Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

SUMBER HUKUM DAN KONTRIBUSI UMAT ISLAM DI


INDONESIA

Disusun oleh:

Alfi Naimah 190441100030


Andiko Putra Pratama 190441100125
Imam Wahyudi 190441100110
Lukluatul Mukarromah 190441100176
Muh. Rafif Kurniawan 190441100180

PRODI SISTEM INFORMASI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2019/2020
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya
sehingga Penulis mampu menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok
untuk mata kuliah Pendidikan Agama Islam dengan judul “Sumber Hukum Islam dan
Kontribusi Umat Islam di Indonesia.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah
ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepnenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sepenuhnya
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena
itu, kami mengharapakan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Bangkalan, 01 September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1


1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 1
1.3. Tujuan Penulisan ................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN

2.1. Hukum Islam ........................................................................................ 3


2.2. Macam-macam Hukum Islam .............................................................. 4
2.3. Ruang Lingkup Hukum islam ............................................................... 6
2.4. Kontribusi Umat Islam di Indonesia .................................................... 9
BAB III KESIMPULAN

2.1. Kesimpulan .......................................................................................... 11


2.2. Saran ..................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakakang

Sebagian besar masyarakat Indonesia beragama Islam, hal tersebut


berpengaruh pada pola hidup masyarakat Indonesia serta hukum-hukum
didalamnya. Berbicara mengenai hukum, hukum terbagi menjadi dua bagian,
yang pertama hukum merupakan suatu hal yang bersumber pada Al-Qur’an dan
hadist dalam aspek kehidupan, atau biasa disebut dengan hukum statis. Lalu yang
kedua hukum dinamis yaitu hukum yang mampu menjawab segala permasalahan
yang sesuai dengan perkembangan zaman, tempat dan keadaan, baik secara
individu maupun bermasyarakat.

Bagi kalangan umat muslim, yang dimaksudkan sebagai hukum adalah Islam,
yakni mencakup keseluruhan aturan hukum yang bersumber pada Al-Qur’an, dan
untuk kurun waktu zaman tertentu lebih konkrit oleh Nabi Muhammad dalam
tingkah laku beliau yang lazim disebut dengan sunah Rasul. Syariat Islam dan
fiqhih Islam adalah dua buah otentik Islam yang berasal dari perbedaan kajian
Islam sejak lama. Keduanya dipakai silih berganti di Indonesia dari dulu sampai
sekarang dengan pengertian yang terkadang berbeda-beda, tetapi juga sering
mirip. Kaidah-kaidah yang bersumber dari Allah SWT. kemudian lebih
dikonkretkan diselaraskan dengan kemajuan zaman melalui ijtihad atau penemuan
hukum oleh para pakar dibidangnya masing masing baik secara perorangan
maupun bermasyarakat.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa itu hukum Islam?

2. Apa saja macam-macam hukum Islam (Syari’ah)?

3. Apa saja ruang lingkup hukum Islam?

1
4. Apa kontribusi umat Islam di Indonesia?

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari hukum Islam.

2. Untuk mengetahui macam-macam hukum Islam (Syari’ah).

3. Untuk mengetahui ruang lingkup hukum Islam.

4. Untuk mengetahui kontribusi umat Islam di Indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Hukum Islam

Hukum Islam tidak dikenal dalam literatur ilmu keislaman klasik. Kata ini
tidak ditemukan baik dalam Al-Qur’an, Hadist, Kitab kitab fiqhih, maupun Ushul
Fiqhih. Dari sekian banyak istilah-istilah itu ternyata tidak ditemukan istilah
hukum Islam. Istilah ini terambil dari kata fiqh yang secara bahasa berarti
memahami, menguasai, dan mengetahui sesuatu. Kalaupun ditemukan istilah al-
hukm al-Islami dalam beberapa literatur, tidak dimaksud hukum Islam
sebagaimana dipahami di Indonesia, melainkan digunakan untuk pemerintahan
Islam seperti halnya al-hukm al-Amawi (Pemerintahan Umayah), al-hukm al-
abbasi (Pemerintahan Abbassiyah). Derivasi kata hukum Islam tampaknya lebih
sesuai dengan Islamic Law dalam bahasa inggris.

Meskipun tidak bisa dipahami secara sendiri-sendiri, karena hukum Islam


merupakan satu kata yang untuk memahaminya tak dapat dipisahkan, kata
hukum Islam dapat ditelaah dari akar kata al hukm. Kata al-hukm, secara bahasa
berarti mengadili, memerintah, kembali, peraturan, pemerintahan dan
sebagainya. Menurut istilah hukum dapat diartikan dengan dua pengertian.
Pertama, ulama Ushul al-fiqh menyatakan bahwa hukum Islam adalah ketentuan
Syari’ (Allah dan Rasulnya) yang berhubungan dengan perbuatan mukalaf baik
berupa tuntutan, pilihan, maupun ketetapan. Menurut definisi ini, yang dimaksud
hukum Islam adalah nash yang darinya keluar ketentuan-ketentuan hukum.
Kedua, para fuqaha’ mendefinisikan hukum Islam dengan akibat ysng dituntut
oleh ketentuan (firman) Syari’ pada suatu perbuatan seperti wajib, haram, dan
mubah. Istilah Wajib, haram atau mubah menurut definisi ini merupakan hukum
dalam perspektif fuqaha’. Orang mengatakan bahwa hukum shalat lima waktu
wajib, hukum jual beli mubah, hukum mencuri haram.

3
Jika hukum Islam dipahami sebagai fiqh, maka dikalangan ulama Ushul
mengandung dua pengertian pula. Pertama, ilmu tentang hukum-hukum Syara`
praktis yang diperoleh dari dalil dalil yang terperinci. Definisi ini menunjuk pada
fiqh sebagai epistemologi hukum Islam. Kedua, sekumpulan hukum-hukum
Syara` praktis yang diperoleh dalil-dalil yang terperinci. Definisi ini menunjuk
fiqh sebagai koleksi hukum Islam.

2.2. Macam-macam Hukum Islam (Syari’ah)

Undang-undang (sosial) yang telah ditetapkan Allah adalah undang-undang


yang berkaitan dengan dzat (diri), tindakan-tindakannya atau kehidupannya.
Hukum-hukum Syari’at (hukum yang berdasarkan rancangan) terbagi menjadi
dua macam:

At-Hukum Al-Wadhi’I (hukum konvensional, hukum peltakan dan


kesepakatan). Hukum ini menjelaskan hal yang spiritual yang tegak dengan
sendirinya secara tradisional, memberikan pengaruh, baik secaa langsung atau
tidak terhadap perilaku manusia, sebagai contoh adalah hukum kepemilikan.
Seperti haramnya menggunakan harta benda orang lain tanpa izin dari
pemiliknya. Demikian juga perkawinan yang hukumnya telah di syari’atkan
secara langsung bagi hubungan pria dan wanita, perkawinan berpengaruh secara
tidak langsung terhadap perilaku pria dan wanita setelah kawin. Oleh karena itu
perkawinan juga merupakan hukum konvensional yang menjadi obyek bagi
hukum-hukum yamg taklifiyah, yaitu kewajiban suami memberikan nafkah
kepada isterinya, dan sebagainya.

Al-Hukum At-Taklifi (hukum yang bersifat penugasan), hukum ini bertalian


dengan perbuatan-perbuatan manusia yang berpengaruh secara langsung terhadap
perilaku dalam berbagai aspek kehidupan individual menyangkut masalah ritual,
kehidupan rumah tangga dan semua obyek yang menjadi sasaran syari’at Islam
dan hal-hal yang ditanganinya seperti haramnya minum khamar, wajibnya shalat,
wajibnya memberi nafkah sebagai kerabat, wajibnya zakat dan humus atas orang-

4
orang kaya, Pengeklaiman tanah yang ada pemiliknya dengan izin dan
persetujuan imam, wajibnya bersifat adil atas seorang hakim dan sebagainya.

Al-Hukum At-Taklifi terbagi menjadi beberapa jenis:

1. Wujud (keharusan)

Yaitu hukum Syar’i yang mengharuskan realisasi suatu amalan, seperti


shalat, puasa dan sebagainya. Wujud terbagi menjadi beberapa bagian,
yang secara lengkap disebutkan dalam kitab Ushulul-Fiqh.

2. Istihbab (dicintai)

Yaitu suatu hukum Syar’i yang menganjurkan aktualisasi suatu


tindakan tanpa mengandung keharusan, seperti mengantarkan jenazah
mukmin yang meninggal, menjenguk mukmin yang sakit dan sebagainya.

3. Hurmah (larangan)

Yaitu suatu hukum Syar’i yang melarang aktualisasi suatu tindakan


pada batas keharusan, seperti berzina, mengadakan hubungan seksual
sesama jenis, memberikan kesaksian palsu, menjual senjata kepada
musuh Islam, dan sebagainya.

4. Ibahah

Yaitu suatu kelonggaan dan keluasaan yang diberikan oleh pemberlaku


Syari’at kepada mukallaf untuk memilih antara melakukan atau
meninggalkan suatu pekerjaaan berdasarkan ikhtiar dan kebebasan
individualnya, seperti minum kopi, merokok (menurut sebagian mujtahid)
dan sebagainya, selama tidak mengandung bahaya.

5. Karahah (karahiah)

Yaitu hukum Syar’i yang mengandung anjuran agar mukallaf


meninggalkan suatu perbuatan, seperti kencing sambal berdiri, merokok
(menurut sebagian mujtahid) dan sebagainya.

5
Dengan demikian, kita dapat mempermudahnya Wujub adalah hukum atas
perbuatan yang mesti dikerjakan, Hurmah adalah hukum atas perbuatan yang
mesti ditinggalkan, Isthbab adalah suatu hukum atas perbuatan yang sebaiknya
dilakukan, Karahiah adalah hukum atas perbuatan yang sebaiknya ditingkatkan
dan dilakukan. Tapi hukum Ibahah adakalanya berubah menjadi salah satu dari h
hukum diatas, seperti pengharaman tembakau (yang pada dasarnya bersifat
mubah) oleh Al-Mirza Muhammad Al-Syirazi yang berjalan beberapa tahun di
Iran sebagai usaha membendung pengaruh Bahaisme (salah satu organisasi yang
diciptakan oleh Zionisme dan Imperialisme nasional) atau pengharaman gula atas
penderita diabetes dan sebagainya.

2.3. Ruang Lingkup Hukum Islam

Membicarakan syariat dalam arti hukum Islam, maka terjadi pemisahan-


pemisahan bidang hukum sebagai disiplin ilmu hukum. Sesungguhnya hukum
Islam tidak membedakan secara tegas antara wilayah hukum privat dan hukum
publik, seperti yang dipahami dalam ilmu hukum Barat. Hal ini karena dalam
hukum privat Islam terdapat segi-segi hukum publik; demikian juga sebaliknya.
Ruang lingkup hukum Islam dalam arti fiqih Islam meliputi: ibadah dan
muamalah.

Ibadah mencakup hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Sedangkan


muamalat dalam pengertian yang sangat luas terkait dengan hubungan antara
manusia dengan sesamanya. Dalam konteks ini, muamalah mencakup beberapa
bidang, di antaranya: munâkahat, wirâtsah, mu’âmalat dalam arti khusus, jinâyat
atau uqûbat, al-ahkâm as-shulthâniyyah (khilafah), siyâr, danmukhâsamat.
Apabila Hukum Islam disistematisasikan seperti dalam tata hukum Indonesia,
maka akan tergambarkan bidang ruang lingkup muamalat dalam arti luas sebagai
berikut.

6
1. Hukum Perdata

Hukum perdata Islam meliputi:

a. Munâkahât, mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan


perkawinan dan perceraian serta segala akibat hukumnya.

b. Wirâtsat, mengatur segala masalah dengan pewaris, ahli waris, harta


peninggalan, serta pembagian warisan. Hukum warisan Islam ini
disebut juga hukum farâidh.

c. Mu’âmalah dalam arti yang khusus, mengatur masalah kebendaan dan


hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam masalah jual beli,
sewa-menyewa, pinjam-meminjam, perserikatan, kontrak, dan
sebagainya.

2. Hukum Publik

Hukum publik Islam meliputi:

a. Jinâyah, yang memuat aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan


yang diancam dengan hukuman, baik dalam jarîmah hudûd (pidana
berat) maupun dalam jarîmah ta’zîr (pidana ringan). Yang dimaksud
dengan jarîmah adalah tindak pidana. Jarîmah hudûd adalah
perbuatan pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas hukumnya
dalam al-Quran dan as-Sunnah (hudûd jamaknya hadd, artinya batas).
Jarîmah ta’zîr adalah perbuatan tindak pidana yang bentuk dan
ancaman hukumnya ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran
bagi pelakunya (ta’zîr artinya ajaran atau pelajaran).

b. Al-Ahkâm as-Shulthâniyyah, membicarakan permasalahan yang


berhubungan dengan kepala negara/pemerintahan, hak pemerintah
pusat dan daerah, tentang pajak, dan sebagainya.

7
c. Siyâr, mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan
pemeluk agama lain dan negara lain

d. Mukhâsamat, mengatur soal peradilan, kehakiman, dan hukum acara.

Apabila bagian-bagian hukum Islam bidang muamalat dalam arti luas


tersebut dibandingkan dengan susunan hukum barat, seperti dasar adanya taklîfi
kepada mukallaf ialah karena adanya akal dan kemampuan memahami. Peranan
akal merupakan faktor utama dalam syariat Islam untuk menetukan seseorang
sebagai mukallaf.

Sekalipun seseorang telah mencapai usia balig namun tidak sehat akal maka
hukum taklîfi tidak dibebankan kepadanya. Hal ini sejalan dengan hukum positif
yang mengenal istilah personal miserabile, yaitu seorang manusia yang dianggap
tidak cakap bertindak atau melakukan perbuatan hukum.

Dalam hukum Islam dikenal konsep kecakapan hukum yang biasa disebut
ahliyyah. Kecakapan ini terkait dengan mampu tidaknya seseorang menjalankan
fungsinya sebagai subjek hukum yang sempurna. Ada dua klasifikasi ahliyyah,
yakni ahliyyah al-adâ’dan ahliyyah al-wujûb. Yang pertama terkait dengan
kecakapan seseorang untuk menunaikan tindakan hukum. Sedangkan yang kedua
terkait dengan kecapakan seseorang untuk menerima hak, meskipun belum
mampu menunaikan kewajiban, misalnya ahliyyah al-wujûb dalam hak waris
bagi bayi.

Subjek hukum dalam hukum Islam berbeda dengan subjek hukum dalam
hukup positif di Indonesia. Dalam hukum positif Indonesia yang dimaksud
dengan subjek hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi
pendukung (dapat memiliki hak dan kewajiban). Dalam kamus Ilmu Hukum
subjek hukum disebut juga dengan “Orang atau pendukung hak dan kewajiban”.
Dalam artian subjek hukum memiliki kewenangan untuk bertindak menurut tata
cara yang ditentukan dan dibenarkan hukum. Sehingga di dalam ilmu hukum
yang dikenal sebagai subjek hukum adalah manusia dan badan hukum

8
2.4. Kontribusi Umat Islam di Indonesia

Hukum Islam ada dua sifat, yaitu:

1. Al-tsabat (stabil), hukum islam sebagai wahyu akan tetap dan tidak berubah
sepanjang masa.

2. At-tathawwur (berkembang), hukum Islam tidak kaku dalam berbagai kondisi


dan situasi sosial.

Dalam pembentukan hukum Islam di Indonesia, kesadaran berhukum Islam


untuk pertama kali pada zaman kemerdekaan adalah di dalam Piagam Jakarta 22
Juni 1945, yang di dalam dasar ketuhanan diikuti dengan pernyataan dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Tetapi dengan
pertimbangan untuk persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia akhirnya
mengalami perubahan pada tanggal 18 Agustus 1945 yang rumusan sila
pertamanya menjadi “ketuhanan yang maha esa”. Meskipun demikian, kontribusi
umat Islam dalam perumusan dan penegakan hukum di Indonesia tampak jelas
setelah Indonesia merdeka. Sebagai hukum yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat, hukum Islam telah menjadi bagian dari kehidupan bangsa Indonesia
yang mayoritas beragama Islam.

Kontribusi umat Islam dalam perumusan dan penegakan hukum pada akhir-
akhir ini semakin tampak jelas dengan diundangkannya beberapa peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum Islam, seperti Undang-
undang Republik Indonesia Nomor I Tahun 1974 tentang perkawinan, Peraturan
Pemerintah Nomor 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik , Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama,
Instruksi Presuden Nomor I tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam,
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat, dan Undang-undang Republik Indonesia Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Haji. Dengan demikian kontribusi umat islam dalam petrumusan
dan penegakan hukum sangat besar. Ada pun upaya yang harus dilakukan untuk

9
penegakan hukum dalam praktek bermasyarakat dan bernegara yaitu melalui
proses kultural dan dakwah. Apabila islam telah menjadikan suatu keebijakan
sebagai kultur dalam masyarakat, maka sebagai konsekuensinyahukum harus
ditegakkan. Bila perlu “law inforcement” dalam penegakkan hukum islam dengan
hukum positif yaitu melalui perjuangan legislasi. Sehingga dalam perjaalananya
suatu ketentuan yang wajib menurut islam menjadi waajib pula menurut
perundangan.

10
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Demikianlah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memahami hukum


Islam di Indonesia. Ini berarti bahwa hukum Islam, wajib dipelajari dalam
ajaran Islam. Hukum islam harus dihubungkan dengan iman karena dalam
sistem hukum Islam, iman, hukum dan kesusilaan tidak dapat dicerai
pisahkan.

Hukum Islam mengatur seluruh tata hubungan manusia baik dengan


Tuhan maupun dengan dirinya sendiri maupun orang lain, serta benda
dalam masyarakat serta alam sekitarnya. Sebagai umat Islam di Indonesia
kita juga harus tau kontribusi islam untuk indonesia.

3.2. Saran

Tujuan disiptakan hukum Islam adalah agar manusia dapat


memperoleh manfaat dalam menjalankan kehidupannya, serta agar
menimbulkan kekacauan, dan tidak tersesat. Manusia harus taat kepada
Allah SWT. Mempelajari ilmu Islam sangat perlu bagi kehidupan umat
Islam agar kita menjadi lebih tau dan lebih memahami serta dapat menjadi
nilai plus untuk kita sendiri.

11
DAFTAR PUSTAKA

Idri. 2015. Epistemologi: Ilmu pengetahuan, Ilmu Hadis, dan Ilmu Hukum Islam:
Kencana Prenada

Labib, Muhsein. 1994. Dasar-dasar Hukum Islam. Malang: Yayasan Al-Kautsar

Rohidin. 2016. Pengantar Hukum Islam dari Semenanjung Arab hinga Indonsia.
Yogyakarta: Lintang Rasi Aksara Books

Shomad, Abd. 2017. Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum
Indonesia. Jakarta: Kencana

Rahmat Akurizki. Hukum Islam dan Kontribusi Umat Islam. Makalah. Dikutip dari
https://www.academia.edu/8860406/Hukum_Islam_dan_Kontribusi_Umat_Islam. 2
September.

12

Anda mungkin juga menyukai