Anda di halaman 1dari 13

Pengertian Manajemen Material dan Ruang Lingkupnya

Pengertian Manajemen Material dan Ruang Lingkupnya – Salah satu unsur terpenting dalam
Sistem Produksi adalah Material. Tanpa Material, Produksi tidak mungkin dapat menghasilkan barang
jadi atau produk akhir yang diinginkan. Material atau sering juga disebut dengan Bahan pada dasarnya
adalah benda yang dibutuhkan untuk membuat sesuatu, contohnya untuk membuat barang jadi baju
kemeja diperlukan material seperti kain, benang dan kancing sedangkan untuk memproduksi Ponsel
diperlukan bahan baku atau material adalah komponen-komponen elektronika seperti Transistor, IC,
Resistor, LCD dan lain sebagainya.

Di Sistem Produksi, Material merupakan masukan atau Input yang digunakan untuk mengolah
menjadi barang jadi, Material yang dimaksud disini dapat berupa bahan mentah ataupun bahan yang
telah diproses sebelum digunakan untuk proses produksi lebih lanjut. Dalam perusahaan manufakturing,
Material perlu ditangani secara profesional agar dapat memberikan kontribusi yang paling optimal
kepada perusahaannya. Cabang Ilmu Manajemen yang menangani Material dalam sebuah perusahaan
disebut dengan Manajemen Material.

Secara definisi, yang dimaksud dengan Manajemen Material adalah suatu fungsi yang
bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan perencanaan (planning), pencarian sumber (sourcing),
pembelian (purchasing), penyimpanan (storing) dan pengendalian (controlling) material secara optimal
sehingga dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Manajemen Material juga dapat diartikan sebagai
teknik ilmiah yang berkaitan dengan perencanaan, pengorganisasian dan pengendalian aliran bahan
mulai dari pembelian awal hingga tiba di tempat tujuannya.

Ruang Lingkup Manajemen Material

Dari definisi diatas, dapat kita tarik kesimpulan mengenai ruang lingkup dari Manajemen
Material yaitu meliputi Perencanaan dan Pengendalian Material, Pembelian, Manajemen Penyimpanan
dan Manajemen Persediaan.
Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai beberapa ruang lingkup Manajemen Material :

1. Perencanaan dan Pengendalian Material (Material Planning dan Control)

Ruang Lingkup Manajemen Material pertama adalah Perencanaan dan Pengendalian Material.
Material yang dibutuhkan akan direncanakan dan dikendalikan berdasarkan Sales Forecast atau
Perkiraan Penjualan dan Perencanaan Produksi (Production Planning). Perencanaan dan Pengendalian
Material ini melibatkan perkiraan kebutuhan setiap material, menyiapkan anggaran material,
meramalkan tingkat persediaan, menjadwalkan pemesanan material dan melakukan pemantauan
kinerjanya yang berhubungan dengan produksi dan penjualan.

2. Pembelian (Purchasing)

Ruang Lingkup Pembelian atau Purchasing meliputi pemilihan sumber pasokan, melakukan
pembelian melalui penerbitan Purchase Order (PO), mengikuti perkembangan pembelian tersebut
hingga material tersebut tiba di tempat tujuannya, menjaga hubungan baik dengan para pemasok,
menyetujui pembayaran kepada pemasok, mengevaluasi dan menilai kinerja setiap pemasok.

3. Manajemen Penyimpanan (Store Management)

Manajemen Penyimpanan atau Store Management meliputi pengawasan dan pengendalian


material secara fisik, menjaga dan merawat wilayah atau tempat penyimpanan, meminimalisasi
keusangan dan kerusakan material melalui penanganan yang efisien, mencatat jumlah persediaan dan
menempatkan material pada tempat yang sesuai. Manajemen Penyimpanan ini juga bertanggung jawab
untuk melakukan verifikasi terhadap kondisi dan jumlah material secara fisik serta mencocokannya
dengan jumlah yang tercatat di pembukuan. Store atau Penyimpanan ini memegang peranan yang
sangat penting dalam sebuah perusahaan Manufakturing.

4. Manajemen Persediaan (Inventory Management)

Dalam Sistem Produksi, Inventory atau Persediaan diartikan sebagai sumber daya yang
menganggur (idle resource) pada suatu perusahaan. Persediaan dapat berupa barang-barang jadi yang
disimpan dan siap untuk dijual ataupun barang-barang setengah jadi yang akan menjalankan proses
selanjutnya maupun yang masih berbentuk bahan mentah. Interval waktu dari pembelian material
hingga ditransformasikan menjadi barang jadi yang siap untuk dijual akan bervariasi pada setiap
perusahaan tergantung pada siklus waktu produksinya. Oleh karena itu, diperlukannya jumlah
persediaan material yang cukup untuk dijadikan sebagai buffer atau penyangga agar produksi dapat
berjalan dengan lancar tanpa adanya gangguan yang dikarenakan kekurangan material. Salah satu
metode pengendalian persediaan yang sering digunakan adalah metode pengendalian persediaan Just In
Time atau JIT.
Pengertian MRP (Material Requirement Planning) dan Tujuan
Penerapannya

Untuk menjamin kelancaran produksi, ketepatan waktu penerimaan bahan baku dan bahan
pendukung lainnya oleh pihak produksi merupakan faktor yang sangat penting. Tanpa perencanaan yang
matang serta pengendalian yang ketat, resiko ketepatan waktu dalam pemasokan dan penerimaan
material (bahan baku dan bahan pendukungnya) akan menjadi semakin tinggi yang mengakibatkan
produksi tidak mampu untuk menghasilkan jumlah unit produk yang dibutuhkan oleh
Pelanggan/konsumen. Oleh karena itu, diperlukan suatu teknik ataupun sistem yang berfungsi untuk
merencanakan jadwal keperluan material yang dibutuhkan. Teknik ataupun sistem tersebut biasanya
disebut Material Requirement Plan atau disingkat dengan MRP. Dalam Bahasa Indonesia MRP atau
Material Requirement Planning ini sering diterjemahkan menjadi Perencanaan Kebutuhan Material.

Menurut Stevenson (2005), Material Requirement Planning (MRP) adalah suatu sistem informasi
berbasis komputer yang menterjemahkan Jadwal Produksi Induk (Master Production Schedule) untuk
barang Jadi (produk akhir) menjadi beberapa tahapan kebutuhan sub-assy, komponen dan bahan baku.
Dengan demikian dapat kita katakan bahwa MRP adalah suatu rencana produksi untuk sejumlah produk
jadi dengan menggunakan tenggang waktu sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa banyak
dipesan untuk masing-masing komponen suatu produk yang akan dibuat.

Tujuan Penerapan MRP (Material Requirement Planning)

Berikut ini adalah beberapa tujuan penerapan MRP (Material Requirement Planning) pada suatu
perusahaan manufaktur.

1. Mengurangi jumlah persediaan : MRP dapat menentukan jumlah komponen/bahan baku yang
dibutuhkan dan kapan komponen/bahan baku tersebut dibutuhkan untuk suatu Jadwal Produksi
Induk (Master Produksi Schedule). Dengan demikian, perusahaan manufaktur yang
bersangkutan hanya perlu membeli material (komponen/bahan baku) tersebut pada saat
dibutuhkan saja sehingga dapat menghindari kelebihan persedian material.

2. Mengurangi waktu tenggang (lead time) produksi dan pengiriman ke pelanggan : MRP
mengidentifikasikan jumlah dan waktu material yang dibutuhkan sehingga pihak purchasing
(pembelian) dapat melakukan tindakan yang tepat untuk memenuhi batas waktu yang
ditetapkan. Dengan demikian MRP dapat membantu untuk menghindari keterlambatan
produksi yang dikarenakan oleh material.

3. Komitmen pengiriman yang realistis kepada pelanggan : Dengan menggunakan MRP, Pihak
Produksi dapat memberikan informasi yang cepat terhadap kemungkinan waktu pengirimannya.

4. Meningkatkan Efisiensi Operasi : Dengan adanya MRP, setiap unit kerja dapat terkordinasi
dengan baik sehingga dapat meningkatkan efisiensi operasional setiap unit kerja pada
perusahaan yang menerapkan MRP tersebut.

Sistem MRP (Material Requirement Plan)


Suatu sistem pada umumnya terdapat INPUT dan OUTPUT. Input daripada sistem MRP adalah
Master Production Schedule (MPS) atau Jadwal Produksi Induk, Inventory Status File (Berkas Status
Persediaan) dan Bill of Materials (BOM) atau Daftar Material sedangkan Outputnya adalah Order
Release Requirement (Kebutuhan Material yang akan dipesan), Order Scheduling (Jadwal Pemesanan
Material) dan Planned Order (Rencana Pesan di masa yang akan datang).

Berikut dibawah ini adalah 3 INPUT penting pada Material Requirement Planning (MRP) atau
Perencanaan Kebutuhan Material.

Master Production Schedule (MPS) : Master Production Schedule atau Jadwal Produksi Induk
adalah suatu perencanaan yang terdiri dari tahapan waktu dan jumlah produk jadi yang akan diproduksi
oleh sebuah perusahaan manufakturing. MPS ini pada umumnya berdasarkan order (pesanan)
pelanggan dan perkiraan order (Forecast) yang dibuat oleh perusahaan sebelum dimulainya sistem MRP.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, MRP adalah terjemahaan dari MPS (Jadwal Produksi Induk) untuk
Material.

Inventory Status File (Berkas status Persediaan) : Inventory Status File ini berkaitan dengan
hasil perhitungan persediaan dan kebutuhan bersih untuk setiap periode perencanaan. Setiap inventory
atau persediaan harus memberikan informasi status yang jelas dan terbaru mengenai jumlah persediaan
yang ada saat ini, jadwal penerimaan material ataupun rencana pembelian yang akan diserahkan ke
pemasok. Informasi ini juga harus meliputi Jumlah Lot (Lot sizes), Lead Time (tenggang waktu), Safety
Stock Level dan juga jumlah material yang rusak/cacat.

Bill of Materials (BOM) : BOM adalah sebuah daftar yang berisikan jumlah masing-masing
bahan baku, bahan pendukung dan sub-assy (semi produk) yang dibutuhkan untuk membuat suatu
produk jadi.
Pengertian Purchasing dan Prosedur dalam Proses Purchasing

Kata “Purchasing” berasal dari bahasa Inggris dan sering digunakan dalam Industri-industri luar
negeri maupun dalam negeri. Jika diterjemahkan langsung, maka Purchasing dapat diartikan sebagai
“Pembelian” dalam bahasa Indonesia. Jadi pada dasarnya, Purchasing adalah suatu proses pencarian
sumber dan pemesanan barang atau jasa untuk kegiatan produksi. Departemen yang menangani proses
purchasing tersebut biasanya disebut dengan Purchasing Department.

Puchasing merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dalam Manajemen Material, Selain
dilibatkan dalam pembelian Material untuk kegunaan Produksi, Purchasing juga bertugas dalam
pencarian dan pembelian mesin-mesin produksi, peralatan dan perlengkapan produksi berserta fasilitas-
fasilitas lainnya yang mendukung kelancaran proses produksi.

Sasaran Utama Purchasing adalah untuk menjaga ketersediaan dan stabilitas pasokan material
dan juga mengurangi biaya-biaya terkaitnya sehingga biaya pembuatan barang jadi dan ditekan
seminimal mungkin.

Prosedur dalam Proses Purchasing

Prosedur dibawah ini merupakan urutan langkah-langkah dalam proses Purchasing (proses
pembelian).

Mememahami Kebutuhan dan Menerima Permintaan dari Pihak yang membutuhkan

Langkah pertama dalam proses Purchasing adalah mengerti dan memahami kebutuhan dari
pihak yang membutuhkan barang dan jasa tersebut. Pihak atau bagian yang membutuhkan tersebut
akan mengajukan permintaan pemesanan atau pembelian dengan dokumen tertulis seperti Purchase
Requisition Form (Formulir Permintaan Pembelian) yang telah disetujui oleh kepala bagian ataupun
Manajer terkait. Formulir Permintaan Pembelian harus tertera jelas mengenai barang yang diinginkan
seperti spesifikasi material, jumlah yang diinginkan, tanggal diperlukan dan pemasok yang disarankan.

Pemilihan Pemasok

Proses pemilihan Pemasok atau Supplier biasanya terdiri dari dua aspek dasar, yaitu melakukan
pencarian terhadap semua pemasok potensial dan membuat daftar semua pemasok yang telah
diidentifikasi. Informasi-informasi mengenai Pemasok pada umumnya bisa didapatkan dari beberapa
sumber seperti direktori perdagangan, iklan, email rekomendasi diri dari pemasok itu sendiri,
menghadiri pameran, partisipasi di konvensi industri ataupun saran dari asosiasi dan forum bisnis.
Semakin banyak sumber yang kita identifikasikan dapat membantu kita dalam menentukan pemasok
mana yang paling tepat. Hal yang perlu diperhatikan dalam memilih pemasok adalah harga bukanlah
satu-satunya pertimbangan dalam mendapatkan Pemasok yang tepat. Karena selain harga, beberapa
poin penting yang harus dipertimbangkan seperti kemampuan dalam menyediakan jumlah yang
dibutuhkan, kualitas produk yang dibutuhkan, kemampuan finansial perusahaan pemasok dan lain
sebagainya. Jika semua poin yang disebutkan sama, maka Hargalah yang menjadi penentu dalam
pemilihan Pemasok.

Melakukan Pemesanan

Setelah menetapkan Pemasok/Supplier mana yang dipilih, maka langkah selanjutnya adalah
melakukan pemesanan atau dalam industri biasanya disebut dengan “Purchase Order” atau “PO”.
Purchase Order pada dasarnya adalah sebuah dokumen yang dikirimkan ke Pemasok untuk memasokan
barang atau jasa yang dibutuhkan. Pada umumnya, dokumen atau surat Purchase Order (PO) terdiri dari
6 salinan, masing-masing salinan tersebut dituju kepada Pemasok, pihak pemohon (requestor), Petugas
Gudang, bagian akuntansi, bagian inspeksi dan satu salinan lagi untuk bagian Purchasing sendiri sebagai
arsip.

Menindaklanjuti dan memantau perkembangan Pesanan

Setelah melakukan Pemesanan dan Pemasok telah mengetahui apa yang dibutuhkan, maka
prosedur Purchasing selanjutnya adalah melakukan pemantauan perkembangan pesanan tersebut atau
biasanya disebut dengan “Follow-up” di Industri. Prosedur ini diperlukan agar Pemasok dapat
menyediakan serta mengirimkan barang atau jasa yang dibutuhkan tersebut tepat pada waktu dan
jumlah yang dijanjikan. Petugas Purchasing biasanya akan menanyakan ke Pemasok mengenai
perkembangan barang dan jasa yang dibutuhkan tersebut melalui Email, telepon atau kunjungan
langsung ke kantor/pabrik pemasok.

Penerimaan Barang dan Pemeriksaan

Bagian Penerimaan akan menerima barang yang dipasok oleh Pemasok dan mencocokan jumlah
dengan dokumen Purchase Order. Bagian Purchasing akan diberitahukan tentang ketibaan barang
tersebut dan juga hasil dari pemeriksaannya.

Pembayaran Faktur
Setelah barang yang dipesan tersebut diterima dengan kondisi yang memuaskan dan sesuai dengan
permintaan, Faktur tagihan akan diperiksa sebelum disetujui. Setelah Faktur diperiksa dan disetujui
maka pembayaran pun dilakukan sesuai dengan perjanjian yang ditetapkan.

Pemiliharaan Dokumen Pembelian

Sebagian besar pembelian di perusahaan Industri merupakan pembelian yang berulang atau
Repeat Order. Oleh karena itu, dokumen-dokumen penting pada pembelian sebelumnya merupakan
panduan untuk pembelian selanjutnya. Dari Dokumen-dokumen tersebut, Petugas Purchasing ataupun
Manajemen dapat lebih jelas mengetahui pemasok mana yang baik dan tepat untuk pemesanan atau
pembelian pada masa yang akan datang.

Memelihara dan Menjaga hubungan dengan Pemasok

Hubungan antara Perusahaan yang bersangkutan dengan Pemasok harus dipelihara dan dijaga
dengan baik. Hubungan ini harus dijalin dalam bentuk saling percaya dan itikad baik untuk saling
membantu dan menghargai. Hubungan baik akan bermanfaat dan menguntungkan kedua pihak baik
bagi pembeli maupun pemasok.
Pengertian Manajemen Persediaan (Inventory Management)

Pengendalian persediaan atau Inventory Control merupakan salah satu fungsi yang sangat
penting dalam manajemen, khususnya pada manajemen produksi dan operasi. Persediaan yang
berlebihan akan menyebabkan pengeluaran biaya yang tinggi seperti biaya beban bunga pinjaman, biaya
penyimpanan, risiko kerusakan pada persediaan. Sedangkan persediaan yang tidak cukup akan
menyebabkan terhambatnya kelancaran produksi sehingga memiliki risiko hilangnya penjualan dan
ketidakpuasan pelanggan akibat produk yang diinginkannya tidak dapat diterima pada waktu yang tepat.
Manajemen Persediaan yang baik adalah Manajemen persediaan yang dapat menjaga keseimbangan
antara investasi persediaan dengan tingkat pelayanan kepada konsumen.

Secara umum, Persediaan atau Inventory dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu atau
sumber-sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan.
Persediaan dapat juga diartikan sebagai sumber daya yang menganggur (idle resource) pada suatu
organisasi. Di Produksi, Persediaan dapat didefinisikan juga sebagai sekumpulan produk fisik pada
berbagai tahap proses transformasi, mulai dari bahan mentah ke barang dalam proses hingga pada
barang jadi yang siap untuk dikirimkan ke pelanggan.

Persediaan dalam perusahaan manufaktur pada umumnya meliputi bahan-bahan mentah (Raw
Materials), barang-barang dalam proses (WIP), bahan-bahan pembantu/pelengkap (sub materials),
komponen-komponen hasil rakitan dari perusahaan lain maupun perusahaannya sendiri (assembled
components/modules) dan juga persediaan pada produk-produk akhir/barang jadi (Finished Goods).
Namun banyak juga perusahaan atau organisasi yang memasukan uang, ruangan yang belum ditempati
(space), tenaga kerja, mesin, suku cadang dan peralatan sebagai persediaan untuk memenuhi
permintaan pelanggan.

Fungsi Pengendalian Persediaan


Beberapa fungsi pengendalian persediaan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Sebagai penyangga proses produksi (buffer) sehingga proses operasi dapat berjalan terus.

2. Menetapkan jumlah barang yang harus disimpan sebagai sumber daya agar tetap ada.

3. Menghindari kekurangan atau kelebihan bahan

4. Mengurangi risiko perubahan harga akibat inflasi dan kenaikan harga dari pemasok

Biaya-biaya dalam Persediaan

Biaya-biaya dalam Persedian dapat dibagi menjadi 4 kategori biaya yaitu Biaya Penyimpanan,
Biaya Pemesanan, Biaya Persiapan dan Biaya Kehabisan atau kekurangan bahan. Berikut dibawah ini
adalah biaya-biaya yang termasuk ke dalam 4 kategori biaya tersebut.

Biaya Penyimpanan (Holding Cost / Carrying Costs)

Biaya Penyimpanan adalah biaya yang dikeluarkan untuk menyimpan barang-barang yang telah
dipesan. Biaya-biaya penyimpanan ini diantaranya adalah :

▪ Biaya untuk fasilitas penyimpan seperti biaya penerangan, biaya alat pengatur suhu dan
kelembaban serta biaya sewa gudang

▪ Biaya Modal

▪ Biaya Keusangan

▪ Biaya Penghitungan fisik dan konsiliasi laporan (stock take cost)

▪ Biaya Asuransi

▪ Biaya akibat pencurian, pengrusakan ataupun perampokan

▪ Biaya penanganan persediaan

▪ Biaya penyusutan persediaan

▪ Biaya akibat perubahan harga

▪ Biaya untuk Pelaksana gudang

Biaya Pemesanan (Order Costs)

Biaya pemesanan adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan kegiatan pemesanan barang, mulai
dari penempatan pemesanan (order) hingga tersedianya barang tersebut. Biaya pemesanan biasanya
tergantung pada frekuensi pemesanan dilakukan (berapa kali pemesanan dilakukan). Yang termasuk
sebagai biaya pemesanan diantaranya adalah :

▪ Pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi

▪ Biaya pengiriman (biaya upah dan biaya transportasi)

▪ Biaya komunikasi (seperti biaya telepon, biaya fax, surat menyurat)


▪ Biaya pengepakan (packing)

▪ Biaya pemeriksaan penerimaan (inspection cost)

Biaya Persiapan (Setup Cost)

Biaya Persiapan atau setup cost diantaranya adalah :

▪ Biaya mesin-mesin yang menganggur

▪ Biaya Persiapan Tenaga kerja langsung

▪ Biaya penjadwalan

Biaya Kehabisan/kekurangan Persediaan bahan (Shortage Cost)

Yang dimaksud dengan biaya kehabisan/kekurangan persediaan bahan adalah biaya timbul akibat
tidak tersedianya bahan yang diinginkan pada saat diperlukan. Biaya-biaya tersebut diantaranya adalah :

▪ Hilangnya Penjualan (Sales lost)

▪ Kehilangan Pelanggan

▪ Biaya pemesanan khusus

▪ Biaya Pengiriman khusus

▪ Terganggunya Produksi

Untuk menyeimbangkan biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan, kita dapat menggunakan Metode
Perhitungan Pengendalian Persediaan yang disebut dengan Economic Order Quantity atau disingkat
dengan EOQ.

Pengendalian Persediaan dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ)


Pengendalian Persediaan dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) – Persediaan
merupakan sumber daya yang harus disimpan oleh organisasi dalam antisipasinya terhadap pemenuhan
permintaan, sumber daya yang dimaksud ini dapat berupa Material (bahan), Mesin, Uang maupun
Tenaga kerja. Dua keputusan utama yang berkaitan dengan pengendalian persediaan tersebut adalah
berapa banyak sumber daya yang harus dipesan (dibeli atau diproduksi) dan kapan waktunya untuk
melakukan pemesanan (pembelian atau produksi) untuk mengurangi biaya-biaya persediaan tersebut.

Terdapat dua biaya yang harus dipertimbangkan pada saat melakukan keputusan terhadap
“jumlah yang harus dipesan”, yaitu biaya penyimpanan (carrying cost/holding cost) dan biaya
pemesanan (ordering cost/acquisition cost). Jika jumlah kuantitas yang dipesan meningkat maka biaya
penyimpanan akan meningkat sedangkan biaya pemesanan akan menurun. Oleh karena itu, diperlukan
suatu perhitungan yang berfungsi untuk menyeimbangkan kedua biaya tersebut. Salah satu metode
yang paling sering digunakan dalam menentukan jumlah kuantitas pesanan pada Manajemen
Persediaan adalah Metode Economic Order Quantiy (EOQ) atau dalam bahasa Indonesia disebut juga
dengan Jumlah Pemesanan Ekonomis.
Hubungan Biaya Pemesanan dengan Biaya Penyimpanan

Rumus Economic Order Quantity (EOQ)

Rumus Perhitungan Economic Order Quantity atau EOQ tersebut adalah sebagai berikut :
(dikutip dari buku Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi, T. Hani Handoko, 2011:340)

Dimana :

D = Penggunaan atau permintaan yang diperkirakan per periode waktu


S = Biaya Pemesanan (Persiapan pesanan dan Penyimpanan mesin) per pesanan
H = Biaya Penyimpanan per unit per tahun

Model EOQ ini dapat diterapkan apabila anggapan-anggapan berikut ini dipenuhi :

1. Permintaan akan produk adalah konstan, seragam dan diketahui (deterministik).

2. Harga per unit produk adalah konstan.

3. Biaya Penyimpanan per unit per tahun (H) adalah Konstan.

4. Biaya Pemesanan per pesanan (S) adalah konstan.

5. Waktu antara pesanan dilakukan dan barang-barang diterima (Lead Time, L) adalah Konstan.

6. Tidak terjadi kekurangan barang atau “Back Orders”.

Contoh Kasus Perhitungan Economic Order Quantity (EOQ) :

Sebuah Perusahaan yang bergerak di bidang Manufaktur Smartphone memerlukan bahan baku
yang berupa Adaptor sebanyak 60.000 unit per tahun. Biaya pemesanan untuk mendapatkan Adaptor
tersebut adalah sebesar Rp. 200,- per order. Sedangkan biaya penyimpanannya adalah sebesar Rp.0,5
/unit/tahun. Hari kerja pertahun adalah sebanyak 298 hari. Lead Time atau Waktu tunggu untuk
pengiriman Adaptor tersebut adalah selama 10 hari.
Dari Contoh kasus tersebut, kita dapat menghitung :

1. EOQ atau Jumlah Pemesanan Ekonomisnya.

2. Biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendapatkan barang tersebut.

3. Frekuensi terbaik untuk menempatkan pesanan tersebut dalam 1 tahun.

4. Durasi EOQ akan habis dikonsumsi oleh perusahaan.

5. Titik pemesanan kembali atau Reorder Point.

6. Bagan Persediaan Perusahaan pada Adaptor tersebut.

Diketahui :

S = Rp. 200,- per pesanan


D = 60.000 unit per tahun
H = Rp. 0,5,- per unit/tahun
L = 10 hari
L = 14 hari

Penyelesaian :

1. Jumlah Pemesanan Ekonomis (Economic Order Quantity / EOQ) :

2. Cara Menghitung Biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendapatkan barang
tersebut.

TC = (HxQ/2) + (S.D/Q)

TC = (0,5 x 6.928 / 2) + (200 x 60.000/6.928)

TC = Rp. 1.732 + Rp. 1.732


TC = Rp. 3.464,-

3. Cara Menghitung Frekuensi terbaik untuk menempatkan pesanan tersebut dalam 1 tahun.

Frekuensi Pemesanan per Tahun = D/Q

Frekuensi Pemesanan per Tahun =60.000/6.928

Frekuensi Pemesanan per Tahun = 8,66 atau dibulatkan menjadi sekitar 9 kali

4. Cara Menghitung durasi habisnya EOQ.

Durasi habis EOQ = 298/9

Durasi habis EOQ = 33 hari.

5. Cara Menghitung Reorder Point atau Titik pemesanan kembali

Reorder Point = L x D / Hari kerja setahun

Reorder Point = 10 x 60.000 / 298

Reorder Point = 2.013

6. Bagan Persediaan Perusahaan pada Adaptor

Anda mungkin juga menyukai