Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit kusta telah menyerang manusia sejak 300 SM dan telah dikenal oleh
peradaban Tiongkok kuno, Mesir kuno, dan India pada 1995 organisasi kesehatan dunia
(WHO) memperkirakan terdapat dua atau tiga juta jiwa yang cacat permanen karena
kusta.Walaupun pengisolasian atau pemisahan penderita dengan masyarakat dirasakan
kurang perlu dan tidak etis beberapa kelompok penderita masih dapat ditemukan dibelahan
dunia, seperti: India, dan Vietnam.
Pengobatan yang efektif pada kusta ditemukan pada akhir 1940-an dengan
diperkenalkanya dapson dan derivatnya. Bagaimanapun juga bakteri penyebab lepra
bertahap menjadi kebal terhadap dapson dan menjadi kian menyebar, hal ini terjadi hingga
ditemukan pengobatan multi obat pada awal 1980-an dan penyakit inipun mampu
ditangani kembali.Maka dari itu, penulis membuat makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Gangguan Sistem Integumen Dengan Kusta” dimaksudkan agar
kita selaku tenaga kesehatan mengetahui apa itu penyakit kusta, penularan, bagaimana
pencegahannya dan asuhan keperawatannya.

1.2 Tujuan
A. Tujuan Umum
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas Sistem Integumen
berkenaan dengan penyakit Kusta.
B. Tujuan Khusus
1. Menjelaskan gambaran tentang konsep penyakit kusta;
2. Menjelaskan tentang pengkajian keperawatan pada klien dengan kusta;
3. Menjelaskan tentang pembuatan diagnosa berdasarkan pengkajian;
4. Menjelaskan tentang pembuatan rencana keperawatan berdasarkan teori
keperawatan

1.3 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini antara lain :
1) Bagaimana gambaran tentang konsep penyakit kusta?

1
2) Bagaimana pengkajian keperawatan pada klien dengan kusta?
3) Bagaimana pembuatan diagnosa berdasarkan pengkajian?
4) Bagaimana tentang pembuatan rencana keperawatan berdasarkan teori keperawatan?

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman
Micobacterium leprae (M.Leprae). Yang pertama kali menyerang susunan saraf
tepi, selanjutnya menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran pernafasan bagian atas,
sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis (Amirudin.M.D, 2000).
Penyakit Kusta adalah penyakit menular menahun dan disebabkan oleh kuman
kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang kulit, saraf tepi, dan jaringan
tubuh lain kecuali susunan saraf pusat, untuk mendiagnosanya dengan mencari
kelainan-kelainan yang berhubungan dengan gangguan saraf tepi dan kelainan-
kelainan yang tampak pada kulit ( Depkes, 2005 ).
Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium leprae yang terjadi pada kulit dan saraf tepi. Manifestasi klinis dari
penyakit ini sangat bervariasi dengan spektrum yang berada diantara dua bentuk klinis
yaitu lepromatosa dan tuberkuloid. Pada penderita kusta tipe lepromatosa menyerang
saluran pernafasan bagian atas dan kelainan kulit berbentuk nodula, papula, makula dan
dalam jumlah banyak. Pada penderita kusta tipe tuberkuloid lesi kulit biasanya tunggal
dan jarang, batas lesi tegas, mati rasa. ( Jurnal Universitas Sumatera Utara, 2012 ).Kusta
(lepra atau morbus Hansen) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium leprae (M.leprae. (Kapita Selekta, 2000)

2.2 Etiologi
Mycrobacterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA), yang bersifat
obligat intraseluler yang menyerang saraf perifer, kulit, dan organ lain seperti mukosa
saluran napas bagian atas, hati, dan sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat. Masa
membelah diri mycrobacterium leprae 12-21 hari dan masa tunasnya antara 40 hari –
40 tahun.

Mycrobacterium leprae atau kuman hansen adalah kuman penyebab penyakit


kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia, GH Armouer Hansen pada tahun
1873. Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron, lebar

3
0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup
dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur dalam media
buatan.

ENL merupakan basil humoral dimana basil kusta yang utuh maupun yang tidak
utuh menjadi antigen sehingga tubuh membentuk antibodi, selanjutnya membentuk
kompleks imun yang mengendap dalam vaskuler. Reaksi tipe – 2 yang tipikal pada kulit
ditandai dengan nodul – nodul eritematosa yang nyeri, timbul mendadak, lesi dapat
superfisial atau lebih dalam. Berbagai faktor yang dianggap sering mendahului
timbulnya reaksi kusta antara lain : setelah pengobatan antikusta yang intensif, infeksi
rekuren, pembedahan, dan stres fisik.

2.3 Patofisiologi
Meskipun cara masuk mycrobacterium leprae ke dalam tubuh belum diketahui
Secara pasti. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa penularannya yang
paling sering melalui kulit yang lecet, pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan
melalui mukosa nasal. Setelah mycrobacterium leprae masuk ke dalam tubuh,
perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang.

Respon tubuh setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem
imunitas seluler (cellular mediated immune) pasien. Kalau sistem imunitas seluler
tinggi, berarti penyakit berkembang ke arah tuberkuloid dan bila rendah, berarti
berkembang ke arah lepromatosa. Mycrobacterium leprae berpredileksi di daerah-
daerah yang relatif lebih dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit.

Mycrobacterium leprae terutama terdapat pada sel makrofag disekitar pembuluh


darah superior pada dermis atau sel Schwann jaringan saraf, bila kuman masuk ke
dalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi mengeluarkan makrofag untuk memfagosit.

Pada reaksi kusta, terjadi peningkatan hipersensitivitas seluler mendadak,


sehingga respon terhadap antigen basil mycrobacterium leprae yang mati dapat
meningkat. Keadaan ini ditunjukkan dengan peningkatan transformasi limfosit.Tetapi
sampai sekarang belum diketahui dengan pasti antigen M. leprae mana yang mendasari
kejadian patologis tersebut dapat terjadi. Determinan antigen tertentu yang mendasari
reaksi penyakit kusta pada tiap penderita mungkin berbeda. Sehingga gambaran

4
klinisnya dapat berbeda pula sekalipun tipe lepra sebelum reaksi sama. Determinan
antigen banyak didapati pada kulit dan jaringan saraf.Derajat penyakit tidak selalu
sebanding dengan derajat infeksi karena respons imun pada tiap pasien berbeda.Gejala
klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi seluler daripada intensitas infeksi.Oleh
karena itu penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologis.

2.4 Tanda dan Gejala


Tanda gejala pada penyakit kusta, yaitu :
1) Reaksi tipe I (reaksi reversal, reaksi upgrading, reaksi boederline).
Terjadi pada pasien tipe borderline disebabkan meningkatnya kekebalan seluler
secara cepat. Pada reaksi ini terjadi pergeseran tipe kusta ke arah PB
(paucibacillary). Faktor pencetusnya tidak diketahui secara pasti tapi diperkirakan
ada hubungannya dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Gejala klinis reaksi
tipe I berupa perubahan lesi kulit, neuritis (nyeri tekan pada saraf), dan/atau
gangguan keadaan umum pasien.

2) Reaksi tipe II (reaksi eritema nodosum leprosum).


Reaksi ini terjadi pada pasien tipe MB (multibacillary) dan merupakan reaksi
humoral, dimana basil kusta yang utuh maupun tak utuh menjadi antigen. Tubuh
akan membentuk antibodi dan komplemen sebagai respon adanya antigen. Reaksi
kompleks imun terjadi antara antigen, antibodi, dan komplemen. Kompleks imun
ini dapat mengendap antara lain di kulit berbentuk nodul yang dikenal sebagai
eritema nodosum leprosum (ENL), mata (iridosiklitis), sendi (artritis), dan saraf
(neuritis) dengan disertai gejala konstitusi seperti demam dan malaise, serta
komplikasi pada organ tubuh lainnya. Hal-hal yang mempermudah terjadinya reaksi
kusta adalah stres fisik (kondisi lemah, pembedahan, sesudah mendapat imunisasi)
dan stres mental. Perjalanan reaksi dapat berlangsung sampai 3 minggu. Kadang-
kadang timbul berulang-ulang dan berlangsung lama.

2.5 Faktor-faktor pada penderita kusta


a) faktor agent
Kuman penyebabnya adalah Mycobacterium Leprae yang ditemukan oleh
G.A. Hansen pada tahun 1874 di Norwegia, secara morfologik berbentuk pleomorf
lurus batang panjang, sisi paralel dengan kedua ujung bulat, ukuran 0,3-0,5 x

5
1-8 mikron. Basil ini berbentuk batang gram positif, tidak bergerak dan tidak
berspora, dapat tersebar atau dalam berbagai ukuran bentuk kelompok, termasuk
massa ireguler besar yang disebut sebagai globi ( Depkes, 2007). Kuman ini hidup
intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (Schwan Cell)dan
sel dari Retikulo Endotelial, waktu pembelahan sangat lama, yaitu 2-3 minggu,
diluar tubuh manusia (dalam kondisis tropis) kuman kusta dari sekret nasal dapat
bertahan sampai 9 hari (Desikan 1977, dalam Leprosy Medicine in the Tropics
Edited by Robert C. Hasting, 1985). Pertumbuhan optimal kuman kusta adalah
pada suhu 27º30º C ( Depkes, 2005). M. leprae dapat bertahan hidup 7-9 hari,
sedangkan pada temperatur kamar dibuktikan dapat bertahan hidup 46 hari, ada
lima sifat khas :

1) M.Leprae merupakan parasit intra seluler obligat yang tidak dapat dibiakkan
dimedia buatan;
2) Sifat tahan asam M. Leprae dapat diektraksi oleh piridin.
3) M.leprae merupakan satu- satunya mikobakterium yang mengoksidasi D-Dopa
(D- Dihydroxyphenylalanin).
4) M.leprae adalah satu-satunya spesies micobakterium yang menginvasi dan
bertumbuh dalam saraf perifer.
5) Ekstrak terlarut dan preparat M.leprae mengandung komponen antigenik yang
Stabil dengan aktivitas imunologis yang khas, yaitu uji kulit positif pada penderita
tuberculoid dan negatif pada penderita lepromatous (Marwali Harahap, 2000).

2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC / PENUNJANG


Deteksi dini untuk reaksi penyakit kusta sangat penting untuk menekan tingkat
kecacatan ireversibel yang mungkin terjadi sebagai gejala sisa.Tingkat keberhasilan
terapi tampak lebih baik jika penyakit kusta ini dideteksi dan ditangani secara dini.

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :


Gejala klinik tersebut diantara lain :
1) Lesi kulit menjadi lebih merah dan membengkak.
2) Nyeri, dan terdapat pembesaran saraf tepi.
3) Adanya tanda-tanda kerusakan saraf tepi, gangguan sensorik maupun motorik.
4) Demam dan malaise.
5) Kedua tangan dan kaki membengkak.

6
6) Munculnya lesi-lesi baru pada kulit.

2.7 KOMPLIKASI
Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta akibat
kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta. Reaksi
kusta atau reaksi lepra adalah suatu episode akut dalam perjalanan kronis penyakit kusta
yang merupakan reaksi kekebalan (respon seluler) atau reaksi antigen-antibodi (respon
humoral) dengan akibat merugikan pasien. Reaksi ini dapat terjadi pada pasien sebelum
mendapat pengobatan, selama pengobatan dan sesudah pengobatan. Namun sering
terjadi pada 6 bulan sampai setahun sesudah mulai pengobatan.

2.8 PENCEGAHAN
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan :
a. Penyuluhan kesehatan
Pencegahan primer dilakukan pada kelompok orang sehat yang belum
terkena penyakit kusta dan memiliki resiko tertular karena berada disekitar atau
dekat dengan penderita seperti keluarga penderita dan tetangga penderita, yaitu
dengan memberikan penyuluhan tentang kusta. Penyuluhan yang diberikan
petugas kesehatan tentang penyakit kusta adalah proses peningkatan pengetahuan,
kemauan dan kemampuan masyarakat yang belum menderita sakit sehingga dapat
memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari penyakit kusta.
Sasaran penyuluhan penyakit kusta adalah keluarga penderita, tetangga penderita
dan masyarakat (Depkes RI, 2006).
b. Pemberian imunisasi
Sampai saat ini belum ditemukan upaya pencegahan primer penyakit kusta
seperti pemberian imunisasi (Saisohar,1994). Dari hasil penelitian di Malawi
tahun 1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi BCG satu kali dapat
memberikan perlindungan terhadap kusta sebesar 50%, sedangkan pemberian dua
kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebanyak 80%, namun
demikian penemuan ini belum menjadi kebijakan program di Indonesia karena
penelitian beberapa negara memberikan hasil berbeda pemberian vaksinasi BCG
tersebut (Depkes RI, 2006)

7
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :
a. Pengobatan pada penderita kusta
Pengobatan pada penderita kusta untuk memutuskan mata rantai penularan,
menyembuhkan penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah
bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi drug
therapy pada penderita kusta terutama pada tipe Multibaciler karena tipe tersebut
merupakan sumber kuman menularkan kepada orang lain (Depkes RI, 2006).
3. Pencegahan tersier
a. Pencegahan cacat kusta
Pencegahan tersier dilakukan untuk pencegahan cacat kusta pada penderita.
Upaya pencegahan cacat terdiri atas (Depkes RI, 2006):Upaya pencegahan cacat
primer meliputi penemuan dini penderita sebelum cacat, pengobatan secara teratur
dan penangan reaksi untuk mencegah terjadinya kerusakan fungsi saraf.Upaya
pencegahan cacat sekunder meliputi perawatan diri sendiri untuk mencegah luka
dan perawatan mata, tangan, atau kaki yang sudah mengalami gangguan fungsi
saraf.
b. Rehabilitasi kusta
Rehabilitasi merupakan proses pemulihan untuk memperoleh fungsi
penyesuaian diri secara maksimal atas usaha untuk mempersiapkan penderita cacat
secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh
sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Tujuan rehabilitasi adalah
penyandang cacat secara umum dapat dikondisikan sehingga memperoleh
kesetaraan, kesempatan dan integrasi sosial dalam masyarakat yang akhirnya
mempunyai kualitas hidup yang lebih baik (Depkes RI, 2006).

2.9 PENGOBATAN / PENATALAKSANAAN


a) Terapi Medik
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah penyembuhan pasien
kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari
pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden
penyakit. Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin,
klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk mengatasi
resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien,

8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS
Di desa Sumbermulyo, terdapat keluarga yang didalamnya ada Ibu K, Ibu T dan 1 orang
anaknya yaitu Anak S. Anak S dalam keadaan yang sehat, Ibu K dalam kondisi yang sehat,
Ibu T menderita gatal-gatal, beberapa hari telah minum obat yang dibeli diwarung terdekat.
Namun, penyakit Ibu T tidak kunjung sembuh dan malah semakin berat. Setelah beberapa
hari, oleh Anak S dibawa ke Puskesmas yang berjarak cukup jauh dari rumahnya. Setelah
2x dibawa ke puskesmas, Ibu T dirujuk ke RSUD JOMBANG dan didiagnosa menderita
penyakit kusta.
A. Pengkajian
1) Data umum
Identitas Kepala Keluarga
Nama : Ny.T
Umur : 30 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Desa Sumbermulyo Kecamatan Jogoroto
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : Tamat SD
b. Tipe Keluarga
Keluarga Ny T adalah Tipe keluarga besar yaitu terdiri dari Ny T, ibu Ny T dan anak
Ny T.
c. Suku Bangsa
Semua anggota keluarga Ny T berasal dari suku jawa, bahasa sehari-hari
menggunakan bahasa jawa.
d. Agama
Keluarga Ny T menganut agama islam dan selalu menjalankan sholat 5 waktu, tetapi
jarang mengikuti acara kegamaan di sekitar rumahnya.

9
e. Status Sosial Ekonomi
Menurut Ny T penghasilannya tidak menetap, penghasilan keluarga ±
Rp.75.000/hari itupun ketika ada pekerjaan, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
keluarga Ny T bergantung pada anak laki – lakinya yang berkerja sebagai kuli batu.
f. Aktivitas Rekreasi Keluarga
Ny T mengatakan bahwa mereka tidak pernah rekreasi, namun hanya sekedar
berkumpul bersama keluarga.

2. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga


a. Tahap Perkembangan Keluarga Saat Ini
Tahap perkembangan keluarga Ibu T saat ini adalah tahap VI yaitu keluarga
yang melepas anak usia dewasa muda. Tugas perkembangan keluarga ini yaitu
memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota baru yang didapat melalui
perkawinan anak-anak,melanjutkan untuk memperbaharui hubungan
perkawinan,membantu orang tua lanjut usia yang sakit,,mempertahankan
komunikasi,memperluas hubungan keluarga antara orang tua dan menantu,menata
kembali fungsi dan perankeluarga setelah ditinggalkan anak.
b. Tahap Perkembangan Keluarga Yang Belum Terpenuhi
tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi adalah tahap orang tua
usia pertengahan yaitu mempertahankan hubungan yang memuaskan dan penuh arti
para orang tua dan lansia,memperkokoh hubunganperkawinan,menjaga
keintiman,merencanakan kegiatan yang akan datang,memperhatikan kesehatan
masing-masing pasangan,dan tetap menjaga komunikasi dengan anak.
c. Riwayat Keluarga Inti
Ibu T mengatakan bahwa tidak mempunyai penyakit menurun seperti DM,
Asma. Dalam satu keluarga hanya Ny T yang terkena penyakit yaitu Kusta. Ketika Ny
T dan keluarganya menderita sakit seperti batuk, flu, demam, mereka selalu berobat ke
pelayanan kesehatan terdekat.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga Sebelumnya
Ny T mengatakan tidak pernah sakit ataupun menderita penyakit yang menular.
Namun sebelumnya Ny T mengatakan awalnya hanya benjolan merah di dahi yang di
duga di sebabkan oleh gigitan nyamuk.

 Riwayat Kesehatan Masing-Masing Anggota Keluarganya Adalah Sebagai


Berikut.

10
1) Bapak dari Ny T baru saja meninggal dalam keadaan sehat dan tidak pernah menderita
penyakit yang serius atau menular.

2) Anak pertama dan kedua Ny T dalam keadaan sehat.

3) Ny T saat ini dalam keadaan kurang sehat sejak 1 tahun yang lalu. Ny T mengeluh
penyakitnya menimbulkan benjolan kemerahan Keluhan ini sudah lama dirasakan
namun Ny T membiarkan saja tanpa diobati karna keluarga menganggap itu dianggap
hanya gigitan nyamuk dan hanya di belikan obat di warung. Hal ini semakin bertambah
parah atas anjuran keluarga maka Ny T memutuskan untuk berobat Kepuskesmas dan
Diagnose Dokter bahwa Ny T menderita kusta.

3. Keadaan Lingkungan
a. Karakteristik Rumah
Rumah Ny T adalah rumah kayu yang sudah rapuh. Luas rumah yang di tempati
kurang lebih 5 x 3m terdiri dari 1 kamar tidur yang tidak memiliki sekat, 1 ruang
tamu, 1 dapur. Ny T mengambil air dari sumur yang ada di sampingnya untuk
keperluan seperti mandi, mencuci baju, mengambil air untuk minum. bangunan
rumah segi empat lantai rumah terbuat dari keramik, keadaan lingkungan yang agak
kotor karena di depan rumah ada kandang sapi, kambing, dan ayam dan penataan
perabot rumah tangga tidak tertata dengan rapi, tidak terdapat ventilasi
rumah,pencahayaan pada malam hari menggunakan lampu dengan listrik yang masih
menumpang pada saudaranya, tidak terdapat saluran pembuangan limbah.
Pembuangan sampah di depan dan samping rumah dan di biarkan
berserakan,sedangkan untuk jamban terdapat di samping kanan rumah jarak septik
tank dengan sumber air kurang lebih 5m.

b) Karakteristik Tetangga Dan Komunitas Tempat Tinggal

Keluarga Ny.T hidup di lingkungan tempat tinggal yang tidak begitu ramai. Ny
T sering berinteraksi dengan tetangga yang dekat maupun jauh. Hal ini di lakukan
pagi dan sore hari bila tidak ada pekerjaan,atau saat melakukan kegiatan pengajian.

11
c) Mobilitas Geografis Keluarga

NyT mengatakan pernah pindah rumah ketika menikah dengan suami ketiga
selama 3 bulan yang menyebabkan Ny T menjadi lupa dengan keluarga dan
rumahnya sendiri.

d) Perkumpulan Keluarga Dan Interaksi Masyarakat

Hubungan interaksi keluarga Ny T dengan masyarakat cukup baik, namun


sebelum sakit keluarga Ny T selalu aktif mengikuti kegiatan- kegiatan keagamaan
seperti pengajian yang ada di laksanakan di sekitar

e) Sistem Pendukung Keluarga

Keluarga NyT semuanya sehat kecuali Ny T yang terkena penyakit Kusta. Anak
Ny T tidak tahu bagaimana cara merawat Ny T dan hanya di rawat apa adanya saja.
Ny T tidak menpunyai tabungan yang dapat di gunakan pada sewaktu-waktu
dan biasanya keluarga menggunakan kartu KIS pada saat berobat ke puskesmas.

4. Struktur Keluarga

a. Pola Komunikasi Keluarga

Keluarga Ny T menggunakan komunikasi terbuka dan bahasa yang di gunakan


adalah kadang-kadang bahasa Jawa serta bahasa Indonesia dan komunikasi juga di
lakukan dengan cara musyawarah untuk menyelesaikan masalah. Ny T sering
memarahi atau menegur bila anaknya melakukan kesalahan.

b. Struktur Kekuatan Keluarga

Dalam pengambilan keputusan keluarga yang paling dominan adalah Ny T


karena Ny T menjadi kepala keluarga sejak bapak dari Ny T meninggal.

c. Struktur Peran

Peran Ny T adalah merawat ibunya dan mendidik anaknya.dan anak kedua


dari Ny. T sebagai pencari nafkah keluarga.

12
d. Nilai atau Norma Keluarga

Nilai dan norma keluarga yang berlaku pada keluarga Ny T disesuaikan


dengan nilai agama yang di anut dan norma yang berlaku di lingkungannya, melihat
keadaan penyakit Ny T, keluarga tetap percaya bahwa penyakit yang di derita Ny T
akan sembuh.

5.Fungsi keluarga

a. Fungsi afektif

NyT mengatakan dirinya mulai sakit-sakitan, sehingga tidak mampu


mengerjakan pekerjaan yang berat dan merawat ibunya serta anaknya.Anak
dari Ny T dapat menghargai ketidakmampuan pekerjaan yang dilakukan oleh Ny T
sehingga Anak dari Ny T selalu memberikan dukungan yang positif kepada Ny T
bahwa penyakitnya tidak akan membatasi apa yang Ny T lakukan. Ny T selalu
mengajarkan kepada anak-anaknya untuk saling berbuat baik kepada sesama.

b. Fungsi Sosialisasi

Kehidupan keluarga Ny T tetap berinteraksi dengan baik dari sebelum


Ny T terkena penyakit maupun sudah terkena penyakit tersebut. Ny T selalu
mengajarkan kapada anggota keluarga tentang ajaran agama islam dalam
kehidupan sehari-hari.

c. Fungsi Perawatan Kesehatan

1) Mengenal masalah Kemampuan keluarga Ny T dalam mengenal masalah


kesehatan masih kurang tentang penyakit Kusta hal ini di sebabkan karena
tingkat pendidikan yang rendah hanya sebatas SD dan pemahaman keluarga
terhadap masalah yang di derita oleh Ny T tidak begitu banyak.

2) Mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat

 Keluarga Ny T tidak mengerti tentang penyakit kusta, mereka mengira bahwa


penyakit kusta itu tidak berbahaya dan tidak menular, padahal sesuai dengan
keterangan medis bahwa kusta dapat menular dengan cara kontak langsung.
Ny T selalu berfikir positif bahwa penyakitnya dapat sembuh walaupun

13
dalam hatinya sedih tetapi dengan adanya keluarga dan anak-anaknya ia selalu
tersenyum dan bersabar.
 Saat ini Ny T sudah berhenti minum ia hanya minum obat selama 1
tahun karena sudah pada tahp kesembuhan.Keluarga Ny T percaya terhadap
apa yang dianjurkan pengobatan oleh tenaga medis.
3) Merawat anggota keluarga yang sakit
 Tenaga kesehatan sudah menjelaskan kepada keluarga Ny T tentang penyakit
yang diderita oleh Ny T yaitu sesuai dengan pemeriksaan dokter telah
mendiagnosa penyakit Kusta, pronosis tergantung pada akses klien terhadap
terapi, kepatuhan klien dan inisiasi pengobatan. Keluarga Ny T selalu
merawat anggota keluarga yang sakit secara mandiri tanpa bantuan dari
tetangga.
 Keluarga Ny T sudah mengetahui tentang sifat dari penyakit Ny T tetapi
keluarga Ny T tidak mengetahui cara perawatan penyakitnya
 Keluarga Ny T hanya dapat mengandalkan perawatan yang diberikan oleh
tetangganya yang hanya dirawat sedaanya
 Anak Ny T merupakan anggota keluarga yang bertanggung jawab dalam
perekonomian keluarga.
 KeluargaNy T menerima keadaan dari Ny T.

4) Memodifikasi lingkungan rumah yang sehat

 Keluarga Ny T belum memahami kebersihan lingkungan dibuktikan


saat kunjungan rumah lingkungan rumah dalam keadaan agak kotor
serta lantai WC yang licin.

 Keluarga dapat mengetahui tentang manfaat pemeliharaan lingkungan


tetapi tidak diterapkan dalam rumahnya

 Keluarga tidak mengetahui bahwa keadaan tersebut dapat mengancam


kesehatan keluarga.

 Keluarga Ny T saling berinteraksi satu sama lain

5) Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan di masyarakat

14
 Keluarga mengetahui ada tempat pelayanan kesehatan namun jauh dari
rumahnya. Sehingga Bila ada anggota keluarga Ny T yang sakit keluarga
mencari becak untuk berobat

 Keluarga dapat merasakan keuntungan yang diperoleh dari fasilitas


kesehatan

 Keluarga Ny T percaya terhadap apa yang dianjurkan pengobatan oleh


tenaga medis dan fasilitas kesehatan

 Keluarga Ny T tidak mempunyai pengalaman yang kurang baik terhadap


petugas kesehatan

 Rumah Ny T jauh dari fasilitas kesehatan

d. Fungsi reproduksi

keluarga Ny T mengatakan mempunyai 2 anak saja sudah cukup dan sudah


bersyukur.

e. Fungsi Ekonomi

Menurut Ny T penghasilan anaknya tidak mencukupi untuk memenuhi


kebutuhan sehari-hari.

6. Stres Dan Koping Keluarga

1) Stress jangka pendek dan jangka panjang

a) Stress Jangka Pendek

ny.t merasa dalam pemenuhan kebutuhan sehari-harinya merasa tidak cukup


dengan kondisi ekonominya saat ini.

b) Stress Jangka Panjang

keluarga dan Ny.T takut bila sewaktu-waktu penyakitnya dapat kambuh


kembali.

15
c) Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi atau stressor.

dalam mengatasi stress biasanya Ny.T bercerita kepada keluarga,dan biasanya


berkumul dengan tetangga dengan mengikuti pengajian.

d) Strategi Koping yang di gunakan

Keluarga Ny T menerima keadaan ini apa adanya dan untuk memenuhi


kebutuhannya Ny.T mengelolah keuangan keluarga walaupun cukup ataupun
tidak.

e) Strategi Adaptasi Disfungsional

Bila ada masalah Ny T tetap berdiskusi dengan keluarga.

10) Harapan Keluarga

Keluarga sangat mengharapkan Ny T agar cepat sembuh dari penyakitnya dan


beraktivitas kembali secara normal. keluarga berharap kepada petugas
kesehatan dalam memberikan pelayanan yang baik dan tepat pada siapa saja yang
membutuhkanya. tidak hanya pada pasien yang di rumah sakit tetapi juga warga
masyarakat yang membutuhkan bantuan pelayanan kesehatan

16
17

Anda mungkin juga menyukai