Pendahuluan
A. Latar Belakang
Terdapat berbagai macam sistem kepartaian di dunia. Dimana
masing masing sistem itu memberikan pengaruh terhadap sistem
pemerintahan terutama terhadap sistem pemilu di berbagai negara.
Dalam ilmu politik disebutkan bahwa sistem pemilihan umum
didefinisikan sebagai suatu prosedur yang diatur dalam negara
(organisasi) yang dengan seluruhnya atau sebagai anggota
organisasi tersebut memilih sejumlah orang untuk menduduki
jabatan dalam organisasi itu sendiri. Pemilihan umum berfungsi
sebagai legimitasi atau pengabsahan dalam penugasan seseorang
pada jabatan tertentu di dalam jabatan-jabatan politis di
pemerintahan. Aspek penting yang lain pada pemilihan umum adalah
partisipasi individu dalam pemilihan dan otoritas abash yang
diberikan kepada mereka yang terpilih. Dalam kaitan ini organisasi
kepartaian selain berfungsi pemersatu berbagai kepentingan juga
berfungsi sebagai wadah untuk membina karir politik sekarang.
Sistem kepartaian yang dianut suatu negara juga dapat
mempengaruhi sistem pemerintahannya. Banyaknya partai dapat
mempengaruhi jalannya penyelenggaraan negara atau
pemerintahan negara yang disesuaikan dengan keadaan dari
masing masing negara tersebut. misalnya sistem pemerintahan
presidensial indonesia yang lebih cocok dengan sistem kepartaian
multipartai karena sesuai dengan kondisi masyarakat indonesia yang
terdiri dari berbagai suku bangsa,bahasa, ras, agama dan budaya.
B. Tujuan
Pembuatan makalah ini selain untuk memenuhi tugas Hukum
Tata Negara juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan
mengenai sistem kepartaian, sistem pemilu, dan sistem
pemerintahan di berbagai negara di dunia beserta pengaruhnya
masing-masing.
C. Perumusan Masalah
1. Apasaja sistem pemerintahan di dunia?
2. Apa saja sistem kepartaian di dunia?
1
3. Apa saja sistem pemilu di dunia?
4. Apakah pengaruh sistem kepartaian terhadap sistem
pemerintahan?
5. Apakah pengaruh sistem pemilu terhadap sistem kepartaian?
Bab II
Pembahasan
A. Sistem Kepartaian
2
berkembang di tengah-tengah masyarakat. Atau mungkin pada
awalnya terdapat beberapa partai politik (multy atau two party
system), namun dalam perkembangannya hanya terdapat satu partai
politik yang selalu memenangkan mayoritas suara dalam setiap
pemilu. Sehingga partai ini menjadi dominan dan menjadikan partai
politik yang lain hanya sekedar sebagai pelengkap dan sama sekali
tidak berperan.
Salah satu ciri dari keberadaan sistem partai tunggal ini
dalam suatu negara ialah bahwa kehidupan politik yang timbul penuh
dengan suasana non-kompetitif. Dalam keadaan yang seperti ini,
maka partai politik yang lain akan sulit untuk bersaing dengan partai
yang selalu mendominasi kehidupan partai politik di negara tersebut.
Sistem partai tunggal ini biasanya terdapat pada negara-negara
komunis, seperti Rusia dan China. Namun pola paretai ini juga
terdapat di beberapa negara Afrika seperti Ghana pada masa
pemeriuntahan Nkrumah, Guinea, Mali atau Pantai Gading.
3
partai mempertahankan suatu politik tertentu tentang satu atau
sejumlah persoalan-persoalan penting. Suatu negara dengan sistem
multi partai masing-masing pemilih mendukung partai yang hampir
sesuai dan mewakili pandangannya sendiri.
Dalam sistem multi partai, biasanya tidak ada satu partai
yang cukup kuat untuk membentuk suatu pemerintahan sendiri,
diperlukan membentuk koalaisi dengan partai lainnya. Demikian juga
partai yang berkoalisi harus pandai mengadakan kompromi dengan
partai-partai lainnya lagi, karena selalu ada kemungkinan suatu ketika
dukungan partnernya dapat ditarik kembali.
B. Sistem Pemilu
Sistem kepartaian berkaitan erat dengan sistem pemilihan
umum. Dalam berbagai literatur ilmu politik disebutkan bahwa sistem
pemilihan umum didefinisikan sebagai suatu prosedur yang diatur
dalam negara (organisasi) yang dengan seluruhnya atau sebagai
anggota organisasi tersebut memilih sejumlah orang untuk menduduki
jabatan dalam organisasi itu sendiri.
Penentuan sistem pemilihan umum sangat penting artinya
guna menentukan terciptanya pemilihan wakil rakyat yang
representatif dan dimungkinkan adanya jaminan bahwa aspirasi
rakyat didengar oleh sistem politik yang berlaku. Meskipun banyak
variasinya, namun dalam khasanah ilmu politik dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu: Single Member Constituency atau lebih
dikenal dengan Sistem Distrik, dan yang kedua Proportional
Resoresentation atau lebih dikenal Sistem Perwakilan Berimbang
(proporsional).
1. Single Member Constituency atau sisten distrik
Sistem ini dimaksudkan sistem pemilihan yang
mengatur bahwa setiap distrik atau daerah pemilihan hanya
diperebutkan satu kursi perwakilan. Oleh karena itu negara
sdibagi kedalam beberapa distrik-distrik pemilihan yang
jumlahnya sama dengan jumlah kursi yang diperebutkan atau
yang tersedia di parlemen. Tiap distrik hanya memilih seorang
4
wakil untuk mewakili distrik yang bersangkutan di parlenen.
Oleh karena itu sistem ini juga disebut Single Member
Constituency. Calon yang terpilih adalah yang memperoleh
suara terbanyak atau mayoritas. Oleh karena itu juga disebut
sistem mayoritas di distrik yang bersangkutan. Di dalam sistem
ini yang terpilih bukanpartainya melainkan langsung si calon.
Kemudian si calon akan bersaing secara langsung, sedangkan
partainya sebagai pendukung akan bersaing secara tidak
langsung. Dalam sistem ini makin banyak calon yang tampil
maka akan semakin banyak suara yang terbuang.
Besarnya distrik ditentukan oleh jumlah penduduk yang
ada di dalamnya. Karena tiap distrik hanya diwakili oleh satu
maka suara dari pendukung calon lain yang tidak mendapat
suara mayoritas dianggap hilang. Dalam sistem ini partai dapat
tampil sebagai pemenang cukup hanya dengan memperoleh
suara mayoritas tanpa memperhatikan selisih dari pihak
lawannya. Bentuk pemilihan seperti ini sering menimbulkan
over atau under representation.
Keunggulan dari sistem distrik adalah
dimungkinkannya adanya pengelompokan secara alamiah
partai-partai kecil untuk mengimbangi dominasi partai- partai
besar. Mungkin saja tidak dalam pengelimpokkan permanen,
tetapi hanya dalam bentuk kerjasama biasa. Namun, adanya
kemungkinan tersebut dapat menjamin stabilitas politik.
Alasannya, fragmentasi yang muncul dalam tubuh partai politik
dapat dihindari. Jangankan membuat partai baru, partai yang
sudah adapun belum tentu dapat bersaing dengan partai-partai
besar.
Sedangkan kelemahan sistem Distrik adalah adanya
kemungkinan aspirasi politik masyarakat yang telanjur
tersalurkan lewat partai politik kecil tidak dapat terwakili, seiring
dengan gagalnya si calon untuk memperoleh mayoritas suara
pemilih. Keadaan ini dapat menimbulkan distortion effect, yaitu
terjadinya kesenjangan antara jumlah suara yang diperoleh
5
satu partai politik dengan jumlah kursi yang tersedia. Keadaan
ini justru dapat menimbulkan atau memunculkan mayoritas
tunggal dimana partai yang menang dapat memerintah tanpa
koalisi.
6
menghindari terjadinya distortion effect. Di samping sederet
keunggulan di atas, system proporsional pun memiliki
kelemahan-kelemahan. Karena adanya jaminan bahwa tiap-
tiap segmen dalam masyarakat akan memperoleh seorang
wakil, maka pragmantasi politik akan lebih mudah terjadi.
Dengan kata lain system ini kurang menjamin kestabilan politik.
Tiap kali terjadi konflik dalam tubuh parpol yang ada,
seseorang cenderung untuk membentuk partai politik yang
baru. Hal ini secara potensial dapat menyulitkan tercapainya
mayoritas suara oleh satu partai politik dalam pemilihan umum.
Kelemahan yang lain dalam system proporsional dalam
pemilihan umum adalah sangat memberikan kedudukan yang
sangat kuat terhadap pemimpin organisasi social politik
(orsospol) dalam penentuan calon-calonnya, di samping
penggunaan dana yang besar.
Dari uraian singkat tersebut, dikemukakan perbedaan
pokok antara system distrik dan system proporsional dalam
pemilihan umum adalah terletak pada prosedur pemilihan
langsung dan tidak langsung. Dan prinsip yang dipergunakan
sebagai dasar dalam penentuan para calon wakil rakyat.
Sedangkan John G. Grum berpendapat bahwa system distrik
cenderung membentuk system dua partai, sedangkan system
proporsional cenderung membentuk system multi partai.
7
masyarakat, memiliki peluang untuk melahirkan suatu kehidupan
politik yang tidak stabil.
Secara lebih detail hubungan antara sistem kepartaian
dengan sistem pemilu, backgourd masyarakat, dan stabilitas
politik dapat dielaborasi dalam enam hipotesis sebagai berikut:
8
kecenderungan untuk menghasilkan stabilitas politik, namun
memiliki peluang yang menimbulkan ketidakpuasan politik.
C. Sistem Pemerintahan
1. Sistem Pemerintahan Parlementer
Sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di
mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan.
Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat
perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan
pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi
tidak percaya. Sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden
dan seorang perdana menteri yang berwenang terhadap jalannya
pemerintahan.
3. Pemerintah atau kabinet terdiri dari atas para menteri dan perdana
menteri sebagai pemimpin kabinet. Perdana menteri dipilih oleh
parlemen untuk melaksakan kekuasaan eksekutif. Dalam sistem ini,
kekuasaan eksekutif berada pada perdana menteri sebagai kepala
pemerintahan. Anggota kabinet umumnya berasal dari parlemen.
9
berarti bahwa sewaktu-waktu parlemen dapat menjatuhkan kabinet
jika mayoritas anggota parlemen menyampaikan mosi tidak percaya
kepada kabinet.
10
Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para
anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai
meyoritas. Karena pengaruh mereka yang besar diparlemen dan
partai, anggota kabinet dapat mengusai parlemen.
Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif.
Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan
manjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif
lainnya.
11
Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung
pada parlemen.
Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu
tertentu. Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah
empat tahun, Presiden Indonesia adalah lima tahun.
Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan
jangka waktu masa jabatannya.
Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif
karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen
sendiri.
Ciri-ciri komunisme
12
Anti-kapitalisme
Kelebihannya:
Kekurangannya :
13
memang terdapat beberapa partai akan tetapi hanya ada satu partai
yang digunakan penguasa untuk memobilisasi masyarakat dan
mengesahkan kekuasaannya, partai lain dibatasi ruang geraknya.
Kemudian contoh negara yang menganut sistem dwi partai yaitu
negara Amerika Serikat yang menganut sistem pemerintahan
presidensial dan berdasarkan konstitusi. Ada 2 partai yang menentukan
sistem politik dan pemerintahan Amerika Serikat, yaitu partai demokrat
dan partai Republik. Dalam setiap pemilu kedua, partai ini saling
memperebutkan jabatan-jabatan politik dimana yang memenangkan
pemilu akan memegang jabatan sebagai pemimpin negara. Sistem partai
di amerika menggunakan sistem pemilu distrik karena cenderung
menghambat pertumbuhan partai kecil sehingga dapat memperkokoh
sistem dwi-partai
Contoh negara yang menganut sistem multipartai yaitu negara
Indonesia yang juga menganut sistem pemerintahan presidensial.
Indonesia mempunyai sejarah panjang dengan berbagai jenis sistem
multi partai. Sistem ini telah melalui beberapa tahap dengan bobot
kompetitif yang berbeda-beda. Mulai 1989 Indonesia berupaya untuk
mendirikan suatu sistem multi partai yang mengambil unsur-unsur positif
dari pengalaman masa lalu dan menghindari unsur negatifnya. Sistem
kepartaian multi partai dianggap cocok untuk masyarakat Indonesia, hal
ini mengingat keanekaragaman budaya politik masyarakat Indonesia.
Perbedaan tajam yang ada dalam masyarkat yaitu meliputi ras, agama,
atau suku bangsa mendorong golongan-golongan masyarakat lebih
cenderung menyalurkan ikatan-ikatan terbatasnya (primordial) dalam
satu wadah yang sempit saja. Hal ini dijadikan alasan bahwasanya pola
sistem multi partai lebih sesuai dengan pluralitas budaya politik daripada
sistem politik tunggal maupun sistem politik dwi partai.
Sartori (1976) menyatakan bahwa yang paling terpenting dari
sebuah sistem kepartaian adalah sebuah pengaturan mengenai
hubungan partai politik yang berkaitan dengan pembentukan
pemerintahan, dan secara lebih specifik apakah kekuatan mereka
memberikan prospek untuk memenangkan atau berbagi (sharing)
kekuasaan pemerintah.
14
Meski demikian, pada perkembangan selanjutnya pendekatan
yang hanya berdasarkan jumlah dan interaksi antar partai politik tersebut
mendapat kritikan dan ketidaksetujuan dari beberapa ahli misalnya Bardi
and Mair (2008) dan Blau (2008). Bardi dan Mair berpendapat bahwa
sistem kepartaian tidak bisa ditentukan semata-mata oleh jumlah partai
yang ikut dalam pemilu akan tetapi sebagai fenomena yang multi
dimensi. Selanjutnya Bardi dan Mair menjelaskan bahwa tipe partai
politik dipengaruhi oleh 3 (tiga) dimensi, yaitu vertikal, horisontal dan
fungsional. Dimensi veritikal yang mempengaruhi sistem partai politik
dicontohkan dengan adanya polarisasi dan segmentasi di dalam
masyarakat pemilih (bahasa, etinisitas, agama dan lain-lain). Sedangkan
dimensi horisontal ditentukan oleh pembedaan level pemerintahan dan
level pemilu. Dimensi fungsional disebabkan oleh karena pembedaan
arena kompetisi (nasional, regional, dan lokal).
16
Bukti empiris dari negara-negara yang mempraktikan model
sistem distrik secara nasional, menunjukkan bahwa secara nasional
akan lahir suatu kecenderungan lahirnya sistem dua partai, yakni hanya
ada dua partai politik yang bisa eksis dan memiliki pengaruh yang
signifikan dalam kehidupan politik nasional. Dengan terjadinya
pengurangan jumlah partai politik yang memiliki wakil formal di lembaga
parlemen, maka juga dapat mengurangi serta mereduksi sumber dan
istrumen untuk terjadinya berbagai macam konflik dalam suatu
masyarakat, khususnya konflik politik. Pengurangan jumlah partai secara
alamiah melalui penerapan sistem distrik juga mampu memberikan iklim
agar berbagai spektrum aliran pemikiran politik yang memiliki kedekatan
ideologi berkumpul pada satu partai politik tertentu.
Jika kondisi tersebut dapat terwujud hal itu berati juga salah satu
fungsi partai politik untuk menjalankan fungsi manajemen konflik dapat
diperankan. Dengan demikian, kiranya dapat dinyatakan bahwa pilihan
untuk menggunakan model sistem peilu distrik memberikan peluang
pada partai politik untuk memperkuat fungsi-fungsinya sebagai pengatur
konflik. Implikasi dan kondisi partai politik memiliki konstribusi bentuk
menghadirkan adanya suatu tertib politik-stabilitas kehidupan politik.
Bab III
17
Penutup
18
Daftar Pustaka
19