Anda di halaman 1dari 9

1.

Klasifikasi Sedimen Berdasarkan Asalnya


Berdasarkan sumber sedimennya, sedimen yang terangkut dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
 Lithogenous : Jenis sedimen ini berasal dari pelapukan (weathering) batuan dari daratan,
lempeng kontinen termasuk yang berasal dari kegiatan vulkanik. Hal ini dapat terjadi
karena adanya suatu kondisi fisik yang ekstrim (pemanasan dan pendinginan) terhadap
batuan yang terjadi secara berulang-ulang di padang pasir, oleh karena adanya embun-
embun es dimusim dingin, atau oleh karena adanya aksi kimia dari larutan bahan-bahan
yang terdapat di dalam air hujan atau air tanah terhadap permukaan batu. Sedimen ini
memasuki kawasan laut melalui drainase air sungai.

 Biogenous: Sedimen ini berasal dari organisme laut yang telah mati dan terdiri dari remah-
remah tulang, gigi-geligi, dan cangkang-cangkang tanaman maupun hewan mikro.
Komponen kimia yang sering ditemukan dalam sediment ini adalah CaCO3 dan SiO2.
Sedangkan partikel-partikel yang sering ditemukan dalam sedimen calcareous terdiri dari
cangkang-cangkang foraminifera, Cocolithophore, yang disebut globerigina ooze dan
Pteropoda, yang disebut pteropod ooze. Cangkang Diatomae dan Radiolaria merupakan
kontributor yang paling penting dari partikel Siliceous.

 Hydrogenous; Sedimen ini berasal dari komponen kimia yang larut dalam air laut dengan
konsentrasi yang kelewat jenuh sehingga terjadi pengendapan (deposisi) di dasar laut.
Contohnya endapan Mangan (Mn) yang berbentuk nodul, dan endapan glauconite (hydro
silikat yang berwarna kehijauan dengan komposisi yang terdiri dari ion-ion K, Mg, Fe, dan
Si).

 Cosmogenous; Sedimen ini bersal dari luar angkasa di mana partikel dari benda-benda
angkasa ditemukan di dasar laut dan mengandung banyak unsur besi sehingga mempunyai
respon magnetik dan berukuran antara 10 – 640 m (Wibisono, 2005).
2. Macam – macam diameter butiraan yang sering digunakan
Ukuran butir sedimen meripakan hal yang sangat penting dan mendasar karena ukuran
butir sedimen menceritakan banyak hal mengenai tingkat erosi provenance, mekanisme
transportasi,energi pengendapan, dan hal-hal lain yang tentunya sangat penting dalam
nterpretasi. Dan perludiketahui bahwa sedimen yang ada di permukaan bumi adalah
sedimen-sedimen dengan ukuranyang bermacam-macam dan sangatlah lebar rentang dari
ukuran tersebut walaupun sebenarnya batuan sedimen di permukaan bumi
didominasi oleh sedimen berukuran pasir (Boggs, 1995).
Untuk itu diperlukan suatu standar logaritmic ataupun geometri untuk
ukuran butir sedit e r s e b u t . U d d e n ( 1 8 9 8 ) k e m u d i a n m e m b u a t s k a l a u k u r
a n b u t i r s e d i m e n ya n g k e m u d i a n dimodifikasi oleh Wentworth pada tahun 1922
yang kemudian dikenal sebagai skala ukuran butir Udden-Wentworth (1922)dengan
rentang skala <1/256 mm hingga >1/256 mm dan terbagimenjadi 4 kelompok besar
yaitu : Lempung (< 4 μm), Lanau (4 μm – 63 μm), Pasir (63 μm – 2 mm),
Kerikil/aggregate (> 2 mm).

(Gambar klasifikasi ukuran butiran berdasarkan Wenworth)

Berikut adalah ukuran yang terdapat dalam skala Wenworth :


1. Gravel
Gravel merupakan bebatuan kecil, biasanya batu granit yang dipecahkan. Ukuran
kerikil yang selalu digunakan ialah antara 2 mm dan 75 mm. Kerikil sering digunakan
dalam pembangunan badan jalan, dan sebagai batu campuran untuk memproduksi
bata. Gravel terbagi atas 4 bagian yakni :
 Bolders/Bongkah (>256mm),
 Cobble/Berangkal (64-256mm),
 Pebble/Kerakal (4-64mm), dan
 Grit/Granule/Butiran (2-4mm).

2. Sand, Pasir
Pasir adalah contoh bahan material butiran. Butiran pasir umumnya berukuran antara
0,0625 sampai 2 milimeter. Materi pembentuk pasir adalah 3andau3 dioksida, tetapi
di beberapa pantai tropis dan 3andau33cs umumnya dibentuk dari batu kapur.
 Sangat Kasar (1-2mm),
 Pasir Kasar (1/2-1mm),
 Pasir Sedang(1/4-1/2mm),
 Pasir Halus (1/8-1/4mm), dan
 Pasir Sangat Halus(1/16-1/8mm)

3. Mud, terbagi atas 2 :


 Silt/Lanau (1/256-1/6mm)
Lanau adalah tanah atau butiran penyusun tanah/batuan yang berukuran di antara
pasir dan lempung. Beberapa pustaka berbahasa Indonesia menyebut objek ini
sebagai debu. Lanau dapat membentuk endapan yang mengapung di permukaan
air maupun yang tenggelam.
 Clay/Lempung(<1/256mm)
lempung adalah partikel mineral berkerangka dasar silikat yang berdiameter
kurang dari 4 mikrometer. Lempung mengandung leburan silika dan/atau
aluminium yang halus. Unsur-unsur ini, 3andau3, oksigen, dan aluminum adalah
unsur yang paling banyak menyusun kerak bumi.
3. Lapisan endapan sedimen di waduk
Secara umum endapan sedimen di waduk terdiri dari 4 lapisan, yaitu:
1. Fore set beds, lapisan sedimen terbentuk apabila muatan sedimen yang terbawa
aliran adalah sedimen kasar.

2. Top set beds, lapisan ini terjadi karena telah terjadi fore set beds menyebabkan
kemiringan dasar waduk bagian hulu landai.

3. Bottom set beds, lapisan ini terbentuk atas sedimen halus yang terbawa aliran.

4. Density current set beds, lapisan ini adalah lapisan dengan partikel halus yang
diangkut sepanjang dasar sungai dan di endapkan dekat waduk.

(Gambar endapan sedimen di waduk)

4. Bentuk konfigurasi dasar sungai akibat perubahan regim aliran


Secara garis besar konfigurasi dasar dibagi menjadi empat kategori
sebagai berikut:
1. planed bed (tidak terjadi pergerakan butiran sedimen),
2. ripples
3. dunes
4. antidunes
Perubahan - perubahan tersebut diakibatkan oleh Flow Regim. Flow
regime merupakan suatu bentuk aliran yang mempengaruhi konfigurasi
lapisan. Flow regime dapat dibagi menjadi upper flow regime, transition flow
regime, dan lower flow regime
Tahap perubahan konfigurasi dasar dibagi menjadi dua tahap yakni
perubahan dari kondisi dasar plane bed sampai ke dunes disebut dengan
Lower Flow Regime, dan perubahan dari kondisi sheet bed ke antidunes
disebut dengan Upper Flow Regime.

1. Lower Flow Regime


Pada lower flow regime, resistansi terhadap aliran besar dan
intensitas transportasi sedimen yang terjadi relatif kecil. Bentuk
lapisan yang terbentuk adalah berupa smallripple atau megaripple
(dunes) atau merupakan gabungan antara keduanya. Aliran fluidanya
memiliki nilai freud numbernya besar dari 1 dan mengalir dalam
bentuk tranquil flow.
 Tahap Plane Bed (Dasar Rata)
Kondisi permukaan dasar masih rata karena regime kedalaman
dan kecepatan aliran yang menghasilkan tegangan gesek aliran yang
bekerja pada butiran sedimen dasar belum melebihi tegangan gesek
dasar kritis dari butiran sehingga butiran sedimen dasar tidak
bergerak. Pada kondisi ini, permukaan aliran dalam keadaan tenang
dan nilai bilangan Froude kecil.
 Tahap Ripples
Pertambahan regime aliran akan menyebabkan tegangan gesek
dasar melebihi tegangan gesek kritis butiran sehingga butiran mulai
bergerak. Pergerakan butiran dapat berupa menggelinding,
menggeser dan meloncat. Setelah butiran bergerak, butiran akan
membentuk gundukan-gundukan pasir secara random. Gundukan-
gundukan tersebut akan menyatu dan membentuk gelombang pasir
teratur, simetris dengan amplitudo gelombang relatif kecil terhadap
panjang gelombang, Hr << Lr. Ripples dibentuk pada kondisi
tegangan gesek dasar kecil dan sedimen terangkut sebagai bed load.
Butiran yang bergerak dari hulu akan berhenti pada sisi hilir
gelombang dan tidak bergerak kembali sampai terjadi
pembongkaran sisi hulu ripples yang dikenal dengan perpindahan
ripples ke hilir sangat lambat.
 Tahap Dunes
Pertambahan kecepatan aliran akan menyebabkan ripples
berkembang menjadi dunes. Dunes merupakan gelombang tiga
dimensi didasar dan lebih besar dari ripples. Gelombang yang
terbentuk mempunyai sisi hulu lebih landai dan sisi hilir lebih
curam yang membentuk sudut sekitar 30-40 derajat. Bilangan
Froude yang ada lebih kecil dari satu sehingga kondisi aliran
tergolong subkritis. Akibat adanya pengaruh dasar dengan muka air
maka terbentuk gelombang muka air yang turun pada puncak dunes.
Butiran sedimen yang halus akan terangkut sebagai suspensi dan
aliran menjadi keruh. Terjadi pemisahan butiran pada kondisi dunes
ini yakni butiran lebih halus pada puncak dunes dan butiran lebih
kasar pada sisi hulu.

2. Upper Flow Regime


Pada upper flow regime resistansi terhadap aliran yang terjadi
adalah kecil dan transportasi sedimen yang terjadi besar. Bentuk
lapisan yang terbentuk adalah lapisan planar dan antidunes. Nilai
freude numbernya kecil dari 1 dan bentuk aliran yang terbentuk
adalah rapid flow.
 Tahap Sheet Bed
Perubahan pada kondisi sheet bed ini dikenal dengan regime
transisi sangat cepat. Hal ini disebabkan karena terjadi
pertambahan debit aliran sehingga terjadi pertambahan panjang
gelombang dunes dan sebaliknya terjadi pengurangan amplitudo
dunes. Dasar menjadi rata kembali dengan material dasar relatif
lebih halus. Sehingga regime sheet bed ini merupakan kondisi yang
tidak stabil dalam arti akan terjadi perubahan bentuk secara
menerus. Kekasaran dasar yang terbentuk dianggap sama dengan
diameter butiran lolos 50% atau k = d50 dan bilangan Froude aliran
berkisar 1, sehingga aliran menjadi aliaran kritis.
 Tahap Antidunes
Pertambahan debit aliran menyebabkan gelombang tegak akan
bergerak kehulu dan pecah. Kondisi aliran menjadi superkritis
dengan bilangan Froude lebih dari 1. Interaksi gelombang muka
air pada dasar menghasilkan gelombang antidunes dengan bentuk
gelombang yang relatif simetris. Terjadinya deposisi pada sisi
hulu dan erosi pada sisi hilir memperlihatkan gelombang dasar
bergerak kehulu. Debit aliran yang semakin besar menyebabkan
gelombang antidunes yang ada akan terkikis dan menjadi datar
kembali yang selanjutnya kegiatan antidunes dengan kondisi
gelombang muka air membentuk chutes dan pool.

5. Teori White mengenai keseimbangan butiran sedimen dasar pada


kondisi kritis butiran

Dalam membahas gerak butiran digunakan beberapa dasar teori yang diantaranya
adalah :

Teori White
White (1940) memberikan perumusan mengenai keseimbangan partikel (butiran)
di dasar sungai. Pernyataanya adalah bahwa gaya ganggu (disturbing force) yang
merupakan reultan gaya seret (drag force) dan gaya angkat (lift force) akan sebanding
dengan tegangan geser dasar (bottom shear stress) sungai dan luas permukaan partikel
(D2), dan gaya tahan gravitasi sebanding dengan berat partikel di dalam air.
(  s   w ).g.D3

partikel akan diam (seimbang) jika :

 0 < C (  s   w ).g.D3
Dengan :
0 =  w .g.h.I

s = kerapatan butiran

w = kerapatan air
g = percepatan gravitasi
D = diameter partikel
H = tinggi air
I = kemiringan dasar sungai
C = konstanta yang tergantung dari kondisi aliran, bentuk partikel dan
posisi partikel terhadap partikel lainnya

Kondisi aliran berdekatan dengan dasar sungai sebanding dengan besarnya


partikel dan berbanding terbalik dengan viskositas lapisan aliran yang dirumuskan
dengan :
 U * .D 
Re* =  
 V 

U 5.75 log 12h



U* ks

Dengan :
U = kecepatan rata-rata
U* = kecepatan geser sub-layer
D = diameter partikel
v = viskositas air
Re* = bilangan Reynold
h = tinggi air
Keseimbangan Kritis
Keseimbangan kritis adalah keseimbangan batas pada saat akan mulai terjadi gerakan.
Semua teori selain White didasarkan pada pertimbangan bahwa gaya seret berkaitan
dengan kecepatan aliran, dengan keseimbangan kritis yang dirumuskan dengan :

dimana :

= gaya seret kritis

= kecepatan geser kritis


D = diameter butiran

 =

Shield (1936) telah mengadakan penyelidikan yang sistematis terhadap hubungan

antara , , dan mendapatkan kesimpulan bahwa :

= f

= f (Re*)

Anda mungkin juga menyukai