Oleh :
Kelas 3.1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi janin dan uri yang
telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan
lain (Sofian, 2012). Pada umumnya terdapat dua jenis persalinan, yaitu persalinan
normal dan persalinan buatan yang sering disebut dengan Sectio Caesarea (SC). SC
merupakan suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding
Menurut WHO selama tahun 2007 sampai 2008 persalinan dengan SC di seluruh
2016). Di Indonesia angka kejadian SC pada tahun 2009 telah mencapai 29,6 %
(Anggy & Afriani, 2013). Proses kelahiran melalui bedah caesarea di Bali
mencapai 12.860 kasus dalam setahun. Angka kelahiran dengan caesarea itu jauh
melebihi proses persalinan normal, yang mencapai 9.105 kasus. Berdasarkan data
Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dari total
persalinan di Bali sebanyak 21.965 pada tahun 2015, sekitar 58,5 % dilakukan
melalui operasi caesarea. Selama tahun 2015, kasus kelahiran melalui caesarea
(631 kasus), Kabupaten Jembrana (616 kasus), Kabupaten Bangli (592 kasus), dan
menimbulkan respon nyeri. Nyeri yang dirasakan ibu post partum dengan SC
berasal dari luka yang terdapat pada perut (Kasdu, 2003). Keparahan nyeri pasca
operatif tergantung pada psikologis dan fisiologis individu dan toleransi yang
menimbulkan rasa nyeri, hal tersebut sudah biasa terjadi setelah proses
pembedahan. Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas (Bobak, 2004). Banyak
pasien SC yang mengeluh rasa nyeri pada bekas jaritan SC. Pasien SC akan
mengalami nyeri akut. Dimana nyeri akut merupakan pengalaman sensorik atau
dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari tiga bulan (PPNI, 2016). Keluhan ini sebenarnya wajar
karena tubuh mengalami luka dan proses penyembuhan tidak sempurna. Dampak
nyeri yang tidak diatasi dimana 68% ibu post SC pada tahun 2007 akan berpengaruh
terhadap kesulitan dengan perawatan bayi, mobilisasi, menunda pemberian air susu
ibu (ASI) sejak awal pada bayinya dan mengatur posisi yang nyaman selama
2012).
Penanganan yang sering digunakan untuk menurunkan nyeri post SC
analgesik. Pengendalian nyeri secara farmakologi efektif untuk nyeri sedang dan
farmakologi dengan nonfarmakologi agar rasa nyeri dapat berkurang serta masa
beberapa detik atau menit. Ketika nyeri hebat yang berlangsung selama berjamjam
merupakan cara mengontrol nyeri yang efektif. Mengatasi nyeri dengan metode
nonfarmakologi menjadi lebih simpel, efektif, murah dan tanpa efek yang
parasimpatik maka hormon kortisol dan adrenalin yang dapat menyebabkan stres
akan menurun sehingga konsentrasi meningkat serta merasa tenang untuk mengatur
napas sampai pernapasan kurang dari 60-70 kali per menit. Kemudian kadar tekanan
parsial karbon dioksida (PCO2) akan meningkat dan menurunkan derajat keasaman
atau kebasaan (pH) sehingga akan meningkatkan kadar oksigen dalam darah
(Handerson, 2002). Teori relaksasi napas dalam ini menjelaskan bahwa pada spinal
cord, sel-sel reseptor yang menerima stimulasi nyeri periferal dihambat oleh
stimulasi dari serabut-serabut saraf yang lain. Stimulasi yang menyenangkan dari
luar juga dapat merangsang sekresi endorfin, maka nyeri yang dirasakan menjadi
berkurang (Priharjo, 2003). Periode relaksasi napas dalam yang teratur dapat
membantu untuk melawan ketegangan otot dan keletihan yang terjadi akibat
tahun 2015 mengenai teknik relaksasi napas dalam 10 pasien ibu dengan post SC di
Rumah Sakit Unipdu Medika Jombang. Sebelum diberikan teknik relaksasi napas
dalam yang mengalami nyeri sedang sebanyak dua orang, yang mengalami nyeri
berat sebanyak enam orang dan yang mengalami nyeri sangat berat sebanyak dua
orang. Adapun sesudah diberikan teknik relaksasi napas dalam intensitas skala nyeri
pada pasien berubah, yaitu yang mengalami nyeri ringan sebanyak satu orang, yang
mengalami nyeri sedang sebanyak tujuh orang dan yang mengalami nyeri berat
sebanyak dua orang. Intensitas skala nyeri sebelum dan sesudah diberikan latihan
intensitas nyeri akibat luka post SC dengan p-value = 0,003 dengan kata lain p <
0,05 baik terhadap intensitas skala nyeri dan berkurangnya nyeri yang dialami ibu
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sherly & Lidia pada
tahun 2016 mengenai teknik relaksasi napas dalam 30 pasien ibu dengan post SC.
Teknik relaksasi napas dalam ini dilakukan pada saat 24 jam pertama pada ibu
merasakan nyeri pada luka bekas SC di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr.
H. Andi Abdurahman Noor Tanah Bumbu. Sebelum diberikan teknik relaksasi
napas dalam yang mengalami nyeri sedang sebanyak 13 orang dan yang mengalami
nyeri berat sebanyak 17 orang, adapun sesudah diberikan latihan teknik relaksasi
napas dalam intensitas skala nyeri pada pasien berubah, yaitu yang mengalami nyeri
ringan sebanyak 20 orang, yang mengalami nyeri sedang sebanyak delapan orang
dan yang mengalami nyeri berat sebanyak dua orang. Intensitas skala nyeri sebelum
dan sesudah diberikan latihan teknik relaksasi napas dalam ternyata mengalami
teknik relaksasi napas dalam terhadap intensitas nyeri akibat luka post SC dengan
p-value = 0,001 dengan kata lain p < 0,05 baik terhadap intensitas skala nyeri dan
berkurangnya nyeri yang dialami ibu post SC dapat diatasi (Sherly & Lidia, 2016).
menunjukan bahwa ibu yang menjalani operasi SC pada tahun 2017 yaitu sebanyak
939 orang, dimana pada Bulan Januari terdapat 56 orang, pada Bulan Februari 50
orang, pada Bulan Maret sebanyak 82 orang, pada Bulan April sebanyak 96 orang,
pada Bulan Mei sebanyak 114 orang, pada Bulan Juni sebanyak 92 orang, kemudian
Agustus sebanyak 81 orang, pada Bulan September sebanyak 78 orang, pada Bulan
Oktober sebanyak 74 orang, pada Bulan November sebanyak 62 orang dan pada
Teknik Relaksasi Napas Dalam Untuk Mengatasi Nyeri Akut pada Ibu Post Sectio
bermanfaat untuk menurunkan skala nyeri pada ibu post SC di Ruang Margapati
B. Rumusan Masalah
relaksasi napas dalam untuk mengatasi nyeri akut pada ibu post SC di Ruang
1. Tujuan umum
napas dalam untuk mengatasi nyeri akut pada ibu post SC.
2. Tujuan khusus
napas dalam untuk mengatasi nyeri akut pada ibu post SC.
relaksasi napas dalam untuk mengatasi nyeri akut pada ibu post SC.
relaksasi napas dalam untuk mengatasi nyeri akut pada ibu post SC.
1. Manfaat teoritis
keperawatan pemberian teknik relaksasi napas dalam untuk mengatasi nyeri akut
pada ibu post SC serta dapat dijadikan acuan bagi peneliti selanjutnya dalam
2. Manfaat praktis
Untuk pihak rumah sakit, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan
relaksasi napas dalam untuk mengatasi nyeri akut ibu post SC.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teknik Relaksasi Napas Dalam Untuk Mengatasi Nyeri Akut pada Ibu Post
SC
1. Pengertian relaksasi napas dalam pada ibu post SC dengan nyeri akut
suatu tindakan untuk membebaskan mental maupun fisik dari ketegangan dan stres
relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi yang lambat
dan berirama (Smeltzer & Bare, 2002). Latihan napas dalam yaitu bentuk latihan
napas yang terdiri dari pernapasan abdominal (diafragma) dan pursed lip breathing
maka hormon kortisol dan adrenalin yang dapat menyebabkan stres akan menurun
sehingga konsentrasi meningkat serta merasa tenang untuk mengatur napas sampai
pernapasan kurang dari 60-70 kali per menit. Kemudian kadar PCO2 akan
darah (Handerson, 2002). Teori relaksasi napas dalam ini menjelaskan bahwa pada
spinal cord, sel-sel reseptor yang menerima stimulasi nyeri periferal dihambat oleh
stimulasi dari serabut-serabut saraf yang lain. Stimulasi yang menyenangkan dari
luar juga dapat merangsang sekresi endorfin, maka nyeri yang dirasakan menjadi
berkurang (Priharjo, 2003). Periode relaksasi napas dalam yang teratur dapat
membantu untuk melawan ketegangan otot dan keletihan yang terjadi akibat
Banyak pasien SC yang mengeluh rasa nyeri pada bekas jaritan SC. Pasien
SC akan mengalami nyeri akut. Dimana nyeri akut merupakan pengalaman sensorik
atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional,
dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
mencegah atelektasi paru, dan mengurangi tingkat stress baik itu stress fisik
maupun emosional sehingga dapat menurunkan intesitas nyeri yang dirasakan oleh
Selain tujuan tersebut, terdapat beberapa tujuan dari teknik napas dalam
menurut Lusianah, Indaryani and Suratun (2012), yaitu antara lain untuk mengatur
Menurut Potter & Perry (2006), menjelaskan efek relaksasi napas dalam antara lain
setiap saat, kapan saja dan dimana saja, caranya sangat mudah dan dapat dilakukan
secara mandiri oleh pasien tanpa suatu media serta merilekskan otototot yang
tegang. Sedangkan kerugian relaksasi napas dalam antara lain tidak dapat dilakukan
pada pasien yang menderita penyakit jantung dan pernapasan (Smeltzer & Bare,
2002).
melepaskan opoid endogen yaitu endorfin dan enkefalin (Smeltzer & Bare,
2002).
Pernyataan lain mengatakan bahwa penurunan nyeri oleh teknik relaksasi
napas dalam disebabkan ketika seseorang melakukan relaksasi napas dalam untuk
saraf parasimpatik secara stimulan, maka ini menyebabkan terjadinya kadar hormon
kortisol dan adrenalin dalam tubuh yang mempengaruhi tingkat stres seseorang
sehingga dapat meningkatkan konsentrasi dan membuat pasien merasa tenang untuk
mengatur ritme pernapasan menjadi teratur. Hal ini akan mendorong terjadinya
f. Memasang sampiran
g. Mencuci tangan
h. Mengatur posisi yang nyaman bagi pasien dengan posisi setengah duduk di
tempat tidur atau kursi atau dengan lying position (posisi berbaring) di tempat
i. Meminta pasien untuk menarik napas dalam melalui hidung, jaga mulut tetap
sejauh mungkin, tetap kondisi rileks dan cegah lengkung pada punggung. Jika
ada kesulitan menaikan abdomen, tarik napas dengan cepat, lalu napas kuat
dengan hidung
k. Meminta pasien untuk menghembuskan udara lewat bibir, seperti meniup dan
tanpa mengembungkan dari pipi. Teknik pursed lip breathing ini menyebabkan
(jalan napas utama) dan meminimalkan kolapsnya jalan napas yang sempit
ekspirasi
m. Meminta pasien untuk menggunakan latihan ini dan tingkatkan secara bertahap
selama lima sampai 10 menit. Latihan ini dapat dilakukan dalam posisi
n. Mencuci tangan
suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk
1. Pengkajian Post SC
a. Identitas pasien
b. Keluhan utama
Pada ibu dengan kasus post SC keluhan utama yang timbul yaitu nyeri pada luka
operasi.
d. Riwayat menstruasi
Pada ibu, yang perlu ditanyakan adalah umur menarche, siklus haid, lama haid,
apakah ada keluhan saat haid, hari pertama haid yang terakhir.
e. Riwayat perkawinan
HPHT untuk menentukan tafsiran partus (TP), berapa kali periksaan saat
hamil, apakah sudah imunisasi TT, umur kehamilan saat persalinan, berat
badan anak saat lahir, jenis kelamin anak, keadaan anak saat lahir.
1) Bernafas, pada pasien dengan post SC tidak terjadi kesulitan dalam menarik
2) Makan dan minum, pada pasien post SC tanyakan berapa kali makan sehari
4) Istirahat dan tidur, pada pasien post SC terjadi gangguan pada pola istirahat
5) Gerak dan aktifitas, pada pasien post SC terjadi gangguan gerak dan aktifitas
6) Kebersihan diri, pada pasien post SC kebersihan diri dibantu oleh perawat
perawat.
9) Konsep diri, pada pasien post SC seorang ibu, merasa senang atau minder
10) Sosial, pada SC lebih banyak berinteraksi dengan perawat dan tingkat
11) Bermain dan rekreasi, pada pasien post caesarea ibu biasanya belum bisa
12) Prestasi, kaji hal-hal yang membanggakan dari ibu yang ada hubungan dengan
kondisinya.
13) Belajar, kaji tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan post partum terutama
vulva atau cara cebok yang benar, nutrisi, KB, seksual serta halhal yang perlu
perawatan bayi diantaranya, memandikan bayi, merawat tali pusat dan cara
i. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum ibu, suhu, tekanan darah, respirasi, nadi, berat badan, tinggi
dimpling/retraksi.
luka.
bawah: ada tidaknya oedema, suhu akral, simetris atau tidak, pemeriksaan
refleks.
9) Data penunjang
2. Pengkajian Nyeri
bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional pada saat ini dan
waktu sebelumnya, serta untuk menentukan pola respon pasien saat ini dan waktu
keperawatan yang cocok, dan mengevaluasi respon pasien terhadap terapi (Potter
& Perry, 2006). Keuntungan pengkajian nyeri bagi pasien adalah nyeri dapat
diidentifikasi, dikenali sebagai suatu yang nyata, dapat diukur, dan dapat dijelaskan
serta digunakan untuk mengevaluasi perawatan (McGuire, 1992 dalam Potter &
Perry, 2006).
meliputi:
yang perlu diperhatikan oleh perawat adalah penentuan ada tidaknya nyeri pada
adanya cedera maupun luka. Setiap nyeri yang dilaporkan oleh pasien adalah nyata
pasien tersebut. Hal ini sangat penting bagi perawat untuk memberikan kemudahan
berikut:
1) Usia
anak-anak dan lansia. Perbedaan yang ditemukan di antara kelompok usia ini dapat
memengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri. Anak yang
masih kecil memiliki kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan
perawat, yang dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak yang masih kecil juga
verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau petugas kesehatan
merasakan nyeri (Potter & Perry, 2006). Lansia cenderung mengabaikan nyeri dan
menahan nyeri yang berat dalam waktu yang lama sebelum melaporkannya atau
perawatan karena merasa takut nyeri yang dialami menandakan penyakit yang
2) Jenis kelamin
Menurut Gill (1990), secara umum jenis kelamin antara pria dan wanita
berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis
cara individu untuk mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan
dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana mereka
bereaksi terhadap nyeri (Calvillo dan Flaskrud, 1991 dalam Potter & Perry, 2006).
Ada perbedaan makna dan sikap yang dikaitkan dengan nyeri di berbagai kelompok
yang alamiah. Sedangkan, ada kebudayaan lain yang cenderung untuk melatih
fisiologis opiat endogen, sehingga terjadilah persepsi nyeri (Potter & Perry, 2006).
4) Makna nyeri
nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan dengan
nyeri dengan berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu
kehilangan, hukuman dan tantangan. Derajat dan kualitas nyeri akan dipersepsikan
Perry, 2006).
5) Perhatian
memfokuskan perhatian dan konsentrasi pasien pada stimulus lain, maka perawat
6) Ansietas
sering kali dapat meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan
suatu perasaan ansietas. Menurut Paice, 1991 dalam Potter & Perry, (2006)
melaporkan bahwa stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini
nyeri.
7) Keletihan
persepsi nyeri. Rasa kelelahan akan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif
persepsi nyeri dapat terasa lebih berat lagi. Nyeri sering kali lebih berkurang setelah
8) Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya, namun hal ini
tidak selalu membuat individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah
di masa yang akan datang. Apabila individu sering mengalami serangkaian episode
nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang berat maka ansietas atau
bahkan rasa takut dapat muncul. Sebaliknya, apabila individu mengalami nyeri
dengan jenis yang sama berulang-ulang tetapi kemudian nyeri tersebut dapat
dihilangkan, maka akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk
nyeri, maka persepsi pertama nyeri dapat menggangu koping terhadap nyeri (Potter
9) Gaya koping
pasien merasa kesepian. Pasien akan merasa tidak berdaya dengan rasa kesepian itu
apabila pasien mengalami nyeri saat menjalani suatu perawatan kesehatan seperti
di rumah sakit. Hal yang sering terjadi adalah pasien akan merasa kehilangan
kontrol terhadap lingkungan atau terhadap hasil akhir dari peristiwa yang terjadi.
terhadap efek fisik dan psikologis nyeri (Potter & Perry, 2006).
terdekat dan bagaimana sikap dan perlakuan mereka terhadap pasien. Individu yang
mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat
ketakutan yang dialami. Apabila tidak ada keluarga atau teman, sering kali
pengalaman nyeri menyebabkan pasien semakin tertekan (Potter & Perry, 2006).
c. Pengalaman nyeri
pengalaman nyeri yang dialami oleh pasien, dan apakah pasien mengetahui nyeri
yang sedang dialami. Akan sangat membantu, apabila perawat mengetahui fase
nyeri yang pasien alami. Fase tersebut antara lain, fase antisipatori, fase sensasi, dan
fase akibat (aftermath). Fase tersebut bukan hanya memengaruhi gejala alami
pasien, tetapi juga jenis terapi yang memiliki kemungkinan paling besar untuk
Pasien pada fase antisipatori akan dapat merasa cemas atau takut atau
pasien mungkin mengajukan pertanyaan tentang nyeri yang akan dirasaknnya lagi.
d. Ekspresi nyeri
ketidaknyamanan. Meringis, menekuk salah satu bagian tubuh, dan postur tubuh
yang tidak lazim merupakan contoh ekspresi nyeri secara nonverbal. Anak-anak
yang masih kecil mungkin tidak mengerti makna “nyeri” sehingga dalam
e. Karakteristik nyeri
secara lengkap, pengkajian yang bisa dilakukan oleh perawat untuk mengkaji
f. Pengukuran nyeri
pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri dengan
menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas
nyeri sebelum dan sesudah intervensi terapiutik. Apabila digunakan skala untuk
Sumber: Buku Ajar Fundamental Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4, (Potter & Perry,
2006).
3. Diagnosa keperawatan
pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
Tabel 1
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Penyebab Gejala dan Tanda
Nyeri akut Agen pencedera: Gejala dan tanda mayor
Kategori : psikologis fisik (kondisi Subjektif : mengeluh nyeri
pembedahan
Subkategori : nyeri dan tindakan SC) Objektif: tampak meringis,
kenyamanan bersikap protektif (misalnya
Definisi : waspada, posisi menghindari
Pengalaman sensorik atau nyeri), gelisah, frekuensi nadi
emosional yang berkaitan meningkat, sulit tidur Gejala dan
dengan kerusakan jaringan
actual atau tanda minor
fungsional, dengan Subjektif: tidak tersedia
onset mendadak atau
lambat dan Objektif: tekanan darah
berintensitas ringan hingga meningkat, pola napas berubah,
berat yang nafsu makan berubah, proses
berlangsung kurang dari tiga berpikir terganggu, menarik diri,
bulan. berfokus pada diri sendiri,
diaforesis.
4. Perencanaan keperawatan
disusun untuk membantu pasien dan mencapai kriteria hasil. Rencana intervensi
Tabel 2
Rencana Keperawatan NANDA NIC-NOC
Sumber: Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-
NOC
5. Pelaksanaan keperawatan
yang telah disusun sebelumnya dimana tujuan dari pelaksanaan ini adalah
sudah dapat dilaksanakan, namun dalam pelaksanaan ada beberapa tindakan yang
tidak bisa dilaksanakan karena disesuaikan dengan keadaan ruangan juga karena
(Carpenito, 2012).
Pada diagnosa nyeri akut untuk tindakan keperawatan dapat dilakukan
sesuai dengan rencana. Waktu pelaksanaan selama 2x24 jam dilaksanakan dengan
durasi frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi, observasi reaksi nonverbal dari
relaksasi napas dalam) untuk mengontrol nyeri, mengecek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis dan frekuensi, mengecek riwayat alergi, memilih rute pemberian
secara intra vena, intra muskular untuk pengobatan nyeri secara teratur dan
6. Evaluasi keperawatan
hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
pasien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya
tujuan dan kriteria hasil, pasien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika
sebaliknya, pasien akan masuk kembali ke dalam siklus tersebut mulai dari
a. Melihat dan menilai kemampuan pasien dalam mencapai tujuan yaitu pain level,
tercapai maka respon pasien sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah
ditentukan, sedangkan apabila belum tercapai maka respon pasien tidak sesuai
terdapat tujuan dan kriteria hasil yang belum tercapai maka akan dilakukan
perencanaan ulang untuk mencapai tujuan dan kriteria hasil yang belum
Tabel 3
Evaluasi Keperawatan
KERANGKA KONSEP
A. Teknik Relaksasi Napas Dalam untuk Mengatasi Nyeri Akut pada Ibu Post
SC
jaringan yang terputus akibat dari sayatan. Jaringan terputus akan merangsang area
sehingga akan mengalami nyeri. Dampak nyeri apabila tidak diatasi akan
menimbulkan gangguan rasa nyaman. Untuk mengatasi rasa nyeri ini maka
dalam. Teknik relaksasi napas dalam ini dapat menurunkan hormon kortisol dan
dalam darah. Sehingga oksigen di dalam darah menjadi meningkat. Kadar oksigen
Jaringan terputus
Teknik relaksasi
Nyeri Gangguan rasa nyaman
napas dalam
Hormon kortisol
dan adrenalin
Kadar O2 dalam
darah meningkat
Tabel 4
Definisi Operasional Gambaran Asuhan Keperawatan Pemberian Teknik
Relaksasi Napas Dalam untuk Mengatasi Nyeri Akut pada Ibu Post SC
2. Prosedur teknik
Suatu tindakan untuk mengatasi nyeri akut yang
relsaksasi napas
dalam dilakukan oleh petugas di ruangan selama lima sampai
10 menit dengan cara bernapas secara lambat dan
berirama sesuai dengan SOP (Standar
Operasional Prosedur).
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
rancangan studi kasus, yaitu salah satu jenis rancangan penelitian yang mencakup
satu unit penelitian secara insentif. Desain penelitian yang digunakan adalah
pada rekam medis dua orang pasien dengan pemberian teknik relaksasi napas dalam
untuk mengatasi nyeri akut pada ibu post SC. Pendekatan yang digunakan dalam
nyeri akut pada ibu post SC di Ruang Margapati RSUD Mangusada Badung.
Badung. Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 9 April 2018 sampai 11 April
Subjek yang digunakan dalam studi kasus ini adalah dua orang pasien
dengan pemberian teknik relaksasi napas dalam untuk mengatasi nyeri akut pada
2. Kriteria eksklusi
D. Fokus Studi
Fokus studi kasus adalah kajian utama yang dijadikan titik acuan studi
kasus. Fokus studi kasus pada penelitian ini adalah asuhan keperawatan pemberian
teknik relaksasi napas dalam untuk mengatasi nyeri akut pada ibu post SC.
1. Jenis data
Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder. Data sekunder yang
dimaksud yaitu dokumen rekam medis dua pasien dengan pemberian teknik
relaksasi napas dalam untuk mengatasi nyeri akut pada ibu post SC yang terdapat
Cara pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan observasi rekam
medis dua orang pasien dengan pemberian teknik relaksasi napas dalam untuk
mengatasi nyeri akut pada ibu post SC yaitu mulai dari pengkajian sampai evaluasi.
Mangusada Badung.
dengan pemberian teknik relaksasi napas dalam untuk mengatasi nyeri akut ibu
teknik relaksasi napas dalam untuk mengatasi nyeri akut ibu post SC dan jika
pasien menolak untuk menjadi responden untuk diteliti maka peneliti tidak akan
nyeri akut pada ibu post SC dan mengambil data dari dokumentasi asuhan
adalah suatu usaha mengumpulkan dan menyusun data. Setelah data terkumpul
Pada bagian ini dicantumkan etika yang mendasari studi kasus, yaitu,
2. Kemanfaatan (Beneficience)