Anda di halaman 1dari 5

CONTOH KASUS BBM

Transaksi Tarwiyah dan sopir truk tangki pengangkut bensin dan solar dari Pertamina Unit III
Balongan tak perlu ditiru. Setiap kali melewati jalanan Desa Jayalaksana, Kedokan Bunder,
Kabupaten Indramayu, sebelum sampai SPBU tujuan, beberapa sopir tangki menjual solar dan
bensin kepada Tarwiyah. Kemudian Tarwiyah menjual solar dan bensin itu secara eceran dan
dengan harga lebih mahal. Perbuatan ini biasa disebut ‘kencing’ BBM.

Transaksi ini terus berulang hingga kepergok dua anggota Tim Terpadu BBM Pusat dari Mabes TNI.
Saat itu, pemerintah sedang melakukan pemantauan atas dugaan penyelewengan BBM dan dampak
kenaikan harga. Tim Terpadu menemukan 66 drum berisi solar di rumah Tarwiyah. Warga
Indramayu ini akhirnya diproses hingga ke pengadilan.

Di persidangan jaksa menggunakan surat dakwaan alternatif. Terdakwa dituduh melanggar Pasal 53
huruf d juncto pasal 23 ayat (2) UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas),
yakni melakukan kegiatan penyimpanan minyak bumi tanpa izin usaha penyimpanan. Atau,
melanggar Pasal 480 ke-1 e KUH Pidana tentang penadahan. Jaksa menuntut hukuman tiga tahun
penjara dan denda tiga juta rupiah subsider dua bulan kurungan. Jaksa juga meminta agar barang
bukti dirampas untuk dimusnahkan.

Pengadilan Negeri Indramayu menjatuhkan vonis 6 bulan penjara dan denda satu juta rupiah
subsider satu bulan kurungan. Sedangkan barang bukti dikembalikan kepada terdakwa. Pengadilan
Tinggi Jawa Barat mengoreksi lamanya hukuman menjadi satu tahun dan denda menjadi dua juta
rupiah subsider dua bulan kurungan. Tarwiyah dinilai terbukti melanggar UU Migas.

Merasa tak jelas dasar hakim banding menaikkan vonis, Tarwiyah mengajukan kasasi. Namun
majelis hakim agung dipimpin Mansyur Kartayasa menolak permohonan kasasi tersebut. Dengan
demikian ia harus menjalani hukuman satu tahun penjara akibat menyimpan minyak bumi tanpa
izin.

Perkara Tarwiyah (putusan No. 1251 K/Pid/2007) bukan satu-satunya kasus penimbunan bahan
bakar minyak (BBM) yang pelakunya diproses hingga ke Mahkamah Agung. Dengan menelusuri
putusan-putusan Mahkamah Agung yang dipublikasikan lewat laman resmi, tercatat puluhan
putusan.

Salah satu yang menarik adalah nyaris tidak ada pelaku penimbunan BBM yang dihukum berat,
katakanlah lebih dari dua tahun penjara dan denda lebih dari lima juta rupiah. Pasal 53 huruf c dan
huruf d UU Migas yang sering dipakai jaksa menjerat pelaku memang hanya mencantumkan
hukuman maksimal 3 tahun penjara dan denda maksimal Rp30 miliar.

Dalam putusan No. 343K/Pid/2007, Mahkamah Agung menolak memori kasasi penuntut umum.
Sehingga yang berlaku adalah putusan judex factie. Ismail Lamo bin Tajang terbukti melanggar
Pasal 53 huruf c jo Pasal 23 ayat (2) huruf c UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas. Ia divonis 2 bulan
penjara dan denda satu juta rupiah subsider satu bulan kurungan. Barang bukti 15 drum BBM jenis
bensin dirampas untuk negara. Ini sesuai dengan putusan PN Enrekang pada 23 Januari 2006.
Mahkamah Agung malah menurunkan lamanya hukuman yang dijatuhkan judex factie. Hal ini
terlihat dalam putusan No. 1063 K/Pid.Sus/2009 atas nama terdakwa H. Sukarno bin H. Latif K.
Pengadilan Negeri Kolaka menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana menyimpan
BBM tanpa izin usaha penyimpanan, perbuatan mana melanggar pasal 53 huruf c jo pasal 23 ayat (2)
UU Migas. Terdakwa divonis 10 bulan penjara dan denda lima juta rupiah subsider 3 bulan
kurungan. Barang bukti dirampas untuk negara. Pengadilan Tinggi menguatkan putusan ini. Namun
pada Agustus 2010 silam, Mahkamah Agung mengkorting hukuman penjara terdakwa menjadi 6
bulan. Ironisnya, tidak jelas apa pertimbangan majelis kasasi mengurangi lamanya hukuman
terdakwa.

Bukan tindak pidana


Penimbunan BBM tak selamanya bisa dikualifikasi sebagai tindak pidana. Tengok saja dalam
putusan Mahkamah Agung No. 544 K/Pid/2007. Abdul Haer alias Amihai dibawa ke kursi terdakwa
atas tuduhan penimbunan BBM. Di Pengadilan Negeri Poso, terdakwa dituntut tiga tahun penjara
dan denda Rp20 juta subsider enam bulan kurungan.

Pada 8 April 2006, PN Poso menjatuhkan putusan terdakwa terbukti melakukan penyimpanan BBM
tanah. Tetapi perbuatan tersebut bukanlah suatu tindak pidana. Oleh karena itu, terdakwa dilepas
dari segala tuntutan hukum. Barang bukti 134 drum minyak tanah dikembalikan kepada terdakwa.

Di persidangan terungkap terdakwa mempunya izin perjanjian kontrak agen minyak tanah.
Berdasarkan perjanjian terdakwa mendapat jatah tiga drum per hari. Namun lantaran tidak laku
seluruhnya, terdakwa terkesan menimbun minyak tanah sehingga polisi melakukan penyidikan.
Upaya jaksa mengajukan kasasi kandas.

Pengadilan Negeri Batam juga pernah membebaskan Andi Zulkarnain, terdakwa kasus penimbunan
BBM. Ia tidak terbukti menyalahgunakan pengangkutan dan atau niaga bahan bakar minyak seperti
dituduhkan jaksa. Barang bukti 10 ton solar yang disita Densus 88 Mabes Polri dikembalikan kepada
terdakwa. Upaya jaksa mengajukan kasasi kandas karena menurut majelis hakim kasasi jaksa tidak
bisa membuktikan bahwa pembebasan terdakwa adalah pembebasan tidak murni. Dalam putusan
No. 2907K/Pid/2006, majelis hakim agung menyatakan permohonan kasasi dinyatakan tidak dapat
diterima.

Daftar putusan pengadilan bisa terus bertambah dengan pertimbangan dan putusan hakim yang
berbeda-beda. Tetapi pelaku rata-rata dijerat dengan pasal 53 UU Migas. Ini hanya sedikit dari
putusan Mahkamah Agung yang relevan untuk diangkat sebagai bahan renungan saat Pemerintah
hendak menaikkan harga BBM.
PENIMBUNAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM)

Oleh : Fadliyanoor

Bahan Bakar Minyak atau yang lebih dikenal dengan BBM sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001
tentang Minyak dan Gas Bumi adalah bahan bakar yang berasal dan/atau
diolah dari Minyak Bumi. BBM merupakan sumber daya alam strategis yang
tidak terbarukan serta merupakan komoditas vital yang menguasai hajat
hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian
nasional sehingga pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Kenaikan harga bahan bakar minyak
(BBM) memiliki berbagai dampak kepada masyarakat, salah satunya adalah
muncul kasus penimbunan BBM oleh para spekulan dengan tujuan meraih
keuntungan finansial pribadi. Penimbunan BBM oleh pihak tanpa izin usaha
penyimpanan BBM jelas merupakan tindakan yang merugikan masyarakat
luas karena berakibat pada langkanya BBM di pasaran.

Bila ditinjau dari sisi Pancasila sebagai pondasi bertingkah laku, tindakan
penimbunan BBM tanpa izin telah mencerminkan degradasi atau lunturnya
pemahaman dan penanaman nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Nilai-nilai Pancasila merupakan landasan hukum dan sering dikaitkan dengan
identitas nasional bangsa Indonesia. Dengan dilanggarnya nilai-nilai tersebut,
maka stabilitas nasional tidak akan mampu tercapai. Nilai pertama dari
Pancasila adalah Ketuhanan. Nilai utama ini mengacu pada keyakinan pada
Tuhan dan hidup dengan menjalankan perintah-Nya tanpa mengganggu
urusan agama masing-masing. Jika seseorang memiliki keyakinan pada
Tuhan, maka ia juga akan meyakini ada balasan untuk setiap perbuatan.
Dengan demikian, ia tidak akan melakukan perbuatan yang merugikan orang
lain seperti pada kasus penimbunan BBM.

Nilai kedua Pancasila memiliki prinsip mengakui persamaan hak dan


kewajiban. Dalam kehidupan sehari-hari, nilai ini dapat mewujudkan
keberanian untuk menyatakan suatu hal yang benar di tengah situasi yang
kurang selaras. Dalam kasus penimbunan BBM, spekulan tidak
mengindahkan hak dari orang-orang disekitarnya. Ketika hampir semua
elemen bangsa menolak kenaikan BBM, spekulan justru mencari keuntungan
dengan mengorbankan hak orang lain yang sebangsa, senasib, dan
sepenanggungan.

Nilai ketiga Pancasila berupaya untuk mengutamakan kepentingan bangsa


daripada diri atau kelompok, cinta tanah air dan bangsa, dan pengembangan
rasa persatuan bagi bangsa. Berbagai bentuk tingkah laku dapat dilakukan
untuk membuat nilai ini hadir di masyarakat. Tindakan spekulan menimbun
BBM mencerminkan rendahnya rasa nasionalisme dan ketidakmampuannya
untuk menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi.

Pada nilai keempat, Pancasila mengetengahkan nilai demokrasi. Pada


dasarnya, demokrasi memosisikan rakyat sebagai pemegang kedaulatan
penuh atas dirinya. Kasus penimbunan BBM terjadi karena penimbun tidak
berhati besar dalam menyikapi kenaikan harga BBM. Upaya untuk
mengejawantahkan nilai kelima dalam Pancasila sebagai bangsa Indonesia
telah banyak diupayakan. Nilai kelima dapat diwujudkan untuk membangun
karakter. Penimbunan BBM telah melanggar nilai ini karena tidak menjunjung
nilai keadilan dan tidak menghormati hak orang lain. UUD 1945 yang didasari
Pancasila juga telah mewujudkan hak dan kewajiban negara dan warga
negara. Hak-hak dan kewajiban ini yang membuat hubungan individu dan
negara mencapai keselarasan.

Berdasarkan UUD 1945, setiap warga negara memiliki hak kebebasan dengan
syarat kebebasan tersebut tidak mengganggu hak orang lain. UUD 1945 juga
menyatakan setiap warga negara memiliki kewajiban untuk mematuhi hukum
pemerintah dan menghormati hak orang lain. Pada kasus penimbunan BBM,
penimbun telah mengganggu hak orang lain dan melanggar kewajibannya
sebagai warga negara. Keadilan dan kesejahteraan sosial sangat sulit dicapai
jika satu pihak tidak mampu bersikap bijaksana dan seimbang antara hak dan
kewajibannya. Untuk mencegah terjadinya penimbunan BBM, pemerintah
harus memberikan imbauan moral kepada masyarakat. Namun jika imbauan
moral sudah tidak dapat dilakukan, maka pihak berwajib harus tegas
mengambil tindakan hukum.

Perundang-undangan di Indonesia sebenarnya telah mengatur secara tegas


mengenai penimbunan BBM. Ketentuan sanksi tindak penimbunan BBM
terdapat pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1953 tentang Penetapan
Undang-Undang Darurat Tentang Penimbunan Barang dan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Bumi dan Gas. Pasal 5 Undang-
Undang Darurat Nomor 17 Tahun 1951 menyebutkan hukuman bagi
pelanggar atau penimbun sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun penjara dan
Pasal 6 Undang-Undang Darurat Nomor 17 Tahun 1951 menyebutkan objek
hukumnya disita untuk negara. Pasal 53 Undang-Undang Minyak dan Gas
Bumi Nomor 22 Tahun 2001 menyatakan setiap orang yang terbukti
melakukan penyimpanan BBM tanpa izin usaha penyimpanan, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi 30
(tiga puluh) miliar rupiah. Pihak SPBU juga terancam berhadapan dengan
hukum jika melayani pembelian BBM untuk tujuan penimbunan atau
spekulasi. Pasal 55 Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi Nomor 22 Tahun
2001 menyatakan setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan
dan/atau niaga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang disubsidi pemerintah
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling
tinggi 60 (enam puluh) miliar rupiah. Polisi telah melakukan tindakan
persuasif dengan menjaga beberapa SPBU dalam kurun waktu terakhir,
terutama ketika kenaikan harga BBM mulai disosialisasikan. Tetapi faktanya
penimbunan BBM masih saja terjadi di beberapa wilayah. Dari beberapa kasus
yang telah terungkap seperti pada kasus Tarwiyah, penegak hukum juga telah
cukup tegas menegakkan Undang-Undang Minyak Bumi dan Gas. Namun,
pada beberapa kasus masih dijumpai ketidaktegasan penegakan hukum
dalam menyikapi kasus penimbunan BBM.

Pada uraian diatas, terlihat bahwa kurangnya pemahaman dan penghayatan


akan nilai-nilai luhur Pancasila mengakibatkan terjadinya berbagai
penyimpangan, termasuk penimbunan BBM. Untuk mengatasi kasus tersebut.
Kesadaran tiap warga negara tentang hak dan kewajibannya juga penting agar
tidak ada pihak yang mencari keuntungan dengan merugikan kepentingan
umum. Langkah pengawasan, baik dari kepolisian dan masyarakat pun harus
digerakkan. Masyarakat dapat melaporkan adanya dugaan penimbunan BBM
tersebut kepada Pihak Kepolisian setempat. Dan dengan jabatan yang
diembannya, Kepolisian harus melakukan penyidikan atas laporan
masyarakat tersebut dan menyeret pelakunya ke Pengadilan.

Anda mungkin juga menyukai