UNIVERSITAS INDONESIA
TESIS
MASYRIFAH SUSIYANTI
1606944980
UNIVERSITAS INDONESIA
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Kesehatan Masyarakat
MASYRIFAH SUSIYANTI
1606944980
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
rahmat, petunjuk dan karunia yang telah diberikan NYA sehingga Penulis dapat
meyelesaikan Tesis ini sebagai pemenuhan dalam rangkaian syarat Tugas Akhir pada
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia tahun 2017/2018.
Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Ibu dr .Mieke Savitri, M.Kes sebagai Pembimbing Akademik, yang selalu
memberi dukungan dan meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan
arahan bagi Penulis dalam menyelesaikan Tesis ini.
2. Ibu Dr. dra. Evi Matha, M.Kes yang telah berkenan menjadi penguji dan
membimbing Penulis dalam setiap tahapan tesis ini.
3. Bapak Dadan Erwandi, S.Psi, M.si yang telah berkenan menjadi penguji dan
membimbing Penulis dalam setiap tahapan tesis ini.
4. Ibu dr. Ars Agustiningsih, MARS dari Dinas Kesehatan Kota Cimahi yang telah
berkenan menjadi penguji dan memberi masukan serta membimbing Penulis
selama di lokasi penelitian
5. Ibu Endah Sri Lestari, SST, M.KM dari Ikatan Bidan Indonesia Kota Cimahi
yang telah berkenan menjadi penguji dan memberi masukan dalam
penyempurnaan tesis ini
6. Kepala PPSDM Kementerian Kesehatan RI beserta staf yang telah membantu
pendanaan penelitian dan memberi kepercayaan kepada Penulis untuk menjadi
peserta Tugas Belajar di Universitas Indonesia
7. Kepala Dinas Kesehatan dan Kepala Puskesmas beserta jajarannya di Kota
Cimahi yang telah berkenan memberikan arahan dan bantuan pada penelitian ini
8. Keluargaku tercinta yang selalu memberi support dan inspirasi, suamiku Dian
Hendayana, anak-anakku Albizar Nuurhuda Hendayana dan Bilqis Hasna
Qothrunnada Hendayana serta ibunda tercinta yang senantiasa mendoakanku
sepanjang waktu, tesis ini kupersembahkan untukmu mami dan alm.papi
Universitas Indonesia
Masyrifah Susiyanti
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Universitas Indonesia
DAFTAR SINGKATAN
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Universitas Indonesia
di Negara-negara di kawasan ini hanya 0.05 persen. Kebanyakan infeksi HIV berkaitan
dengan jarum suntik oleh IDU, dan pasangan seksualnya.
Menrurut para ahli diperkirakan akan ada tambahan baru 45 juta orang terinfeksi HIV di
126 negara berpenghasilan rendah dan menengah antara tahun 2001 dan 2010 bilamana
dunia tidak berhasil menurunkan angka kesakitan secara cepat dan luas, dengan upaya
pencegahan secara global. Lebih dari 40% infeksi itu terjadi di Asia dan Pasifik. Sub-
Saharan Afrika daerah yang paling banyak terkena HIV yaitu sebesar 29,4 juta orang
ODHA. Wilayah ini mempunyai angka rata-rata tertinggi prevalensi HIV 9% dan di 12
negara bagiannya perkiraan prevalensi HIV lebih dari 10% pada populasi usia 5-49
tahun. Empat Negara (Botswana, Lesotho, Swaziland and Zimbabwe) prevalensi HIV
lebih dari 30 %. Penularan utama negara tersebut adalah melalui hubungan
heterokseksual. (Depkes RI, 2010)
Di Indonesia pada tahun 2016 Jumlah yang terinfeksi kasus HIV sebanyak 41.250
orang, meningkat bila dibandingkan pada tahun 2015 yaitu sebanyak 30.935 orang yang
terinfeksi HIV. Sekitar 31.5 % adalah terjadi pada perempuan dan 83.9% terinfeksi
pada usia reproduksi (15-49 tahun). Selain itu jumlah kasus AIDS tertinggi sekitar
12.219 orang ada dikalangan ibu rumah tangga (Kemenkes RI, 2016).
Kejadian penularan infeksi HIV di Indonesia terbanyak melalui hubungan seksual
dengan orang yang terinfeksi tanpa menggunakan kondom. Selain itu penggunaan alat
suntik yang tercemar darah yang mengandung HIV dan ditularkan dari ibu pengidap
HIV kepada anaknya, baik selama kehamilan, persalinan atau selama menyusui.
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) telah terbukti sebagai intervensi
yang sangat efektif untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Di negara maju risiko
penularan dari ibu ke anak dapat ditekan hingga kurang 2% karena layanan PPIA
tersedia dan dilaksanakan secara optimal, namun di negara berkembang atau negara
miskin, dengan minimnya akses terhadap pelayanan, risiko penularan berkisar antara
25%-45%. Rendahnya pengetahuan dan informasi tentang penularan dari ibu ke anak
dari hasil Riskesdas 2010, menunjukkan bahwa presentase penduduk mengetahui bahwa
HIV dapat ditularkan dari ibu ke anak selama hamil (38,1%), saat persalinan (39%) dan
saat menyusui (39%).
Dari data rutin Ditjen P2PL Kementerian Kesehatan tahun 2013 menunjukan dari
100,296 ibu hamil yang menjalani tes HIV sebanyak 3.134 (3,12%) ibu hamil
Universitas Indonesia
dinyatakan positif HIV. Sementara pada tahun 2012 dari 43,264 ibu hamil yang di tes
HIV sebanyak 1.329 (3,04%) diantaranya positif terinfeksi HIV. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin banyak ibu hamil yang di tes HIV semakin banyak penemuan kasus.
Program PPIA bertujuan untuk mengendalikan penularan HIV melalui upaya
pencegahan penularan dari ibu ke anak, meningkatkan kualitas hidup ibu dan anak yang
terinfeksi HIV, serta menurunkan tingkat kesakitan dan kematian akibat HIV.
(Kemenkes, 2013)
Deteksi dini dilakukan sebagai pemenuhan hak rakyat, dan terutama dilakukan pada ibu
hamil untuk menyelamatkan generasi masa depan, dan tahun 2016 ini diharapkan upaya
eliminasi segera dimulai untuk HIV, Sifilis dan Hepatitis. Road map disusun dalam
mencapai getting to zero pada tahun 2030, Untuk mencapai target tersebut, pada tahun
2012 dilaksanakan strategi Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) dan
Strategic Use For ARV (SUFA) atau ARV sebagai pengobatan dan pencegahan.
(Kemenkes RI,2013)
Tahun 2016 dilanjutkan dengan pelaksanaan skrining HIV dan Sifilis pada bumil,
Tahun 2019 ditargetkan 90% populasi kunci mengetahui statusnya apakah sudah
sebagai pengidap HIV atau belum. Seluruh bayi yang lahir dari ibu HIV positif
dilakukan skrining EID (Early Infant Diagnosis) yaitu suatu tes seluler untuk
mengetahui keberadaan virus HIV dalam darah bayi. Tahun 2020 ditargetkan eliminasi
HIV, Sifilis dan Hepatitis pada bayi (tripel eliminasi). Tahun 2027 ditargetkan
tercapainya 90% populasi kunci mengetahui status, 90% ODHA tetap minum ARV, dan
90% ODHA jumlah viral loadnya sehingga tidak mampu menularkan, Tahun 2030
diharapkan tidak ada lagi infeksi baru HIV, tidak adalagi kematian karena HIV-AIDS
dan tidak ada lagi diskriminasi terhadap ODHA di Indonesia (Kemenkes RI,2016).
Strategi pencegahan HIV pada program PPIA, beberapa uji coba klinik menunjukkan
antiretroviral dapat menurunkan penularan HIV dari ibu ke anak pada ibu yang tidak
menyusui bayinya dan ibu yang menyusui jangka pendek dan kemudian dapat
memperpanjang masa menyusui. Angka anak yang dilahirkan dari ibu terinfeksi HIV
secara dramatis menurun dengan adanya intervensi PMTCT. Beberapa negara
berkembang di Afrika, Amerika Latin, Eropa Tengah-Timur dan Asia Tenggara telah
mengimplementasikan pencegahan melalui intervensi MTCT dengan memberikan
antiretroviral. Voluntary counseling and testing (VCT) selama masa antenatal
Universitas Indonesia
merupakan pintu masuk pada pelayanan pencegahan melalui ibu ke anaknya, VCT juga
menguntungkan bagi upaya pencegahan dan pelayanan perawatan bagi mereka baik
yang HIV negative maupun positif. Bagi yang bertujuan agar tetap negatif. Negara yang
memasukan program MTCT secara komprehensif terbukti secara nyata menurunkan
angka HIV pada bayi dan anak kecil.(Depkes RI, 2010)
Menururt WHO, terdapat 4 (empat) prong atau komponen kegiatan komprehensif yang
perlu diupayakan untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke bayi, meliputi
mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduksi, mencegah
kehamilan yang tidak direncanakan pada HIV positif, mencegah terjadinya penularan
HIV dari ibu hamil HIV positif ke bayi yang dikandungnya, dan memberikan dukungan
psikologis, social dan perawatan kepada ibu hamil HIV positif beserta bayi dan
keluarganya. Pada pelaksanaan di Puskesmas, PPIA diintegrasikan di pelayanan
antenatal terpadu, pelayanan KB dan Konseling remaja (Depkes RI, 2009)
Masih rendahnya ibu hamil yang di skrining HIV dapat dipengaruhi oleh beberapa
masalah dan kendala. Hasil penelitian Sri Mulyani mahasiswa Universitas Indonesia
pada tahun 2012 ditemukan ada hubungan antara suumber informasi tentang HIV AIDS
pada ibu hamil dengan pemeriksaan HIV di 4 Puskesmas Kota Pontianak. Selain itu
didapatkan pula hasil penelitian kualitatif oleh Puri Yuriati, dkk bahwa evaluasi
pelaksanaan kegiatan PPIA pada ibu hamil di Kota Tanjung Pinang sudah terlihat baik,
hal ini dilihat dari standard input (jumlah tenaga sudah memenuhi, tenaga kesehatan
sudah terampil, fasilitas memadai, peralatan terpenuhi namun belum terkalibrasi, sudah
ada kebijakan baik dalam bentuk SOP, SK maupun protap), dari standard proses
(tahapan pelaksanaan sudah baik, namun dalam pengembangan staf perlu terprogram
secara pasti, pengorganisasian perlu disusun, pelaksanaan sudah sesuai dengan prosedur
yang ditetapkan, dan dari standard output (cakupan kunjungan ANC meningkat serta
penularan bayi dengan HIV kecil).berdasarkan penelitian tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa program PPIA sudah berjalan dengan baik akan tetapi ada beberapa
kendala dalam hal peralatan yang belum terkalibrasi, pengembanga staf belum
terprogram dengan maksimal, organisasi belum disusun.
Di Jawa Barat dilaporkan dari tahun 1987 sampai tahun 2016 yang menderita penyakit
AIDS sebanyak 5251 kasus dan HIV sebanyak 23.145 kasus, sedangkan yang
meninggal sebanyak 710 dari jumlah penduduk 43.053.732 jiwa pada tahun 2016. Jawa
Universitas Indonesia
Barat menduduki peringkat ke 4 terbanyak kasus HIV di Indonesia pada tahun 2016
yaitu sebanyak 23.145, sedangkan kasus AIDS di Jawa Barat pada tahun 2016 sebanyak
5251 berada pada peringkat ke 6 terbanyak di Indonesia (Kemenkes RI, 2016).
Kota Cimahi sebagai bagian dari wilayah Jawa Barat tentunya harus mengacu pada
strategi nasional dan Jawa Barat dalam upaya percepatan penurunan Angka Kematian
Ibu dan Bayi. Jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Cimahi kumulatif tahun 2005
sampai tahun 2016 sebanyak 307 kasus. Kasus baru januari sampai agustus 2017
sebanyak 13 kasus dengan ibu hamil positif HIV 2016 sebanyak 9 kasus dan anak
dengan HIV sebanyak 18 kasus, dari kasus tersebut anak yang meninggal sebanyak 7
orang. Dari sasaran ibu hamil sebesar 11.875 yang diperiksa skrining HIV hanya
sebanyak 1489 bumil (12.54%) dari capaian kunjungan ibu hamil K1 sebesar 11.364
(95.7%).
Berikut kasus ibu hamil yang diskrining HIV dan terdeteksi HIV. (Dinkes Cimahi,
2016)
Gambar 1. 1. Kasus Kumulatif MTCT (Mother To Child Transmision) Kota Cimahi tahun 2005
sd September 2017
Berdasarkan gambar 1.1 kasus MTCT di wilayah Kota Cimahi setiap tahunnya
bertambah terus. Dalam menangani HIV/ AIDS, fasilitas layanan kesehatan Kota
Cimahi yang melakukan layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) dan
Provider Initiated Testing and Counseling (PITC) sudah semua Puskesmas (13
Puskesmas).
Universitas Indonesia
25 21,35
18,74 18,6
20 16,58 15,4
14,98 14,74
15 13,03 12,01 12.54
10 6,75 5,46
5 3,44
Gambar 1. 2. Cakupan Ibu Hamil yang diperiksa HIV di Kota Cimahi 2016
Dari gambar 1.2 data cakupan skrining HIV pada ibu hamil di 13 Puskesmas terlihat
bahwa cakupan skrining HIV tertinggi adalah Puskesmas Cipageran mencapai 21.35%
sedangkan Puskesmas Cigugur sebesar 3.44% cakupan yang paling rendah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan no 43 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Minimal disebutkan bahwa setiap orang berisiko terinfeksi HIV (ibu hamil, pasien TB,
pasien IMS, waria/transgender, pengguna napza, dan warga binaan lembaga
pemasyarakatan) mendapatkan pemeriksaan HIV sesuai standar. Rencana Aksi Nasional
Program PPIA 2013-2017, pemerintah melalui kementerian kesehatan merencanakan
agar pada tahun 2017, 100% puskesmas di seluruh Indonesia bisa melaksanakan
program PPIA prong 1 dan 2, sedangkan prong 3 dan 4 dikembangkan di puskesmas
dengan sarana dan prasarana khusus, yang dilengkapi dengan jejaring ke semua
Puskesmas dalam wilayah Kabupaten/Kota yang berkaitan (Kementerian Kesehatan,
2013).
Di Kota Cimahi sudah semua puskesmas melaksanakan skrining HIV pada ibu hamil
namun belum memiliki regulasi khusus mengenai layanan PPIA dan masih ada
hambatan serta kendala sehingga cakupan skrining HIV masih 12.54%. Berdasarkan
hal-hal tersebut di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian tentang analisis
implementasi skrining HIV AIDS pada ibu hamil di Dinas Kesehatan Kota Cimahi
Tahun 2018
Universitas Indonesia
Skrining HIV pada ibu hamil merupakan upaya untuk pencegahan penularan HIV dari
ibu ke bayi. Cakupan layanan skrining HIV di Kota Cimahi masih rendah yaitu sebesar
12.54% dari target 100%. Berdasarkan hal tersebut, kemungkinan terdapat beberapa
kendala dalam pelaksanaan skrining HIV pada ibu hamil sehingga perlu dianalisis
bagaimana pelaksanaan skrining HIV pada ibu hamil di Kota Cimahi.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis terhadap implementasi skrining HIV
pada ibu hamil di Kota Cimahi tahun 2018
1. Mengetahui proses Implementasi skrining HIV pada ibu hamil di Kota Cimahi
dilihat dari aspek Komunikasi
2. mengetahui proses Implementasi skrining HIV pada ibu hamil di Kota Cimahi
dilihat dari aspek sumber daya
Universitas Indonesia
3. mengetahui proses Implementasi skrining HIV pada ibu hamil di Kota Cimahi
dilihat dari aspek struktur birokrasi?
4. Mengetahui proses Implementasi skrining HIV pada ibu hamil di Kota Cimahi
dilihat dari aspek disposisi
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti mengenai implementasi skrining
HIV di Kota Cimahi Tahun 2018.
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji implementasi skrining HIV pada ibu hamil
Program PPIA di Kota Cimahi tahun 2018. Penelitian menggunakan pendekatan
kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui wawancara mendalam (indepth
interview) dan FGD (Focus Group Discussion)
Penelitian dilaksanakan di Kota Cimahi pada bulan maret 2018. Informan dalam
penelitian ini adalah Kepala Dinas Kesehatan Kota Cimahi, Kepala Bidang P2P Dinas
Kesehatan Kota Cimahi, Kepala Puskesmas Kota Cimahi, Bidan Puskesmas dan Ibu
hamil yang periksa di Puskesmas Kota Cimahi.
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Implementasi
Teori implementasi kebijakan publik oleh George Edward III, Implementasi merupakan
pelaksanaan dari apa yang telah diputuskan oleh legislatif atau para pengambil
keputusan, seolah-olah tahapan ini kurang berpengaruh, akan tetapi dalam
kenyataannya, tahapan implementasi menjadi begitu penting karena suatu kebijakan
tidak akan berarti apa-apa jika tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. Dengan
kata lain implementasi merupakan tahap dimana suatu kebijakan dilaksanakan secara
maksimal dan dapat mencapai tujuan kebijakan itu sendiri. (Winarno B, 2012)
Menurut Van Meter dan Van Horn bahwa Implementasi adalah “tindakan-tindakan yang
dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok
pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah
digariskan dalam keputusan kebijakan” (Van Meter dan Van Horn dalam Wahab, 2006).
Definisi lain juga diutarakan oleh Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier yang
menjelaskan makna implementasi dengan mengatakan bahwa hakikat utama
implementasi kebijakan adalah memahami apa yang seharusnya terjadi sesudah suatu
program dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Pemahaman tersebut mencakup usaha-
usaha untuk mengadministrasikannya dan menimbulkan dampak nyata pada masyarakat
atau kejadian-kejadian (Mazmanian dan Sabatier dalam Widodo 2010).
Berdasarkan beberapa definisi yang disampaikan para ahli di atas, disimpulkan bahwa
implementasi merupakan suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh pelaksana
kebijakan dengan harapan akan memperoleh suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau
sasaran dari suatu kebijakan itu sendiri.
Teori George C. Edwards III (1980) dalam Winarno B, 2012 :
Model implementasi kebijakan menurut pandangan Edwards III (1980), dipengaruhi
empat variabel, yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur
birokrasi. Keempat variabel tersebut juga saling berhubungan satu sama lain.
9
Universitas Indonesia
1. Komunikasi.
Implementasi kebijakan publik agar dapat mencapai keberhasilan, mensyaratkan
agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan secara jelas. Apa yang
menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus diinformasikan kepada kelompok
sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila
penyampaian tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas, tidak memberikan
pemahaman atau bahkan tujuan dan sasaran kebijakan tidak diketahui sama sekali
oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi suatu penolakan atau
resistensi dari kelompok sasaran yang bersangkutan. Oleh karena itu diperlukan
adanya tiga hal, yaitu; (1) penyaluran (transmisi) yang baik akan menghasilkan
implementasi yang baik pula (kejelasan); (2) adanya kejelasan yang diterima oleh
pelaksana kebijakan sehingga tidak membingungkan dalam pelaksanaan kebijakan,
dan (3) adanya konsistensi yang diberikan dalam pelaksanaan kebijakan. Jika yang
dikomunikasikan berubah-ubah akan membingungkan dalam pelaksanaan kebijakan
yang bersangkutan.(Winarno,2012)
2. Sumberdaya.
Dalam implementasi kebijakan harus ditunjang oleh sumberdaya baik sumberdaya
manusia, materi dan metoda. Sasaran, tujuan dan isi kebijakan walaupun sudah
dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan
sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif dan
efisien. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen
saja tidak diwujudkan untuk memberikan pemecahan masalah yang ada di
masyarakat dan upaya memberikan pelayan pada masyarakat. Selanjutnya Wahab
(2010), menjelaskan bahwa sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya
manusia, yakni kompetensi implementor dan sumberdaya finansial.(Wahab,2010)
3. Disposisi.
Suatu disposisi dalam implementasi dan karakteristik, sikap yang dimiliki oleh
implementor kebijakan, seperti komitmen, kejujuran, komunikatif, cerdik dan sifat
demokratis. Implementor baik harus memiliki disposisi yang baik, maka dia akan
dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan dan
ditetapkan oleh pembuat kebijakan. Implementasi kebijakan apabila memiliki sikap
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.2 Skrining
2.2.1 Definisi
Skrining atau penyaringan kasus adalah cara untuk mengidentifikasi penyakit yang
belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat dengan
cepat memisahkan antara orang yang mungkin menderita penyakit dengan orang yang
mungkin tidak menderita. Latar belakang sehingga skrining ini dilakukan yaitu karena
hal berikut ini:
1. Sebagai langkah pencegahan khususnya Early diagnosis dan prompt treatment
2. banyaknya penyakit yang tanpa gejala klinis
3. Penderita mencari pengobatan setelah studi lanjut
4. Penderita tanpa gejala mempunyai potensi untuk menularkan penyakit
(Budiarto, 2003)
1. Deteksi dini penyakit tanpa gejala atau dengan gejala tidak khas terhadap orang-
orang yang tampak sehat, tetapi mungkin menderita penyakit, yaitu orang yang
mempunyai resiko tinggi terkena penyakit.
2. Dengan ditemukan penderita tanpa gejala dapat dilakukan pengobatan secara tuntas
sehingga tidak membahayakan dirinya atau lingkungan dan tidak menjadi sumber
penularan penyakit.
3. Mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
2.2.3 Sasaran
Sasaran penyaringan adalah penyakit kronis seperti :
1. Penyakit kronis
2. Keadaan yang potensial/high risk
3. Penyaringan yg dapat dilakukan secara:
a. Infeksi Bakteri (Lepra, TBC dll.)
b. Infeksi Virus (Hepatitis)
c. Penyakit Non-Infeksi :
(Hipertensi, Diabetes mellitus, Jantung Koroner, Ca Serviks, Ca Prostat, dll)
d. HIV-AIDS
Universitas Indonesia
2.3 HIV/AIDS
2.3.1 Definisi
Acquired Immune Defisiency Syndrom (AIDS) yaitu penyakit yang disebabkan oleh
Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyebabkan menurunnya system
kekebalan tubuh atau imunitas tubuh. Hingga saat ini infeksi HIV masih merupakan
salah satu masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan penyakit menular yang
dapat mempengaruhi kematian ibu dan anak.(Kemenkes RI,2013)
Universitas Indonesia
2. Pajajanan oleh darah terinfeksi, produk darah atau transplantasi organ dan
jaringan
Penularan dari darah dapat terjadi jika donor darah tidak dilakukan uji saring
untuk antibody HIV penggunaan ulang jarum dan semprit suntikan, atau
penggunaan alat medic lainnya. Kejadian diatas dapat terjadi pada semua
pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, poliklinik, pengobataan tradisional
melalui tusuk jarum juga dapat IDU. Pajanan HIV pada organ dapat terjadi dalam
proses transplantasi jaringan/ organ di pelayanan kesehatan.
3. Penularan dari ibu ke anak
Kebanyakan infeksi HIV pada anak ditularkan dari ibunya saat dikandung,
dilahirkan dan sesudah lahir. Risiko penularan tanpa intervensi, sangat bervariasi
di satu Negara dengan Negara lain dan diumumnya diperkirakan antara 25-40% di
Negara berkembang dan 16-20% di Eropa dan Amerika Utara.
Universitas Indonesia
2.3.4 Program Pencegahan Penularan HIV AIDS dari Ibu ke Anak (PPIA)
1. Pengertian PPIA
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) adalah upaya yang ditujukan
untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke anak yang dilakukan secara
terintegrasi dan komprehensif dengan program-program lainnya yang berkaitan
dengan pengendalian HIV AIDS. (Depkes RI, 2009)
2. Tujuan Program PPIA
Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi bertujuan untuk:
a. Mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi
Sebagian besar (90%) infeksi HIV pada bayi dikarenakan tertular dari ibunya.
Infeksi yang ditularkan dari ibu ini akan mengganggu kesehatan anak.
Diperlukan upaya intervensi dini yang baik, mudah dan mampu laksana guna
menekan proses penularan tersebut
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Prong 2:
Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu dengan HIV
Program Prong 2 adalah Keluarga Berencana bagi pasangan HIV positif
Tujuan:
• Mencegah kehamilan tidak diinginkan
• Merencanakan kehamilan bagi perempuan dengan HIV
Kegiatannya antara lain:
• Membentuk tim
• Melakukan analisis situasi
• Membuat POA 2 tahun
• Implementasi
• Monev
Target sasaran: Poli KIA, Poli KB, organisasi ODHA dll.
Indikator: Jumlah pasangan HIV positif yang ber-KB
Universitas Indonesia
Prong 3:
Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang
dikandungnya
Program Prong 3 adalah Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi
Tujuan:
• Mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi
• Perawatan Pencegahan HIV pada bayi
• Merencanakan persalinan yang aman
• Kegiatannya antara lain:
• Membentuk tim
• Melakukan analisis situasi
• Membuat POA 2 tahun
• Implementasi
• Monev
Target sasaran: RS yang memberikan ARV
Indikator: Jumlah ibu hamil positif HIV yang bersalin dengan SC
Prong 4:
Memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu dengan HIV
beserta bayi & keluarganya
Program Prong 4 adalah Perawatan Kesehatan Masyarakat
Tujuan:
• Memberikan dukungan psikologis
• Memberikan dukungan sosial
• Memberikan pendampingan pada ibu, bayi dan keluarga
Kegiatannya antara lain:
• Membentuk tim
• Melakukan analisis situasi
• Membuat POA 2 tahun
• Implementasi
• Monev
Target sasaran: Poli KIA Poli KB dll,
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
1) Menanyakan keluhan pasien atau masalah yang dirasakan ibu saat ini
2) Menanyakan tanda-tanda penting yang terkait dengan masalah
kehamilan dan penyakit yang kemungkinan diderita ibu hamil
3) Menanyakan status imunisasi tetanus ibu hamil
4) Menanyakan jumlah tablet tambah darah yang dikonsumsi ibu hamil
5) Menanyakan obat-obat yang dikonsumsi
6) Di daerah endemis malaria tanyakan gejala malaria
7) Di daerah risiko tinggi IMS, tanyakan gejala IMS dan riwayat penyakit
pasangannya
8) Menanyakan pola makan ibu selama hamil
9) Mananyakan kesiapan menghadapi persalinan dan menyikapi
kemungkinan terjadi komplikasi dalam kehamilan (P4K)
b. Pemeriksaan
Pemeriksaan terpadu meliputi :
1) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
2) Ukur tekanan darah
3) Nilai status Gizi (ukur LILA)
4) Ukur Tinggi fundus uteri
5) Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin
6) Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi TT
7) Beri Tablet Tambah darah
8) Periksa laboratorium (rutin dan khusus)
a) Pemeriksaan golongan darah
b) Pemeriksaan kadar hemoglobin
c) Pemeriksaan protein urine
d) Pemeriksaan kadar gula darah
e) Pemeriksaan darah malaria (daerah endemis malaria)
f) Pemeriksaan tes sifilis
g) Pemeriksaan HIV
h) Pemeriksaan BTA
9) Tatalaksana kasus
10) Konseling
Universitas Indonesia
Berikut alur pelayanan pemeriksaan ibu hamil dalam deteksi dini HIV pada ibu
hamil :
Pelayanan ANC
Semua ibu hamil
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan : (10T)
1. Tinggi badan
2. Tekanan darah
3. Tentukan/ Ukur Lila
4. Ukur TFU Kunjungan antenatal
5. Tentukan DJJ Janin
6. Imunisasi TT
7. Tablet FE 90 tablet
8. Test Laboratorium
9. Tata laksanan kasus
Penawaran test HIV bersamaan
10. Temu wicara dan
konseling pemeriksaan laboratorium rutin
E. Kebijakan PPIA
c. Tata laksana kasus lainnya
Gambar 2. 3. Alur Pelayanan Pemeriksaan Ibu Hamil Terpadu (Depkes RI, 2009)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Kehamilan adalah masa dimana terdapat janin didalam rahim seorang perempuan. Masa
kehamilan didahului oleh terjadinya pembuahan yaitu bertemunya sel sperma laki-laki
dengan sel telur yang dihasilkan oleh indung telur. Setelah pembuahan, terbentuk
kehidupan bari berupa janin dan tumbuh di dalam rahim ibu yang merupakan tempat
berlindung yang aman dan nyaman bagi janin. Proses kehamilan adalah mata rantai
yang berkesinambungan dan terdiri atas ovulasi pelepas ovum, terjadi migrasi
spermatozoa dan ovum, terjadi konsepsi dan pertumbuhan zigot, terjadi nidasi
(implantasi) pada Rahim, pembentukan plasenta, tumbuh kembang hasil konsepsi
sampai kehamilan matur/aterm. (Depkes RI, 2009)
Masa kehamilan dimulai dari saat konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil
normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid
terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan, yaitu triwulan pertama dimulai dari
konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan, triwulan
ketiga dari bulan ketujuh sampai bulan kesembilan (Depkes RI, 2007).
Setiap saat kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau mengalami
penyulit/komplikasi. Oleh karena itu diperlukan pemantauan kesehatan ibu hamil
Universitas Indonesia
Ibu hamil dengan risiko HIV dapat menularkan ke bayinya (90%), dan hanya sekitar
10% yang terjadi karena proses transfusi. Infeksi yang ditularkan dari ibu ini kelak akan
mengganggu kesehatan anak. Risiko penularan HIV dari ibu ke anak secara keseluruan
antara 20-45%. Penularan HIV pada ibu ke anak pada umumnya terjadi pada saat
penanganan PPIA diperkirakan 20-45%. Dengan pelayanan PPIA yang baik, maka
tingkat penularan HIV dari ibu ke anak dapat diturunkan menjadi kurang dari 2%.
1. Pasangan yang
terinfeksi
2. Riwayat transfusi
Perempuan
Bayi berisiko
Perempuan tertular HIV hamil dengan
tertular HIV
HIV‐AIDS
Universitas Indonesia
Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori implementasi George
Edward III, terdapat 4 variabel yang menentukan keberhasilan implementasi kebijakan
yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Variabel komunikasi
dipengaruhi oleh Transmisi, kejelasan dan konsistensi. Variabel Sumber Daya
Universitas Indonesia
dipengaruhi oleh indikator Staf, informasi, wewenang dan fasilitas. Variabel Disposisi
dipengaruhi oleh indikator sikap para pelaksana dan insentif. Sedangkan Variabel
Struktur Birokrasi dipengaruhi oleh SOP dan Fragmentasi. Berdasarkan uraian tersebut
diatas maka kerangka teori Implementasi kebijakan adalah sebagai berikut :
communication
Resaurces
Implementation
Dispositions
Bireaucratic
structure
Universitas Indonesia
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
Komunikasi :
1. Transmisi
2. Kejelasan
3. Konsistensi
Sumber Daya:
1. Staf
2. Informasi
3. Wewenang
IMPLEMENTASI
4. Fasilitas
SKRINING HIV AIDS
PADA IBU HAMIL
Disposisi :
1. Sikap para pelaksana
2. insentif
Struktur Birokrasi :
1. SOP
2. Fragmentasi
29
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Masyrifah Susiyanti, FKM UI, 2018
30
Variabel dalam penelitian ini antara lain Komunikasi yang dilihat dari Transmisi,
Kejelasan, konsistensi, Sumber Daya yang dilihat dari Staf, Informasi, wewenang,
Fasilitas, Disposisi terdiri dari Sikap dan insentif, dan Struktur Birokrasi yang terdiri
SOP dan Fragmentasi. Ke empat variabel ini mempunyai keterkaitan satu dengan yang
lainnya dalam mempengaruhi keberhasilan implementasi skrining HIV-AIDS pada ibu
hamil. Fokus penelitian ini adalah pada proses implementasi skrining HIV pada ibu
hamil sehingga bisa teridentifikasi apa saja yang harus dilakukan, sejauhmana
pelaksanaan skrining HIV bumil telah dilakukan dan apa saja yang menjadi hambatan
dalam pelaksanaan skrining HIV bumil ini.
a. Transmisi Penyaluran pesan dari seseorang ke orang lain, informasi tidak hanya disampaikan
kepada pelaksana kebijakan tapi kepada kelompok sasaran dan pihak terkait (winarno,
2012)
b. Kejelasan Komunikasi yang disampaikan harus jelas dan tidak membingungkan sehingga apa yang
disampaikan dapat dipahami (winarno, 2012)
Menjelaskan tentang pemahaman yang tepat dalam implementasi skrining HIV pada ibu
hamil (cara penyampaian)
c.Konsistensi Perintah atau informasi yang disampaikan dalam komunikasi harus konsisten dan tidak
berubah-rubah (winanrno, 2012)
Sumber Daya Sumber daya merupakan faktor penting dalam pelaksanaann agar bisa berjalan dengan
efektif. Dalam variabel sumber daya terdapat beberapa komponen yaitu staf/SDM,
informasi, kewenangan dan fasilitas
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Masyrifah Susiyanti, FKM UI, 2018
31
a.Staf/ SDM SDM merupakan Sumber daya utama dalam kebijakan, staf yang tidak mencukupi,
tidak memadai ataupun tidak kompeten dapat mengakibatkan kegagalan implementasi
(Winarno, 2012)
Informasi tentang ada tidaknya staf baik dari segi kecukupan dan pengetahuan tentang
skrining HIV
b. Informasi Informasi megenai kepatuhan pelaksana terhadap oeraturan yang telah ditetapkan
(Winanrno, 2012)
Informasi tentang Media, sarana informasi pencatatan dan pealporan yang digunakan
dalam implementasi skrining HIV pada ibu hamil
c.Kewenangan Merupakan otoritas bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang
ditetapkan secara politik
d.Fasilitas Merupakan sarana dan prasarana untuk nmenunjuang proses implementasi kebijakan
(Winarrno, 2012)
Disposisi Sikap dan karakter yang dimiliki oleh implemtor, seperti komitmen, kejujuran dan
siafta demokratis. Veriabel dalam disposisi ada 2 yaitu sikap pelaksana dan insentif
(Winarno, 2012)
Menjelaskan informasi tentang sikap para pelaksana kegiatan dan komitmen untuk
melaksanakan implementasi skrining HIV
a.Sikap pelaksana Pemilihan dan pengangkatan personil haruslah ornag-orang yang memiliki dedikasi
pada kebijakan yang telah ditetapkan
Keuntungan atau biaya tetentu ditrima oleh para pelaksana kebijakan sebagai factor
pendorong dalam pelaksanaan kebijakan dengan baik
Struktur Birokrasi Para pelaksana kebijakan mengetahui apa yang dikerjakan tetapi akan terhambat dalam
implementasi kebijakan oleh struktur birokrasi yaitu SOP dan pembagian kerja
(fraghmentasi) (Edward III. 1980)
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Masyrifah Susiyanti, FKM UI, 2018
32
Definisi Operasional
Variabel
a.SOP Perkembangan dari tuntutan internal akan kepastian waktu, sumber daya serta
kebutuhan penyeragaman dalam organisasi kerja yang komplek dan luas (winarno,
2005)
Adanya mekanisme dan urutan kerja dalam implementasi skrining ibu hamil
b.Fragmentasi Penyebaran tanggungjawab dalam pelaksanaan tugas yang melibartkan unuit diluar
organisasi tanpa adanya tumpang tindih dengan pembagian tugas secara menyeluruh
(winarno, 2005)
Adanya pembagian wewenang dan kerjasama dalam implementasi skrining HIV pada
ibu hamil
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Masyrifah Susiyanti, FKM UI, 2018
BAB 4
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja 13 Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota
Cimahi pada bulan Maret 2018.
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Masyrifah Susiyanti, FKM UI, 2018
35
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Masyrifah Susiyanti, FKM UI, 2018
36
Dalam penelitian ini tidak ada resiko penelitian karena dalam penelitian ini hanya
melakukan wawancara mendalam.
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh enumerator sebagai
Fasilitator dan notulen pada saat FGD. Dalam penelitian ini fasilitator FGD adalah
mahasiswa yang sudah dilatih menjadi fasilitator FGD dan sudah sering melakukan
FGD. Alat bantu pada penelitian ini adalah tape recorder untuk merekam proses diskusi
kelompok terarah (FGD) dan wawancara mendalam serta alat pencatat.
Analisis data kualitatif adalah proses mengatur urutan data dan megorganisasikannya ke
dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar (Patton, 1990 dalam Martha dan
Kresno, 2016). kemudian dibuat kedalam bentuk matrik untuk dilakukan analisa.
Analisis Data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Masyrifah Susiyanti, FKM UI, 2018
37
1. Mendeskripsikan informan.
Dilakukan dengan mendeskripsikan karakteristik informan dalam penelitian.
3. Mengatur data
Dilakukan dengan mengurutkan data sesuai dengan pedoman pertanyaan.
4. Membuat koding
Dilakukan identifikasi kata-kata, isi, atau paragraf yang digunakan untuk
pengambilan informasi dan pengkategorian selanjutnya.
7. Menarik kesimpulan
Dilakukan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, yang dilakukan secara
obyektif dan sistematis.
Validasi informasi dalam penelitian kualitatif sangat penting. Untuk menjaga validitas
dalam penelitian ini dilakukan hal – hal sebagai berikut:
1. Triangulasi Sumber
Triagulasi sumber dilakukan dengan cara melakukan FGD pada Bidan Pengelola
KIA Puskesmas selanjutnya wawancara mendalam terhadap ibu hamil yang periksa
ke Puskesmas dan membandingkan hasil wawancara dengan hasil wawancara
kepada kepala Puskesmas dan kepala bidang P2P Dinas Kesehtan kota Cimahi
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Masyrifah Susiyanti, FKM UI, 2018
38
2. Triangulasi Metode
Dilakukan dengan menggunakan dua metode pengumpulan data yaitu diskusi
kelompok terarah (FGD) dan wawancara mendalam (indepth interview).
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Masyrifah Susiyanti, FKM UI, 2018
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 8 tahun 2008 tentang Dinas Daerah
Kota Cimahi bahwa
1. Dinas Kesehatan merupakan unsur pelaksana otonomi daerah, yang
menyelenggarakan sebagian urusan Pemerintahan Daerah, dibidang Kesehatan.
2. Dinas Kesehatan dipimpin oleh Kepala Dinas.
3. Kepala Dinas berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota
melalui Sekretaris Daerah.
4. Dinas Kesehatan dapat dibentuk unit pelaksana teknis dinas untuk melaksanakan
sebagian kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang yang
mempunyai wilayah kerja.
39
Universitas Indonesia
Kota Cimahi diresmikan sebagai Kota Otonom pada Bulan Oktober 2001 berdasarkan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Cimahi yang
sebelumnya berstatus sebagai Kota Administratif dan merupakan bagian dari wilayah
administrasi Kabupaten Bandung. Secara Geografis, terletak pada koordinat 106°40 BT
dan 6°55 LS, dengan batas batas sebagai berikut :
1. Sebelah Utara : Kecamatan Parongpong, Kecamatan Cisarua, dan Kecamatan
Ngamprah Kabupaten Bandung
2. Sebelah Timur : Kecamatan Sukasari, Kecamatan Sukajadi, Kecamatan Cicendo,
dan Kecamatan Andir Kota Bandung
3. Sebelah Selatan : Kecamatan Marga Asih Kabupaten Bandung dan Kecamatan
Bandung Kulon Kota Bandung
4. Sebelah Barat : Kecamatan Padalarang dan Kecamatan Batujajar Kabupaten
Bandung.
Luas Wilayah Kota Cimahi adalah 4.025,75 Ha yang secara administrasi terdiri dari 3
(tiga) Kecamatan dan 15 (limabelas) Kelurahan. Ketiga kecamatan tersebut masing
masing adalah Kecamatan Cimahi Utara yang terdiri dari 4 (empat) kelurahan.
Kecamatan Cimahi Tengah terdiri dari 6 (enam) kelurahan dan Kecamatan Cimahi
Selatan terdiri dari 5 (lima) kelurahan.
Secara Geografis seluruh wilayah Kota Cimahi dapat dijangkau oleh kendaraan roda 2
dan roda 4 dengan waktu tempuh paling jauh adalah 40 menit. Situasi tersebut sangat
menguntungkan Pemerintah Kota Cimahi terutama dalam hal pembinaan dan
monitoring pelaksana pembangunan.
Universitas Indonesia
±
2. Wlayah Kerja Puskesmas
PUSKESMAS
CIBEBER
CIBEUREUM
CIGUGUR TENGAH
CIMAHI SELATAN
CIMAHI TENGAH
Keterangan : CIMAHI UTARA
1. Simbol CIPAGERAN
CITEUREUP
Apotek
Puskesmas Cipageran
LEUWIGAJAH
Klinik Swasta $ MELONG ASIH
"u Rumah Sakit Puskesmas Citeureup MELONG TENGAH
$ Puskesmas $ PADASUKA
PASIRKALIKI
$
Puskesmas Padasuka
$
RSUD Cibabat
"u
RS Mitra Kasih
RS Dustira "u
"u Puskesmas Cigugur Tengah
$ $
Puskesmas Pasirkaliki
Puskesmas Cibeber
$
RSU. Kasih Bunda
$
Puskesmas Cimahi Selatan
"u RS Mitra Anugrah Lestari
RSU Avisena
Puskesmas Melong Tengah
"u
$ $
Puskesmas Melong Asih
Jumlah Penduduk Kota Cimahi berdasarkan estimasi penduduk tahun 2016 adalah
594.154 Jiwa.
Universitas Indonesia
Selain puskesmas jumlah sarana rumah sakit yang ada di Kota Cimahi pada tahun
2016 terdapat 6 buah Rumah Sakit Umum dan 1 Rumah Sakit Khusus Gigi dan
Mulut. Berdasarkan pengelolaannya terdiri dari 1 buah Rumah Sakit Umum Daerah
Cibabat, 1 buah RS TNI Dustira dan 4 buah rumah Sakit Swasta (Mitra Anugerah
Lestari (MAL), Mitra Kasih, Kasih Bunda dan Avisena).
Sarana pelayanan lain tahun 2016 di Kota Cimahi Balai Pengobatan/ Klinik
sebanyak 41 buah, praktek Pengobatam praktik dokter perorangan sebesar 89 buah,
praktik bersalin sebanyak 2 buah, Praktek Dokter Bersama sebanyak 4 buah,
Praktik Pengobatan Tradisional sebanyak 20 buah, Bank Darah Rumah Sakit
sebanyak 3 buah, dan Unit Tranfusi Darah sebanyak 1 buah.
Jumlah tenaga yang bekerja di bidang Kesehatan dihasilkan dari hasil validasi data
kesehatan 15 kelurahan dan 6 rumah sakit yang ada di Kota Cimahi pada tahun 2016.
1000 892
900
800
700
600
500
400
300 248 232
193 160
200 134
71 39 35 31
100 10 8 7
0
Universitas Indonesia
Dari tabel 5.1 jumlah bidan di puskesmas berjumlah 62 orang, yang terdiri dari 48
bidan PNS, 6 bidan BHL dan 8 Bidan PTT. Jumlah bidan berdasarkan standar
minimal sudah memenuhi. Berbeda dengan tenaga bidan tenaga perawat banyak
puskesmas yang masih belum memenuhi kebutuhan minimal, jumlah perawat saat ini
berjumlah 66 orang terdiri dari 50 perawat umum dan 16 perawat gigi. Adapun
kekurangan terdapat di 11 puskesmas dan 2 puskesmas sudah memenuhi.
Tabel 5. 1 Standar Minimal Bidan dan Perawat Kota Cimahi Tahun 2016
Bidan Perawat
UNIT KERJA Standar Standar
Jumlah Kebutuhan Jumlah Kebutuhan
Minimal Minimal
Puskesmas Cipageran 5 3 Lebih 6 7 kurang
Puskesmas Citeureup 4 3 Lebih 5 7 kurang
Puskesmas Cimahi Utara 3 3 Memenuhi 4 7 kurang
Puskesmas Pasirkaliki 2 3 Memenuhi 3 7 kurang
Puskesmas Cimahi Tengah 3 3 Memenuhi 6 7 kurang
Puskesmas Cigugur
6 3 Lebih 7 7 Memenuhi
Tengah
Puskesmas Padasuka 5 3 Lebih 5 7 kurang
Puskesmas Cimahi Selatan 8 3 Lebih 5 7 kurang
Puskesmas Cibeureum 4 3 Lebih 7 7 Memenuhi
Puskesmas Melong Asih 7 3 Lebih 5 7 kurang
Puskesmas Cibeber 3 3 Memenuhi 5 7 kurang
Puskesmas Leuwigajah 4 3 Lebih 4 7 kurang
Puskesmas Melong Tengah 8 3 Lebih 4 7 kurang
Salah satu indikator yang sering digunakan untuk menilai tingkat kesejahteraan
penduduk adalah tingkat kematian penduduk. Tingkat kematian merupakan indikator
sensitif terhadap kualitas dan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan di suatu
wilayah seperti Angka Kematian Kasar, Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Ibu,
Angka Kematian Balita dan Angka Harapan Hidup.
1. Kematian Bayi
Jumlah kematian bayi di Kota Cimahi tahun 2016 yang dilaporkan berjumlah 66 bayi
(konversi 6/1000 KH), hal ini mengalami penurunan yang sebelumnya pada tahun
Universitas Indonesia
2015 sebanyak 93 kasus (konversi 8.73/1000 KH). Jumlah kematian bayi tahun 2016
lebih rendah dikarenakan adanya peningkatan pelayanan kesehatan Ibu dan Anak.
Adapun penyebab kematian neonatal dikarenakan BBRL 20, Aspiksia 13, Kelainan
bawaan 7 dan lain-lain 10 kasus. Sedangkan kematian bayi disebabkan diare 1 kasus,
dan lainya 3 kasus.
93
80 76 78
66
2. Kematian Ibu
Jumlah kasus kematian ibu maternal (ibu hamil & ibu bersalin) tahun 2007 - 2016 di
Kota Cimahi dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5. 2 Jumlah Kematian Ibu Maternal Kota Cimahi Tahun 2007 – 2016
Universitas Indonesia
Dari tabel 7.2 tersebut di atas terlihat bahwa jumlah kematian ibu di Kota Cimahi tahun
2016 adalah 8 orang (77/100.000 KH) mengalami penurunan pada tahun 2015 adalah
17 kasus per 10.193 Kelahiran Hidup (konversi 167.78/100.000 KH).
3. Kesehatan Ibu
Cakupan K1 dan K4 di Kota Cimahi pada tahun 2016 dapat digambarkan sebagai
berikut:
95,6 95,7
94,5 94,2
92,8
89,0 89,7
87,1 88,2 87,7
K1 K4
Cakupan pelayanan K1 dan K4 dari tahun 2012 sampai 2016 di Kota Cimahi
cenderung meningkat, dari gambar teresebut dapat dilihat adanya kesenjangan yang
terjadi antara cakupan K1 dan K4.
Pelayanan K1 sebesar 95,70%, mengalami peningkatan dibandingkan dengan
cakupan tahun 2015 (94,22%). Dari 11.875 orang sasaran ibu hamil, 11.364 orang
telah mendapatkan pelayanan K1 sesuai standar pelayanan.
Kunjungan Ibu Hamil (K4) telah mendapat pelayanan kebidanan juga meningkat
pada tahun 2016 walaupun belum mencapai target yang ditetapkan. Dari 11.875
orang sasaran ibu hamil, 10.454 orang (88,03%) telah mendapat pelayanan K4.
Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu hamil adalah
kualitas pelayanan yang diberikan juga harus ditingkatkan, di antaranya pemenuhan
semua komponen pelayanan kesehatan ibu hamil harus diberikan saat kunjungan.
Universitas Indonesia
4. HIV/AIDS
60
50 52
40
30
20 40
10
13
0
Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
Gambar 5. 5. Jumlah Kasus Baru HIV Positif di Kota Cimahi sd Tahun 2016
Sedangkan jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sampai dengan tahun 2016 disajikan
dalam Gambar 5.6.
60
37
40 43
20 35
0
Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
Series1
Gambar 5. 6. Jumlah Kasus Baru AIDS di Kota Cimahi Sampai Tahun 2016
Pada gambar di atas terlihat adanya kecenderungan penurunan penemuan kasus baru
sampai tahun 2016. Namun pada tahun 2015 dan 2016 terjadi peningkatan kasus AIDS
menjadi sebesar 37 kasus. Diperkirakan hal tersebut terjadi karena jumlah pelaporan
Universitas Indonesia
kasus AIDS dari daerah masih rendah. Namun demikian, tren penemuan HIV (+) yang
menurun tersebut didasarkan pada domisili di Kota Cimahi. Menurut jenis kelamin,
persentase kasus baru AIDS tahun 2016 pada kelompok laki-laki lebih besar
dibandingkan pada kelompok perempuan.
a. Program Pencegahan Penularan HIV AIDS dari ibu ke Anak (PPIA) Dinas
Kesehatan Kota Cimahi.
Program PPIA Dnas Kesehatan Kota Cimahi sudah dilaksanakan sejak tahun 2013.
Adapun petugas yang dilatih pada program tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 5. 3. Data petugas yang sudah dilatih PPIA di Dinas Kota Cimahi 2017
Berdasarkan tabel 5.3. dapat dilihat bahwa semua Puskesmas sudah ada yang dilatih
PPIA dengan rata-rata 1 orang dari masing-masing Puskesmas
Selain program PPIA tersebut petugas Puskemas dilatih Voluntary Conseling Test
(VCT).berikut data petugas yang sudah dilatih VCT:
Universitas Indonesia
Berdasarkan tabel 5.4 petugas Puskesmas yang sudah dilatih VCT mayoritas
perawat yaitu sebanyak 25 orang, sedangkan bidan baru 4 orang.
Data ibu hamil yang sudah dilakukan VCT dan PITC pada skrining HIV adalah
sebagai berikut :
Tabel 5. 5. Laporan Konseling VCT dan PICT Di Dinas Kesehatan Kota Cimahi Tahun 2013 –
2017
TAHUN
NO VARIABEL
2013 2014 2015 2016 2017
VCT
1 Ibu hamil yang di test 0 0 102 79 2
HIV
2 Ibu hamil yang di test dan 8 202 160 78 2
menerima hasil
3 Ibu hamil yang HIV 0 0 1 0 0
positif dan menerima
hasil
4 Ibu hamil HIV positif 0 0 0 0 0
dirujuk ke PDP dan PPIA
PITC
1 Bumil yang ditawarkan 0 128 658 1304 2606
test HIV
2 Ibu hamil yang di test dan 0 0 358 1304 2610
menerima hasil
Ibu hamil yang HIV 0 0 1 0 2
positif dan menerima
hasil
3 Ibu hamil yang 0 0 1 6 7
mengetahui status HIV
pasangannya
4 Ibu hamil TB yang 0 0 7 8 3
ditawarkan tes HIV
5 Ibu hamil TB yang di tes 0 0 7 8 3
HIV
6 Ibu hamil TB yang yang 0 0 0 0 1
Universitas Indonesia
TAHUN
NO VARIABEL
2013 2014 2015 2016 2017
HIV positif
7 Ibu hamil sífilis yang 0 0 0 0 0
ditawarkan tes HIV
8 Ibu hamil sífilis yang di 0 0 27 0 0
tes HIV
9 Ibu hamil sífilis yang 0 0 1 0 0
HIV positif
10 Ibu hamil HIV positif 0 1 0 0 2
yang dirujuk ke PDP dan
PPIA
Berdasarkan tabel 5.5, skrining HIV AIDS pada ibu hamil dilihat dari ibu hamil
yang mendapatkan pelayanan PITC dari tahun ke tahun terus meningkat, hal ini
menunjukkan implementasi skrining HIV pada ibu hamil sudah dilaksanakan, akan
tetapi dalam data tersebut masih ada yang belum sesuai yaitu dalam kolom ibu
hamil yang diperiksa pada tahun 2014 sebanyak 0 akan tetapi ibu hamil yang di test
dan menerima hasil sebanyak 202, hal ini dikarenakan sistim pencatatan dan
pelaporannya masih belum optimal yaitu laporan SIHA online bila tidak diisi
lengkap oleh petugas tidak dapat diinput sehingga laporan menjadi senjang antara
laporan yang satu dengan yang lainnya.
Cakupan skrining HIV pada hamil tahun 2016 dan tahun 2017 di Puskesmas dapat
lihat pada tabel berikut :
Tabel 5. 6. Data ibu hamil yang di skrining HIV tahun 2016 -2017
Universitas Indonesia
Pengumpulan data dilakukan dengan cara Fokus Grup Discussion (FGD) terhadap 13
Bidan Pengelola KIA di 13 Puskesmas yang ada di Dinas kesehatan Kota Cimahi. FGD
ini dibagi menjadi 2 kelompok, dimana kelompok FGD 1 sebanyak 6 orang bidan di
Puskesmas yang cakupan skrining HIV nya 6 tertinggi dan kelompok FGD II sebanyak
7 orang bidan di Puskesmas yang cakupan skrining HIV nya 7 terendah di wilayah Kota
Cimahi. Kemudian dilakukan wawancara mendalam terhadap 3 orang ibu hamil yang
sedang memeriksakan kehamilannya di Puskesmas yang cakupannya skrining HIV
bumilnya tertinggi sebanyak 2 orang yaitu Puskesmas Cimahi Tengah dan Puskesmas
Cipageran serta 1 orang di Puskesmas PONED yaitu di Puskesmas Cimahi Selatan yang
cakupannya rendah. Begitu juga wawancara mendalam yang dilakukan pada 4 orang
Kepala Puskesmas yaitu di wilayah yang cakupannya tertinggi 2 orang, terendah 1
orang dan puskesmas poned 1 orang, sedangkan wawancara mendalam di Dinas
Kesehatan Kota Cimahi dalam penelitian ini yang diwawancara adalah Ibu Kepala
Universitas Indonesia
Bidang P2P serta yang terakhir Ibu Kepala Dinas Kesehatan Kota Cimahi. Informan
tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Lama
No Jenis kelamin Pendidikan terakhir status
bekerja
1 Perempuan D3 12 tahun Bidan
2 Perempuan D3 30 tahun Bidan
3 Perempuan D4 30 tahun Bidan
4 Perempuan D3 12 tahun Bidan
5 Perempuan S2 13 tahun Bidan
6 Perempuan S2 12 tahun Bidan
7 Perempuan D3 26 tahun Bidan
8 Perempuan D3 32 tahun Bidan
9 Perempuan D3 8 tahun Bidan
10 Perempuan D4 8 tahun Bidan
11 Perempuan D3 11 tahun Bidan
12 Perempuan D3 8 tahun Bidan
13 Perempuan D3 8 tahun Bidan
14 Perempuan Profesi kedokteran 15 tahun Kepala Puskesmas
15 Perempuan Profesi kedokteran 13 tahun Kepala Puskesmas
gigi
16 Perempuan Profesi kedokteran 13 tahun Kepala Puskesmas
17 Laki-laki Profesi kedokteran 12 tahun Kepala Puskesmas
18 Perempuan S2 15 tahun Kepala Bidang P2P
19 Perempuan S2 29 tahun Kepala Dinas Kesehatan
20 Perempuan SMU - Ibu hamil
21 Perempuan S1 - Ibu hamil
22 Perempuan SMP - Ibu hamil
Berdasarkan tabel 5.7 sebagian besar informan lama bekerja antara 8 sampai 15
tahun dan ada juga informan yang sudah bekerja 29-30 tahun. Berdasarkan jenis
kelamin hampir semua informan berjenis kelamin perempuan (21 orang) dan hanya
ada 1 orang yang berjenis kelamin laki-laki. Dilihat dari pendidikan terakhir
sebagian besar (9 orang) berpendidikan D3, 2 orang D4, 4 orang S2, 4 orang
profesi kedokteran, 1 orang S1, 1 orang SMU dan ada 1 orang yang berpendidikan
SMP. Untuk status, sebagian besar informan adalah bidan yaitu sebanyak 13 orang
bidan, 4 orang Kepala Puskesmas, 3 ibu hamil, 1 orang Kepala Bidang P2P, 1
orang Kepala Dinas Kesehatan.
Universitas Indonesia
5.2.2 Implementasi Skrining HIV pada ibu hamil dari aspek Komunikasi
Dalam penelitian ini dimana Proses Implementasi skrining HIV pada ibu hamil di Kota
Cimahi dilihat dari aspek Komunikasi ada 3 komponen yaitu tansmisi, kejelasan dan
konsistensi. Berikut hasil penelitiannya :
Berdasarkan hasil FGD bidan pelaksanaan skrining HIV pada ibu hamil sudah
dilaksanakan di semua Puskesmas sesuai dengan jadwal pemeriksaan kehamilan yaitu
sebagai berikut :
Sedangkan untuk pencapaian skrining HIV pada bumil ini hampir semua bidan tidak
dapat mengatakan berapa capaiannya akan tetapi hanya mengatakan belum mencapai
target dan alasan belum mencapai target dikarenakan bumil yang di skrining HIV adalah
hanya bumil yang memeriksakan kehamilannya ke puskesmas sedangkan bumil yang
periksa di bidan praktek mandiri dan di RS belum semua terjaring apakah di periksa
HIV atau tidak meskipun ada beberapa BPM yang sudah merujuk ibu hamil ke
Puskesmas untuk di skrining HIV.
Universitas Indonesia
Hambatan dalam pelaksanaan Skrining ini adalah sebagian besar mengatakan tidak ada
hambatan yang signifikan, akan tetapi bila petugas laboratoriumnya tidak masuk kerja
tidak ada yang periksa karena mayoritas petugasnya hanya ada 1 di masing-masing
Puskesmas. Bahkan ada yang mengatakan test laboratorium buat ibu hamil dibatas
hanya sampai jam 10 karena setelah jam 10 untuk periksa pasien umum.
Berikut yang disampaikan informan:
“………….. Kalo kendala untuk pemeriksaan di dalam gedung yah di puskesmas
sih ga ada kendala sih kl didalam mah, gitu, cuma kalo untuk mobile sekarang
masih banyak kendalanya masih ada kalo untuk pemeriksaan
keluar…..euu..tenaganya juga SDM, SDMnya masih terbatas jadi rada kaditu
kadieu kitu tah..jadinya bagi ininya…kalo untuk kegiatan di dalam gedung mah
enggak sih,,, sampai saat ini enggak.”(F.1)
“…………. Eu…untuk pemeriksaan h iv itu gak…gak ada kendala kecuali kalau
pasiennya datang terlalu siang karena labnya itu bisa menerimanya itu hanya
sampai jam 10 karna kan dia dari bp juga dari poli yang lain juga, jadi untuk di
kia itu dibatasi hanya sampai jam sepuluh, kalau lebih janjian lagi nanti gitu
atau kalo misalkan labnya ada rapat keluar jadi kita pending gitu janjian lagi
suruh datang lagi.(F.3)
“……….kalo kita di cigugur karna kita dibatasi jam sampai jam 10 jadi kadang
bumil yang sudah datang sesudah jam sepuluh tidak sempat diperiksa dihari itu
alasannya karena petugasnya labnya kalo udah jam 10 tuh kan meriksa kan
memerlukan waktu jadi kan molor”(F.13)
Universitas Indonesia
Hasil wawancara Kepala Bidang P2P mengatakan bahwa implementasi skrining HIV
sudah dilaksanakan di semua Puskesmas di Kota Cimahi meskipun pelaksanaannya
masih belum maksimal, hal ini dikarenakan persediaan reagennya masih terbatas pada
Universitas Indonesia
tahun 2013 - 2015 dan untuk reagen tahun 2016-2017 sudah memenuhi, sesuai dengan
sasaran ibu hamil yaitu dari anggran APBN dan APBD. Berikut kutipannya :
“…….Euu…kalo implementasi skrining HIV pada ibu hamil alhamdulillah sudah
dilaksanakan ya..eu..khususnya yang paling intens di tahun dua ribu enam belas, tapi
sebelumnya sudah ada sosialisasi tahun dua ribu tiga belas dan juga sudah ada yang
pelatihan…pelatihan PPIA dan sosialisasi PICT ya”(W.5)
Untuk kebijakan skrining HIV ini, beliau mengatakan baru mengikuti program dari
Provinsi dan Kementrian Kesehatan yaitu berdasarkan Permenkes no 43 tahun 2016
tentang SPM bidang kesehatan. Sedangkan kebijakan Kota Cimahi sedang dalam proses
membuat Raperda HIV atas inisiatif Dewan. Untuk pelaksanaan sosialisasi HIV sudah
dilaksanakan ke semua puskesmas di kota Cimahi, baik langsung ke ibu hamil dan lintas
sektor terkait yaitu Dinas BPMPPKB, Dinas Sosial, Dinas Kesra dimana sosialisasi
tersebut tentang penyakit HIV yang didalamnya meliputi tentang skrining HIV pada ibu
hamil.
Hambatan pelaksanaan dalam skrining ini adalah keterbatasan sumber daya khususnya
petugas puskesmas, kemudian petugasnya laporannya ditumpuk sehinngga tidak
maksimal selain itu belum semua BPM bekerjasama untuk skrining HIV pada bumil ini
kemudian pemeriksaan di rumah sakit yang alurnya harus melewati klinik HIV
bougenvil untuk RS Cibabat dan klinik nusa indah untuk RS Dustira sehingga ibu hamil
banyak yang tidak mau periksa begitu juga dengan petugasnya dengan alasan terlalu
berbelit-belit alurnya dan membutuhkan waktu yang lama. Sedangkan hambatan proses
pembuatan Raperda untuk kebijakan sudah hampir setahun belum selesai hal ini
dikarekan perlunya rapat berkali-kali sehingga prosesnya lama. Berikut yang dikatakan
informan :
“…………..dalam pelaksanaan skrining ini tentu saja kendalanya kita ini
yaa..keterbatasan sumber daya ya..euuhh.. khususnya petugas..SDM yang jadi kalo
ini kan bidan yaa..jadi ANC ibu hamil kan di bidan..nah untuk…mengentry data
itukan banyak yang harus diinput datanya skrining itu mangkanya kadang
petugasnya agak…itulah..seperti itulah….kemudian yang kedua adalah
heu,,heu,,heu..ya agak males…karena ininya banyak formatnya banyak yang harus
diisi mangkanya karena banyak yang tidak dikerjakan..kemudian bagian entrynya
juga entry bagian SIHA nya juga kadang ditumpuk-tumpuk harusnya kan sekali
pelayanan langsung dientry kan supaya tidak numpuk, itu kadang diakhir bulan kan
akhirnya lama-lama males”(W.5)
“…………kan kalo proses pembuatan rapersa itkan rapat berkali-kali ya dengan…ini
inisiatif dewan sebenarnya…perda inisisatif dewan kita rapat berkali-kali di dewan
karena pembahsan raperda nah kemudian draf kita itu dibawa ke propinsi untuk
Universitas Indonesia
Menurut kepala Dinas Kesehatan Pelaksanaan skrining HIV sudah berjalan sesuai
program dan mengikuti peraturan dari permenkes no 43 tahun 2016 serta sudah menjadi
program prioritas. Sedangkan kebijakan skrining HIV ini dari Kota Cimahi masih dalam
proses.
Hambatan implementasi ini menurut Kepala Dinas Kesehatan adalah keterbatsan
petugas sehingga belum semua ibu hamil di skrining HIV, berikut petikan wawancara :
“ ……….untuk..implementasinya skrining Kota Cimahi skrining HIV aids sudah
berjalan kemudian kita eu,,menyesuaikan dengan permenkes no 43 tahun 2016 tentang
spm di bidang kesehatan dimana setiap ibu hamil beresiko terinfeksi hiv aids tentu
saja harus mendapat pelayanan sesuai stándar pemeriksaan HIV” (W.6)
“………….terutama karena keterbatasan SDM yaa..kan harusnya semua ibu hamil
diskrining HIV tp keterbatasan SDM juga karena SDM merangkap-rangkap tugas di
puskesmas”
Hasil wawancara pada ibu hamil bahwa sebagian ibu hamil mengatakan Pemeriksaan
kehamilan di puskesmas ditawarkan untuk periksa darah untuk penyakit HIV dan ibu
hamil mengatakan diperiksa saat periksa hamil yang ke 2 kalinya serta informan
lainnya pada saat periksa kehamilan yang ke 4 akan tetapi tidak dijelaskan secara
mendalam tentang pentingnya periksa skrining HIV ini. Ada 1 informan mengatakan
tidak pernah diperiksa darah dan belum pernah mendapat konseling untuk periksa darah
HIV. Berikut yang disampaikan informan :
‘……………saya kan pas pertama periksa hamil diperiksa darah juga gitu..hb..sama
test hiv.” (W.7)
1. Transmisi
Dari aspek transmisi yaitu cara menyampaikan informasi skrining HIV pada ibu hamil
sebagian besar informan menjelaskan melalui sosialisasi, konseling, penyuluhan dan
kelas ibu hamil , berikut petikan informan FGD :
“…………..dan kita juga sudah sosialisasi ke BPM ke ibu kadeeer….supaya semua ibu
hamil yang ada di wilayah itu, dirujuk satu kali harus kontak ke Puskesmas untuk tes
lab”(F.3)
Universitas Indonesia
“………….kalo saya itu kemaren itu sudaah..ketika datang itu udah gerak cepat karena
targetnya kurang jadi pas kita..pas saya..diambil khususnya itu ibu hamil diperiksa itu
60 mangkanya saya kemarin kan bikinnya dilokmin, posyandu, dilokmin posbindu,
kader-kader.” (F.5)
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa meskipun sosialisasi sudah disampaikan pada
BPM akan tetapi masih belum semua BPM mau merujuk ibu hamil untuk di skrining
HIV di Puskesmas
2. Kejelasan
Pemahaman dalam implementasi skrining HIV semua informan mengatakan sesuai
dengan kebijakan baik dari Dinas Kesehatan Kota Cimahi maupun dari Kemenkes
bahwa semua ibu hamil wajib dilaukan skrining HIV. Sedangkan informasi yang
disampaikan ke ibu hamil sebagian besar informan mengatakan bahwa belum semua
informasi HIV pada ibu hamil tersampaikan sesuai buku pedoman karena akan
membutuhkan waktu yang lama akan tetapi ibu hamil paham dan mau untuk
diskrining, sesuai dengan yang dikatakan oleh informan ibu hamil mengatakan bahwa
bidan menjelaskan pentingnya skrining HIV itu agar tidak menularkan ke bayinya bila
terkena penyakit HIV.berikut kutipan informan :
“……..jadi kita mah masih dari atas gitu gak..gak dengan kita…gak kita inisiatif kita
dikasih program dari atas ya,, itu kita jalankan khususnya dari dinas” (F.4)
“……..sempet ada yang pernah dulu ada cipageran tuh ada yang ga mau…tapi
setelah kita jelaskan secara seluruhnya ini mau sih akhirnya.kan mereka biasanya
gini…”kan saya gak beresiko” gitu kalo yang orangnya udah misalnya
Universitas Indonesia
pendidikannya udah..justru yang pendidikannya agak tinggi tuh yang susah yang
S1 kalo yang pendidikannya biasa-biasa mau-mau aja biasanya cepet”(F.5)
3. Konsistensi
Informasi yang disampaikan pada skrining HIV bumil di Kota Cimahi semua informan
mengatakan tidak berubah-rubah, masih sama dari tahun ke tahun untuk materinya baik
dari pusat, provinsi maupun daerah, akan tetapi kebijakannya ada yang berubah yaitu
dengan ditetapkannya di permenkes 43 tahun 2016, dan informasi yang disampaikan
sama dan sesuai mulai dari pusat, provinsi maupun daerah. berikut kutipan informan :
“….informasi umum HIV aja..informasi dasar aja..nah baru pasca testnya kalo
memang ada yang positif itu kitaaa..adaa..waktu khusus..” (F.4)
5.2.3 Implementasi Skrining HIV pada Ibu hamil dari aspek Sumber Daya
Aspek sumber daya dalam implementasi skrining HIV pada ibu hamil ini terdiri 4
komponen yaitu sumber daya manusia/ staf, informasi/pencatatan dan pelaporan,
wewenang dan fasilitas. Adapun hasil penelitian tersebut sebagai berikut :
1. SDM/staf
Sumber daya manusia dalam implementasi skrining HIV pada bumil semua informan
FGD mengatakan masih sedikit bidan atau petugas yang dilatih untuk program PPIA
ini akan tetapi dalam pelaksanaannya semua bidan puskesmas sudah terlibat. Untuk
pembagian tugas dalam pelaksanaan skrining ini sudah ada jadwal yang ditetapkan
setiap bulannya.
Universitas Indonesia
Sedangkan hasil wawancara dengan kepala puskesmas, kepala bidang P2P dan Kepala
Dinas semua mengatakan bahwa sumber daya manusia untuk petugas skrining HIV ini
masih kurang. Berikut kutipan informan:
“…………kalo kesulitan sih terus terang..eu dari SDM itu mah sudah pasti eu..dari
SDM kita karna eu kegiatan kita yang begitu banyak sementara SDM kita
terbataaas…nah eu untuk kegiatan yang eu mobile skrining ini juga kan ke
lapangan, terus terang sebelum di dua ribu enam belas itu full setiap bulan selalu
kita lakukan malah kadang dalam satu bulan bisa dua kali, di 2017 wlaupun
anggaran ada akhirnya tidak semua terserap karena keterbatasan SDM”(W.2)
“ ……….euu…keterbatasan sumber daya khususnya petugas..SDM yang..jadi
kaloo..inikan bidan ya..jadi ANC ibu hamilkan di bidan nah untuk mengentry data
itukan banyak yang harus diinput datanya untuk diskrining itu mangkanya kadang
petugasnya agak..itulah..seperti itulah..”(W.5)
“………….SDM yang terlibat itu dokter..perawat…analis lab, SDM sudah
mendapat pelatihan PPIA maupun konselor HIV sehingga pelayanan di puskesmas
maupun rumah sakit dalam pelayanan agar semuanya bisa melaksanakan
tugas”(W.6)
2. Informasi
Sebagian besar Informan mendapat Informasi skrining HIV pada ibu hamil adalah dari
sosialisasi di Puskesmas dan Dinas Kesehatan dan sebagian kecil dari pelatihan PPIA
dan VCT. Sedangkan untuk pencatatan dan pelaporan skrining ini dibuat oleh
penanggungjawab pemegang program HIV mekanismenya melalui Sistim Informasi
HIV Aids (SIHA) dan sebagian besar informan FGD mengatakan bahwa sistem SIHA
ini terlalu banyak yang harus diisi serta sering kali eror sehingga menghambat
pelaporan. Berikut petikan informan FGD :
“………….kemaren baru..pembinaan dan evaluasi bulan kemaren yang di cimteng
yang SIHA..baru bulan kemaren, pemegang
program..pencatatan..pelaporan..”(F.4)
Universitas Indonesia
jadi ya datanya yaaa seperti itu, jadi data dari pemeriksanya yg memang kurang
atau si ibunya ga bawa ktp atau data yang lainnya kurang”(F.7)
“…………kalo mekanisme biasanya nanti setelah dari analis mereka memberi kabar
ke ibu bidannya dulu nah dari sana ada pencatatan yang dilaporkan ke
penanggungjawab SIHA nya…RR BPM…sebatas merujuk”
Begitu juga yang disampaikan oleh informan WM dalam pencatatan dan pelaporan
melalui SIHA ini belum ada kebijakan khusus dari dinkes dan sudah ada pembinaan
dan evaluasi oleh dinkes cimahi ke puskesmas.
Berikut yang disampaikan informan :
“……….kalo yang…bumil mah ada oleh bidan…bidan Rika..dicatat dibuku
ini …biasanya dicatat di KIA juga ada buku PMTCT nya. Setiap bulan
dilaporkan ke dinas” (W.4)
“……….evaluasinya….setahun dua kali ya..kalo pembinaan ke lapangan
sering oleh pengelolaaa…pengelola HIV kota ya…eu..itu sering banget
..karna termasuk dia tuh hampir setiap saat eu…ini ya ada konsultasi SIHA
ya..ada sihanya ngadat..di puskesmas pengelola pasti kesana”(W.5)
3. Wewenang
Wewenang dalam implementasi skrining HIV ini hampir semua informan mengatakan
sesuai dengan tupoksi, bidan bertugas untuk PICT atau konseling, di ambil darah oleh
petugas lab kemudian setelah test lab ada petugas khusus konselor dan untuk pelaporan
ada khusus yang bagian entry SIHA. Berikut kutipan informan :
Universitas Indonesia
4. Fasilitas
Ketersediaan sarana dan prasarana pada penelitian ini meliputi ketersediaan
aksesibilitas tempat layanan skrining, fasilitas laboratorium, reagen, media informasi
untuk implementasi skrining HIV. Sebagian besar informan mengatakan untuk akses
pelayanan sudah terjangkau meskipun belum semua fasilitas melaksanakan skrining
HIV bumil dan untuk fasilitas laboratorium sudah sesuai meskipun reagennya sempat
datang terlambat atau kosong selama 2 bulan sehingga ibu hamil tidak diskrining HIV
dan mempengaruhi cakupan, Sedangkan tempat untuk konseling sebagian besar
informan mengatakan ada kecuali ada 2 Puskesmas yang belum ada ruangan khuhus
sehingga informan mengatakan saat konseling menggunakan ruangan yang kosong
terkadang ruangan kepala Puskesmas. Berikut kutipan informan :
“…………kita leaflet berhubung dana ga ada jadi bikin leaflet itu difotokopi
banyaknya karena emang anggaran ga ada” (F.5)
“………..Terus akhirnya kita bikin pake media, media biasanya saya ngambilnya
dari film-film terus sama bikin power point terus kita ngadain acara
ngebyar…100 ibu hamil jadi untuk ngejar karena diiii emang disitu cakupannya
kecil banget mangkanya untuk ngejar sampe akhir desember pas kemaren jadi
gebyar pemeriksaan 100 ibu…100 hamil..100 ibu hamil…” (F.5)
Dukungan keluarga :
Universitas Indonesia
Saran, kritik dan masukan dari informan bidan puskesmas adalah sebagai berikut :
a. Perlu ada refresing untuk program PPIA ini khususnya skrining HIV pada ibu
hamil, sehingga semua petugas dapat bertanggungjawab sesuai tupoksi
b. Perlu Pelatihan untuk petugas entri data SIHA
c. Adanya kebijakan dari Dinas Kesehatan agar semua fasilitas kesehatan yang ada
di Kota Cimahi wajib melaksanakan skrining HIV AIDS pada ibu hamil.
Berikut kutipan Informan :
“…………Perlu refresh karena tidak semua bidan terpapar, baru sosilaisasi dr temen
jadi mungkin harus semua bidan karena kl perwakilan yang tanggungjawab hanya
yang pelatihan”(F.8)
“……..soalnya kalo nambah sdm kan ga mungkin yaa…ga boleh..ya tambah untuk
petugas entry..petugas untuk entry sihanya kurang..itu perlu ditambah lagi untuk
pelatihan (F.5)
Universitas Indonesia
5.2.4 Implementasi Skrining HIV pada ibu hamil dari aspek Disposisi
Penelitian dari aspek disposisi yaitu diperolehnya informasi mengenai sikap dan
komitmen para pelaksana dalam implementasi skrining HIV. Hasil FGD dan wawancara
untuk sikap para pelaksanan sebagian besar kepala puskesmas mengatakan sudah
dilaksanakan dengan baik meskipun masih ada yang belum bekerjasama dan komitmen
dengan lintas program dan lintas sektor sudah baik, sudah bekerja sama dengan
kelurahan dan kecamatan bahkan kepala P2P mengatakan sudah bekerjasama dengan
dinas terkait yaitu BPMPPKB, Dinas Kesra dan Dinas Sosial. Berikut yang dikatakan
informan:
“………….. lintas sektor terkait misalkan ini yaa.. dinas..nah itu..BPMKB..Dinas
Sosial..kemudian kesra..secara global termasuk skrining ibu hamil” (W.5)
Universitas Indonesia
“…………Cuma baru satu BPM yang mengirimkan gitu, kan ada 6 BPM yang
lainnya belum pada mengirim.”(F.6)
“…………kita baru, baru tahun ini..mulainya BPM nya ngirimya yaa… soalnya
tahun kemaren emang belum..kayanya memang belum sosialisasi”(F.5)
“………….ada beberapa yang… kalo meriksa di BPM saya rasa belum denger
ya….tapi kalo merujuk ada”(W.4)
“………….Jadi…ada pelatihan yang PMTCT itu eu…3 tahun yang lalu tapi ga
semua bidan yang berangkat, jadi ada beberapa perwakilan, cuman kalo
sosialisasi mah terus ya..dari program HIVnya..dari yanmasnya sendiri..dari
KIA ada…ada khusus” (F.5)
Selain itu sebagian besar informan mengatakan bahwa dalam pencatatan dan pelaporan
masih ada pelaksana yang tidak mengisi form laporannya secara lengkap sehingga
mempersulit saat entry data pada siha. Berikut kutipan informan :
“…………Ga semua bs masuk ke siha gitu eu ada yg misalnya eu kurang eu
kurang datanya eu kurang datanya kl misalnya gak pake nik ga ke save
disihanya ga kebaca misalnya kita udah periksa ada 30 tp yang kebaca disiha
cuman 20 jd ya datanya yaaa seperti itu, jd data dari pemeriksanya yg
memang kurang atau si ibunya ga bw ktp atau data yg lainnya kurang”(F.7)
“……………SIHA..ada formnya kan ada formnya jadi nanti kita ngisi form di
KIA diiisi terus diserahkan ke petugas IMS terus ke SIHA”(F.7)
2. Insentif/Dana
Untuk jasa pelayanan bagi petugas yang melakukan skrining HIV semua informan
mengatakan tidak ada karena sudah menjadi tupoksi dan semua pasien digratiskan.
Berikut yang informan katakan:
Universitas Indonesia
1. SOP
Untuk struktur birokrasi pada penelitian ini semua informan mengatakan sudah ada
SOP di masing-masing Puskesmas akan tetapi masih memakai SOP ANC belum buat
SOP tersendiri skrining HIV. Sedangkan untuk tim khusus untuk implementasi
skrining ini sebagian besar informan mengatakan sudah ada akan tetapi tidak ada SK
khusus hanya tugas langsung dari atasan yang sudah merupakan tupoksi. Untuk peran
dan fungsinya serta wewenang tim tersebut sebagian besar informan sudah
menjalankan sesuai dengan tugasnya. Adapun petugas yang terlibat dalam tim ini
adalah dokter umum, bidan, perawat dan petugas laboratorium.
Berikut yang disampaikan informan :
“…………SOP untuk pemeriksaaaaaan..apa namanya….heueuh..ada”(W.4)
“ …….ada, ada SOP nya” (F.12)
“……..lagi dibuat…mau akreditasi”(F.13)
“……..SOP belum sendiri sih masih ke ANC”(F.7)
“…….SOP masih dimasukin ke ANC ya teh”(F.8)
“…….untuk melakukan monev seringkali terbentur kendala waktu..dinas luar dan
lain-lain”
“ ………….kalo untuk tim khusus ada yang dari provinsi dari GF….ada Komisi
Penanggulangan HIV AIDS di Kota Cimahi ada…ada SKnya…kalo gak salah mulai
tahun dua ribu lima belasan yaa
Universitas Indonesia
Kalo untuk pembagian tugas sesuai dengan tupoksi masing-masing sesuai dengan
wilayah” (W.6)
Universitas Indonesia
BAB 6
PEMBAHASAN
6.2.1 Implementasi skrining HIV pada ibu hamil dilihat dari aspek komunikasi
67
Universitas Indonesia
Komunikasi diperlukan agar para pembuat kebijakan dan para pelaksana kebijakan
semakin konsisten dalam melaksanakan kebijakan tersebut. Komunikasi kebijakan
diindikasikan oleh tiga elemen yaitu transmisi, kejelasan dan konsistensi.
Begitu juga dalam penelitian ini dimana Proses Implementasi skrining HIV pada ibu
hamil di Kota Cimahi dilihat dari aspek Komunikasi yang meliputi 3 komponen yaitu
tansmisi, kejelasan dan konsistensi.
6.2.1.1 Transmisi
Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang
baik pula. Seringkali terjadi kesalahpahaman terhadap suatu informasi akibat
tereduksinya informasi selama penyaluran
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar informan sudah mendapatkan
informasi kebijakan tentang skrining HIV pada ibu hamil sesuai dengan permenkes no
43 tahun 2016 bahwa semua ibu hamil harus mendapatkan pelayanan skrining HIV.
Sumber informasi tersebut bervariasi antara lain dari Dinas Kesehatan, buku pedoman,
internet, regulasi. Bagi pelaksana didapat dari Dinas Kesehatan Kota Cimahi melalui
pelatihan dan sosialisasi. Sedangkan untuk para pengambil kebijakan melalui pertemuan
sosialisasi di Provinsi dan Dinas Kesehatan Kota.
6.2.1.2 Kejelasan
Komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak
membingungkan . artinya informasi yang disosialisasikan menggunakan bahasa konten
dan penyampaian yang mudah dimengerti, singkat, jelas, padat. Penerima informasi
yang tidak jelas akan mengakibatkan perbedaan penafsiran antar para pelaksana
kebijakan. Apabila pelaksana kebijakan melaksanakan kebijakan tidak sesuai peraturan
yang ada akibat informasi yang diterima salah maka tujuan kebijakan tidak akan
tercapai.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat informan yang menyatakan informasi yang
diperoleh tidak jelas yaitu informasi yang disampaikan pada ibu hamil hanya singkat
saja sehingga bumil kurang memahami penyakit HIV bahkan ada yang menyatakan
belum pernah diinformasikan dan ditawarkan untuk skrining HIV.sedangkan informasi
disampaikan pada pelaksana baru sebagian kecil saja yang mendapat pelatihan sehingga
Universitas Indonesia
informan belum mengetahui secara lengkap karena hanya dapat informasi tentang
skrining HIV dari sosialisasi singkat dan ngobrol-ngobrol sama teman satu puskesmas.
Begitu juga dengan para pengambil kebijakan belum secara khusus menghadiri
pertemuan sosialisasi tentang skrining HIV tapi hanya mendapatkan informasi melalui
kegiatan lain yang diselipkan penjelasan tentang program PPIA. Berdasarkan hal
tersebut diatas kejelasan informasi mengenai skrining HIV pada ibu hamil yang
diperoleh akan mempengaruhi implementasi skrining HIV bumil. Hal ini didukung oleh
hasil wawancara peneliti dilapangan dimana ibu hamil masih ada yang belum diskrining
HIV padahal sudah periksa hamil ke puskesmas yang ke 6 kalinya. Begitu juga dengan
bidan sebagai pelaksana dilapangan dan para pelaksana kebijakan tidak mengetahui
capaian hasil skrining HIV pada ibu hamil tahun 2016-2017
6.2.1.3 Konsistensi
Implementasi kebijakan yang efektif dan optimal jika perintah dan peraturan yang
mengikat bersifat konsisten baik dilingkungan internal maupun eksternal suatu instansi.
Karena jika perintah atau peraturan yang ada mengalami perubahan yang tidak menentu
maka dapat menimbulkan kebingungan diantara pelaksana kebijakan. Meskipun
perintah-perintah yang disampaikan cukup jelas, namun jika mengandung pertentangan
satu sama lain, maka perintah akan sulit diimplementasikan. Disisi lain perubahan-
perubahan yang terjadi pada peraturan akan menimbulkan ketidakpatuhan para
pelaksana kebijakan dan lebih buruknya akan berdampak pada pencapaian tujuan
kebijakan. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat informasi yang konsisten dalam
pelaksanaan skrining HIV karena sudah mengacu pada permenkes no 43 tahun 2016
tentang SPM bidang kesehatan dimana semua ibu hamil wajib melakukan skrining HIV.
Implementasi PPIA merupakan penerapan bagian dari upaya pengendalian penularan
HIV AIDS di Indonesia yang terintegrasi dengan program kesehatan ibu dan anak.
Salah satu kegiatan Program PPIA ini adalah skrining HIV pada ibu hamil yang
bertujuan untuk mendeteksi dini ibu hamil yang terkena penyakit HIV.
Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak
adalah sebagai berikut :
1. Peraturan menteri kesehatan nomor 43 tahun 2016 tentang standar pelayanan
minimal bidang kesehatan disebutkan bahwa ibu hamil termasuk orang dengan
Universitas Indonesia
beresiko terinfeksi HIV sehingga skrining HIV ditawarkan secara aktif oleh petugas
kesehatan sebagai bagian dari pelayanan kesehatan
2. Perturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no 21 tahun 2013 tentang
penangggulangan HIV AIDS paragraph 4 tentang pencegahan penularan HIV dari
ibu ke anak
3. Surat Edaran Menteri Kesehatan No 001/2013 tentang layanan Pencegahan
Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA)
4. Surat Edaran Menteri Kesehatan No 129 tahun 2013 tentang pelaksanaan
pengendalian HIV AIDS dan infeksi menular seksual dalam upaya perluasan
konseling dan tes HIV agar dianjurkan test HIV kepada semua ibu hamil di daerah
dengan prevalensi HIV tinggi
5. Rencana Aksi Nasional program PPIA 2013-2017, merencanakan tahun 2017 100%
puskesmas di seluruh Indonesia melaksanakan program PPIA prong 1 dan 2
sedangkan untuk prong 3 dan 4 dikembangkan di puskesmas dengan sarana dan
prasarana khusus yang dilengkapi dengan jejaring ke semua puskesmas dalam
wilayah kabupaten/kota yang berkaitan
Universitas Indonesia
mencapai 27,21% dari target 100% dan informan baru mengetahui kebijakan permenkes
43 saja dari kebijakan-kebijakan PPIA atau Permenkes yang sudah ditetapkan. Begitu
juga bila dibandingkan dengan penelitian penelitian Sugiharti dan Leni Lestari tentang
“Kebijakan Pemerintah Daerah di Provinsi Jawa Barat dalam implementasi layanan
Pencegahan Penularan HIV AIDS (PPIA) di 3 Kota Di Jawa Barat” yaitu Kota
Bandung, Bogor dan Bekasi hasil penelitian menujukan bahwa Provinsi Jawa Barat dan
3 kota lainnya belum ada kebijakan yang adekuat, karena belum mempunyai kebijakan
secara khusus untuk PPIA sejalan dengan Kota Cimahi yang juga belum mempunyai
kebijakan secara khusus untuk PPIA, akan tetapi Raperda HIV sedang dalam proses, hal
ini dikarenakan proses pembuatan perda harus melalui rapat berkali-kali dengan DPRD
dan evaluasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, sehingga dengan belum
adanya kebijakan ini menyebabkan fasilitas kesehatan yang ada di Kota Cimahi belum
semua melaksanakan skrining HIV pada ibu hamil termasuk BPM baru sebagian saja
yang mau merujuk ibu hamil ke Puskesmas untuk skrining HIV.
6.2.2 Implementasi Skrining HIV pada bumil dilihat dari aspek Sumberdaya
Aspek sumber daya dalam implementasi skrining HIV pada ibu hamil ini terdiri 4
komponen yaitu sumber daya manusia/ staf, informasi/pencatatan dan pelaporan,
wewenang dan fasilitas. Adapun hasil penelitian tersebut sebagai berikut :
6.2.2.1. Staf/SDM
Sumber daya menjadi kebutuhan utama dalam implementasi kebijakan yaitu
ketersediaan staf yang mencukupi, memadai, dan kompeten dibidangnya sangat
mempengaruhi keberhasilan suatu program. Jumlah staf/pelaksana yang besar tidak
cukup jika kompetensi yang dimiliki tidak memadai. Kompetensi staf ditentukan oleh
latar belakang pendidikan, pengalaman dibidang yang sama, dan keterampilan/
keahlian penunjang yang diperoleh melalui pelatihan. Dengan demikian selain
penambahan jumlah staf atau pelaksana, kompetensi yang dimiliki juga tidak kalah
pentingnya. Menjadi tantangan para pembuat kebijakan, untuk mempersiapkan
kompetensi para pelaksana sebelum kebijakan tersebut diluncurkan ke masyarakat.
Berdasarkan Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 43 tahun 2016
tentang standar pelayanan minimal pasal 5 terdapat langkah-langkah dalam kegiatan
program HIV yaitu pemetaan kelompok sasaran, penyiapan SDM, promosi atau
Universitas Indonesia
penyuluhan, jejaring kerja dan kemitraan, sosialisasi, pemeriksaan HIV, rujukan kasus
HIV untuk mendapatkan pengobatan ARV, pencatatan dan pelaporan serta monitoring
dan evaluasi. Begitu juga dalam Permenkes RI nomor 21 tahun 2013 tentang
penanggulangan HIV AIDS dimana dalam bab VII membahas tentang sumber daya
kesehatan pada pasal 43 adalah sebagai berikut :
1. Sumber daya manusia dalam penanggulangan HIV dan AIDS meliputi tenaga
kesehatan dan tenaga non kesehatan
2. Sumber daya manusia kesehatan tersebut merupakan tenaga kesehatan yang
mempunyai kompetensi dan kewenangan, sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan
3. Dalam hal pada suatu daerah tidak terdapat tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi dan kewenangan, tenaga kesehatan yang terlatih dapat menerima
penugasan
4. Penugasan pada tenaga kesehatan tersebut dilakukan oleh kepala dinas kesehatan
setempat setelah memperoleh pertimbangan dari organisasi profesi terkait
5. Tenaga non kesehatan berperan di bidang kebijakan, kesejahteraan, kesehatan,
pendidikan, sosial, budaya yang mencakup segenap permasalahan HIV dan AIDS
secara holistik
Hasil penelitian menunjukan bahwa semua informan pelaksana dan pembuat kebijakan
mengatakan masih kurangnya sumber daya manusia di semua puskesmas khususnya
untuk petugas laboratorium. Begitu juga semua informan mengatakan bahwa masih
kurangnya SDM yang dilatih Program PPIA.
Dalam permenkes 43 tahun 2016 pasal 5 dijelaskan bahwa perlu penyediaan SDM
dalam pelaksanaan program PPIA begitu juga dalam Permenkes 21 tahun 2013 tentang
penanggulangan HIV AIDS dimana dalam bab VII membahas tentang sumber daya
kesehatan pada pasal 43 bahwa sumber daya manusia kesehatan dalam PPIA ini adalah
tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi dan kewenangan, sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bila dikaitkan dengan kebijakan-kebijakan tersebut SDM dalam penelitian ini masih
belum sesuai standar permenkes, hal ini dikarenakan masih sebagian kecil petugas yang
dilatih program PPIA dan bila dilihat dari jumlah tenaga kesehatan di puskesmas dalam
profil Dinas Kesehatan tahun 2016 didapatkan bahwa SDM bidan di Puskesmas sudah
Universitas Indonesia
memenuhi standar bahkan ada 2 puskesmas yang berlebih akan tetapi jumlah perawat di
puskesmasnya masih kurang sehingga akibat kurangnya jumlah perawat tersebut
menjadi tugas rangkap bidan sehingga fenomena ini menjadi hambatan proses
implementasi menjadi kurang maksimal.
Berdasarkan rencana aksi nasional PPIA tahun 2013-2017 terdapat kerangka konsep
implementasi sebagai berikut :
Tantangan Keluaran
Tersedianya NSPK pelayanan PPIA
Geografis Meningkatnya jumlah fasilitas
Sosial dan budaya PPIA terintegrasi dengan KIA
Disparitas kemiskinan Meningkatnya jumlah tenaga
Disparitas pendidikan kesehatan yang kompeten
Pemberdayaan keluarga dan Meningkatkan jumlah ibu hamil
pengarusutaan jender HIV dan sifilis yang mendapat
Persepsi kesehatan reproduksi ART
Stigma dan diskriminasi Menurunnya jumlah anak yang
Tabu, kepercayaan dan perilaku dilahirkan oleh ibu HIV
yang bertentangan dengan Meningkatnya jumlah anak yang tes
kesehatan HIV dan mendapat ART
Meningkatnya pengetahuan
Sistim pelayanan PPIA masyarakat tentang HIV
Sumber Daya Manusia Meningkatnya pengtahuan anak
RENCANA AKSI
Infrastruktur remaja tentang kesehatan
Pembiayaan reproduksi termasuk tentang HIV
Implementasi Standar Pelayanan
Minimal
koordinasi Menurunnya prevalensi HIV pada ibu
hamil
Menrunnya bayi/anak terinfeksi HIV dari
ibu HIV positif
Bila dilihat dari kerangka konsep implementasi RAN tersebut maka sumber daya
manusia merupakan sistim dalam pelayanan PPIA
6.2.2.2.Informasi
Informasi merupakan pengetahuan dan ilmu yang dimiliki oleh pelaksana dan pembuat
kebijakan, dalam hal ini staf atau pelaksana harus memiliki akses untuk mendapatkan
Universitas Indonesia
informasi tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana mereka harus
melakukannya. Selain itu juga harus memiliki informasi untuk mengetahui apakah
individu yang terlibat proses implementasi patuh pada standar yang sudah ditetapkan.
Kekurangan informasi akan meyebabkan pelaksanan tidak maksimal dalam
melaksanakan suatu pekerjaan yang sudah menjadi tanggungjawabnya.
Dalam penelitian ini informasi yang diharapkan adalah mengenai pelaksana kebijakan
mengetahui apa yang harus dilakukan termasuk proses pencatatan dan pelaporan dalam
implementasi skrining HIV AIDS pada ibu hamil dan hasil penelitian menunjukan
bahwa sebagian besar informan memiliki pengetahuan tentang skrining HIV pada ibu
hamil ini terbukti pelaksana di Puskesmas sudah melaksanakan skrining HIV dan
konseling begitu juga sudah melaksanakan entry data SIHA, akan tetapi SIHA ini
sering kali eror dan sulit untuk menginput bila data yang diisi oleh petugas kurang
lengkap, sehingga dampaknya laporan yang dibuat belum sesuai stndar yang
ditetapkan. Hasil penelitian ini menjadi tantangan bahwa pencatatan dan pelaporan
SIHA khususnya skrining HIV harus menjadi perhatian khusus untuk dilakukan
pembinaan dan monitoring evaluasi.
Dalam program PPIA terdapat pencatatan dan pelaporan secara khusus sesuai pedoman
yaitu sebagai berikut :
Pencatatan Dan Pelaporan
Dalam melakukan pencatatan dan pelaporan, diupayakan untuk menggunakan formulir
yang telah yang telah tersedia. Pencatatan dan pelaporan PPIA dilaksanakan secara
berjenjang ke layanan strata di atasnya. Hasil layanan PPIA pada ibu hamil di unit
pelayanan kesehatan dicatat pada Kartu Ibu dan Kohort Ibu, formulir Registrasi layanan
IMS, formulir registrasi layanan TIPK dan formulir registrasi layanan PPIA.
Pencatatan
1. Pencatatan di Tingkat Puskesmas :
a. Hasil pelayanan antenatal terpadu termasuk HIV di catat di kartu ibu.
b. Formulir registrasi layanan TIPK di isi oleh pemberi layanan
c. Formulir resitrasi layanan IMS diisi oleh pemberi layanan
d. Formulir registrasi layanan PPIA hanya diisi bila ibu hamil positif HIV.
Pengelola IMS/petugas yang di tunjuk akan mengisi formulir registrasi layanan PPIA
dengan memindahkan data hasil pelayanan dari kartu ibu. Data layanan bayi yang
Universitas Indonesia
lahir dari ibu HIV di formulir registrasi layanan PPIA diisi oleh petugas pemberi
layanan (RS /Puskesmas)
2. Pencatatan di Tingkat Rumah Sakit
a. Hasil pelayanan antenatal di catat rekam medis.
b. formulir registrasi layanan TIPK diisi oleh pemberi layanan
c. Formulir registrasi IMS diisi oleh pemberi layanan
d. Formulir registrasi PPIA hanya diisi bila ibu hamil positif HIV.
Pengelola PPIA/ petugas yang ditunjuk akan mengisi formulir registrasi layanan
PPIA dengan memindahkan data hasil pelayanan dari rekam medis ibu. Data layanan
bayi yang lahir dari ibu HIV di formulir registrasi layanan PPIA diisi oleh petugas
pemberi layanan
3. Pencatatan di fasilitas pelayanan kesehatan mandiri di sesuaikan dengan strata
fasyankes tersebut (RS/Puskesmas)
Pelaporan
1. Pelaporan Tingkat Puskesmas
a. Bidan/petugas KIA di polindes/poskesdes, pustu/kelurahan dan bidan praktek
mandiri /klinik swasta akan melaporkan hasil pelayanan antenatal terpadu ke
bidan koordinator Puskesmas . Bidan koordinator Puskesmas akan
merekapitulasi data dan melaporkan hasil pelayanan ANC terpadu melalui
format yang tersedia (F1-F6) . Bidan koordinator akan berbagi data dengan
Pengelola program IMS/P2/Petugas yang ditunjuk
b. Pengelola program IMS/P2/Petugas yang ditunjuk akan merekapitulasi data
layanan HIV dan sifilis pada ibu hamil yang berasal dari formulir registrasi
layanan IMS, formulir regitrasi layanan TIPK, formulir registrasi layanan PPIA
dan melakukan input data ke dalam format pelaporan yang sudah tersedia
/aplikasi SIHA (Sistem Informasi HIV dan AIDS)
2. Pelaporan Tingkat Kabupaten/Kota:
a. Pengelola program IMS/P2/Petugas yang ditunjuk akan merekapitulas data
layanan HIV dan Sifilis pada ibu hamil dari fasyankes di seluruh wilayah
kabupaten/kota dan melakukan input data ke dalam format pelaporan yang sudah
tersedia/aplikasi SIHA dan membagi data dengan pengelola KIA.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Indikator Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke anak yang harus dilaporkan
adalah sebagai berikut:
1. % ibu hamil yang datang ke pelayanan antenatal (K1)
2. % ibu hamil dengan riwayat tes HIV positif
3. % ibu hamil yang ditawarkan tes HIV
4. % ibu hamil dilakukan tes HIV
5. % ibu hamil dengan hasil tes HIV positif
6. % ibu hamil dengan hasil tes HIV positif mendapatkan ART
7. % ibu HIV bersalin secara pervaginam
8. % ibu HIV bersalin secara per abdominam
9. % bayi yang diberikan ARV profilaksis
10. % bayi yang diberikan kotrimoksasol profilaksis
11. % pasangan ibu hamil dengan HIV positif yang dites HIV
12. % bayi dengan HIV Positif (PCR)
13. % anak dengan HIV positif (18 bulan)
(kemenkes RI, 2015).
Bila dikaitkan dengan hasil penelitian skrining HIV ibu hamil di Kota Cimahi,
pencatatan dan pelaporan dalam program PPIA harus dilaksanakan sesuai dengan
pedoman tersebut diatas dimana hasil layanan PPIA pada ibu hamil di unit pelayanan
kesehatan dicatat pada Kartu Ibu dan Kohort Ibu, formulir Registrasi layanan IMS,
formulir registrasi layanan TIPK dan formulir registrasi layanan PPIA, akan tetapi
berdasarkan pengamatan dari kartu ibu yang dilihat di Puskesmas pada saat penelitian
sebagian besar belum mencatat secara lengkap dalam kartu ibu hasil pelayanan PPIA
dan belum semua ibu hamil ada dalam kohort ibu hal ini dikarenakan banyaknya
pencatatan dan pelaporan yang harus diisi oleh petugas dan keterbatasan SDM, sehingga
pencatatan dan pelaporan tidak dibuat secara lengkap dan berdampak tidak terjaringnya
ibu hamil yang sudah di skrining maupun yang belum di skrining HIV.
Berdasarkan hasil penelitian Nurul Ariningtyas yang berjudul tentang Evaluasi
Pelayanan pencegahan penularan HIV dari Ibu ke Anak pada ante natal care di
puskesmas di Kota Yogyakarta didapatkan bahwa adanya kendala pelayanan dari
sumber daya manusia yang terampil dalam melaksanakan pelayanan program PPIA,
Universitas Indonesia
tumpang tindih Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam pelayanan program PPIA
dan kekhawatiran serta keterbatasan reagen untuk uji laboratorium HIV/AIDS
(Ariningtyas, 2015). Sejalan dengan penelitian ini bahwa kendala pelayanan dari
sumber daya manusia yang terampil dalam melaksanakan pelayanan program PPIA,
dalam hal ini adalah pencatatan dan pelaporan.
6.2.2.3.Kewenangan
Pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan
dengan baik. Kewenangan merupakan otoritas bagi para pelaksanaan dalam
melaksanakan kebijakan yang ditetapkan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar Puskesmas dalam kewenangan
implementasi skrining HIV pada bumil ini disesuaikan dengan tupoksi yang tertuang
dalam kebijakan kepala Puskesmas. Sedangkan untuk lintas sektor atau organisasi di
Kota Cimahi meskipun belum punya tim khusus untuk program PPIA, tetapi ada LSM
yang mendukung program HIV yaitu Komite Penaggulangan AIDS di Kota Cimahi
untuk tingkat kota dan Warga Peduli AIDS (WPA) untuk di kecamatan dan kelurahan
yang sudah bekerjasama dengan Dinas Kesehatan untuk program HIV yang
didalamnya termasuk pelaksanaan skrining HIV pada ibu hamil dan mereka
mempunyai SK khusus untuk kewenangannya.
6.2.2.4.Fasilitas
Sarana prasarana dalam sumber daya adalah semua fasilitas yang diperlukan untuk
mendukung keberhasilan. Implementasi kebijakan seperti gedung, tanah, peralatan
yang layak. Sarana prasarana menjadi faktor penting dalam implementasi, karena tanpa
adanya sarana dan prasarana meskipun memiliki staf/SDM yang kompeten dan cukup
maka implementasi tidak akan berhasil.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar puskesmas memiliki fasilitas
yang memadai. Namun untuk ketersediaan reagen pernah datang terlambat yaitu
reagennya kosong untuk beberapa bulan sehingga dalam beberapa bulan ibu hamil
yang periksa kehamilannya ke puskesmas tidak di skrining HIV, hal ini menjadi
pengaruh pada capaian skrining HIV pada ibu hamil. Sedangkan untuk ruang konseling
sebagian besar Puskesmas mempunyai ruangan khusus konseling.
Universitas Indonesia
6.2.3 Implementasi skrining HIV pada ibu hamil dilihat dari aspek Disposisi
Disposisi merupakan faktor penting dalam pendekatan suatu kebijakan publik Jika
pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif maka pelaksana kebijakan tidak hanya harus
mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk
melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi kekeliruan.hal penting yang
perlu dicermati dalam variabel disposisi adalah sikap dan insentif
Sikap para pelaksana kebijakan akan menjadi hambatan nyata terhadap implementasi
ksrining hiv apabila pelaksana yang ada tidak memiliki persepsi dan sikap yang sama
dengan pembuat kebijakan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa semua pimpinan mengatakan para pelaksana sudah
memiliki sikap yang baik terhadap implementasi skrining hiv pada ibu hamil ini,
menurut para pelaksana kebijakan tersebut memiliki manfaat yang besar, sikap para
pelaksana dalam hal ini puskesmas sangat antusias dalam menerima pelakasanaan
skrining hiv, dapat dilihat peneliti melalui telaah dokumen dimana jumlah kunjungan
meningkat pada tahun 2017
6.2.3.2 Insentif
Menururt Edward III, insentif adalah salah satu tehnik untuk mengatasi masalah
kecenderungan sikap para pelaksana . melalui menambah keuntungan atau biaya
tertentu akan menjadi faktor yang mempengaruhi seseorang dalam bersikap.
Hasil penelitian menunjukan bahwa para pelaksana skrining puskesmas tidak
mendapatkan insentif khusus hal ini dikarenakan sudah masuk ke dalam tupoksi dan
para pelaksana sudah mendapatkan jaspel
Berdasarkan hasil penelitian Freya J.L Fowkes et al yang berjudul “chieving
development goals for HIV. Tuberculosis and Malaria in sub Saharan Africa through
integrated antenatal care : barriers and callengers. Hasil penelitian menunjukan bahwa
Universitas Indonesia
6.2.4.1 SOP
SOP adalah petunjuk bagi pegawai untuk melaksanakan pekerjaan sesuatu dengan
standar yang telah ditetapkan (Hartatik,I.P, 2014). Ketersediaan pedoman atau petunjuk
teknis sangat diperlukan dalam implementasi skrining HIV pada ibu hamil, karena
pedoman ini merupakan perkembangan dari peraturan yang ada dalam hal ini
Permenkes No 51 tahun 2013 tentang Pedoman Pencegahan Penulatan HIV dari ibu ke
anak. pedoman yang lengkap akan membantu para pelaksana lebih mudah dan jelas
dalam melaksanakan implementasi.
Universitas Indonesia
6.2.4.2 Fraghmentasi
Universitas Indonesia
Bila dikaitkan dengan penelitian ini, sesuai rencana aksi nasional tersebut diatas,
maka perlu meningkatkan koordinasi LP/LS termasuk LSM dalam pelaksanaan
pelayanan PPIA, hal ini dikarenakan implementasi skrining HIV pada ibu hamil
belum maksimal, sehingga perlu adanya kerjasama baik lintas sektor maupun LSM.
Universitas Indonesia
Upaya untuk mencegah teradinya penularan HIV dari ibu ke bayi-anak dilaksanakan
secara komprehensif melalui 4 komponen (prong). Diamana dalam skrining HIV ibu
hamil ini termasuk dalam prong ke 3 yaitu
Program Prong 3 adalah Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi
Tujuan:
• Mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi
• Perawatan Pencegahan HIV pada bayi
• Merencanakan persalinan yang aman
Kegiatannya antara lain:
• Membentuk tim
Universitas Indonesia
Sedangkan untuk Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam program PPIA ini
diantaranya adalah sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Bila dikaitkan dengan penelitian ini, sebagian besar Puskesmas belum mempunyai SOP
VCT tersebut diatas, dari 13 Puskesmas baru 1 Puskesmas yang mengunakan SOP
VCT, hal ini dikarenakan belum tersosialisasinya SOP dalam program PPIA sehingga
implementasi skrining HIV belum dilaksanakan sesuai standar.
Universitas Indonesia
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
1. Implementasi skrining HIV pada ibu hamil di Kota Cimahi dilihat dari aspek
Komunikasi
a. Informasi skrining HIV ibu hamil sudah disosialisasikan melalui pertemuan,
penyuluhan, lokmin kader, kelas ibu hamil dan konseling pada ibu hamil,
meskipun informasi belum semua tersampaikan hal ini dikarenakan keterbatasan
waktu dan SDM sehingga implementasi belum dilaksanakan sesuai standar
pedoman PPIA
b. Kebijakan skrining HIV disampaikan sesuai dengan permenkes 43 tahun 2016
dan kebijakan Kota Cimahi (Raperda HIV) masih dalam proses, hal ini
dikarenakan proses pembuatan raperda melalui beberapa tahapan dan rapat
dewan sehingga dampaknya belum semua fasilitas kesehatan melaksanakan
skrining HIV pada ibu hamil.
2. Implementasi skrining HIV pada ibu hamil di Kota Cimahi dilihat dari aspek sumber
daya
a. Sumber daya manusia dalam implementasi skrining HIV masih kurang,
terutama petugas laboratorium sehingga dalam pemeriksaan laboratorium pada
ibu hamil dibatasi waktu pelayanannya sampai jam 10.00 wib hal ini
menyebabkan ibu hamil tidak diskrining HIV dan cakupan layanan HIV bumil
tidak mencapai target.
b. Petugas yang dilatih PPIA dan SIHA masih sebagian kecil, hal ini dikarenakan
keterbatasan anggaran dan SDM buat pelatihan sehingga implementasi belum
sesuai standar pedoman PPIA
c. Informasi data diperoleh dari pencatatan dan pelaporan dengan menggunakan
sistem SIHA, hambatan dalam RR ini adalah sering eror sistemnya dan petugas
86
Universitas Indonesia
yang tidak mengisi formlir dengan lengkap dapat mengakibatkan data tidak bisa
diinput dan pelaporan menjadi terhambat
d. Fasilitas yang tersedia sudah memadai, baik reagen maupun tempat konseling
akan tetapi reagen pernah datang terlambat sehingga bumil tidak di skrining,
untuk media informasi masih kurang sedangkan untuk akses pelayanan
kesehatan sudah terjangkau meskipun belum semua faskes melayani skrining
HIV pada bumil sehingga ibu hamil yang di skrining HIV belum mencapai
target.
3. Implementasi skrining HIV pada ibu hamil di Kota Cimahi dilihat dari aspek
disposisi
a. Sikap para pelaksana dalam implementasi mempunyai komitmen yang cukup
baik, terbukti dengan adanya peningkatan cakupan dari tahun 2016 sebesar
12,54% menjadi 21,27% pada tahun 2017 meskipun petugas laboratorium masih
membatasi waktu pemerikasaan sehingga perlu ada komitmen untuk waktu
pelayanan.
b. Belum semua Bidan Praktek mandiri mendapat sosialisasi program PPIA hal ini
dikarenakan BPM yang diundang saat sosialisasi tidak hadir sehingga hanya
sebagian kecil saja BPM yang merujuk ibu hamil untuk skrining HIV ke
Puskesmas, hal ini menyebakan cakupan skrining HIV belum mencapai target.
4. Implementasi skrining HIV pada ibu hamil di Kota Cimahi dilihat dari aspek
struktur birokrasi
a. Standar operaisonal prosedur (SOP) sebagian besar belum mempunyai SOP
skiring HIV akan tetapi masih memakai SOP ANC dan baru 1 Puskesmas yang
sudah ada SOP skrining HIV bumil sehingga hal ini menyebabkan
implementasi skrining HIV pada ibu hamil belum sesuai standar
b. Pembagian kerja dan tanggung dalam implementasi ini disesuaikan dengan
tupoksi dan wewenang yang dibuat oleh kepala puskesmas.
7.2 Saran
1. Dinas Kesehatan
a. Perlu peningkatan koordinasi, pengawasan dan evaluasi serta dukungan
pimpinan baik kepala puskesmas maupun dinas kesehatan dalam pelaksanaan
Universitas Indonesia
program Penularan HIV AIDS dari Ibu ke Anak (PPIA) khususnya skrining HIV
ibu hamil pada rumah sakit, Puskesmas, Bidan praktek mandiri melalui Ikatan
Bidan Indonesia (IBI) dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA)
b. Meningkatkan sosilaisasi tentang pentingnya skrining HIV ibu hamil dan
kebijakan-kebijakan PPIA pada BPM, kader kesehatan, lintas sektor dan
Fasilitas kesehatan di Kota Cimahi melalui pertemuan-pertemuan khusus
program PPIA dan perlu peningkatan media cetak dan elektronik sesuai dengan
pedoman PPIA
c. Perlu peningkatan pelatihan PPIA, SIHA dan konselor bagi petugas kesehatan
baik di Puskesmas, BPM dan faskes.
2. Puskesmas
a. Perlu peningkatan komitmen petugas laboratorium untuk waktu pelayanan
skrining HIV sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan baik oleh
puskesmas maupun peraturan daerah.
b. Mengoptimalkan pelaksanaan pendataan, pemetaan ibu hamil, pengisian kartu
ibu hamil, kohort ibu hamil, sehingga ibu hamil semua terdata dan dapat
dipantau baik yang periksa ke puskesmas maupun luar puskesmas sehingga ibu
hamil yang belum mendapatkan pelayanan skrining HIV perlu dilakukan
kunjungan rumah pada ibu hamil.
c. Perlu adanya alur pelayanan PPIA dan SOP di Puskesmas sesuai pedoman,
sehingga implementasi skrining HIV ibu hamil dapat dilaksanakan sesuai
standar.
3. Peneliti lain
Melakukan penelitian lebih lanjut terkait implementasi skrining HIV pada ibu hamil
ke BPM, KPA, Petugas Laboratorium, Rumah Sakit dan fasilitas Kesehatan lainnya.
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Indonesia
Kemenkes RI. (2015). Pedoman Pelaksanaan Pencegahan Penularan HIV dan Sifilis
dari Ibu ke Anak bagi Tenaga kesehatan
Kemenkes RI, (2016) Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia, Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI 2017
Kemenkes RI, (2016) Laporan Perkemabangan HIV/AIDS dan Penyakit Infeksi
Menular Seksual (PIMS) Triwulan IV Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
Kemenkes RI, (2016) Peraturan Menteri Kesehatan RI no 43 Tentang Standar
Pelayanan Minimal tahun 2016. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Martha, E., & Kresno, S. (2016). Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Bidang
Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mulyati, S. (2012). Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Pada Perilaku Ibu Hamil
Trimester 2 dan 3 Dalam Pemeriksaan HIV di Empat Puskesmas Kota
Pontianak Tahun 2012
Nugrahaeni, D.K, Mauliku, N.E. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Cimahi:
Stikes Jenderal A.Yani
Rikesdas. (2010). Laporan Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
Rusli, B (2013). Kebijakan Publik. Jakarta
Sulaeman, E.S. (2009). Manajemen Kesehatan. Teori dan Praktik di Puskesmas. Gadjah
Mada University, Yogyakarta
Sugiharti, lestary. H (2016). kebijakan pemerintah daerah di Provinsi Jawa Barat dalam
Implementasi layanan pencegahan Penularan HIV-AIDS dari Ibu ke Anak
(PPIA). Jakarta
Wahab, S. A. (2008). Analisis Kebijakan Dari Formuliasi ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara (Kedua). Jakarta: PT Bumi Aksara.
Winarno, B. (2012). kebijakan publik .Teori, Proses dan studi kasus. Yogyakarta: center
for Academik Publishing Service (CAPS).
Yuriati P, dkk. (2016). Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Prevention Of Mother To
ChildTransmission (PMTCT) Pada Ibu Hamil di Kota TAnjung Pinang
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Ibu terpilih menjadi informan dalam penelitian ini, dikarenakan ibu memenuhi
karakteristik dalam penelitian ini yaitu ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya di
Puskesmas yang terpilih menjadi tempat penelitian kami.
Saya mohon keikutsertaan Ibu dalam kegiatan ini. Keikutsertaan dalam penelitian
ini bersifat sukarela. Bila ibu bersedia, dengan demikian saya akan menanyakan
pertanyaan meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah anak, status pemeriksaan dan
wawancara mendalam mengenai pertanyaan tentang pelaksanaan skrining HIV AIDS
pada Ibu Hamil di Kota Cimahi Tahun 2018.
Total waktu yang diperlukan sekitar 30 menit. Ibu memiliki hak untuk mengikuti
atau menolak ikut serta dalam kegiatan ini, dan bila Ibu memutuskan untuk ikut, Ibu
bebas memilih mengundurkan diri setiap saat. Jawaban yang lengkap dan jujur akan
sangat membantu peneliti. Tidak ada bahaya resiko dalam penelitian ini, karena ibu
hanya menjawab pertanyaan yang telah kami tanyakan. Dalam penelitian ini seluruh
identitas dan jawaban yang Ibu berikan akan dijamin kerahasiaannya sesuai
dengan aspek etika penelitian, yaitu nama dan alamat ibu tidak akan dicantumkan
hanya dibuat dalam bentuk kode, serta jawaban yang ibu berikan akan dijamin
kerahasiannya. Sebagai kompensasi terhadap waktu yang telah Ibu berikan, saya akan
memberikan souvenir kepada Ibu berupa tas dan handuk.
Ibu berhak untuk menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini apabila
memang kurang jelas. Ibu dapat menghubungi Nomor Handphone :083820465498
(Masyrifah Susiyanti). Demikian hal ini saya sampaikan, atas perhatian dan kerja sama
Ibu saya ucapkan terima kasih.
Informan Peneliti
(.........................) (...............................)
Saksi
(.................................)
Bapak/Ibu terpilih menjadi informan dalam penelitian ini, dikarenakan ibu memenuhi
karakteristik dalam penelitian ini salah satunya diantaranya :
a. Bidan pengelola KIA puskesmas
b. Kepala Puskesmas
c. Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Kota Cimahi.
d. Kepala Dinas Kesehatan Kota Cimahi.
Yang terpilih menjadi tempat penelitian kami.
Saya mohon keikutsertaan Ibu dalam kegiatan ini. Keikutsertaan dalam penelitian ini
bersifat sukarela. Bila ibu bersedia, dengan demikian saya akan menanyakan pertanyaan
meliputi pendidikan, jabatan, unit kerja. Untuk informan bidan akan dilakukan Diskusi Grup
Terarah/ Fokus Group Diskusi dan Kepala Puskesmas, Kepala Bidang P2P, Kepala Dinas
Kesehatan akan dilakukan wawancara mendalam.
Keikutsertaan dalam penelitian ini bersifat sukarela. Bila ibu bersedia, dengan demikian
saya akan menanyakan pertanyaan meliputi status bidan, pendidikan,masa kerja,pelatihan
tentang pemeriksaan skrining HIV, kelengkapan fasilitas. Selain itu saya akan melakukan
wawancara mengenai hal-hal yang berkenaan dengan pelaksanaan skrining HIV di Kota
Cimahi, sehingga ketersedian waktu Ibu sangat diharapkan.
Total waktu yang diperlukan lebih kurang 60 menit (1 jam).
Bapak/ Ibu memiliki hak untuk mengikuti atau menolak ikut serta dalam kegiatan ini,
dan bila Ibu memutuskan untuk ikut, Ibu bebas memilih mengundurkan diri setiap saat. Jawaban
yang lengkap dan jujur akan sangat membantu peneliti. Tidak ada bahaya resiko dalam
penelitian ini, karena ibu hanya menjawab pertanyaan dari wawancara yang berkenaan dengan
pelaksanaan skrining HIV. Dalam penelitian ini seluruh data dan jawaban yang Bapak/Ibu
berikan akan dijamin kerahasiaannya sesuai dengan aspek etika penelitian, yaitu nama
dan alamat ibu tidak akan dicantumkan hanya dibuat dalam bentuk kode serta jawaban
yang ibu berikan akan dijamin kerahasiannya. Sebagai kompensasi terhadap waktu yang
telah Bapak/Ibu berikan, saya akan memberikan souvenir kepada Bapak/Ibu berupa tas dan
batik
Bapak/Ibu berhak untuk menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini apabila
memang kurang jelas. Ibu dapat menghubungi Nomor Handphone :083820465498 (Masyrifah
Susiyanti). Demikian hal ini saya sampaikan, atas perhatian dan kerja sama Ibu saya ucapkan
terima kasih.
(.........................) (...............................)
Saksi
(.................................)
Konsistensi Sebagian besar Informasi Informasi yang Sebagian besar informasi Update SIHA ada Sesuai modul dan belum
didapatkan tentang HIV disampaikan tidak berubah-rubah akan Kalau program ada tahun update
secara umun dan sesuai sebagian besar tetapi ada perubahan di 2017 dan target GF tidak
buku panduan tidak paham yaitu target 100%
berubah dan belum ada tentang Update modul belum ada
update akan tetapi ada 1 kesehatan ibu perubahan dan disampaikan
orang mengatakan belum hamil, tentang Informasi yang diberikan
disampaikan sesuai HIV bayi yang sesuai panduan atau modul
panduan karena HIV seumur dari kemenkes
memerlukan waktu yang hidup dan ibu
lama dan informasi khusus bisa diobati dan
diberikan pada bumil yang harus lahir di
HIV (+) RS
Fasilitas Ketersediaan layanan di Ada timbangan, Ketersedian layanan cukup Reagen tersedia cukup dari Reagen cukup dan disediakan
puskesmas di ruang KIA , alat denger banyak dan akses mudah anggaran APBD Kota dan dari APBD, APBN
reagen yang tersedia cukup jantung bayi, dijangkau, reagen cukup APBN sesuai sasaran bumil,
akan tetapi pernah datang tensi, test HIV, akan tetapi sebagian besar Fasilitas pendukung labnya
terlambat selama 2 bulan alatnya bagus, mengatakan ada yang sudah bagus semua, media
sehingga bumil tidak di pengen ada mendekati tanggal informasi belum ada dan
skrining, media informasi USG dan 1 kadaluarsa dan sempat habis belum dianggarkan
belum ada dan sebagian bumil ga tau sekitar 2 bulan reagen Akses pelayanan banyak dan
kecil membuat leaflet ada apa aja datang terlambat sehingga mudah dijangkau akan tetapi
sendiri di fotocopi, fasilitas bumil tidak di skrining HIV. belum semua faskes
ruangan khusus konseling puskesmas Fasilitas pendukung lainnya melaksanakan skrining RS
sebagian besar ada, 1 PKM ruangan untuk konseling di baru 2 dari 5, BPM baru
suka menggunakan ruang poli KIA dan fasilitas sebagian kecil
kapus laboratorium cukup baik
dan 1 puskesmas
mempunyai poli khusus
HIV
Struktur birokrasi
SOP : SOP sudah ada semua akan - SOP yang digunakan Gak ada SOP khusus dari dinas SOP dinas ada di dinas dibuat
tetapi masih SOP ANC sebagian besar dan ada evaluasi secara oleh bidang dan sesuai dan
yang dibuat oleh masing- menggunakan SOP ANC keseluruhan puskesmas di buat oleh
masing Puskesmas sesuai dan 1 Puskesmas ada SOP puskesmas
dengan kebijakan skrining HIVdan sebagian Dan belum di evaluasi untuk
puskesmas masing-masing besar sudah dilakukan SOP
monev
LAMPIRAN II
A. PETUNJUK UMUM
• Mengucapkan terima kasih pada para peserta atas kehadirannya pada
diskusi ini. Kehadiran mereka merupakan hal yang sangat penting.
• Menjelaskan tentang maksud dan tujuan diskusi.
B. PETUNJUK FGD
1. Diskusi dipimpin oleh seorang fasilitator dan seorang notulen.
2. Peserta bebas untuk menyampaikan pendapat, pengalaman, saran dan
komentar.
3. Pendapat, pengalaman, saran dan komentar peserta sangat bernilai.
4. Jawaban tidak ada yang benar atau salah, karena diskusi ini untuk
kepentingan penelitian dan tidak ada penilaian.
5. Peserta bebas untuk menyatakan beda pendapat dengan peserta lain.
6. Semua pendapat, pengalaman, saran dan komentar akan dijamin
kerahasiaannya
7. Diskusi ini akan direkam pada tape recorder dan kamera video, untuk
membantu ingatan pencatat.
Lokasi : ……………………………………………………
Notulen : ………………………………….
PERTANYAAN
1. Komunikasi
1) Bagaimana pelaksanaan skrining HIV/AIDS pada ibu hamil di
Puskesmas tempat anda bekerja?
Probing :
Ada jadwal?Dilaksanakan? dtawarkan kepada ibu hamil?tercapai
target?berapa persen?bagaimana dengan BPM?kasus bumil HIV?
2) Bagaimana sosisalisasi pelaksanaan skrining HIV pada ibu hamil
di Kota Cimahi khususnya di Puskesmas masing-masing?
Probing :
Dalam bentuk apa sosialisasi? Kepada siapa saja? Memakai
leaflet?
3) Bagaimana Kendala dan hambatan dalam pelaksanaan skrining
HIV AIDS di Puskesmas?
a. Transmisi
4) Bagaimana informasi tentang skrining HIV disampaikan ke ibu
hamil?
Probing :
Sesuai VCT?memaksa ibu hamil? Ditawarkan?
b. Kejelasan
Bagaimana saudara paham tentang skrining HIV disampaikan
ke ibu hamil?
Probing :
Dari sosialisasi?pelatihan? Ada kebijakan dari dinas dan
puskesmas?
5) Bagaimana kebijakan tentang skrining HIV AIDS di Kota
Cimahi?
Probing :
Ada aturan khusus? Ada kebijakan khusus dari
Dinas/Puskesmas?diterapkan atau tidak?
c. Konsistensi
6) Bagaimana informasi skrining HIV pada ibu hamil yang
disampaikan?
Probing :
Informasinya berubah-rubah atau tidak? Sesuai dengan buku
panduan atau juknis?
2. Sumber Daya
a. Staf/SDM
7) Bagaimana pembagian tugas bagi petugas puskesmas dalam
pelaksanaan skrining HIV pada ibu hamil di Kota Cimahi?
Probing :
Semua bidan yang ada di puskesmas memberikan pelayanan
skrining HIV?ada jadwal pemeriksaan? Berapa yang sudah
pelatihan PPIA?
b. Informasi
8) Bagaimana informasi/ konseling yang petugas berikan kepada
ibu hamil untuk melakukan skrining?
Probing :
Memaksa?ditawarkan?menggunakan leaflet? ada kesulitan?
9) Bagaimana denang pencatatan dan pelaporan skrining HIV ini?
Probing :
Bagaimana sistimnya? BPM?RS?ada hambatan?ada pembinaan
dan evaluasi?
c. Wewenang
10) Bagaimana peran/wewenang petugas puskesmas dalam
pelaksanaan skrining HIV?
Probing :
Petugas laboratorium? Bidan Puskesmas? Dokter? Perawat?ada
kesulitan pembagian tugas?
d. Fasilitas
11) Bagaimana persediaan reagen untuk pemeriksaan HIV untuk
ibu hamil?
Probing :
‐ Bagaimana kelengkapannya?
‐ Bagaimana kondisi sarana, prasarana dan alat?
‐ Bagaimana kecukupannya?
12) Bagaimana fasilitas pendukung untuk skrining HIV?
Probing :
‐ Apakah ada tempat khusus untuk konseling?VCT?ada ruang
pemeriksaan khusus untuk skrining?
3. Disposisi
a. Sikap Para pelaksana
13) Bagaimana menurut bidan dengan sistim yang sudah ada
dalam pelaksanaan skrining HIV? Bagaimana kerjasama
dengan pelaksana skrining HIV bumil?
Probing :
ada hambatan dari sikap pelaksana?
14) Bagaimana dukungan ibu hamil dalam skrining HIV?
Probing :
Bila ditawarkan menolak? Selalu ada alasan? Selalu mau
diskrining? Ada hambatan?
15) Bagaimana dukungan keluarga ibu hamil dalam pemeriksaan
ibu hamil?
Probing :
Setuju di skrining? Ada diantar keluarga?
b. Insentif
16) Bagaimana jasa pelayanan bagi petugas yang mengerjakan
skrining HIV pada bumil?
Probing :
Ada insentif khusus? Pembagiannya sesuai?
17) Bagaimana kendala dalam pembagian jasa pelayanan ini?
4. Struktur Birokrasi
a. SOP
18) Bagaimana SOP dalam implementasi skrining HIV pada
bumil?
Probing:
Sudah ada?sudah sesuai? Sudah dilaksanakan?sudah
disosialisasikan?
b. Fragmentasi
19) Bagaimana Tim khusus dalam pelaksanaan Program PPIA?
Probing :
Sudah dibentuk? Sudah sesuai?
20) Bagaimana peran dan fungsinya dalam tanggung jawab
pelaksanaan Program PPIA di Puskesmas?
Pertanyaan Penutup :
Identitas Informan :
1. Nama : ……………………………………………………
2. NIP : ……………………………………………………
3. Pangkat/ Gol. Ruang : ……………………………………………………
4. Jenis Kelamin : ……………………………………………………
5. Pendidikan : ……………………………………………………
6. Jabatan : ……………………………………………………
7. Unit Kerja : ……………………………………………………
PERTANYAAN
1. Komunikasi
1) Bagaimana yang ibu ketahui tentang kondisi implementasi
skrining HIV AIDS pada ibu hamil di Kota Cimahi?
Probing :
Berjalan sesuai program? Apakah menjadi program prioritas?
ada kesulitan?
2) Bagaimana kebijakan pelaksanaan skrining HIV pada ibu hamil
di Kota Cimahi?disosialisasikan?
Probing :
Bagaimana kaitan dengan SPM bidang kesehatan 2017?ada
kebijakan daerah?provinsi?nasional?
3) Bagaimana Kendala dan hambatan dalam proses kebijakan
pelaksanaan skrining HIV AIDS di Kota Cimahi?
1
a. Transmisi
4) Bagaimana ibu dapat mengetahui tentang program PPIA
khususnya skrining HIV pada bumil ini?
Probing :
Darimana/dari siapa informasi didapat? Kapan mendapat
sosialisasi? Dalam bentuk apa informasi didapat? (rapat/seminar)
sejauhmana sosialisasi yang diterima/didapat?pentingnya skrining
HIV?seberapa besar dampak HIV dari ibu ke janin?
5) Bagaimana proses penyaluran informasi mengenai kebijakan
program PPIA khususnya skrining HIV ibu hamil kepada para
pelaksana kebijakan?
Probing :
Sudahkah melakukan sosialisasi atau penyampaian informasi program
kepada pihak-pihak yang terkait/steak holder dan penerima sasaran
program skrining HIV bumil?
b. Kejelasan
6) Bagaimana cara mengetahui bahwa informasi tentang skrining
HIV di Kota Cimahi ini diterima pelaksana sesuai dengan tujuan
implementasi skirning HIV?
Probing :
Adakah regulasi yang mengatur tentang ibu hamil wajib
dilakukan skrining HIV dalam layanan ANC?
c. Konsistensi
7) Bagaimana konsistensi informasi yang diberikan?
Probing :
Apakah tidak berubah-rubah? Konsisten dengan buku
pedoman/modul atau juknis pelaksanaan skrining HIV?
2. Sumber Daya
a. Staf/SDM
8) Bagaimana sumber daya manusia yang mendukung implementasi
skrining HIV pada ibu hamil di Kota Cimahi?
Probing :
SDM yang terlibat program ini berapa? Petugasnya sudah
cukup? Petugas sudah dilatih? Bidang apa saja yang terlibat
program ini?
9) Bagaimana mekanisme pencatatan dan pelaporan skrinig HIV
ibu hamil?siapa yang bertanggungjawab?
Probing :
Dari Puskesmas, BPM, dinas,RS, Provinsi, Pusat,
dievaluasi?ada pembinaaan?
b. Informasi
10) Bagaimana ibu memperoleh informasi tentang skrinig HIV
ibu hamil?
c. Wewenang
11) Bagaimana kewenangan dan peran petugas Dinas dan
Puskesmas untuk bekerja dilapangan dalam pelaksanaan
skrining HIV?
Probing :
Ada aturan khusus? Ada SK?
d. Fasilitas
12) Bagaimana persediaan reagen untuk pemeriksaan HIV untuk
ibu hamil? Bagaimana fasilitas pendukung lainnya untuk
skrining ini?
Probing :
tersedia sesuai jumlah ibu hamil?anggarannya darimana?apa
saja fasilitasnya?
3. Disposisi
a. Sikap Para pelaksana
13) Bagaimana menurut ibu dengan sikap atau komitmen yang
sudah ada dalam pelaksanaan skrining HIV?
Probing:
Bagaimana sikap (komitmen) lembaga atau instansi
pemerintah daerah?ada hambatan?apa saja?
b. Insentif/Dana
14) Bagaimana jasa pelayanan bagi petugas yang mengerjakan
skrining HIV pada bumil?
Probing :
Dapat insentif khusus? Sama semua?kendala pembagian jasa?
15) Bagaimana sumber keuangan (anggaran dana) untuk
implementasi skrining HIV bumil ini?
Probing :
Ada dana khusus? Dari mana?(APBD/APBN),
4. Struktur Birokrasi
a. SOP
16) Bagaimana ketersediaan SOP dalam implementasi skrining
HIV pada bumil?
Probing:
Sudah ada?sudah sesuai? Sudah disosialisasikan? apakah ada
pengawasan dan evaluasi?
b. Fragmentasi
Pertanyaan Penutup :
LAMPIRAN III
I. PETUNJUK UMUM
1. Mengucapkan terima kasih pada para informan atas
kesediaannya pada wawancara ini. Kesediaan mereka
merupakan hal yang sangat penting
2. Jelaskan tentang maksud dan tujuan wawancara
II. PETUNJUK WAWANCARA MENDALAM
1. Wawancara dilakukan oleh seorang pewawancara
2. Informan bebas untuk menyampaikan pendapat, pengalaman,
saran dan komentar
3. Pendapat, pengalaman, saran dan komentar peserta sangat
bernilai
4. Jawaban tidak ada yang benar atau salah, karena wawancara ini
untuk kepentingan penelitian dan tidak ada penilaian
5. Semua pendapat, pengalaman, saran dan komentar akan
dijamin kerahasiaannya
6. Diskusi ini akan direkam pada tipe rcorder dan kamera video,
untuk membantu ingatan pewawancara
III. PETUNJUK WAWANCARA
1. Perkenalan dari pewawancara
2. Perkenalan dari informan dengan menyebutkan nama, umur,
pendidikan , pekerjaan, dan lain-lain
1
Identitas Informan :
1. Nama : ……………………………………………………
2. NIP : ……………………………………………………
3. Pangkat/ Gol. Ruang : ……………………………………………………
4. Jenis Kelamin : ……………………………………………………
5. Pendidikan : ……………………………………………………
6. Jabatan : ……………………………………………………
7. Unit Kerja : ……………………………………………………
PERTANYAAN
1. Komunikasi
1) Bagaimana yang ibu ketahui tentang kondisi implementasi
skrining HIV AIDS pada ibu hamil di Kota Cimahi?
Probing :
Berjalan sesuai program? program prioritas? ada kesulitan?
2) Bagaimana kebijakan pelaksanaan skrining HIV pada ibu hamil
di Kota Cimahi?
Probing :
Bagaimana kaitan dengan SPM bidang kesehatan 2017? Ada
kebijakan daerah?provinsi?nasional? disosialisasikan?
3) Bagaimana Kendala dan hambatan dalam proses kebijakan
pelaksanaan skrining HIV AIDS di Kota Cimahi
a. Transmisi
4) Bagaimana ibu dapat mengetahui tentang program PPIA
khususnya skrining HIV pada bumil ini?
Probing :
Darimana/dari siapa informasi didapat? Kapan mendapat
sosialisasi? Dalam bentuk apa informasi didapat? (rapat/seminar)
sejauhmana sosialisasi yang diterima/didapat?pentingnya skrining
HIV?seberapa besar dampak HIV dari ibu ke janin?
5) Bagaimana proses penyaluran informasi mengenai kebijakan
program PPIA khususnya skrining HIV ibu hamil kepada para
pelaksana kebijakan?
Probing :
Sudahkah melakukan sosialisasi atau penyampaian informasi program
kepada pihak-pihak yang terkait/steak holder dan penerima sasaran
program skrining HIV bumil?
b. Kejelasan
6) Bagaimana cara mengetahui bahwa informasi tentang skrining
HIV di Kota Cimahi ini diterima pelaksana sesuai dengan tujuan
implementasi skirning HIV?
Probing :
Adakah regulasi yang mengatur tentang ibu hamil wajib
dilakukan skrining HIV dalam layanan ANC?
c. Konsistensi
7) Bagaimana konsistensi informasi yang diberikan?
Probing :
Apakah tidak berubah-rubah? Konsisten dengan buku
pedoman/modul atau juknis pelaksanaan skrining HIV?
2. Sumber Daya
a. Staf/SDM
8) Bagaimana sumber daya manusia yang mendukung implementasi
skrining HIV pada ibu hamil di Kota Cimahi?
Probing :
SDM yang terlibat program ini berapa? Petugasnya sudah
cukup? Petugas sudah dilatih? Bidang apa saja yang terlibat
program ini?
b. Informasi
9) Bagaimana mekanisme pencatatan dan pelaporan skrining HIV
ibu hamil?ada kebijakannya?
Probing :
Dari Puskesmas, Dinas, RS, Provinsi, Pusat, Ada pembinaan
dan evaluasi?data didapat darimana?
c. Wewenang
10) Bagaimana kewenangan dan peran petugas Dinas dan
Puskesmas untuk bekerja dilapangan dalam pelaksanaan
skrining HIV?
Probing :
Ada tupoksi?ada SK?
d. Fasilitas
11) Bagaimana persediaan reagen untuk pemeriksaan HIV untuk
ibu hamil?
Probing :
tersedia sesuai jumlah ibu hamil?anggarannya darimana?
3. Disposisi
a. Sikap Para pelaksana
12) Bagaimana dengan sikap (komitmen) dalam program ini?
Probing:
Bagaimana sikap (komitmen) lembaga atau instansi
pemerintah daerah (LP,LS)?apa saja?ada hambatan?
b. Insentif/Dana
13) Bagaimana jasa pelayanan bagi petugas yang mengerjakan
skrining HIV pada bumil?
Probing :
Dapat insentif khusus? Sama semua?kendala pembagian jasa?
14) Bagaimana sumber keuangan (anggaran dana) untuk
implementasi skrining HIV bumil ini?
Probing :
Ada dana khusus? Dari mana?(APBD/APBN),
4. Struktur Birokrasi
a. SOP
15) Bagaimana ketersediaan SOP dalam implementasi skrining
HIV pada bumil?
Probing:
Sudah ada?sudah sesuai? Sudah disosialisasikan? apakah ada
pengawasan dan evaluasi?
b. Fragmentasi
Pertanyaan Penutup :
LAMPIRAN III
I. PETUNJUK UMUM
1. Mengucapkan terima kasih pada para informan atas
kesediaannya pada wawancara ini. Kesediaan mereka
merupakan hal yang sangat penting
2. Jelaskan tentang maksud dan tujuan wawancara
II. PETUNJUK WAWANCARA MENDALAM
1. Wawancara dilakukan oleh seorang pewawancara
2. Informan bebas untuk menyampaikan pendapat, pengalaman,
saran dan komentar
3. Pendapat, pengalaman, saran dan komentar peserta sangat
bernilai
4. Jawaban tidak ada yang benar atau salah, karena wawancara ini
untuk kepentingan penelitian dan tidak ada penilaian
5. Semua pendapat, pengalaman, saran dan komentar akan
dijamin kerahasiaannya
6. Diskusi ini akan direkam pada tipe rcorder dan kamera video,
untuk membantu ingatan pewawancara
III. PETUNJUK WAWANCARA
1. Perkenalan dari pewawancara
2. Perkenalan dari informan dengan menyebutkan nama, umur,
pendidikan , pekerjaan, dan lain-lain
1
Identitas Informan :
1. Nama : ……………………………………………………
2. NIP : ……………………………………………………
3. Pangkat/ Gol. Ruang : ……………………………………………………
4. Jenis Kelamin : ……………………………………………………
5. Pendidikan : ……………………………………………………
6. Jabatan : ……………………………………………………
7. Unit Kerja : ……………………………………………………
PERTANYAAN
1. Komunikasi
1) Bagaimana pelaksanaan skrining HIV AIDS pada ibu hamil di
Puskesmas Saudara?bagaimana kaitannya dengan SPM 2017 di
Puskesmas saudara?
Probing :
Berjalan sesuai program?ada kesulitan? Mencapai
target?berapa%?
2) Bagaimana sosisalisasi pelaksanaan skrining HIV pada ibu hamil
di Kota Cimahi dan Puskesmas saudara?
Probing :
Dalam bentuk apa sosialisasi? Kepada siapa saja?media
sosialisasi?
3) Bagaimana Kendala dan hambatan dalam pelaksanaan skrining
HIV AIDS di Kota Cimahi
a. Transmisi
4) Bagaimana cara menyampaikan informasi tentang skrining HIV
kepada ibu hamil?
Probing :
Melalui leaflet, konseling? Penyuluhan? Kelas ibu hamil?
b. Kejelasan
5) Bagaimana saudara paham tentang skrining HIV AIDS pada ibu
hamil?bagaimana kebijakannya?
Probing :
Melalui sosialisasi?pelatihan? ada kebijakan khusus dari
dinas/Puskesmas?diterapkan?
c. Konsistensi
6) Bagaimana informasi skrining HIV pada ibu hamil
disampaikan?
Probing :
Informasinya berubah-rubah atau tidak?sesuai dengan buku
pedoman/juknis?
2. Sumber Daya
a. Staf/SDM
7) Bagaimana sumber daya petugas puskesmas dalam pelaksanaan
skrining HIV pada ibu hamil di Kota Cimahi?
Probing :
Petugasnya sudah cukup? Petugas sudah dilatih?berapa orang?
Siapa aja yang dilibatkan?ada jadwal petugas skrining?
b. Informasi
8) Bagaimana petugas memberikan informasi/konseling kepada
ibu hamil untuk melakukan skrining?
Probing :
Selalu konseling?ditawarkan terlebih dahulu?menggunakan
leaflet?ada hambatan?ada tempat khusus?ada media?
c. Wewenang
9) Bagaimana peran/wewenang petugas puskesmas dalam
pelaksanaan skrining HIV?
Probing :
Petugaslaboratorium? bidanpuskesmas? dokter? perawat? Ada
kesulitan pembagian petugas?
10) Bagaimana dengan pencatatan dan pelaporan skrining HIV di
Puskesmas?
Probing:
Penanggungjawab RR siapa? bagaimana mekanisme
pelaporannya? ada kesulitan?
d. Fasilitas
11) Bagaimana persediaan reagen untuk pemeriksaan HIV untuk
ibu hamil?
Probing:
Bagaimana kelengkapannya?kondisi sarana, prasarana dan
alat? Tanggal kadaluarsa?bagaimana kecukupannya?
Anggarannya dari mana?
12) Bagaimana fasilitas pendukung dalam pelaksanaan skrining HIV?
Probing:
Ada tempat khusus pemeriksaan dan konseling?VCT?
3. Disposisi
a. Sikap Para pelaksana
13) Bagaimana menurut ibu sikap pelaksana dalam pelaksanaan
skrining HIV?
14) Probing:
Bagaimana sikap (komitmen) lembaga?instansi/pemerintah
daerah?para pelaksana skrining?ada hambatan?apa saja?
b. Insentif/Dana
15) Bagaimana jasa pelayanan bagi petugas yang mengerjakan
skrining HIV pada bumil
Probing :
Dapat insentif khusus? Sama semua?kendala pembagian jasa?
16) Bagaimana sumber dana keuangan anggaran untuk
implementasi?
Probing :
Ada dana khusus? Darimana saja? (APBN/APBD/BOK)
4. Struktur Birokrasi
a. SOP
17) Bagaimana SOP dalam implementasi skrining HIV pada
bumil?
Probing:
Sudah ada?sudah sesuai? Sudah dilaksanakan?sudah
disosialisasikan?ada pengawasan dan evaluasi?
b. Fragmentasi
18) Bagaimmana pengorganisasian dalam pelaksanaan Program
PPIA?
Probing :
Ada tim khusus?
Pertanyaan Penutup :
Identitas Informan :
Nama : …………………………………………………
Alamat : …………………………………………………
Umur : …………………………………………………
Pekerjaan : …………………………………………………
Pendidikan Terakhir : …………………………………………………
Jumlah Anak : …………………………………………………
Status pemeriksaan : …………………………………………………
PERTANYAAN
1. Komunikasi
a. Transmisi
1) Bagaimana menurut ibu tentang pelayanan pemeriksaan ibu hamil di
Puskesmas?
Probing :
Diperiksa apa saja? Ditawarkan periksa HIV?
2) Bagaimana ibu mengetahui tentang penyakit HIV?
Probing :
Pernah mendengar penyakit HIV? Darimana/ dari siapa?
b. Kejelasan
3) Bagaimana menurut ibu tentang peraturan di Puskesmas dalam
pelayanan pemeriksaan kehamilan?
Probing :
c. Konsistensi
4) Bagaimana bidan memberikan konseling/ informasi pada ibu?
Probing :
Informasi apa saja? Mengerti tidak? Selalu memberikan konseling
tidak?
2. Sumber Daya
a. Staf
5) Bagaimana petugas puskesmas dalam memberikan pelayanan kepada
ibu?
Probing :
Banyak? Bergantian? Selalu itu terus yang memberikan pelayanan?
b. Informasi
6) Bagaimana petugas memberikan konseling kepada ibu hamil untuk
melakukan skrining/ tes HIV?
Probing :
Ditawarkan periksa HIV tidak?
c. Wewenang
7) Bagaimana yang ibu ketahui petugas memberikan pelayanan pada
ibu hamil?
Probing :
Yang memberi pelayanan Bidan?perawat? dokter?petugas
laboratorium?
d. Fasilitas
8) Bagaimana menurut ibu kelengkapan alat untuk pemeriksaan ibu
hamil?
Probing :
Kelihatan lengkap tidak? Bagus?alat yang digunakan saat periksa?
3. Disposisi
a. Sikap Para pelaksana
9) Bagaimana menurut ibu sikap bidan dalam memberikan
pelayanan?
Probing :
Ramah? Baik? Judes?
b. Insentif/dana
10) Bagaimana menurut ibu biaya pemeriksaan di Puskesmas
khususnya skrining HIV?
Probing :
Bayar lagi? Mahal/tidak? Pakai BPJS/asuransi lainnya?
4. Struktur Birokrasi
a. SOP
Sama dengan pertanyaan nomor 3
b. Fragmentasi
-
Pertanyaan Penutup :
Apa saran, kritik , masukan ibu terhadap pelayanan pemeriksaan ibu hamil dan
skrining HIV?