No. Revisi -
SOP Tanggal Terbit 1 OKTOBER 2016
Halaman 4 dari 4
1. Pengertian
Penyakit infeksi akut sistem saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies yang
termasuk genus Lyssa-virus, family Rhabdoviridae danmenginfeksi manusia
melalui gigitan hewan yang terinfeksi (anjing, monyet, kucing, serigala, kelelawar)
Rabies hampir selalu berakibat fatal jika post-exposure prophylaxis tidak diberikan
sebelum onset gejala berat. Virus rabies bergerak ke otak melalui saraf perifer.
Masa inkubasi dari penyakit ini tergantung pada seberapa jauh jarak perjalanan
virus untuk mencapai sistem saraf pusat, biasanya mengambil masa beberapa
bulan.
2. Tujuan Dokter dapat melakukan pengelolaan penyakit yang meliputi:
1. Anamnesa (Subjective)
2. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)
3. Penegakkan Diagnosa (Assessment)
4. Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala Puskesmas Nomor 082 Tahun 2016 Tentang
Standar dan pemberlakuan SOP Layanan Klinis
4. Referensi • Kepmenkes No. 949/2004 ttg Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa
• Permenkes No. 1501 tahun 2010 ttg Jenis Penyakit Menular Tertentu yang
dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
• Permenkes 45/2014 ttg Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan.
5. Prosedur 1. Melakukan Anamnesa(Subjective)
Keluhan
a. Stadium prodromal
Gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri di tenggorokan
selama beberapa hari.
b. Stadium sensoris
Penderita merasa nyeri merasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas
luka kemudian disusul dengan gejala cemas, dan reaksi yang berlebihan
terhadap rangsang sensoris.
c. Stadium eksitasi
Tonus otot dan aktivitas simpatis menjadi meninggi dan gejala
hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi, dan pupil dilatasi. Hal yang
sangat khas pada stadium ini adalah munculnya macam-macam fobia
seperti hidrofobia. Kontraksi otot faring dan otot pernapasan dapat
ditimbulkan oleh rangsangan sensoris misalnya dengan meniupkan udara
kemuka penderita. Pada stadium ini dapat terjadi apneu, sianosis,
konvulsan, dan takikardia. Tindak tanduk penderita tidak rasional kadang
maniak disertai dengan responsif. Gejala eksitasi terus berlangsung sampai
penderita meninggal.
d. Stadium paralisis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium sebelumnya,
namun kadang ditemukan pasien yang tidak menunjukkan gejala eksitasi
melainkan paresis otot yang terjadi secara progresif karena gangguan pada
medulla spinalis.
RABIES
No. Dokumen SOP/ UMUM/266/2016
No. Revisi -
SOP Tanggal Terbit 1 OKTOBER 2016
Halaman 4 dari 4
No. Revisi -
SOP Tanggal Terbit 1 OKTOBER 2016
Halaman 4 dari 4
Diagnosis Banding
a. Tetanus.
b. Ensefalitis.
c. lntoksikasi obat-obat.
d. Japanese encephalitis.
e. Herpes simplex.
f. Ensefalitis post-vaksinasi.
Komplikasi
a. Gangguan hipotalamus: diabetes insipidus, disfungsi otonomik yang
menyebabkan hipertensi, hipotensi, hipo/hipertermia, aritmia dan henti
jantung.
b. Kejang dapat lokal atau generalisata, sering bersamaan dengan aritmia dan
dyspneu.
No. Revisi -
SOP Tanggal Terbit 1 OKTOBER 2016
Halaman 4 dari 4
diberikan lengkap.
h. Pada luka gigitan yang parah, gigitan di daerah leher keatas, pada jari
tangan dan genitalia diberikan SAR 20 IU/kgBB dosis tunggal. Cara
pemberian SAR adalah setengah dosis infiltrasi pada sekitar luka dan
setengah dosis IM pada tempat yang berlainan dengan suntikan SAR,
diberikan padahari yang sama dengan dosis pertama SAR.