Anda di halaman 1dari 25

REFLEKSI KASUS SEPTEMBER 2019

FOURNIER GANGRENE

OLEH :
NAMA : RIZKY APRIANDI PATODO
NIM : N 111 17 102

PEMBIMBING KLINIK:
dr. Roberthy David Maelissa, Sp.B., FINACS

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2019
BAB I

PENDAHULUAN

Fournier gangren merupakan kegawatdaruratan bedah karena onsetnya

berlangsung sangat mendadak, cepat berkembang, bisa menjadi gangren yang

luas dan menyebabkan septikemia. Fournier gangren pertama kali ditemukan

pada tahun 1883, oleh ahli penyakit kelamin asal Perancis Jean Alfred

Fournier mendapatkan dimana 5 laki-laki muda yang sebelumnya sehat

menderita gangren dengan cepat progresif pada penis dan skrotum tanpa

sebab yang jelas. Penyakit ini yang kemudian dikenal sebagai Fournier

gangren, didefinisikan sebagai fasciitis nekrotikans pada daerah perineum

perianal atau genital. Penyakit ini kebanyakan terjadi pada penderita usia 40-

70 tahun dengan faktor resiko keadaan umum yang kurang baik seperti gizi

buruk, penggunaaan imunosupresan, alkohol dan diabetes melitus.1,

Fournier gangren relatif jarang, namun sangat progresif kejadian yang

tepat dari penyakit ini tidak diketahui. Dalam artikel penelitian Fournier

gangren pada tahun 2013, Benjelloun et al. terdapat sekitar 50 kasus infeksi

yang dilaporkan dalam rekam medis RS Universitas Hassan II Maroko sejak

Januari 2003-Desember 2009. Dari 50 pasien, 12 pasien meninggal dan 28

pasien dapat bertahan hidup, dimana angka mortalitas 24%. Terdapat 44

orang laki-laki dan 5 orang perempuan. Jenis kelamin tidak berkaitan dengan

angka mortalitas. Sumber infeksi 72% kasus dapat diidentifikasi, dan sumber

infeksi yang paling sering adalah melalui anorektal. Diabetes Mellitus

merupakan faktor penyulit tersering.3


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Fournier gangren merupakan suatu gangren pada skrotum atau uvula

yang disebabkan oleh bakteri anaerob yang merupakan strain streptococcus

beta hemolitikus. Penyakit ini adalah bentuk dari fascitis nekrotikan yang

terdapat di sekitar genitalia eksterna. Fournier gangren merupakan

kegawatdaruratan bedah karena onsetnya berlangsung sangat mendadak,

cepat berkembang, bisa menjadi gangren yang luas dan menyebabkan

septikemia. Fournier gangren pertama kali ditemukan pada tahun 1883, oleh

ahli penyakit kelamin asal Perancis Jean Alfred Fournier mendapatkan

dimana 5 laki-laki muda yang sebelumnya sehat menderita gangren dengan

cepat progresif pada penis dan skrotum tanpa sebab yang jelas. Penyakit ini

yang kemudian dikenal sebagai Fournier gangren, didefinisikan sebagai

fasciitis nekrotikans pada daerah perineum perianal atau genital. Penyakit ini

kebanyakan terjadi pada penderita usia 40-70 tahun dengan faktor resiko

keadaan umum yang kurang baik seperti gizi buruk, penggunaaan

imunosupresan, alkohol dan diabetes melitus.1, 2,4

Fournier gangren relatif jarang, namun sangat progresif kejadian yang

tepat dari penyakit ini tidak diketahui. Dalam artikel penelitian Fournier

gangren pada tahun 2013, Benjelloun et al. terdapat sekitar 50 kasus infeksi

yang dilaporkan dalam rekam medis RS Universitas Hassan II Maroko sejak

Januari 2003-Desember 2009. Dari 50 pasien, 12 pasien meninggal dan 28

pasien dapat bertahan hidup, dimana angka mortalitas 24%. Terdapat 44


orang laki-laki dan 5 orang perempuan. Jenis kelamin tidak berkaitan dengan

angka mortalitas. Sumber infeksi 72% kasus dapat diidentifikasi, dan sumber

infeksi yang paling sering adalah melalui anorektal. Diabetes Mellitus

merupakan faktor penyulit tersering.3 Kejadian yang lebih rendah pada

wanita dapat disebabkan oleh drainase yang lebih baik dari daerah perineum

melalui cairan vagina. Pria yang berhubungan seks dengan sesama jenis

berada pada risiko yang lebih tinggi, terutama untuk infeksi yang disebabkan

terkait dengan methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). 3,4

Meskipun awalnya digambarkan sebagai gangren idiopatik alat

kelamin, tetapi penyebab Fournier gangren dapat diidentifikasikan pada 75-

95% dari jumlah kasusnya. Proses nekrosis biasanya berasal dari infeksi di

anorektal (13-50%), saluran urogenital (17-87%), sedang yang lain dari

trauma lokal atau infeksi kulit di sekitar alat kelamin.1

Penyebab Fournier gangren pada anorektal termasuk abses perianal

abses perirektal, dan iskiorektalis, fisura anal, dan perforasi usus yang terjadi

karena cedera kolorektal atau komplikasi keganasan kolorektal, penyakit

radang usus, divertikulitis kolon, atau usus buntu. Pada saluran urogenital,

penyebab Fournier gangren mencakup infeksi di kelenjar bulbourethral,

cedera uretra, cedera iatrogenik sekunder untuk manipulasi striktur uretra,

epididimitis, orkitis, atau infeksi saluran kemih bawah (misalnya, pada pasien

dengan penggunaan jangka panjang kateter uretra). Sedangkan pada

dermatologi, penyebabnya termasuk supuratif hidradenitis, ulserasi karena


tekanan skrotum, dan trauma. Ketidakmampuan untuk menjaga kebersihan

perineum seperti pada pasien lumpuh menyebabkan peningkatan risiko.

Terkadang akibat trauma, post operasi dan adanya benda asing juga dapat

menyebabkan penyakit. Pada wanita seperti sepsis aborsi, atau abses pada

kelenjar Bartholini, histerektomi, dan episiotomi dapat dicurigai sebagai

penyebab Fournier gangren. Pada pria, anal seks dapat meningkatkan risiko

infeksi perineum, baik dari trauma tumpul langsung atau dengan penyebaran

mikroba dari rektal. Sedangkan pada anak-anak yang bisa menyebabkan

Fournier gangren seperti sirkumsisi, strangulasi hernia inguinalis, omphalitis,

gigitan serangga, trauma, perirektal abses dan infeksi sistemik.1,3,5

Kultur dari pasien dengan Fournier gangren adalah infeksi polimikroba

dengan rata-rata 4 isolat per kasus. Escherichia coli adalah aerob dominan,

dan Bacteroides adalah anaerob dominan. Mikroorganisme umum lainnya

adalah

sebagai berikut: 6

Gram-negative • Streptococcus faecalis


Staphylococcus
• E. coli • epidermidis

• Klebsiella pneumoniae Anaerobes

• Pseudomonas aeruginosa • Peptococcus

• Proteus mirabilis • Fusobacterium

• Enterobacteria • Clostridium perfringens

Gram-positive Mycobacteria

• Staphylococcus aureus Mycobacterium tuberculosis


Infeksi adalah suatu ketidakseimbangan antara imunitas host, yang

sering terganggu oleh satu atau lebih proses sistemik penyerta, dengan

virulensi dari mikroorganisme penyebab. Faktor etiologi mencetuskan untuk

masuknya mikroorganisme ke dalam perineum, sistem imun yang menurun

memberikan lingkungan yang baik untuk memulai infeksi, dan virulensi

mikroorganisme menyebabkann penyebaran penyakit yang cepat.3,5

Infeksi lokal berdekatan dengan portal masuk adalah dasar terjadinya

Fournier gangren. Pada akhirnya, suatu thromboangitis obliterative

berkembang menyebabkan kulit, subkutan dan pembuluh darah menjadi

nekrosis kemudian berlanjut iskemia lokal dan proliferasi bakteri. Infeksi

fasia perineum (fasia colles) dapat menyebar ke penis dan skrotum melalui

fasia buck dan dartos, atau ke dinding perut anterior melalui fasia scarpa, atau

sebaliknya. Fasia colles melekat pada perineum dan posterior diafragma

urogenitalia dan lateral dari ramus pubis, sehingga membatasi perkembangan

ke arah ini. Keterlibatan testis jarang, karena arteri testis berasal langsung

dari aorta dan dengan demikian memiliki suplai darah terpisah dari infeksi

lokal.4,6

Keterlibatan polimikroba diperlukan untuk menciptakan sinergi

produksi enzim yang menyebabkan penyebaran Fournier gangren. Sebagai

contoh, salah satu mikroorganisme dapat menghasilkan enzim yang

diperlukan untuk menyebabkan koagulasi dari pembuluh darah. Trombosis

pembuluh darah ini dapat mengurangi suplai darah lokal dengan demikian

suplai oksigen ke jaringan menjadi berkurang. Hipoksia jaringan yang


dihasilkan memungkinkan pertumbuhan fakultatif anaerob dan organisme

mikroaerofilik. Mikroorganisme lain kemudian dapat menghasilkan enzim

(misalnya, lesithinase, kolagenase) yang menyebabkan kerusakan dari fasia,

sehingga memicu perluasan cepat infeksi.4,5,6

Setiap kondisi yang menekan imunitas seluler dapat mempengaruhi

terjadinya Fournier gangren, seperti:7

• Diabetes mellitus • Keganasan

• Malnutrisi • Sistemic Lupus

• Alkoholisme Eritematous

• Obesitas
• Usia lanjut
• Infeksi HIV
• Penyakit vaskular
Terapi
panggul • kortikosteroid

jangka panjang

Untuk mendiagnosis Fournier gangren dapat ditegakkan berdasarkan

pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan klinis

biasanya

didapatkan:5,7

• Gejala prodromal demam dan letargi, yang muncul dalam 2-7 hari

• Rasa sakit dan nyeri tekan yang berhubungan dengan edema pada
kulit di atasnya yang disertai pruritus

• Meningkatkan nyeri genital dengan eritema dikulit atasnya

• Gambaran duski di kulit atasnya (subkutan krepitasi)


• Gangren dari bagian alat kelamin disertai drainase purulen dari luka

Gambar 1. Edema dinding skrotum dan perubahan warna kulit.7

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendukung

diagnosis adalah pemeriksaan darah lengkap, ureum, kreatinin, elektrolit,

fungsi hati, gula darah, analisa gas darah dan kultur darah. Pemeriksaan

radiologi dapat dilakukan jika diagnosis masih meragukan. Tetapi hal ini

tidak boleh menunda terapi pembedahan. Gambaran foto polos pada Fournier

gangren dapat menunjukkan adanya gas dalam jaringan lunak yang ditandai

dengan gambaran hiperlusen.6,7,8

Gambar 2. Pada foto polos radoiografi anteroposterior menunjukkan tanda radiolusen (panah) dalam
jaringan lunak yang melapisi daerah skrotum dan perineum yang dapat dicurigai sebagai emfisema
subkutan.7
Dengan modalitas CT-scan dapat membantu pada pasien yang

diagnosis tidak jelas atau sulit untuk menetukan luasnya penyakit. CT-scan

memiliki kekhususan yang lebih besar untuk mengevaluasi penyakit

dibandinkan foto polos radiografi, USG, atau pemeriksaan fisik. CT-scan

dapat digunakan dalam diagnosis serta evaluasi penyakit, jalur anatomi

penyebaran gangren, akumulasi cairan,abses, emfisema subkutan dan

perluasannya. CT-scan juga tidak hanya membantu mengevaluasi struktur

perineum yang dapat terlibat oleh Fournier gangren, tetapi membantu menilai

retroperitoneum yang dapat menyebar pada penyakit ini. CT-scan dapat

mengidentifikasi udara dalam jaringan lunak sebelum krepitasi terdeteksi.6,7,8.

Gambaran USG pada Fournier gangren dinding

skrotum menebal mengandung fokus hiperekoik yang menunjukkan

mewakili gas dalam dinding skrotum.7,8

Gambar 3. Gambaran kantong udara pada rektum (panah).7

Gambar 4. Akumulasi cairan sepanjang plana fasia (panah).7


Prinsip terapi pada Fournier gangren ada terapi suportif memperbaiki

keadaan umum pasien, pemberian antibiotik, dan debridemen. Pengobatan

Fournier gangren melibatkan beberapa modalitas. Pembedahan diperlukan

untuk diagnosis definitif dan eksisi jaringan nekrotik. Pada pasien dengan

gejala sistemik terjadi hipoperfusi atau kegagalan organ, resusitasi segera

dengan cairan maupun transfuse.3,6,8

Pengobatan Fournier gangren melibatkan antibiotik spektrum luas terapi

antibiotik. Spektrum harus mencakup staphylococci, streptokokus,

Enterobacteriaceae organisme, dan anaerob. Triple terapi kini

direkomendasikan. Cefalosporin generasi ketiga atau aminoglikosida,

ditambah penisilin dan metronidazole. Klindamisin dapat digunakan untuk

menekan produksi toksin dan memodulasi produksi sitokin. Panduan terbaru

merekomendasikan golongan Karbapenem (imipenem, meropenem,

ertapenem).6,8

Debridemen pada jaringan nekrosis harus segera dilakukan. Kadang-

kadang perlu dilakukan diversi urine melalui sistotomi atau diversi feces

dengan melakukan kolostomi. Setelah nektrotomi, dilakukan perwatan

terbuka dan kalau perlu pemasangan pipa drainase.3,8


Gambar 5. Post debridemen dengan pipa drainase.3

Pemberian terapi topikal dapat dilakukan dengan sodium hipoklorat

0,025% dengan cara irigasi, larutan Dakin, hidrogen peroksida dapat

mereduksi angka morbiditas dan mortalitas. Terapi hiperbarik oksigen telah

digunakan sebagai tambahan dalam pengobatan Fournier gangren. Hiperbarik

oksigen dapat meningkatkan kadar tekanan oksigen dalam jaringan dan

memiliki efek penyembuhan luka. Oksigen radikal bebas adalah jaringan dari

hipoksik yang dibebaskan, yang secara langsung dapat menjadi toksik

terhadap bakteri anaerob. Aktifitas fibroblast dapat meningkat dengan

angiogenesis yang dapat mempercepat penyembuhan luka.6,7,8

Rekonstruksi bedah dapat dilakukan, teknik yang digunakan

tergantung besar luka. Penjahitan primer dapat dilakukan terutama dikulit

yang lentur seperti pada skrotum, jika luka yang cukup besar dapat dilakukan

skin graft.7,8

Komplikasi dari Fournier’s gangren berkaitan dengan sepsis. Sepsis

mungkin terjadi karena debridemen yang tidak lengkap, infeksi sistemik, atau
respon yang kurang baik. Multi Organ Dysfunction Failure merupakan

konsekuensi paling ditakuti sepsis yang belum terselesaikan dan biasanya

melibatkan paru, kardiovaskular, sistem ginjal, koagulopati, kolesistitis

acalculous, dan cedera serebrovaskular . Komplikasi akhir meliputi:6

 Chordee, ereksi yang menyakitkan, dan disfungsi ereksi

 Infertilitas

 Karsinoma sel skuamosa pada jaringan parut

 Imobilisasi dengan kontraktur yang lama

 Perubahan sekunder pada perubahan tubuh karena gangguan


depresi dismorfik.

 Lymphodea dari kaki untuk debridement panggul akibat


thrombophlebitis
Prognosis untuk pasien setelah rekonstruksi biasanya baik. Skrotum

memiliki kemampuan untuk menyembuhkan dan regenerasi setelah infeksi

dan terjadi nekrosis Namun demikian, sekitar 50% dari laki-laki dengan

keterlibatan penis mengalami sakit dengan ereksi, sering berhubungan

dengan jaringan parut pada daerah genital. Jika jaringan lunak yang luas

hilang, mungkin terjadi gangguan pada drainase limfatik, sehingga terjadi,

edema dan selulitis. Fournier Gangrene Severity Index (FGSI) biasanya

dapat digunakan untuk menilai prognosis angka mortalitas. Terdapat 9

parameter yang digunakan dengan tiap parameter digradasi dari 0-4.

Beberapa literatur menunjukkan skor >9 menunjukkan angka mortalitas 75%,

skor <9 menunjukkan angka survival 78%.


Tabel 1. Parameter Fournier Gangrene Severity Ind
BAB III
LAPORAN KASUS

1. Identitas pasien

• Nama : Ny. D

• Umur : 27 Tahun

• Jenis Kelamin : Perempuan

• Alamat : Jl. Hayam Wuruk

• Tgl msk : 03 Agustus 2019

• Ruangan : Teratai

• Rumah sakit : RSUD Undata Palu

2. Anamnesis (autoanamnesis)
a. Keluhan utama
Nyeri pada bagian pantat
b. Riwayat penyakit sekarang :
Keluhan dialami sejak 6 hari SMRS, awalnya terdapat benjolan kecil yang

terasa gatal dan nyeri serta dirasakan terus menerus disekitar lubang pantat.

Dua hari kemudian benjolan semakin membesar hingga sekitar anus. Pada

perawatan hari pertama benjolan pecah dan mengeluarkan nanah kadang

disertai darah dengan bau yang tidak enak. Setelah itu luka pasien terus

membesar dan melebar sekitar lubang pantat. Pasien melahirkan anak pertama

seminggu yang lalu.

c. Riwayat penyakit dahulu :


Pasien memiliki penyakit hemorrhoid.
d. Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada keluarga yang mengalami hal serupa

e. Riwayat pengobatan :
Pasien tidak ada mengkonsumsi obat-obatan di rumah.

3. Pemeriksaan fisik
Status generalisata : Sakit sedang, Compos Mentis, GCS : E4M6V5
Tanda vital :
Tekanan darah : 110/70 mmhg
Nadi : 81 x/menit
Pernafasan : 22 x/ menit
Suhu aksilla : 36,7 C
Kepala : bentuk ; normochepal
Konjungtiva : anemis (-/-)
Sclera : ikterik (-/-)
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax :
Paru paru :
inspeksi : simetris bilateral
palpasi : vocalfremitus kanan = kiri
perkusi : sonor
auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

jantung :
inspeksi : ictuscordis tidak tampak
palpasi : ictuscordis teraba pada SIC V lineamidclavivulasinistra
perkusi : batas jantung normal
auskultasi : bunyi jantung 1 dan 2 murni regular, gallop (-), murmur (-)
abdomen :
Inspeksi : tampak datar, kesan normal, siktriks (-), benjolan (-)
Auskultasi : peristaltik usus (+) kesan normal
Perkusi : timpani (+)
Palpasi : nyeri tekan (-), Hepatomegali (-)

Regio Gluteus
Inspeksi : abses (+), eritema (+), ulkus(+), pus(+), darah (+), jaringan
nekrotik (+)

Palpasi : NT (+) Ukuran ulkus 7 x 4 cm, berongga

Ekstremitas
Superior : akral hangat (+/+), edema (-/-)
Inferior : akral hangat (+/+), edema (-/-)

4. Pemeriksaan penunjang
17 Agustus 2019
DarahLengkap
Pemeriksaan Angka Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 8,3 gr/dl 12,00-16,00
Hematokrit 26,2 % 37,00-47,00
Leukosit 27,64 103ul 4,0 – 10,0
Trombosit 266 103ul 150 – 400
Eritrosit 3,75 106ul 3,80-5,80
HbsAG Non reaktif Non reaktif
ANTI HCV Non reaktif Non reaktif
5. Resume
Pasien perempuan datang dengan Keluhan nyeri bagian gluteus dialami sejak 6

hari SMRS, awalnya terdapat benjolan kecil yang terasa gatal dan nyeri serta

dirasakan terus menerus disekitar lubang pantat. Dua hari kemudian benjolan

semakin membesar hingga sekitar anus. Pada perawatan hari pertama benjolan

pecah dan mengeluarkan nanah kadang disertai darah dengan bau yang tidak

enak. Setelah itu luka pasien terus membesar dan melebar sekitar lubang pantat.

Pasien melahirkan anak pertama seminggu yang lalu.

• Pemeriksaan tanda vital didapatkan TD= 110/70 mmhg, SB: 36,7 derajat C
• Pemeriksaan region gluteus didapatkan pada inspeksi terdapat abses (+), eritema
(+), ulkus(+), pus(+), darah (+), jaringan nekrotik. Palpasi NT (+) Ukuran ulkus 7 x
4 cm, berongga

6. Diagnosis
Fournier Gangrene

7. Penatalaksanaan
Medikamentosa
• IVFD Ringer Laktat 28tpm
• Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam/iv skintest (cocok)
• Inj. Ketorolac 1 amp /8jam/iv ‘
• Inj. Ranitidine 1 amp /12jam/iv
• Inj. metronidazole 500mg /8jam/iv ‘
Operatif
 Debridement
8. FollowUp
Hari/ Tanggal FollowUp
04 Agustus 2019 S : Nyeri pada daerah pantat (+)
O : TD 110/70 mmHg S : 36,7 C
N : 78x/menit P : 20x/menit
A :Fournier Gangrene
P:
• IVFD Ringer Laktat 28tpm
• Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam/iv
skintest (cocok)
• Inj. Ketorolac 1 amp /8jam/iv ‘
• Inj. Ranitidine 1 amp /12jam/iv
• Inj. metronidazole 500mg
/8jam/iv ‘
• Puasa

05 Agustus 2019 S : Nyeri pada daerah pantat (+)


O : TD 110/70 mmHg S : 36,5 C
N : 78x/menit P : 18x/menit
A :Fournier Gangrene
P:
• IVFD Ringer Laktat 28tpm
• Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam/iv
skintest (cocok)
• Inj. Ketorolac 1 amp /8jam/iv ‘
• Inj. Ranitidine 1 amp /12jam/iv
• Inj. metronidazole 500mg
/8jam/iv ‘

LAPORAN OPERASI

1. Pukul 10.00 WITA operasi dimulai

2. Pasien dengan posisi litotomi dalam general


anastesi dilakukan tindakan aseptik.

3. Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril

4. Mencuci luka dengan NaCl + mengeluarkan


jaringan nekrotik debridement + nekrotomi

5. Kompres hemolok

6. Pukul 13.30 WITA debridement selesai.

Intstruksi Post OP:


• IVFD Ringer Laktat 28tpm (2) : Futrolit 28 tpm (1)
• Inj. Anbacim 1gr/12jam/iv skintest (cocok)
• Inj. Ketorolac 1 amp /8jam/iv ‘
• Inj. Ranitidine 1 amp /12jam/iv
• Inj. metronidazole 500mg /8jam/iv ‘
• GV hari kedua post op, lalu setiap hari
06 Agustus 2019 S : Nyeri bekas op (+)
O : TD 120/70 mmHg S : 36,5 C
N : 82x/menit P : 18x/menit
A :Fournier Gangrene
P:
• IVFD RL 2: Futrolit 1
• Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam/iv
skintest (cocok)
• Inj. Ketorolac 1 amp /8jam/iv ‘
• Inj. Ranitidine 1 amp /12jam/iv
• Inj. metronidazole 500mg
/8jam/iv ‘

07 Agustus 2019 S : Nyeri bekas op (+) flatus (+)


O : TD 120/80 mmHg S : 36,8 C
N : 82x/menit P : 18x/menit
A :Fournier Gangrene
P:
• IVFD RL 2: Futrolit 1
• Inj. Anbacim 1gr/12jam/iv
skintest (cocok)
• Inj. Ketorolac 1 amp /8jam/iv ‘
• Inj. Ranitidine 1 amp /12jam/iv
• Inj. metronidazole 500mg
/8jam/iv ‘
• GV
08 Agustus 2019 S : Nyeri bekas op (+) flatus (+) BAB
(+)
O : TD 130/70 mmHg S : 36,7 C
N : 88x/menit P : 18x/menit
A :Fournier Gangrene
P:
• IVFD RL 2: Futrolit 1
• Inj. Anbacim 1gr/12jam/iv
skintest (cocok)
• Inj. Ketorolac 1 amp /8jam/iv ‘
• Inj. Ranitidine 1 amp /12jam/iv
• Inj. metronidazole 500mg
/8jam/iv ‘
• GV

09 Agustus 2019 S S : Nyeri bekas op (+) flatus (+)


BAB (+)
O : TD 130/70 mmHg S : 36,7 C
N : 88x/menit P : 18x/menit
A :Fournier Gangrene
P:
• IVFD RL 2: Futrolit 1
• Inj. Anbacim 1gr/12jam/iv
skintest (cocok)
• Inj. Ketorolac 1 amp /8jam/iv ‘
• Inj. Ranitidine 1 amp /12jam/iv
• Inj. metronidazole 500mg
/8jam/iv ‘
• GV
10 Agustus 2019 S : Nyeri bekas op (+) flatus (+) BAB
(+)
O : TD 130/70 mmHg S : 36,7 C
N : 88x/menit P : 18x/menit
A :Fournier Gangrene
P:
• IVFD RL 2: Futrolit 1
• Inj. Anbacim 1gr/12jam/iv
skintest (cocok)
• Inj. Ketorolac 1 amp /8jam/iv ‘
• Inj. Ranitidine 1 amp /12jam/iv
• Inj. metronidazole 500mg
/8jam/iv ‘
• GV
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis Fournier’s gangrene pada kasus ini ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis

pasien datang dengan keluhan nyeri pada bejolan yang terdapat pada regio

perianal dengan permukaan kulit eritema dan kadang disertai dengan

pruritus.. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya post partum

seminggu yang lalu. Dalam anamnesis pasien tidak dapat ditentukan

penyebab pasti dari infeksi, namun dapat diperkirakan infeksi perianal dapat

bersumber dari Luka bekas melahirkan dengan hygiene yang kurang pada

daerah perineum. Seperti yang diketahui suatu infeksi dapat terjadi jika

terjadi ketidakseimbangan antara imunitas host dengan faktor virulensi

sehingga penurunan imunitas dapat mempermudah pajanan infeksi dari

mikroorganisme. Pada pemeriksaan fisik regio perineum ditemukan ulkus

dengan besar 7 x 4 cm, berongga, tepi eritem dengan bau yang menyengat

serta khas sebagai Fournier’s gangren. Pada pemeriksaan penunjang, darah

rutin, didapatkan leukositosis yang menandakan adanya infeksi sistemik.

Untuk mengetahui etiologi mikroba pada pasien ini perlu dilakukan

pemeriksaan kultur dari pasien guna uji resistensi antibiotik.

Penatalaksanaan segera yang dilakukan yaitu pemberian antibiotik

guna mengeradikasi bakteri penyebab gangren dengan menggunakan

cefalosporin spektrum luas dan metronidazole yang memiliki efek baik

terhadap bakteri anaerob.


Pada hari perawatan kedua dilakukan debridemen dan nekrotomi pada

ulkus. Didapatkan pus yang keluar dari ulkus disertai dengan perdarahan,

ulkus dicuci dengan NaCl 0,9% setelah itu dikompres dengan menggunakan

larutan Hemolok® sebagai antiseptik dan desinfektan.

Pada perawatan hari pertama post debridement dan nekrotomi terlihat

luka masih basah, dengan pus minimal, tanpa jaringan nekrosis dan tidak ada

lagi bau menyengat.


DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo, Basuki. Dasar-dasar Urologi. Edisi : 3. Malang : Sagung Seto,


2011. 76-84.
2. Sjamsuhidajat, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi :2. Jakarta :
EGC. 2008.
3. Benjelloun et al. Fournier’s Gangrene: Our Experience With 50 Patients
and Analysis of Factors Affecting Mortality. World Journal of Emergency
Surgery 2013, 8:13
4. Ochoa G et al. Usefulness of Fournier’s gangrene severity index: a
comparative study. Rev Mex Urol 2010;70(1):27-30
5. Pais, Vernon M. Fournier Gangerene Medication. [online]. 2013. [citied
Januari, 2014]. Diakses dari :
http://emedicine.medscape.com/article/2028899-overview
6. Heyn CF, Theron PD. Fournier’s Gangrene. Dalam: Markus Hohenfeller.
Emergencies in Urology. New York USA: Springer 2007, 50-59
7. Burch DM, Barriero TJ. Fournier’s Gangrene: Be Alert for This Medical
Emergency. CME JAAPA 2007, 20(11).
8. Malikarjuna MN, Vijayakumar A, Patil VS, Shivswamy BS. Fournier’s
Gangrene: Current Practices. ISRN Sugery 2012.1-8.

Anda mungkin juga menyukai