Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI TANAH

ACARA 1
PENGAMATAN HORIZON TANAH DAN PENENTUAN SIFAT FISIK
TANAH DI LAPANGAN

Dosen Pengampu : Drs. Rudi Hartono , M.Si

Oleh:

Nama Mahasiswa : Dwi Puspitasari


NIM : 170721636655
Offering :B
Asisten Praktikum : 1.M.Aunal Mu’thi
2.M.Rasnanda Asyari

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2018
ACARA 1

PENGAMATAN HORIZON TANAH DAN PENENTUAN SIFAT FISIK


TANAH DI LAPANGAN

I. TUJUAN

1. Mahasiswa dapat mengetahui horizon tanah


2. Mahasiswa dapat mengetahui perbedaan horizon tanah
3. Mahasiswa mengetahui perbedaan antarhorizon pada tanah
4. Mahasiswa sifat fisik tanah kuantitafit tanah ketika di lapangan
II. ALAT dan BAHAN
 Alat
1.Buku Munsle
2.Plastik Sampel
3.Yallon
4.GPS
 Bahan
1.Sampel Tanah di Desa Tegalweru Kec.Dau

III. DASAR TEORI


1. Tanah
Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas yang nemempati sebagian besar
permukaan planet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki
sifat sebagai pengaruh akibat iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap
bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula
menurut ( Isa Darmawijaya, 1990:9). Dari definisi tersebut nampak bahwa
terdapat lima faktor yang berpengaruh dalam pembentukan tanah, yaitu ikim,
jasad hidup, bahan induk, relief, dan waktu. Dari ke lima faktor tersebut, faktor
pembentuk tanah yang paling dominan adalah faktor iklim. Bahan induk,
organikme hidup, dan relief keberadaannya dipengaruhi oleh iklim. Oleh karena
itu pembentukan tanah sering disebut dengan istilah Pelapukan (Weathering).
Untuk memperjelas peranan dari masing-masing faktor pembentuk tanah,
perhatikan uraian di bawah ini
A. Bahan induk (bahan asal) Bahan induk merupakan bahan asal yang nantinya
akan terbentuk tanah. Bahan induk dapat berupa mineral, batuan, dan bahan
organik (sisa- sisa bahan organik/zat organik yang telah mati). Pengertian dari
berbagai bahan induk tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mineral
Mineral merupakan bahan alam homogen dari senyawa anorganik asli,
mempunyai susunan kimia tetap dan susunan molekul tertentu dalam bentuk
geometrik. Sifat mineral yang perlu diperhatikan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan, antara lain: susunan kimia, struktur kristal, textur kristal, dan
kepekaan terhadap proses dekomposisi. Mineral dapat diketahui jenisnya
berdasarkan susunan (composition), kristalisasi, bidang belahan (cleavage),
pecahan (fracture), sifat dalam (tenacity), derajat keras (hardness), berat jenis
(specific gravity), sikap tembus cahaya (diphenity), kilap (luster), warna (color),
dan cerat (streak). Bagi keperluan ilmu tanah yang penting adalah mengenai
jenis mineral di lapangan secara megaskopis, sedangkan susunan mineral secara
kuantitatif harus ditentukan di laboratorium. Mineral-mineral penyusun batuan
tidak semuanya dapat membentuk tanah. Mineral dengan kekerasan 1 – 7
merupakan mineral penyusun batuan yang dapat berubah menjadi tanah.
Berdasarkan skala Mohs, urutan kekerasan mineral adalah sebagai berikut:
1. Talks 6. Orthoklas
2. Gips 7. Kuarsa
3. Kalsit 8. Topas
4. Flourit 9. Korundum
5. Apatit 10. Intan

2. Batuan
Batuan merupakan bahan alam padat yang menyusun kerak bumi atau litosfer.
Pada umumnya batuan tersusun atas dua mineral atau lebih, tetapi juga ada yang
hanya tersusun oleh satu mineral, yaitu batuan gamping (CaCO3). Batuan
penyusun kerak bumi berasal dari batuan cair pijar dengan suhu tinggi yang
disebut dengan magma. Magma berasal dari lapisan mantel yang menyusup
menuju ke permukaan bumi melewati celah-celah yang ada di kerak bumi
(litosfer). Dalam perjalanannya menuju ke permukaan bumi magma dapat
membeku jauh di bawah permukaan bumi, di celah-celah (gang) di dekat
permukaan bumi, maupun membeku di luar permukaan bumi

3. Bahan organik
Sisa-sisa bahan organik apabila melapuk akan membentuk tanah organik.
Sebagian besar sisa-sisa bahan organik terutama berupa daun-daun yang gugur,
ranting-ranting, dan batang pohon. Di samping itu sisa-sisa bahan organik ini
dapat berasal dari hewan dan manusia, namun jumlahnya sangat sedikit bila
dibandingkan dengan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Bahan organik yang
masih hidup tidak berfungsi sebagai bahan induk, tetapi berfungsi merubah
bahan induk menjadi tanah.
B. Iklim
Iklim merupakan faktor yang paling dominan dalam pembentukan tanah, karena
iklim bersifat aktif dalam mempengaruhi bahan induk. Oleh karena itu istilah
yang digunakan dalam proses pembentukan tanah adalah ”weathering”. Unsur
iklim yang berperan dalam proses pembentukan tanah adalah temperatur udara
dan curah hujan.
1. Temperatur udara
Temperatur udara merupakan derajat panas dinginnya udara. Dalam proses
pembentukan tanah (pelapukan), fluktuasi harian dari temperatur udara
mempunyai peranan penting dalam proses desintegrasi. Semakin besar fluktuasi
temperatur harian semakin cepat proses desintegrasi berlangsung. Daerah yang
mempunyai fluktuasi temperatur udara harian tertinggi adalah daerah gurun.
Pada umumnya di daerah gurun pada siang hari terasa panas, sedangkan pada
malam hari terasa dingin. Dengan demikian pada siang hari terjadi proses
pengembangan batuan, sedangkan pada malam hari terjadi proses pengkerutan
batuan. Akhirnya terjadi desintegrasi secara aktif.
Temperatur udara mempengaruhi besarnya evapotranspirasi sehingga
mempengaruhi pula gerakan air dalam tanah. Di samping itu temperatur juga
berpengaruh terhadap reaksi kimia dalam tanah dan aktivitas bakteri pembusuk.
Adanya kenaikan temperatur tiap 10ºC dapat mempercepat reaksi kimia 2 - 3
kali lipat.
2. Curah hujan
Curah hujan mempunyai peranan yang penting dalam proses pembentukan
tanah. Aktivitas hujan berpengaruh dimulai dari adanya tetesan air hujan yang
mampu mengkikis batuan (bahan yang lain) yang ada di permukaan tanah. Di
samping itu adanya air hujan yang meresap ke dalam tanah akan mempercepat
berbagai reksi kimia yang ada dalam tanah, sehingga mempercepat proses
pembentukan tanah. Namun demikian curah hujan juga berperan merusak
lapisan tanah yang telah tebentuk. Sebagai contoh banyak kejadian erosi maupun
tanah longsor yang diakibatkan oleh hujan. Disamping itu hujan juga
menyebabkan terjadinya pelindihan berbagai unsur yang ada pada lapisan tanah
atas.
Menurut Marbut, pengaruh iklim terhadap pembentukan tanah antara lain
meliputi hal-hal sebagai berikut (Isa Darmawijaya, 1990:78-79):
a. Di daerah tropik humid, pelapukan kimia berjalan sangat cepat, sedangkan
pelapukan fisik biasa.
b. Di daerah taiga dan frost yang humid dan subhumid, pelapukan kimia relatif
lambat, sedangkan pelapukan fisik cepat.
c. Di daerah arid, pelapukan kimia sangat lambat, sedangkan pelapukan fisik
sangat cepat.
d. Di daerah arid-microthermal terbentuk lempung yang banyak mengandung Si.
e. Di daerah tropik-humid mesothermal, terbentuk lempung yang mengandung
Al dan Fe dengan kadar Si yang rendah.
f. Di daerah humid-microthermal terbentuk lempung yang berkadar Si sedang
sampai tinggi.
C. Organisme
Semua makhluk hidup, baik selama masih hidup maupun setelah mati
mempunyai pengaruh dalam pembentukan tanah. Di antara makhluk hidup yang
paling berperan dalam pembentukan tanah adalah vegetasi, karena vegetasi
mempunyai kedudukan yang tetap dalam waktu yang lama, berbeda dengan
manusia dan bintang yang selalu bergerak dan pindah tempat.Vegetasi
merupakan organikme hidup yang mempunyai peranan paling besar dalam
proses pembentukan tanah. Akar-akar vegetasi mampu dalam melakukan
pelapukan fisik karena tekanannya dan mampu melakukan pelapukan kimia
karena unsur-unsur kimia yang dikeluarkan oleh akar, sehingga tanah-tanah di
sekitar akar akan banyak mengandung bikarbonat. Di samping itu vegetasi yang
telah mati akan menjadi bahan induk terbentuknya tanah, terutama tanah-tanah
organik (humus).
Organikme hidup yang berupa hewan besar tidak begitu besar peranannya dalam
membentuk tanah. Organikme hidup berupa hewan yang paling berperan dalam
pembentukan tanah adalah mikro-organikme berupa bakteri pembusuk. Mikro-
organikme ini terutama berperan aktif dalam pembentukan tanah-tanah organik.
Mikro-organikme ini akan bekerja sangat efektif pada suhu berkisar 25ºC. Oleh
karena itu di daerah tropis perkembangan tanah organik lebih intensif
dibandingkan dengan di daerah sedang atau daerah dingin.
D. Relief/topografi
Topografi atau relief berpengaruh dalam mempercepat atau memperlambat
proses pembentukan tanah. Pada daerah yang mempunyai relief miring proses
erosi tanah lebih intensif sehingga tanah yang terbentuk di lereng seperti
terhambat. Sedangkan pada daerah datar aliran air permukaan lambat, erosi
kecil, sehingga proses pembentukan tanah lebih cepat. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa daerah semakin miring maka faktor penghambat pembentukan
tanah semakin besar
E. Waktu
Pembentukan tanah membutuhkan waktu. Lama waktu pembentukan tanah
terutama tergantung dari bahan induk dan iklim. Batuan yang keras lebih sulit
terbentuk tanah daripada batuan yang lunak. Demikian juga iklim di daerah
tropis akan lebih mudah dalam proses pembentukan tanah daripada iklim di
daerah sedang atau arid. Oleh karena itu tanah-tanah di daerah tropis biasanya
lebih tebal dibandingkan dengan tempat lainnya
2. Horizon tanah
Horizon tanah adalah a lapisan-lapisan tanah yang terbentuk karena hasil proses
pembentukan tanah. Proses pembentukan horizon-horizon tanah tersebut akan
menghasilkan tanah. Penampang tegak dari tanah menunjukkan susunan horizon
tanah yang disebut profil tanah. Dalam pembuatan profil tanah di lapangan,
terdapat tiga syarat yang harus diperhatikan yaitu: vertikal, baru, dan tidak
terkena sinar matahari secara langsung. Profil tanah yang sempurna berturut-
turut dari atas ke bawah memiliki horizon O, A, B, dan C
3. Sifat-sifat tanah
Sifat fisik tanah menurut Wilding (1985) merumuskan kisaran
koefisien keragaman (KK) dari sifat-sifat tanah terpilih dengan membedakan
antara sifat-sifat tanah yang statis -- seperti bahan organik, tekstur, susunan
mineral, kedalaman solum dan warna tanah --, dan sifat-sifat tanah yang dinamis
seperti -- konduktivitas hidrolik, kadar air tanah, kandungan garam,
mikroorganisme, kation dapat tukar, dan kondisi reduksi oksidasi -- (Tabel 2).

Tabel 2. Urutan keragaman relatif sifat-sifat tanah yang terjadi pada suatu
landscape yang luasnya beberapa hektar atau kurang.

Keragaman Sifat sifat tanah

Terendah (koefisien keragaman < 15% Warna tanah (hue dan value
Ph tanah
Ketebalan horizon A
Kandungan debu total
Batas plastisitas
Sedang (koefisien keragaman 15-35%) Kandungan pasir total
Kandungan liat total
Kapasitas tukar kation
Kejenuhan basa
Struktur tanah (grade dan class)
Batas cair
Kedalaman dengan pH minimum
Tertinggi (koefisien > 35%) Ekivalen kalsium karbonat
Horizon B
Warna tanah (choma)
Kedalaman karatan
Kedalaman pencucian (karbonat)
Na, Ca, Mg, dan K dapat tukar
Kandungan liat halus
Kandungan bahan organik
Indeks plastisitas
Kandungan garam terlarut
Konduktivitas hodrolik
Kandungan air tanah
Sumber: Wilding, 1985

4. Struktur tanah
Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah.
Gumpalan struktur tanah ini terjadi karena butir-butir pasir, debu, dan liat terikat
satu sama lain oleh suatu perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi, dan
lain-lain. Gumpalan-gumpalan kecil (struktur tanah) ini mempunyai bentuk,
ukuran, dan kemantapan (ketahanan) yang berbeda-beda.
Struktur tanah dikelompokkan dalam 6 bentuk. Keenam bentuk tersebut adalah:
1. Granular, yaitu struktur tanah yang berbentuk granul, bulat dan porous,
struktur ini terdapat pada horizon A.
2. Gumpal (blocky), yaitu struktur tanah yang berbentuk gumpal membulat dan
gumpal bersudut, bentuknya menyerupai kubus dengan sudut-sudut membulat
untuk gumpal membulat dan bersudut tajam untuk gumpal bersudut, dengan
sumbu horizontal setara dengan sumbu vertikal, struktur ini terdapat pada
horizon B pada tanah iklim basah.
3. Prisma (prismatic), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertical lebih besar
daripada sumbu horizontal dengan bagian atasnya rata, struktur ini terdapat
pada horizon B pada tanah iklim kering.
4. Tiang (columnar), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertical lebih besar
daripada sumbu horizontal dengan bagian atasnya membulat, struktur ini
terdapat pada horizon B pada tanah iklim kering.
5. Lempeng (platy), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertikal lebih kecil
daripada sumbu horizontal, struktur ini ditemukan di horizon A2 atau pada
lapisan padas liat.
6. Remah (single grain), yaitu struktur tanah dengan bentuk bulat dan sangat
porous, struktur ini terdapat pada horizon A.
Cara menentukan struktur tanah di lapangan secara sederhana yaitu struktur
setiap horizon tanah dapat ditentukan di lapangan dengan cara mengambil
gumpalan tanah, sedapat mungkin dengan keadaan lembab sekitar ±10 cm3
kemudian dipecah menggunakan jari. Pecahan tersebut merupakan agregat atau
gabungan agregat dan kemudian ditentukan bentuk, ukuran dan kemantapannya.
Tabel Klasifikasi struktur tanah kualitatif
No. Struktur Deskripsi Kondisi Tanah
Tanah
1. Granular Berbentuk granul, bulat dan porous, dan
terdapat pada horizon A.
2. Gumpal Berbentuk gumpal membulat dan gumpal
(blocky) bersudut, berbentuk menyerupai kubus dengan
sudut-sudut membulat untuk gumpal membulat
dan bersudut tajam untuk gumpal bersudut,
sumbu horizontal setara dengan sumbu vertikal,
terdapat pada horizon B tanah iklim basah.
3. Prisma Sumbu vertikal lebih besar daripada sumbu
(Prismatic) horizontal dengan bagian atasnya rata, terdapat
pada horizon B tanah iklim kering.
4. Tiang Sumbu vertikal lebih besar daripada sumbu
(Columnar) horizontal dengan bagian atasnya membulat,
terdapat pada horizon B tanah iklim kering.
5. Lempeng Sumbu vertikal lebih kecil daripada sumbu
(Platy) horizontal, terdapat pada horizon A2 atau pada
lapisan padas liat.
6. Remah Berbentuk bulat dan sangat porous, terdapat
(Single pada horizon A.
Grain)
5. Tekstur tanah
Tekstur tanah adalah tanah disusun dari butir-butir tanah dengan berbagai
ukuran. Bagian butir tanah yang berukuran lebih dari 2 mm disebut bahan kasar
tanah seperti kerikil, koral sampai batu. Bagian butir tanah yang berukuran
kurang dari 2 mm disebut bahan halus tanah. Bahan halus tanah dibedakan
menjadi:
1. Pasir, yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,050 mm sampai dengan 2
mm.
2. Debu, yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,002 mm sampai dengan 0,050
mm.
3. Liat, yaitu butir tanah yang berukuran kurang dari 0,002 mm (penggolongan
berdasarkan USDA). Tekstur tanah di lapangan dapat dibedakan dengan cara
manual yaitu dengan memijit tanah basah di antara jari jempol dengan jari
telunjuk, sambil dirasakan halus kasarnya yang meliputi rasa keberadaan
butir-butir pasir, debu dan liat, dengan cara sebagai berikut:
1. Apabila rasa kasar terasa sangat jelas, tidak melekat, dan tidak dapat
dibentuk bola dan gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur
Pasir.
2. Apabila rasa kasar terasa jelas, sedikit sekali melekat, dan dapat dibentuk
bola tetapi mudah sekali hancur, maka tanah tersebut tergolong bertekstur
Pasir Berlempung.
3. Apabila rasa kasar agak jelas, agak melekat, dan dapat dibuat bola tetapi
mudah hancur, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung
Berpasir.
4. Apabila tidak terasa kasar dan tidak licin, agak melekat, dapat dibentuk
bola agak teguh, dan dapat sedikit dibuat gulungan dengan permukaan
mengkilat, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung.
5. Apabila terasa licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan
gulungan dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong
bertekstur Lempung Berdebu.
6. Apabila terasa licin sekali, agak melekat, dapat dibentuk bola teguh, dan
dapat digulung dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut
tergolong bertekstur Debu.
7. Apabila terasa agak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh,
dan dapat dibentuk gulungan yang agak mudah hancur, maka tanah
tersebut tergolong bertekstur Lempung Berliat.
8. Apabila terasa halus dengan sedikit bagian agak kasar, agak melekat, dapat
dibentuk bola agak teguh, dan dapat dibentuk gulungan mudah hancur,
maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Liat Berpasir.
9. Apabila terasa halus, terasa agak licin, melekat, dan dapat dibentuk bola
teguh, serta dapat dibentuk gulungan dengan permukaan mengkilat, maka
tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Liat Berdebu.
10. Apabila terasa halus, berat tetapi sedikit kasar, melekat, dapat dibentuk
bola teguh, dan mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong
bertekstur Liat Berpasir.
11. Apabila terasa halus, berat, agak licin, sangat lekat, dapat dibentuk bola
teguh, dan mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong
bertekstur Liat Berdebu.
12. Apabila terasa berat dan halus, sangat lekat, dapat dibentuk bola dengan
baik, dan mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong
bertekstur Liat
Tabel Klasifikasi tekstur tanah kualitatif

No Tekstur Tanah Deskripsi Kondisi Tanah


1. Pasir Rasa kasar terasa sangat jelas, tidak melekat,
dan tidak dapat dibentuk bola dan gulungan.
2. Pasir Rasa kasar terasa jelas, sedikit melekat, dan
Berlempung dapat dibentuk bola tetapi mudah sekali
hancur.
3. Lempung Rasa kasar agak jelas, agak melekat, dapat
Berpasir dibuat bola tapi mudah sekali hancur.
4. Lempung Tidak terasa kasar dan tidak licin, agak
melekat, dapat dibentuk bola aga teguh, dapat
sedikit dibuat gulungan dengan permukaan
mengkilat.
5. Lempung Terasa licin, agak melekat, dapat dibentuk
Berdebu bola agak teguh, dan gulungan dengan
permukaan mengkilat.
6. Debu Terasa licin sekali, agak melekat, dapat
dibentuk bola teguh, dan dapat digulung
dengan permukaan mengkilat.
7. Lempung Terasa agak licin, agak melekat, dapat
Berliat dibentuk bola agak teguh, dan dapat dibentuk
gulungan yang agak mudah hancur.
8. Lempung Liat Terasa halus dengan sedikit bagian agak
Berpasir kasar, agak melekat, dapat dibentuk bola agak
teguh, dan dapat dibentuk gulungan mudah
hancur.
9. Lempung Liat Terasa halus, agak licin, melekat, dana dapat
Berdebu dibentuk bola teguh, dapat dibentuk gulungan
dengan permukaan mengkilat.
10. Liat Berpasir Terasa halus, agak licin, melekat, dapat
dibentuk bola teguh, dan mudah dibuat
gulungan.

11. Liat Berdebu Terasa halus, berat, agak licin,sangat lekat,


dapat dibentuk bola teguh, dan mudah dibuat
gulungan.
12. Liat Terasa berat dan halus, sangat lekat, dapat
dibentuk bola dengan baik, dan mudah dibuat
gulungan.
6. Konsistensi tanah
Konsistensi tanah menunjukkan integrasi antara kekuatan daya kohesi
butir-butir tanah dengan daya adhesi butir-butir tanah dengan benda lain.
Keadaan tersebut ditunjukkan dari daya tahan tanah terhadap gaya yang akan
mengubah bentuk. Gaya yang akan mengubah bentuk tersebut misalnya
pencangkulan, pembajakan, dan penggaruan. Menurut Hardjowigeno (1992)
bahwa tanah-tanah yang mempunyai konsistensi baik umumnya mudah diolah
dan tidak melekat pada alat pengolah tanah. Penetapan konsistensi tanah dapat
dilakukan dalam tiga kondisi, yaitu: basah, lembab, dan kering. Konsistensi
basah merupakan penetapan konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah di
atas kapasitas lapang (field capacity). Konsistensi lembab merupakan penetapan
konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah sekitar kapasitas lapang.
Konsistensi kering merupakan penetapan konsistensi tanah pada kondisi kadar
air tanah kering udara.
Pada kondisi basah, konsistensi tanah dibedakan berdasarkan tingkat
plastisitas dan tingkat kelekatan. Tingkatan plastisitas ditetapkan dari tingkatan
sangat plastis, plastis, agak plastis, dan tidak plastis (kaku). Tingkatan kelekatan
ditetapkan dari tidak lekat, agak lekat, lekat, dan sangat lekat.
Pada kondisi lembab, konsistensi tanah dibedakan ke dalam tingkat
kegemburan sampai dengan tingkat keteguhannya. Konsistensi lembab dinilai
mulai dari: lepas, sangat gembur, gembur, teguh, sangat teguh, dan ekstrim
teguh. Konsistensi tanah gembur berarti tanah tersebut mudah diolah, sedangkan
konsistensi tanah teguh berarti tanah tersebut agak sulit dicangkul.
Pada kondisi kering, konsistensi tanah dibedakan berdasarkan tingkat
kekerasan tanah. Konsistensi kering dinilai dalam rentang lunak sampai keras,
yaitu meliputi: lepas, lunak, agak keras, keras, sangat keras, dan ekstrim keras.
Cara penetapan konsistensi untuk kondisi lembab dan kering ditentukan
dengan meremas segumpal tanah. Apabila gumpalan tersebut mudah hancur,
maka tanah dinyatakan berkonsistensi gembur untuk kondisi lembab atau lunak
untuk kondisi kering. Apabila gumpalan tanah sukar hancur dengan cara
remasan tersebut maka tanah dinyatakan berkonsistensi teguh untuk kondisi
lembab atau keras untuk kondisi kering.
Dalam keadaan basah ditentukan mudah tidaknya melekat pada jari,
yaitu kategori: melekat atau tidak melakat. Selain itu, dapat pula berdasarkan
mudah tidaknya membentuk bulatan, yaitu: mudah membentuk bulatan atau
sukar membentuk bulatan; dan kemampuannya mempertahankan bentuk tersebut
(plastis atau tidak plastis).
Tabel Klasifikasi konsistensi tanah kualitatif
No. Konsistensi Tipe Ciri-ciri
Tanah
1. Konsisten Tingkat Hampir tidak ada adhesi antara
Basah Kelekatan: tanah dengan jari tangan.
a. Tidak Lekat (0)

b. Agak Lekat (1) Beradhesi dengan satu jari


tetapi tidak beradhesi pada
lainnya.
c. Lekat (2) Tanah beradhesi dengan ibu
jari tangan, agak lentur.
d. Sangat Lekat (3) Beradhesi sangat kuat terhadap
jari dan ibu jari.
Tingkat Tidak berbentuk pita bila bahan
Plastisitas: tanah dipilin dengan dua
a. Tidak Plastis (0) tangan.
b. Agak Plastis (1) Hanya berbentuk pita yang
pendek bila bahan tanah
dipilin.
c. Plastis (2) Dapat berbentuk pita yang
panjang dan diperlukan tekanan
yang sedang untuk merubah
bentuk bahan tanah dipilin
kedua tangan.
d. Sangat Plastis (3) Diperlkan tekanan yang lebih
banyak untuk merubah bentuk
bahan tanah yang dipilin
dengan kedua tangan.
2. Konsistensia. Lepas (0) Bahan tanah tidak coherent.
Lembab b. Gembur/ Sangat Agregat dengan mudah
Gembur (1) dihancurkan oleh ibu jari dan
jari tangan.
c. Gembur (2) Diperlukan sedikit tekanan ibu
jari untuk menghancurkan
agregat.
d. Teguh (3) Diperlukan tekanan sedang dari
ibu jari untuk menghancurkan
agregat.
e. Sangat Teguh (4) Diperlukan tekan yang kuat
dari ibu jari dan jari untuk
menghancurkan agregat.
f. Sangat Teguh Agregat tidka bisa dihancurkan
Sekali (5) dengan ibu jari.
3. Konsistensia. Lepas (0) Bahan tanah tidak coherent.
Kering b. Lunak (1) Dengan tangan agregat tanah
hancur dengan mudah menjadi
butiran tunggal.
c. Agak Keras (2) Untuk menghancurkan tanah
diperlukan sedikit tekanan oleh
ibu jari dan jari.
d. Keras (3) Agregat sulit dihancurkan oleh
ibu jari dan jari.
e. Sangat Keras (4) Agregat sulit dihancurkan oleh
dengan kedua tangan.
f. Sangat Keras Agregat tidak bisa dihancurkan
Sekali (5) oleh kedu telapak tengan.

IV. LANGKAH KERJA

a. Penentuan Horizon tanah :


1. Dari lokasi tempat parkir menuju tempat tanah yang sudah dikepras.
2. Membersihkan lahan yang digunakan untuk mendiskripsiakan profil tanah
dari rerumputan maupun lumut yang ada dipermukaan tiap-tiap horizon.
3. Membedakan tiap-tiap horizon dengan melihat perbedaan warna (horizon
O, A, dan B).
4. Mengamati gradasi warna yang ada antarhorizon, karena gradasi warna
merupakan batas antarhorizon yang bisa diamati secara langsung.
b. Penentuan Struktur Tanah :
1. Mengambil segumpal tanah pada setiap horizon.
2. Pecahkan segumpal tanah tersebut dengan jari-jemari.
3. Pertama gunakan dua jari untuk memecahkan tanah pada setiap horizon,
bila dengan dua jari tanah sudah pecah maka tanah ini memiliki struktur
remah.
4. Namun, bila dengan dua jari belum pecah, maka gunakan tiga jari untuk
memecahkan tanah pada setiap horizon, pada tahap ini tanah memiliki
struktur lembar.
5. Yang terakhir penentuan struktur tanah yaitu dengan cara menghancurkan
menggunakan empat atau lima jari. Pada tahap ini, tanah memiliki struktur
columner.
c. Penentuan Tekstur Tanah :
1. Mengambil segumpal tanah pada setiap horizon.
2. Dirasakan menggunakan indra perasa.
3. Bila terasa kasar pada kulit maka tanah tersebut sebagian besar komposisi
tanah itu adalah pasir.
4. Bila terasa agak kasar tetapi meninggalkan bekas saat dibersihkan maka
komposisi tanah tersebut sebagian besar adalah debu.
5. Bila saat dirasakan tanahnya terasa licin menunjukkan sebagian besar
komposisinya adalah liat.
d. Penentuan Warna Tanah :

1. Mengambil segumpal pada setiap horizon atau diamati secara langsung


pada lahan keprasan tersebut.
2. Membandingkan secara langsung warna tanah pada setiap horizon tanah

V. HASIL PRAKTIKUM

a. Tabel Pengamatan (terlampir)


b. Perhitungan Kemiringan Lereng (terlampir)
VI. PEMBAHASAN
Praktikum geografi tanah kali ini kami melakukan pengamatan
mengenai horizon tanah dan menentukan sifat fisik tanah. Pengamatan tersebut
dilakukan pada tanggal 3 Maret 2018 yang terdapat di Desa Tegal Waru,
Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, berada pada koordinat 070 56’ 28,25” LS
dan 1120 33’ 52,53” BT
Berdasarkan hasil pengamatan horizon tanah dan penentuan sifat fisik
tanah, daerah tersebut berada pada ketinggian 899 m. dan memiliki tiga horizon
tanah yaitu horizon O, A, dan B. Horizon O berada pada permukaan tanah
dengan kedalaman 0-30 cm dari permukaan tanah. Tekstur tanah pada horizon O
ini tergolong dalam tekstur pasir berdebu karena mempunyai ciri sangat kasar,
tidak dapat dibentuk bola, dan tidak melekat pada saat dirasakan, tetapi saat
dilepaskan tanah tersebut juga mengandung debu. Pada horizon ini tanahnya
berwarna kecoklatan dengan ukuran 7,5 YR 2,5/2. Hal itu terjadi disebabkan
oleh banyaknya bahan organik yang berasal dari tumbuhan maupun hewan.
Horizon O merupakan struktur granular karena memiliki tingkat agregat yang
rendah, sehingga antarpartikel pada tanah tersebut susah menyatu. Horizon ini
berkonsistensi lunak pada kondisi kering.
Horizon A berada pada kedalaman antara 30-100 cm dari permukaan
tanah. Pada horizan A memiliki warna coklat kehitaman dengan ukuran 7,5 YR
3/3. Warna tersebut menunjukkan bahwa bahan organik pada horizon ini tidak
sebanyak yang ada di horizon O. Struktur tanah pada horizon ini tergolong
dalam struktur remah karena tanah pada horizon ini mudah pecah saat ditekan
dengan menggunakan satu sampai dua jari. Horizon A merupakan tekstur liat
berdebu karena mempunyai ciri licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak
teguh dan memiliki permukaan mengkilat. Horizon A berkonsistensi plastis pada
saat basah karena komposisi pada horizon ini didominasi oleh liat.
Horizon B berada pada kedalaman 100-200 cm. dari permukaan tanah.
Horizon ini memiliki warna coklat kekuningan dengan ukuran 10 YR 6/6
(pucat). Adanya warna pucat pada horizon ini dipengaruhi oleh proses pencucian
atau bleaching. Horizon B tergolong dalam tekstur tanah liat berpasir karena
mempunyai ciri halus dengan sebagian agak kasar, agak melekat, dapat dibentuk
bola agak teguh, dan dapat dibentuk gulungan yang muda hancur. Horizon ini
berstruktur columnar karena untuk susah untuk dipecahkan atau dihancurkan.
Tanah pada horizon B dapat dikatakan berkonsistensi agak keras pada kondisi
kering karena gumpalan taah tersebut tidak mudah dihancurkan.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, daerah tersebut merupakan
ordo spodosol. Jenis tanah ini berkembang dari bahan endapan dan batuan
sediment kaya kuarsa yang dipercepat oleh adanya vegetasi yang menghasilkan
serasah asam. Senyawa – senyawa organic tercuci kebawah bersama air
perkolasi sehingga tanah permukaan menjadi berwarna terang, sedang horizon
bawah menjadi berwarna gelap karena terjadinya selaput organic pada butir-butir
tanah. Pada daerah tempa pengamatan masyarakat memanfaatkan lahan sekitar
untuk pertanian, makam, dan masih ada lahan kosong (tegalan).
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan mengenai pengamatan horizon tanah maka,
dapat diketahui bahwa pada lokasi pengamatan di Desa Tegal Waru, Kecamatan
Dau, Kabupaten Malang memiliki tiga horizon tanah yaitu O, A, dan B. yang
masing-masing memiliki kedalaman yang berbeda beda. Pada horizon O
memiliki berada pada permukaan tanah dan memiliki kedalaman antara 0-30 cm.
dari permukaan tanah, sedangkan horizon A memilki kedalaman antara 30-100
cm. dari permukaan tanah, dan horizon B memiliki kedalaman 100-200 cm. dari
permukaan tanah.
Sifat fisik tanah yang telah ditentukan dari setiap horizon tanah memiliki
beberapa karakteristik yang berbeda-beda antara satu horizon dan horizon lain
seperti, warna, tekstur, struktur dan konsistensi tanah. Pada horizon O memiliki
warna kecoklatan dengan ukuran 7,5 YR 2,5/2, tergolong dalam tekstur pasir
berdebu, merupakan struktur granular, dan berkonsitensi lunak pada kondisi
kering. Horizon A yang memiliki warna coklat kehitaman dengan ukuran 7,5 YR
3/3, tergolong dalam tekstur liat berpasir, merupakan struktur remah, dan
berkonsitensi plastis. Sedangkan horizon B memiliki warna pucat dengan ukuran
10 YR 6/6, tergolong dalam tekstur liat berpasir, merupakan struktur columner,
dan berkonsistensi agak keras pada kondisi kering.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan daerah tersebut merupakan
ordo spodosol. Masyarakat di daerah sekitar memanfaatkan lahan untuk
pertanian, makam, dan ada yang masih berupa lahan kosong dan belum
dimanfaatkan oleh warga sekitar.
VIII. DAFTAR PUSTAKA

Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Edisi ketiga. PT. Mediyatama Sarana


Perkasa. Jakarta.
Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika
Pressindo. Jakarta.
Isa Darmawijaya. 1990. Klasifikasi Tanah. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/buku/buku%20sifat%2
0fisik%20tanah.pdf?secure=true
IX. LAMPIRAN
a.Tabel Pengamatan

b.Dokumentasi
Dokumentasi

a. Daerah sekitar lokasi pengamatan

b. Gambar tebing dan tanah per horizon

Anda mungkin juga menyukai