten, dimana diagnosa hipertensi pada orang dewasa ditetapkan
paling sedikit dua kunjungan dimana lebih tinggi atau pada 140/90 mmHg (WHO 2011).
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya140 mmHg atau
tekanan darah diastolik sedikitnya 90 mmHg (Price & Wilson, 2006). Peningkatan tekanan
jantung, dan otak bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai
(Kemenkes, 2013).
memandangnya. Secara umum hipertensi adalah kondisi tekanan darah seseorang yang berada
di atas batas-batas tekanan darah normal. Hipertensi disebut juga pembunuh gelap atau silent
killer. Hipertensi dengan secara tiba-tiba dapat mematikan seseorang tanpa diketahui gejalanya
Hipertensi dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu hipertensi sistolik, hipertensi
merupakan peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik dan
umumnya ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan
pada arteri apabila jantung berkontraksi (denyut jantung). Tekanan sistolik merupakan tekanan
maksimum dalam arteri dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan
tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya ditemukan pada anakanak dan dewasa
muda. Hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil menyempit secara tidak
normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya dan
meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan arteri
bila jantung berada dalam keadaan relaksasi di antara dua denyutan. Hipertensi campuran
2011):
1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga
defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraselular, dan faktor-faktor yang
2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya
Hipertensi seringkali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer), karena termasuk
penyakit yang mematikan, tanpa disertai gejala-gejalanya sebagai peringatan. Adapun gejala
hipertensi yang muncul dianggap sebagai gangguan biasa, penderita juga mengabaikan dan
terkesan tidak merasakan apapun atau berprasangka dalam keadaan sehat, sehingga penderita
terlambat dan tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi. Gejala yang dirasakan bervariasi,
1) sakit kepala
2) mimisan
3) jantung berdebar-debar
5) sulit bernafas
6) mudah lelah
8) telinga berdenging
9) vertigo
Keluhan yang sering dirasakan dan dijumpai adalah pusing yang terasa berat pada
bagian tengkuk, biasanya terjadi pada siang hari (Lany Sustrani, dkk, 2011).
Menurut Elizabeth J. Corwin (2012), sebagian besar hipertensi tanpa disertai gejala
yang mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun
berupa:
1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat tekanan darah
intrakranium
5. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler. peninggian tekanan darah kadang
merupakan satu-satunya gejala, terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung.
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endotel arteri dan
mempercepat aterosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti
(Sheps, 2005):
Ketika usia bertambah lanjut, seluruh pembuluh darah di tubuh akan semakin mengeras,
terutama di jantung, otak dan ginjal. Hipertensi sering diasosiasikan dengan kondisi arteri yang
mengerasini.
Payah jantung (Congestive heart failure) adalah kondisi dimana jantung tidak mampu
lagi memompa darah yang dibutuhkan tubuh. Kondisi ini terjadi karena kerusakan otot jantung
c. Stroke
Hipertensi adalah factor penyebab utama terjadinya stroke, karena tekanan darah yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah yang sudah lemah menjadi pecah. Bila hal
ini terjadi pada pembuluh darah di otak, maka terjadi perdarahan otak yang dapat berakibat
kematian. Stroke juga dapat terjadi akibat sumbatan dari gumpalan darah yang macet di
d. Kerusakan Ginjal
Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah yang menuju ginjal, yang
berfungsi sebagai penyaring kotoran tubuh. Dengan ada yang angguan tersebut, ginjal
menyaring lebih sedikit cairan dan membuangnya kembali ke darah. Gagal ginjal dapat terjadi
e. Kerusakan Penglihatan
Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient
ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, demensia, dan
bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung. Yang
paling parah adalah efek jangka panjangnya yang berupa kematian mendadak (Dosh, 2011).
komplikasi, jumlah pasien yang semakin meningkat, dan besarnya biaya perawatan pasien
penderita hipertensi yang terutama disebabkan oleh karena komplikasi, maka upaya yang
paling baik adalah pencegahan. Upaya pencegahan pada penderita hipertensi ada 3 tahap, yaitu
(Tjandra, 2012):
a. Pencegahan Primer :
2. Kurangi makanan berkolesterol tinggi dan perbanyak aktifitas fisik untuk mengurangi berat
badan.
5. Suplai kalsium, meskipun hanya menurunkan sedikit tekanan darah tapi kalsium juga cukup
membantu.
b. Pencegahan Sekunder
3. Fisik aktif.
5. Berhenti merokok.
c. Pencegahan Tersier
Perlu diketahui bahwa beberapa kondisi memiliki hubungan signifikan dengan kejadian
hipertensi, diantaranya adalah tingkat pendidikan dan status ekonomi rendah, kelebihan berat
badan, obesitas perut, gangguan emosi yang tinggi kadar kolesterol dan gula yang tinggi dalam
darah. Risiko terkena hipertensi dapat dikurangi dengan perilaku CERDIK (Depkes, 2013)
yaitu :
f. Kendalikan stress
sakibat komplikasi yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah di
bawah 140/90 mmHg. Perawatan dalam penanganan hipertensi diantaranya dalam ketaatan
pengobatan meliputi perlakuan khusus mengenai gaya hidup seperti diet, istirahat dan olahraga
serta konsumsi obat. Dalam upaya meningkatkan status kesehatan dengan cara meningkatkan
kemampuan menyampaikan informasi yang jelas kepada penderita mengenai penyakit yang
Perlu diketahui bahwa penyakit hipertensi tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan
1. Mengatur diet
3. Mengendalikan stress
dilakukan dengan pengelolaan diri atau pengubahan gaya hidup sipenderita. Indikator
keberhasilan pengendalian tekanan darah pada penderita hipertensi dapat diuraikan sebagai
berikut.
Menurut WHO tahun 2012, salah satu masalah utama dalam mengendalikan hipertensi
adalah kemampuan pasien untuk patuh kepada instruksi tenaga kesehatan. Pada beberapa
penderita, hipertensi dapat dikontrol dengan terapi non-farmakologi dan terapi farmakologi,
terapi non farmakologi yakni dengan pengobatan pengubahan gaya hidup atau pengendalian
perilaku pasien, terapi tersebut dapat berupa: mengurangi berat badan, berhenti merokok,
mengurangi konsumsi garam, menjauhi alkohol, mengurangi kafein, melakukan aktivitas fisik,
dan menerapkan pola makan teratur, mengurangi stress. Adapun pengendalian farmakologi
yaitu digunakannya obat-obatan, terapi obat yang digunakan yaitu: pengahambat ACE,
Antagonis Angiotensin, Antaginis CA, penyekat beta, diuretika. Secara umum, pengendalian
hipertensi memang harus dilakukan pada diri sipenderita terlebih dahulu yaitu dengan
Landasan teori adalah hal-hal yang berupa teori-teori itu sendiri dalam hal ini landasan teori
sistem dan pendekatan sistem. Menurut Immegart dalam (Pidharta, 2009), sistem merupakan
suatu keseluruhan yang memiliki bagian-bagian yang tersusun secara sistematis, bagian-bagian
itu terelasasi satu dengan yang lain, serta peduli terhadap konteks lingkungannya. Menurut Hall
adal (Mardi, 2012), siste adalah sekelompok, dua atau lebih komponen yang saling berkaitan
perpaduan antara sejumlah komponen yang masing-masing mempunyai fungsi sendiri, namun
saling berkaitan untuk mencapai tujuan bersama dalam suatu lingkungan yang kompleks,
dengan ciri-ciri : adanya tujuan yang telah ditentukan, adanya komponen, adanya keterpaduan
Menurut teori system David Easton atauy lebih dikenal dengan kedekatan system,
system tercermin dalam segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan disebut dengan
masukan (input, langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan
disebut dengan proses (process), dan hasil dari suatu pelaksanaan disebut keluaran (output),
(Darry, 2013).
Dalam program kesehatan, komponen sebuah sistem terdiri dari masukan(input), proses
a. Masukan (input) dalam program kesehatan terdiri dari 6 M yaitu : Man (staf), Money (dana
untuk kegiatan program), Material (peralatan yang dibutuhkan, termasuk logistik), Method
pelaksanaan kegiatan program), Market (sasaran masyarakat yang akan diberikan pelayanan
program, pengawasan dan pengendalian untuk kelancaran kegiatan dari program kesehatan.
d. Effect yaitu perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat yang diukur dengan
e. Outcome (impact) merupakan dampak program yang diukur dengan peningkatan status
kesehatan masyarakat yaitu : tingkat dan jenis morbiditas (kejadian sakit), mortalitas (tingkat
a) Jenis dan jumlah masukan dapat diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan dengan
demikian pemborosan sumber, tata cara, dn kesanggupan yang sifatnya selalu terbatas,
b) Proses yang dilaksana dapat diarahkan untuk mencapai keluaran, sehingga dapat
c) Keluaran yang dihasilkan dapat lebih optimal serta dapat diukur secara tepat dan
objektif.
melalui indikator masukan (input), proses (process) dan luaran (output). Oleh karena itu
1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam penatalaksanaan hipertensi
dengan posbindu agar dapat berjalan dengan baik, meliputi: Tenaga Kesehatan; Pendanaan;
a. Tenaga adalah tenaga kesehatan yang telah mendapatkan pelatihan pelaksanaan posbindu
b. Pendanaan adalah adanya materi dalam bentuk uang yang digunakan untuk pelaksanaan
posbindu.
c. Sarana, prasarana dan peralatan termasuk di dalamnya yaitu: obat, peralatan pemeriksaan,
2. Proses (Process) adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan Puskesmas Padang Bulan dalam melaksanakan Posbindu PTM sesuai dengan
3. Keluaran (output) adalah hasil dari suatu penatalaksanaan hipertensi dengan posbindu,