Anda di halaman 1dari 12

PENDAHULUAN

Bronkiolitis adalah peradangan pada bronkiolus yang ditandai oleh sesak napas, mengi,
dan hiperinflasi paru.1 Penyakit bronkiolitis merupakan infeksi respiratorik akut bagian bawah
(IRA-B) yang sering pada bayi. Sekitar 20% anak pernah mengalami satu episode IRA-B dengan
mengi pada tahun pertama.2 Angka kejadian rawat inap IRA-B tiap tahun berkisar antara 3000
sampai 50.000-80.000 bayi, kematian sekitar 2 per-100.000 bayi. Bronkiolitis akut bersifat
musiman, pada umumnya terjadi pada usia kurang dari 2 tahun dengan puncak kejadian pada
usia 6 bulan pertama, serta lebih sering pada laki-laki.2

Pasien bronkiolitis akut berat mempunyai risiko mengalami mengi berulang atau asma.
Belum jelas apakah predisposisi untuk menjadi asma juga merupakan faktor risiko untuk menjadi
bronkiolitis atau apakah infeksi virus terlibat dalam munculnya asma. Beberapa penelitian
mendapatkan hubungan antara asma pada first degree relative dengan bronkiolitis akut berat
pada usia dini. Penelitian lainnya mendapatkan bahwa air susu ibu (ASI) mempunyai efek
proteksi, sedangkan paparan asap rokok merupakan faktor risiko IRA-B. Penelitian tentang
vaksinasi BCG dikatakan dapat mengurangi kejadian mengi. Di samping itu terdapat beberapa
faktor lain yang diduga berhubungan dengan bronkiolitis akut antara lain faktor mekanis
(diameter saluran napas) dan kepadatan rumah (jumlah keluarga serumah).2
TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI BRONKIOLITIS
Bronkiolitis adalah suatu infeksi sistem respiratorik bawah akut yang ditandai dengan
pilek, batuk, distress pernapasan dan ekspiratorik effort (usaha napas pada saat ekspirasi). Di
Amerika Serikat sekitar 120.000 bayi dirawat dengan bronkiolitis pertahun. Umumnya
bronkiolitis menyerang pada anak di bawah umur 2 tahun dengan kejadian tersering kira-kira
usia 6 bulan.2
Bronkiolitis adalah infeksi saluran napas kecil atau bronkiolus yang disebabkan oleh
virus, biasanya dialami lebih berat pada bayi dan ditandai dengan obstruksi saluran napas dan
mengi. Penyebab paling sering adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV). Episode mengi dapat
terjadi beberapa bulan setelah serangan bronkiolitis.3 Episode pertama serangan, yang biasanya
paling berat, terjadi paling sering pada bayi usia 2 sampai 6 bulan. Kejadian bronkiolitis dapat
terjadi pada bulan pertama kehidupan dan episode berulang akan terjadi di tahun kedua
kehidupan oleh virus yang sama.3

2. ETIOLOGI DAN EPIDEMIOLOGI


Penyebab tersering adalah RSV (lebih dari 50%) diikuti oleh virus parainfluenza 3, dan
adenovirus. Infeksi oleh adenovirus biasanya dihubungkan dengan komplikasi
yang terjadi seperti bronkiolitis obliterans yang sulit ditangani.2
Bronkiolitis umumnya disebut sebagai disease of infancy, umumnya mengenai bayi
dengan insidens puncak pada usia 2 sampai 6 bulan, lebih dari 80% kasus terjadi pada tahun
pertama kehidupan.3 Di AS kejadian bronkiolitis lebih sering terjadi pada anak laki-laki, pada
anak yang tidak diberi ASI dan tinggal di lingkungan padat penduduk.3 Risiko lebih tinggi pada
anak dari ibu usia muda atau ibu yang merokok selama kehamilan.3

3. PATOFISIOLOGI

Bronkiolitis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas yang disebabkan
virus, parainfluenza, dan bakteri. Bronkiolitis akut ditandai obstruksi bronkiolus yang
disebabkan oleh edema, penimbunan lendir, serta debris-debris seluler. Proses patologis yang
terjadi akan mengganggu pertukaran gas normal di dalam paru. Ventilasi yang makin menurun
pada alveolus akan mengakibatkan terjadinya hipoksemia dini.4

4. DIAGNOSIS

Gejala pada anak dengan bronkiolitis antara lain mengi, ekspirasi memanjang,
hiperinflasi dinding dada, hipersonor pada perkusi, retraksi dinding dada, crackles atau ronki
pada auskultasi, sulit makan, menyusu atau minum.4 Klinisi harus dapat menegakkan diagnosis
bronkiolitis dan menilai derajat keparahan berdasarkan riwayat penyakit serta pemeriksaan klinis;
pemeriksaan laboratorium dan radiologis tidak harus rutin dilakukan. Di samping itu, faktor
risiko penyakit lain perlu diperhatikan, seperti usia kurang dari 12 minggu, riwayat prematuritas,
penyakit jantung-paru yang mendasari, serta imunodefisiensi.5

5. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding utama bronkiolitis pada anak adalah asma.6 Kedua penyakit ini sulit
dibedakan pada episode pertama, namun adanya kejadian mengi berulang, tidak adanya
gejala prodromal infeksi virus, dan adanya riwayat keluarga dengan asma dan atopi dapat
membantu menegakkan diagnosis asma.6
Beberapa penyakit-penyakit lain harus dibedakan dari bronkiolitis. Kelainan anatomi
seperti cincin vaskuler dapat menyebabkan obstruksi saluran napas dan gangguan inspirasi
ataupun ekspirasi.3 Benda asing harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding.3 Penyebab
mengi lain yang sering pada bayi muda adalah Gastroesophageal Reflux Disease (GERD).3
Pneumonia bakterialis harus dibedakan dengan bronkiolitis karena terkait dengan perbedaan
tatalaksana, walaupun pada pneumonia jarang sekali ditemukan mengi.3

6. PENATALAKSANAAN

1. Oksigenasi
Pemberian oksigen dilakukan pada semua anak dengan mengi dan distres pernapasan
berat, metode yang direkomendasikan adalah dengan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter
nasofaringeal dengan kadar oksigen 30 – 40%.2 Apabila tidak ada oksigen, anak harus
ditempatkan dalam ruangan dengan kelembapan udara tinggi, sebaiknya dengan uap dingin (mist
tent) untuk mencairkan sekret di tempat peradangan.6 Terapi oksigen diteruskan sampai tanda
hipoksia hilang.2
2. Cairan
Pemberian cairan sangat penting untuk koreksi asidosis metabolik dan respiratorik yang
mungkin timbul dan mencegah dehidrasi akibat keluarnya cairan melalui mekanisme penguapan
tubuh (evaporasi) karena pola pernapasan cepat dan kesulitan minum. Jika tidak terjadi dehidrasi,
dapat diberikan cairan rumatan, bisa melalui intravena maupun nasogastrik. Pemberian cairan
melalui lambung dapat menyebabkan aspirasi, dapat memperberat sesak, akibat tekanan
diafragma ke paru oleh lambung yang terisi cairan.6 Pemberian cairan melalui jalur nasogastik
atau intravena perlu pada anak bronkiolitis yang tidak dapat dihidrasi oral.5
5. Antibiotik
Anti-bakterial tidak perlu karena sebagian besar kasus disebabkan oleh virus, kecuali bila
dicurigai ada infeksi tambahan.5 Terapi antibiotik sering digunakan berlebihan karena khawatir
terhadap infeksi bakteri yang tidak terdeteksi,5 padahal hal ini justru akan meningkatkan infeksi
sekunder oleh kuman yang resisten terhadap antibiotik tersebut; sehingga penggunaannya
diusahakan hanya berdasarkan indikasi.6 Pemberian antibiotic dapat dipertimbangkan untuk anak
dengan bronkiolitis yang membutuhkan intubasi dan ventilasi mekanik untuk mencegah gagal
napas.5 Antibiotik yang dipakai biasanya yang berspektrum luas, namun untuk Mycoplasma
pneumoniae diatasi dengan eritromisin.6

7. PENCEGAHAN
Salah satu bentuk pencegahan terhadap RSV adalah higiene perorangan meliputi
desinfeksi tangan menggunakan alcohol based rubs atau dengan air dan sabun sebelum dan
sesudah kontak langsung dengan pasien atau objek tertentu yang berdekatan dengan pasien. 5
Perlindungan terhadap paparan asap rokok serta polusi udara serta pemberian ASI eksklusif
selama 6 bulan mencegah kejadian bronkiolitis.5
Vitamin D adalah salah satu faktor yang berperan dalam perjalanan penyakit
bronkiolitis.7 Studi prospektif Birth Cohort oleh Camargo, dkk. pada 922 anak-anak Selandia
Baru, menyatakan bahwa rendahnya kadar 25-hydroxyvitamin D (25 [OH] D) darah tali pusat
berkaitan dengan peningkatan risiko infeksi pernapasan dan mengi berulang.7 Selain itu, studi
case-control oleh Karatekin, dkk. menemukan bahwa pada bayi baru lahir dengan kadar 25-
hydroxyvitamin D (25 [OH] D) <10 ng/mL memiliki risiko lebih besar terkena infeksi saluran
napas bawah.7 Hal ini terkait dengan peran vitamin D dalam aktivitas sistem kekebalan bawaan.7
Sistem kekebalan tubuh bawaan, khususnya aktivitas cathelicidin, membantu mencegah infeksi
bakteri dan virus.7 Wang, et al, menunjukkan bahwa vitamin D adalah pemicu langsung gen
cathelicidin ini.8 The American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan konsumsi
vitamin D 400 IU setiap hari untuk bayi baru lahir dilanjutkan sampai memasuki usia remaja.8

8. PROGNOSIS
Beberapa studi telah mencatat peningkatan risiko asma bronkiale pada anak-anak yang
awalnya menderita bronkiolitis, meskipun tidak jelas apakah karena bronkiolitis atau faktor
risiko lain seperti kecenderungan genetik untuk asma dan faktor lingkungan seperti asap rokok.7
Pada sebagian besar kasus, mengi biasanya disebabkan oleh virus.7 Riwayat episode mengi
berulang dan keluarga atau riwayat penyakit asma, riwayat alergi, atau eksim membantu
mendukung diagnosis asma.7 Beberapa bayi akan memiliki episode berulang mengi selama masa
kanak-kanak. Tatalaksana episode mengi yang dipicu virus sama dengan asma bronkial.7
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. TI

Umur : 2 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Alas

Tanggal Masuk RS : 07 Agustus 2019

No. RM : 970406

II. HETEROANAMNESA (Ibu pasien)


Keluhan utama :

Sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke UGD RSUD Asy-Syifa KSB diantar orang tuanya dengan
keluhan sesak nafas sejak 1 hari SMRS, memberat sejak hari ini. Ibu mengatakan
anaknya dikeluhkan batuk pilek sejak 7 hari, batuk berdahak(+). Os sudah minum obat
quantidex membaik namun beberapa hari kemudian muncul lagi keluhannya. Demam (-),
mual (-), muntah (-), mencret (-), kejang (-), lemas (-), ibu mengatakan nafsu makan
anaknya menurun semenjak sesak, BAK dikatakan normal, BAB dikatakan (-) sejak 1
hari SMRS.

Riwayat Penyakit Dahulu :.

Pasien dikatakan pernah mengalami seperti ini dan pernah di rawat di Rumah Sakit,
Riwayat operasi dan transfusi darah juga disangkal. Riwayat alergi makanan ataupun
obat-obatan disangkal.
Riwayat Pengobatan :

Pasien sempat diberikan obat batuk yang dibeli di apotik.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Dikeluarga dikatakan tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.

Riwayat Pribadi Sosial dan Lingkungan

Keluarga pasien berjumlah 4 orang yang tinggal serumah. Pasien adalah anak ke-1 dari 1
bersaudara. Pasien tinggal satu kamar dengan kedua orang tuanya. Di lingkungan sekitar
rumah pasien tidak ada yang menderita batuk lama, maupun hal yang serupa dengan
pasien.

Riwayat Persalinan

Pasien lahir normal di tolong bidan, saat lahir bayi langsung menangis, berat badan lahir,
panjang badan, lingkar kepala, dan lingkar dada lupa.

Riwayat Imunisasi :

Menurut Ibu imunisasi anaknya lengkap sesuai dengan jadwal.

Riwayat Nutrisi :

ASI Eksklusif : 6 bulan

Susu formula : Pasien minum susu formula sejak usia 9 bulan, diberikan 3 kali
sehari.

Bubur susu : Pasien tidak terlalu suka

Nasi tim maupun makanan dewasa: jarang-jarang


Riwayat Tumbuh Kembang :

Pasien sudah bisa menegakkan kepala sejak umur 3 bulan, membalikkan badannya
sendiri (ibu lupa), duduk usia 8 bulan, merangkak usia 8 bulan dan berdiri 11 bulan,
berjalan 12 bulan.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Present :

 KU : Tampak sakit sedang


 Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
 RR : 42 x/ menit
 Nadi : 160 x/menit, isi cukup, reguler
 Tax : 36,7 0C

Status Antropometri

 Berat Badan : 9 Kg
 PB : tidak dievaluasi
 BB/U : tidak dievaluasi
 PB/U : tidak dievaluasi
 BB/PB : tidak dievaluasi
 Status Gizi :

Status Generalis :

o Kepala : Normochepal, headbobing (-), UUB sudah menutup


o Mata : Anemis -/-, Ikterik -/-, Refleks cahaya +/+, Pupil isokor +/+
o THT
o Telinga : Normotia, nyeri tekan (-), sekret (-)
o Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (-), mukosa hiperemis (-)
o Tenggorokan : Faring hiperemis (-), tonsil T1T1
o Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), Deviasi trakea (-), Kaku kuduk (-)
o Thoraks
Cor

- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak


- Palpasi : Ictus cordis teraba MCL
- Perkusi : tidak dievaluasi
- Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo

- Inspeksi : Bentuk thorax normal, simetris kanan kiri, retraksi (+)


- Palpasi : Fokal fremitus +/+
- Perkusi : Sonor/Sonor
- Aukultasi : Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh +/+
o Abdomen
- Inspeksi : Benjolan (-), datar
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Perkusi : Asites (-), timpani pada keempat kuadran
- Palpasi : Supel, hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan (-), distensi (-)
o Extremitas : Akral hangat (+/+/+/+), edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik
o Kulit : sianosis (-), ikterik (-)

IV. PLANNING DIAGNOSTIK


 Darah Lengkap
 Foto Thorax
V. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap:

Parameter Nilai Nilai Normal

WBC 25,98 4 - 10,0


RBC 4,58 3,50 - 5,50

HB 11,7 11,0 - 16,0

HCT 36,0 35,0 - 50,0

MCH 25,5 27,0 - 34,0

MCV 78,5 80,0 - 100,0

MCHC 325 320 - 360

PLT 417 150 - 450

Foto Thorax

VI. RESUME
Pasien perempuan 2 tahun datang ke UGD RSUD Asy-Syifa KSB diantar orang
tuanya dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari SMRS, memberat sejak hari ini. Ibu
mengatakan anaknya dikeluhkan batuk pilek sejak 7 hari, batuk berdahak(+). Os
sudah minum obat quantidex membaik namun beberapa hari kemudian muncul lagi
keluhannya. Demam (-), mual (-), muntah (-), mencret (-), kejang (-), lemas (-), ibu
mengatakan nafsu makan anaknya menurun semenjak sesak, BAK dikatakan normal,
BAB dikatakan (-) sejak 1 hari SMRS.

VII. DIAGNOSIS BANDING


 Asma
 Bronchitis
VIII. DIAGNOSIS KERJA
Bronkiolitis

IX. PLANNING TERAPI


 IVFD D5 1/4NS 12 tpm Makro
 O2 2 lpm
 Ampicilin inj. 250 mg/6 jam
 Dexamethasone inj. 9mg bolus lanjut 3mg/8 jam
 Nebul combivent 1ml+nacl 0,9% 3ml/8 jam
 Ambroxol 1,5ml/8 jam

X. PLANNING MONITORING
 Vital sign
DAFTAR PUSTAKA

1. Paediatric Society of New Zealand. Best Practice Evidence Based Guideline. Wheeze and
chest infection in infants under 1 year 2005. Diunduh dari URL:
http//www.paediatrics.org.nz
2. Orenstein DM. Bronchiolitis. Dalam Behrman RE, Kliegen RM, Arvin Am, penyunting.
Nelson Texbook of Pediatrics. Edisi kelimabelas. Saunders, Philadelphia. h.1211-2.
3. World Health Organization. Pocket book of hospital care for children: Guidelines for the
management of common childhood illnesses. 2nd ed. 2013.
4. Mansbach JM. Respiratory viruses in bronchiolitis and their link to recurrent wheezing
and asthma. Clin Lab Med. 2009; 29(4): 741–55.
5. Committee on Infectious Diseases and Bronchiolitis. Updated huidance for pavlizumab
prophylaxis among infants and young children at increased risk of hospitalization for
respiratory syncytial virus infection. American Academy of Pediatrics 2014;134:415-20.
6. Technical updates of the guidelines on the Integrated Management of Childhood Illness
(IMCI): Evidence and recommendations for further adaptations. Geneva:WHO; 2005.
7. Camargo CA Jr, Rifas-Shiman SL, Litonjua AA, Rich-Edwards JW, Weiss ST, Gold DR,
et al. Maternal intake of vitamin D during pregnancy and risk of recurrent wheeze in
children at 3 y of age. Am J Clin Nutr. 2007;85(3):788–95. [PubMed:17344501]
8. Walker VP, Modlin RL. The vitamin D connection to pediatric infections and immune
function. International Pediatric Research Foundation, Inc; 2009.

Anda mungkin juga menyukai