Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

MIKROBIOLOGI PANGAN

Oleh :

Gerry Michael Donad Harindah

(16 507 041)

UNIVERSITAS NEGERI MANADO

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGI

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor diantara nya adalah
faktor intrinsik, ekstrinsik, pengolahan dan implisit.
Faktor intrinsik : sifat fisik, kimia dan struktur makanan yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroba. Meliputi : pH makanan, Aw, potensial
reduksi oksidasi (Eh), kandungan nutrisi, senyawa
antimikroba, struktur biologi, dan tekstur.
Faktor ekstrinsik : kondisi lingkungan penyimpanan, meliputi: Suhu,
kelembaban relatif (Rh), dan susunan gas.
Faktor implisit: parameter yang mempengaruhi jumlah dan jenis mikroba,
diantara nya terdapat reaksi antagonisme sinergisme dan
sintrofisme serta interaksi antar mikroba.
Faktor pengolahan : Panas, irradiasi, penggunaan senyawa pensteril, pencucian,
dan penyimpanan.
Pengaruh pertumbuhan mikroba pada pangan selain dipengaruhi oleh faktor –
faktor tersebut, dipengaruhi oleh adanya bahan pengawet yang terkandung di
dalam nya, yaitu senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba.
Pada perkembangbiakannya mikroba dapat dihambat dengan adanya zat
antimikroba yang dapat menekan laju pertumbuhan mikroba. Zat antimikroba
mempunyai peranan penting selain menekan laju pertumbuhan bakteri patogen
tetapi juga bakteri perusak yang sama – sama tidak diinginkan.
Salah satu strategi untuk mengurangi jumlah kasus food-borne illnesses dapat
dilakukan dengan mengaplikasikan antimikroba pada saat proses pengolahan
pangan untuk menginaktifkan ataupun untuk mencegah pertumbuhan mikroba.
Penggunaan rempah rempah dalam makanan, tidak hanya memberi karakteristik
rasa, kepedasan, dan warna, melainkan juga memberikan aktivitas antioksidan dan
antimikroba, farmaseutikal, dan nilai gizi (Thongson et. al., 2004).
Di USA, kerugian ekonomi yang disebabkan oleh bakteri patogen diperkirakan
mencapai $ 35 milyar pada tahun 1997 (WHO, 2005). Kasus penyakit infeksi oleh
bakteri patogen dan kasus kerusakan pangan, keduanya diakibatkan oleh
pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan dalam bahan pangan. Oleh karena
itu, penting dilakukan pengendalian terhadap pertumbuhan mikroba dalam
pangan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Bahan Pengawet


Bahan pengawet disebut juga senyawa antimikroba dan pada pangan
dibedakan atas tiga golongan, yaitu:
- Senyawa antimikroba alami yang terdapat di dalam bahan pangan misalnya
asam pada buah – buahan dan beberapa senyawa pada rempah – rempah.
- Bahan pengawet yang ditambahkan ke dalam bahan pangan atau pangan
olahan, misalnya: Nitrit digunakan untuk menghambat bakteri pada sosis,
Garam natrium klorida menghambat mikroba pada ikan asin. Asam benzoat
untuk menghambat kapang dan khamir pada selai dan sari buah. Asam cuka
(asam asetat) untuk mengahambat mikroba pada asinan. Asam propinoat untuk
menghambat kapang pada roti dan keju. Sulfit untuk menghambat kapang dan
khamir pada buah – buahan kering dan anggur.
- Senyawa antimikroba yang terbentuk oleh mikroba selama proses fermentasi
pangan. Asam laktat, hidrogen peroksida (H2O2) dan bakteriosin adalah
senyawa yang dibentuk oleh bakteri asam laktat selama pembuatan produk
susu fermentasi seperti yoghurt, yakult, susu asidofilus, dan lain – lain, serta
dalam pembuatan pikels dari sayur – sayuran seperti sayur asin (Sudiarto).

2.2. Bakteri Pembusuk


Bakteri pembusuk/perusak pangan adalah bakteri yang dapat memecah
komponen-komponen yang ada dalam bahan pangan menjadi senyawa yang lebih
sederhana dan menyebabkan perubahan citarasa, penampakan, rasa ataupun aroma
yang tidak dapat diterima oleh konsumen. Bakteri patogen adalah bakteri yang
dapat menyebabkan penyakit pada manusia, baik secara infeksi ataupun
intoksikasi.
Penisilin adalah senyawa antimikroba/antibiotik yang yang bekerja dengan
mencegah sintesis peptidoglikan pada sel yang sedang tumbuh. Oleh karena
bagian yang dipengaruhi adalah peptidoglikan, bakteri Gram positif akan menjadi
lebih sensitif terhadap penisilin daripada bakteri Gram negatif karena kandungan
peptidoglikannya lebih banyak.
1. Bacillus cereus
Bacillus cereus merupakan bakteri Gram positif, bersifat anaerobik
fakultatif, dan bersifat motil karena memiliki flagela peritrik. Secara mikroskopik,
Bacillus cereus berbentuk batang, mempunyai ukuran sel yang besar, sekitar 1.0-
1.2 μm dengan panjang 3.0-5.0 μm. Sebagian besar strain Bacillus cereus bersifat
mesofilik dan mampu tumbuh pada pangan berasam rendah pada suhu 15 ⁰C
hingga 55 ⁰C. Bacillus cereus bersifat patogen meskipun sebagian besar golongan
Bacillus bersifat non-patogen. Bacillus cereus dapat membentuk spora yang tahan
terhadap pemanasan sehingga pemanasan tidak dapat menghilangkan Bacillus
cereus secara maksimum. Bacillus cereus ditemukan pada susu pasteurisasi,
daging beku, dan sayur-sayuran. Selain itu, Bacillus cereus sering menyebabkan
masalah pada nasi dan nasi goreng dan menyebabkan keracunan pangan.
Keracunan pangan oleh Bacillus cereus terjadi secara intoksikasi, yaitu masuknya
enterotoksin yang diproduksi oleh Bacillus cereus ke dalam tubuh manusia.
Gejala yang muncul adalah diare atau muntah dalam jangka waktu 2 – 16 jam
setelah makanan dikonsumsi.
2. Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif yang berbentuk batang,
termasuk famili Enterobacteriaceae. Enterobacteriaceae merupakan bagian dari
flora usus manusia dan Escherichia coli merupakan predominannya. Panjang sel
Escherichia coli adalah sekitar 2.0-6.0 μm dan lebarnya 1.1-1.5 μm, bersifat motil
atau non motil dengan flagela peritrikat bersifat fakultatif anaerob. Kisaran suhu
untuk pertumbuhannya adalah 10- 40 ⁰C, dengan suhu optimum pertumbuhannya
adalah 37 ⁰C. Keberadaan Escherichia coli dalam bahan pangan mengindikasikan
bahwa telah terjadi kontaminasi dari feses/kotoran manusia atau hewan karena
Escherichia coli secara normal ditemukan sebagai bagian dari flora usus manusia
segera setelah manusia dilahirkan. Kontaminasi bakteri Escherichia coli pada
makanan biasanya berasal dari kontaminasi air yang digunakan. Tidak semua
Escherichia coli mampu memproduksi toksin yang dapat menyebabkan penyakit,
hanya galur Enteropatogenik Escherichia coli (EEC) saja yang dapat
menyebabkan penyakit. Dosis yang dapat menimbulkan gejala infeksi Escherichia
coli berkisar antara 108 – 109 sel. Berdasarkan karakteristik penyakitnya,
Escherichia coli dapat dibedakan menjadi Enteropatogenik Escherichia coli,
Enteroinvasive Escherichia coli, Enterotoxigenic Escherichia coli, Vero
Cytotoxin-Producing (Shiga Toxin producing) Escherichia coli (VTEC) (STEC),
Enteroaggregative and Diffusely Adherent Escherichia coli. Gejala yang terjadi
umumnya adalah diare yang kadang-kadang disertai muntah dalam jangka waktu
24 – 72 jam setelah makanan dikonsumsi.

2.3. Pengaruh Bahan Pengawet bagi Pertumbuhan Mikroba dalam Makanan

Pertumbuhan mikroba pada pangan juga dipengaruhi oleh adanya bahan


pengawet yang terkandung di dalamnya, yaitu senyawa yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroba.
Mekanisme Kerja Penghambatan Senyawa Antimikroba
Keefektifan penghambatan merupakan salah satu kriteria pemilihan suatu
senyawa antimikroba untuk diaplikasikan sebagai bahan pengawet bahan
pangan. Semakin kuat penghambatannya semakin efektif digunakan. Kerusakan
yag ditimbulkan komponen antimikroba dapat bersifat mikrosidal (kerusakan
tetap) atau mikrostatik (kerusakan sementara yang dapat kembali). Suatu
komponen akan bersifat mikrosidal atau mikrostatik tergantung pada konsentrasi
dan kultur yang digunakan (Anonymous, 2010).
Berdasarkan literatur (Abdillah,2012) penghambatan mikroba disebabkan (1)
kerusakan membran, (2) penghambatan reaksi metabolisme yang esensial, (3)
stess dari homeostatis pH internal sel, (4) akumulasi anion sisa asam pada
sitoplasma yang bersifat toksik, (5) menggangu sistem sintesis protein atau
genetik (sintesis DNA/RNA), dan (6) kematian mikroba karena kehabisan ATP
disebabkan penggunaan ATP untuk menjalankan pompa proton dengan tujuan
mengeluarkan H+ dari dalam sel demi menjaga kesetimbangan homeostatis pH
didalam sel.
1. Menggangu pembentukan dinding sel
Mekanisme ini disebabkan karena adanya akumulasi komponen lipofilat
yang terdapat pada dinding atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan
komposisi penyusun dinding sel. Terjadinya akumulasi senyawa antimikroba
dipengaruhi oleh bentuk tak terdisosiasi. Pada konsentrasi rendah molekul-
molekul phenol yang terdapat pada minyak thyme kebanyakan berbentuk tak
terdisosiasi, lebih hidrofobik, dapat mengikat daerah hidrofobik membran protein,
dan dapat melarut baik pada fase lipid dari membran bakteri.
Beberapa laporan juga meyebutkan bahwa efek penghambatan senyawa
antimikroba lebih efektif terhadap bakteri Gram positif daripada dengan bakteri
Gram negatif. Hal ini disebabkan perbedaan komponen penyusun dinding sel
kedua kelompok bakteri tersebut. Pada bakteri Gram posiitif 90 persen dinding
selnya terdiri atas lapisan peptidoglikan, selebihnya adalah asam teikoat,
sedangkan bakteri Gram negatif komponen dinding selnya mengandung 5-20
persen peptidoglikan, selebihnya terdiri dari protein, lipopolisakarida, dan
lipoprotein (Anonymous, 2010).
2. Bereaksi dengan membran sel
Komponen bioaktif dapat mengganggu dan mempengaruhi integritas
membran sitoplasma, yang dapat mengakibatkan kebocoran materi intraseluler,
seperti senyawa phenol dapat mengakibatkan lisis sel dan meyebabkan deaturasi
protein, menghambat pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat, dan
menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel (Anonymous, 2010
3. Menginaktivasi enzim
Mekanisme yang terjadi menunjukkan bahwa kerja enzim akan terganggu
dalam mempertahankan kelangsungan aktivitas mikroba, sehingga mengakibatkan
enzim akan memerlukan energi dalam jumlah besar untuk mempertahankan
kelangsungan aktivitasnya. Akibatknya energi yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan menjadi berkurang sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat
atau jika kondisi ini berlangsung lama akan mengakibatkan pertumbuhan mikroba
terhenti (inaktif) (Anonymous, 2010).
Efek senyawa antimikroba dapat menghambat kerja enzim jika
mempunyai spesifitas yang sama antara ikatan komplek yang menyusun struktur
enzim dengan komponen senyawa antimikroba. Corner (1995) melaporkan bahwa
pada konsentrasi 0,005 M alisin (senyawa aktif dari bawang putih) dapat
menghambat metabolisme enzim sulfhidril. Minyak oleoresin yang dihasilkan dari
kayu manis, cengkeh, thyme, dan oregano dapat menghambat produksi ethanol,
proses respirasi sel, dan sporulasi khamir dan kapang (Anonymous, 2010).
4. Menginaktivasi fungsi material genetik
Komponen bioaktif dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (RNA
dan DNA), menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik yang
selanjutnya akan menginaktivasi atau merusak materi genetik sehingga
terganggunya proses pembelahan sel untuk pembiakan.

2.4. Pengaruh Sinar Radiasi bagi Pertumbuhan Mikroba


Pada tahun 1929 Radiasi dipatenkan sebagai teknik pengawetan . Radiasi
bahan pangan menggunakan sinar dengan panjang gelombang < 200 nm, seperti
sinar beta, sinar gamma, dan sinar X. Radiasi tidak menyebabkan peningkatan
suhu. Semakin pendek panjang gelombang sinar, daya rusak terhadap mikrobia
semakin besar.
Sinar berdasarkan panjang gelombang:
-Sinar invisible (panjang gelombang < 300 nm) Contoh: sinar UV, sinar X, sinar
beta, sinar gamma
- Sinar visible (panjang gelombang > 800 nm) Contoh: sinar IR/IM, gelombang
radio, televisi, microwave, radar
Mikroba menanggapi keadaan lingkungan dan caranya tergantung pada
keadaan lingkungan. Bila keadaan lingkungan baik ia akan tumbuh, kalau keadaan
tidak baik dia akan merespon dengan cara bertahan (survive) dengan tidak
berubah, bertahan dengan perubahan genetika yang disebut mutasi dan mati.
Mutasi yang bertahan dengan tidak berubah ini dapat dilakukan dengan beberapa
cara misalnya: membentuk spora, mendiamkan diri, menghemat makanan,
merusakkan zat yang racun dan membentuk membran, di mana racun tidak dapat
masuk ke dalam sel (Wanto & Arief, 1981).
DNA menyerap sinar ultraviolet dengan kuat, penyerapan maksimal DNA
terletak pada panjang gelombang 260 nm. Sel dengan cepat terbunuh akibat
penyerapan sinar ultraviolet, dan angka laju mutasi yang tinggi terjadi antara sel-
sel yang bertahan hidup. Apabila cairan DNA yang diiradiasi dengan sinar
ultraviolet, akan terjadi dua jenis perubahan kimia. Pertama-tama ada
pembentukan ikatan kovalen antara residu-residu pirimidin yang berdekatan satu
sama lain pada untaian yang sama dan membentuk dimmer pirimidin. Kegiatan
mutagenik sinar ultraviolet dapat dihubungkan dengan pembentukan dimmer
primidin. Pentingnya dimmer pirmidin sebagai sebab mutasi yang diinduksi sinar
ultraviolet dibuktikan dengan perlakuan yang mengarah kepada pengeluaran atau
pemotongan dimmer mengembalikan sebagian terbesar pengaruh mutagenik sinar
ultraviolet. Jika sel-sel bakteri yang diperlakukan dengan sinar ultraviolet segera
diiradiasi, misalnya dengan sinar yang tampak dengan kisaran panjang gelombang
300 – 400 nm, maka frekuensi mutasi dan kematian sel kedua-duanya akan sangat
menurun, kejadian yang disebut fotoreaktivasi.
Proses ini ternyata disebabkan oleh aktifasi oleh sinar dengan panjang
gelombang tertentu, yang mengaktifasi enzim yang menghidrolisis dimmer
pirimidin (Stanier et al., 1984). Dalam genetika, bentuk normal dari suatu
organism disebut strain liar. Perubahan dari strain liar ke benbtuk lain disebut
mutasi awal, sebaliknya perubahan kebentuk awal disebut mutasi balik. Mutasi
merupakan fenomena penting. Tanpa mutasi semua gen muncul hanya satu bentuk,
tidak ada alel sehingga analisis genetika tidak memungkinkan untuk diteliti
(Harahap, 1994).
DNA dapat dirusak oleh ultraviolet pada panjang gelombang 254-260 nm,
sehingga ultraviolet dapat menginduksi secara langsung akibat penyerapan oleh
purin dan pirimidin. Pirimidin umumnya sangat kuat menyerap pada 254 nm dan
menjadi sangat reaktif. Beberapa indikasi lain adalah pembentukan timin dimmer
(Lewis, 1997).
Manfaat radiasi pada pengawetan makanan:
-Merusak mold, yeast, sel spora bakteri, dan virus
-Mematikan larva, ulat dan serangga
-Menghambat pertumbuhan tunas
-Inaktivasi enzim yang tidak dikehendaki
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Pada praktikum ini dapat disimpulkan bahwa:


- Pengaruh zat antimikroba pada pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh jenis
mikroba baik Gram positif maupun Gram negatif. Bakteri Gram negatif
sifatnya lebih resisten karena komponen dari peptidoglikan nya yang lebih
komlpeks dibandingkan dengan Gram positif. Efektivitas antimikroba
dipengaruhi oleh sifat antimikroba tersebut dan oleh bakteri yang akan
dihambat pertumbuhannya.
- Interaksi sinergis antimikroba terjadi karena saling melengkapinya komponen
antimikroba sehingga penghambatan mikroba semakin baik.
B. Saran

Untuk praktikum kedepan ya disarankan agar praktikan lebih teliti dan hati – hati
dalam mengukur zona bening dan dalam melalukan setiap acara praktikum yang
ada.

DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, Abu. 2012. http://muslimbersahaja.wordpress.com/category/artikel-
pangan/
Andriani, Darmono, dan Widya Kurniawati. 2007. Pengaruh asam asetat dan asam
laktat sebagai antibakteri terhadap bakteri Salmonella sp. yang di isolasi
dari karkas ayam. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Universitas Pancasila Jakarta.
Arisman. 2008. Keracunan Makanan: buku ajar ilmu gizi. Buku kedokteran EGC :
Jakarta
Azima. 2011. Efektifitas Kunyit Sebagai Bahan Pengawet Alami Terhadap Masa
Simpan Nugget Jagung. http://pasca.unand.ac.id/id/wpcontent/
uploads/2011/09/efektivitas-kunyit-sebagai-pengawet-alami.pdf.
Direja., Eva H. 2007. Kajian aktivitas antimikroba ekstrak jintan hitam (Nigella
sativa L.) terhadap bakteri patogen dan perusak pangan. [skripsi] Institut
Pertanian Bogor
Gholib, D. 2009. Daya hambat ekstrak kencur terhadap Trychophyton
mentgrophytes dan Cryptococcus neoformans jamur penyebab penyakit
kurap pada kulit dan penyakit paru . Bull. Litro. Vol.20 No.1, 59-67.
Nugraha, Septian Alif, Kusoro Siadi, dan Sudarmin. 2012. Uji antimikroba etil p-
Metoksi sinamat dari rimpang kencur terhadap Bacillus substilis.
Indonesian journal of chemical science. Universitas Negeri Semarang.
Nursal, W., Sri dan Wilda S. 2006. Bioaktifitas Ekstrak Jahe (Zingiber officinale
Roxb.) Dalam Menghambat Pertumbuhan Koloni Bakteri Escherichia
coli dan Bacillus subtilis. Jurnal Biogenesis 2(2): 64-66.
Pasareng, Erling, Jemmy Abdijulu, dan Max. R. J. Runtuwene. 2103.
Pemanfaatan Rimpang Kunyit (Curcuma domesticaVal) Dalam Upaya
Mempertahankan Mutu Ikan Layang (Decapterussp). Jurnal MIPA
UNSRAT Online. Universitas Sam Ratulangi Manado.
Said, Ahmad. 2007. Khasiat dan Manfaat Kunyit. Sinar Wadja Lestari
Sari, Kartika Indah Permata, Periadnadi dan Nasril Nasir. 2013. Uji Antimikroba
Ekstrak Segar Jahe-Jahean (Zingiberaceae) Terhadap Staphylococcus
aureus, Escherichia coli dan Candida albicans. Jurnal Biologi
Universitas Andalas Padang (J. Bio. UA.) 2(1) – Maret 2013 : 20-24
(ISSN : 2303-2162)
Sudiarto, Fadil. Mikrobiologi Pangan. E-books Google.
http://books.google.co.id/books/about/Mikrobiologi_Pangan.html?hl=id
&id=lmzKmC86v7wC diakses pada 1 Desember 2014
Thongson, C., P. M. Davidson, W. Mahakarnchanakul dan J. Weiss. 2004.
Antimicrobial activity of ultrasound-assisted solvent-extracted spices.
Letters in Applied Microbiology. 39:401-406.
Utomo, Eka Prasetya. 2010. https://ekoprasetya.wordpress.com/2010/05/ diakses
pada 1 Desember 2014
WHO. 2005. Food safety and foodborne illness. www.who.int.com.
http://ilmu-kefarmasian.blogspot.com/2012/11/natrium-benzoat.html diakses pada
1 Desember 2014

Anda mungkin juga menyukai