Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Belajar dan Pembelajaran

1. Pengertian Belajar

Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu

proses perubahan perubahan yaitu perubahan di dalam tingkah laku

sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan dinyatakan dalam seluruh

aspek tingkah laku. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut

: “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan

sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interkasi dengan

lingkungannya”.1

Skinner, seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya

Educational Psychology: The Teaching-Leaching Process, berpendapat

bahwa belajar suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang

berlangsung secara progresif. Pendapat ini diungkapkan dalam pernyataan

ringkasnya bahwa belajar adalah: ...a process of progressivw behavior

adaption”. Berdasarkan eksperimennya, B.F. Skinner percaya bahwa

proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia

diberi penguat (reinforcer) (Syah, 2010). Skinner (dalam Dimyati dan

1
Ahmadi dan Supriyono, Psikologi Belajar Edisi Revisi, (Jakarta : PT Rineka Cipta,
2004), hlm. 128
9

Mudjiono 2006) juga berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku.

Pada saat orang belajar, maka responya akan menjadi lebih baik.

Sebaliknya bila ia tidak belajar maka responnya menurun.2

Menurut teori Behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku

sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan

kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam

hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara baru sebagai hasil

interaksi antara stimulus dan respon. Sedangkan menurut Watson, belajar

adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan

respon yang dimaksud harus harus berbentuk tingkah laku yang dapat

diamati (observabel) dan dapat diukur.3

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa belajar merupakan suatu proses yang kompleks pada semua orang

dan berlangsung seumur hidup sehingga mengalami perubahan tingkah

laku secara keseluruhan dari pengalamannya sendiri dalam interaksi

dengan lingkungannya.

2. Proses Belajar Mengajar

Rusyan (1989), berpendapat bahwa belajar mengajar adalah segala

yang disengaja dalam rangka memberikan kemungkinan bagi siswa untuk

terjadinya proses belajar-mengajar sesuai dengan tujuan yang

2
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006),
hlm. 9

3
Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hlm. 9
10

dirumuskan.4 Sedangkan Suryosubroto (1997) menyatakan bahwa proses

belajar-mengajar meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari

perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi, dan program tindak

lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai

pembelajaran. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat dikatakan

bahwa proses belajar-mengajar adalah suatu kegiatan yang saling

berinteraksi antara guru dan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.5

Mengajar adalah penciptaan sistem lingkungan yang

memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan ini terdiri dari

komponen-komponen yang saling mempengaruhi, yakni tujuan

intruksional yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa

yang harus memainkan peran serta dalam hubungan sosial tertentu, jenis

kegiatan yang dilaksanakan serta sarana dan prasarana belajar mengajar

yang tersedia. Guru dalam mengajarkan suatu materi perlu memiliki

strategi pembelajaran dan metode yang tepat.

Strategi pembelajaran adalah pola umum perbuatan guru dan siswa

di dalam perwujudan kegiatan pembelajaran. Strategi dalam hal ini

menunjukkan kepada karakteristik abstrak dari rentetan perubahan guru

dan siswa dalam suatu pembelajaran. Metode mengajar adalah alat yang

merupakan bagian dari perangkat, alat dan cara dalam pelaksanaan suatu

4
Rusyan, Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remadja
Rosdakarya, 1989), hlm. 16

5
Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997),
hlm. 27
11

strategi pembelajaran, karena strategi pembelajaran merupakan sarana dan

alat untuk mencapai tujuan belajar, maka metode mengajar merupakan alat

untuk mencapai tujuan belajar.6

Setiap kegiatan belajar mengajar mempunyai sasaran atau tujuan.

Tujuan itu bertahap dan berjenjang mulai dari yang operasional dan

konkret, yakni tujuan instruksional khusus dan tujuan instruksional umum,

tujuan kurikuler, tujuan nasional, sampai kepada tujuan yang bersifat

universal. Persepsi guru atau anak didik mengenai sasaran akhir kegiatan

belajar mengajar akan mempengaruhi persepsi mereka terhadap sasaran-

antara serta sasaran kegiatan. Sasaran itu harus diterjemahkan kedalam

ciri-ciri perilaku kepribadian yang diidamkan pada sasaran atau tujuan

universal, manusia yang diidamkan tersebut harus memiliki kualifikasi

yaitu pengembangan bakat secara optimal, hubungan antar manusia,

efisien ekonomi, dan tanggung jawab selaku warga negara. Oleh sebab itu

diperlukan suatu strategi belajar mengajar dalam kegiatan belajar


7
mengajar. Menurut Djamarah dan Zaim, Secara umum strategi

mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak

dalam mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan

belajar mengajar, strategi dapat diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan

guru dan anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk

6
Muedjiono dan Hasibun, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdukarya,
2006), hlm. 14

7
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswa Zaim, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2006), hlm. 75
12

mencapai tujuan yang diinginkan. Ada empat strategi dasar dalam belajar

mengajar yang meliputi hal-hal berikut:

a. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi

perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagai mana yang

diharapkan.

b. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan

pandangan hidup masyarakat.

c. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar

mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat

dijadikan pegangan oleh guru dalam kegiatan mengajar.

d. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria

serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru

dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang

selanjutnya akan dijadikan umpan balik untuk penyempurnaan sistem

intruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.

3. Hasil Belajar

Setelah kegiatan belajar mengajar selesai maka untuk mengetahui

tingkat keberhasilan yang telah dicapai siswa dalam pembelajaran dapat

diketahui dari hasil belajar. Untuk mengetahui hasil belajar tersebut dapat

dilakukan evaluasi dengan tujuan untuk melihat sejauh mana taraf

keberhasilan mengajar guru dan kemampuan siswa dalam menyerap materi

yang telah dijelaskan oleh guru. Hasil belajar adalah tingkat penguasaan

yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai
13

dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Hasil belajar yang dimaksud

mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik.

Menurut Mulyasa (2006) hasil belajar pada hakekatnya

merupakan kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang terjadi. Pada

umumnya hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk

yaitu: peserta akan mempunyai perspektif terhadap kekuatan dan

kelemahannya atas perilaku yang diinginkan dan mereka mendapatkan

bahwa perilaku yang diinginkan itu telah meningkat baik setahap maupun

dua tahap sehingga akan timbul lagi kesenjangan antara penampilan

perilaku yang sekarang dengan tingkat yang diinginkan.8


9
Nana Sudjana (2002) menyatakan hasil belajar adalah

kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

belajarnya. Nana Sudjana mengklasifikasikan hasil belajar ke dalam tiga

ranah yaitu:

a. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri

dari enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,

analisis, sintesis dan evaluasi.

b. Ranah afektif, berkenaan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni

penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, mengorganisasikan,

internalisasi.

8
Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 33

9
Nana Sudjana, Penilaian dan Hasil Proses Belajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2002), hlm. 28
14

c. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan

kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni

gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual,

keharmonisan, gerakan keterampilan kompleks dan gerakan akspresif

dan interpresif.

Ketiga ranah diatas merupakan hasil belajar yang terjadi pada diri

seseorang dan tiga ranah tersebut tidak dapat untuk dipisahkan karena

memiliki hubungan timbal balik maka ketiga ranah diatas perlu

diperhatikan oleh seorang pendidik dalam rangka mengarahkan para

peserta didik sesuai dengan tujuan yang diharapkan.10

Tujuan pembelajaran yang berisi rumusan kemampuan dan

tingkah laku yang diharapkan pada diri siswa menjadi unsur penting

sebagai dasar penilaian. Hasil belajar merupakan berbagai kapasitas yang

diperoleh siswa sehubungan dengan keikutsertaannya dalam proses

pembelajaran. Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pengajaran,

disisi lain hasil belajar merupakan penggal dan puncak belajar siswa.11

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Dalyono (2009),12 berhasil atau tidaknya seseorang dalam

belajar beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar yaitu

sebagai berikut :

10
Ibid, hlm. 28

11
Ibid, hlm. 29
12
Dalyono, Psikologi Pendidikan. (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), hlm. 47
15

a. Faktor internal, yaitu faktor yang datang dari diri siswa sendiri.

Yang termasuk faktor intenal adalah seperti kesehatan, intelegensi

dan bakat, minat dan motivasi, serta cara belajar.

b. Faktor eksternal, yaitu faktor yang datang dari luar diri siswa. Yang

termasuk faktor eksternal adalah seperti keluarga, sekolah,

masyarakat dan lingkungan sekitar.


13
Sudjana (2002) menyatakan hasil belajar siswa banyak

dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya :

a. Faktor Internal

Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang

dimilikinya. Faktor kemampuan siswa memiliki pengaruh yang besar

terhadap keberhasilan belajar. Clark dalam Sudjana (2002)

menyatakan bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi

oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Selain

faktor kemampuan siswa, faktor-faktor yang berasal dari dalam diri

siswa adalah motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan

kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.

b. Faktor Eksternal

Faktor yang datang dari luar diri siswa, yaitu lingkungan sekitarnya

atau salah satu lingkungan belajar di sekolah yaitu kualitas pengajaran,

yang dimaksud dengan kualitas pengajaran adalah tinggi rendahnya

13
Nana Sudjana, op.cit, hlm. 31
16

atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan

pengajaran.

B. Konsep

Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep

merupakan batu pembangun berpikir. Konsep merupakan dasar bagi proses

mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip dan generalisasi. Siswa

harus mengetahui aturan-aturan yang relevan dan aturan-aturan ini didasarkan

pada konsep-konsep yang diperolehnya dalam memecahkan masalah.14

Menurut Ausubel konsep adalah benda-benda, kejadian-kejadian,

situasi-situasi, atau ciri khas yang terwakili dalam setiap budaya oleh benda

atau simbol. Rosser menyatakan, konsep merupakan suatu abstraksi yang

mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan atau

hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Konsep-

konsep itu merupakan abstraksi yang berdasarkan pengalaman.15

Konsep berkembang melalui satu seri tingkatan. Tingkatan-tingkatan

itu mulai dengan hanya mampu menunjukkan suatu contoh suatu konsep

hingga dapat sepenuhnya menjelaskan atribut-atribut konsep. Kita tidak

mencapai semua konsep kita pada tingkat yang sama. Sebagian besar dari kita

dapat menjelaskan secara sempurna atribut-atribut dari konsep buku.

Walaupun penjelasan–penjelasan kita berbeda, kita masih dapat

mengkomunikasikan definisi yang adekuat pada orang lain. Mungkin kita

pernah mengalami, yaitu ketika seseorang menanyakan konsep kita tentang


14
Dahar, Teori – Teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1996), hlm. 38

15
ibid, hlm. 40
17

suatu kata, kita dapat menghubungkan kata itu pada konsep-konsep yang lain

atau menggunakannya dalam suatu kalimat, tetapi kita tidak dapat

mendefinisikannya secara formal. Kita mencapai konsep-konsep pada tingkat

yang berbeda. Konsep-konsep yang berbeda dipelajari pada usia-usia yang

berbeda. Berdasarkan teori perkembangan Piaget kita mengetahui bahwa

anak-anak yang masih kecil baru dapat belajar konsep konkret, sedangkan

konsep yang lebih sulit atau lebih abstrak dapat dipelajari setelah mereka

besar.16

Macam-macam konsep yang kita pelajari tidak terbatas. Flavell (1970)

menyatakan bahwa konsep-konsep dapat berbeda dalam tujuh dimensi, yaitu :

1. Dimensi Atribut. Setiap konsep mempunyai atribut yang berbeda, konsep

harus mempunyai atribut yang relevan termasuk juga atribut yang tidak

relevan. Atribut dapat berupa fisik, seperti warna, tinggi, bentuk atau dapat

juga berupa fungsional.

2. Dimensi Struktur. Menyangkut cara terkaitnya atau tergabungnya atribut-

atribut itu. Ada tiga macam struktur yang dikenal,

a. Konsep konjungtif, yaitu konsep yang mempunyai dua atau lebih

sifat-sifat sehingga dapat memenuhi syarat sebagai contoh konsep.

b. Konsep disjungtif, yaitu konsep yang didalamnya satu dari dua atau

lebih sifat harus ada.

c. Konsep relasional, menyatakan hubungan tertentu antara atribut-

atribut konsep.

16
Dahar, Teori – Teori Belajar & Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2011), hlm. 20
18

3. Dimensi keabstrakan. Konsep-konsep dapat dilihat dan konkret atau

konsep-konsep itu terdiri dari konsep-konsep lain. Contohnya adalah

konsep segitiga, konsep tersebut dapat dilihat sedangkan konsep cinta

lebih abstrak.

4. Dimensi keinklusifan. Hal ini ditujukan pada jumlah contoh-contoh yang

terlibat dalam konsep itu.

5. Dimensi generalitas atau keumuman. Konsep dapat berbeda dalam posisi

superordinat atau subordinatnya bila diklasifikasikan. Makin umum suatu

konsep makin banyak asosiasi yang dapat dibuat dengan konsep-konsep

lainnya.

6. Dimensi ketepatan. Suatu konsep yang menyangkut apakah ada

sekumpulan aturan untuk membedakan contoh dengan noncontoh suatu

konsep.

7. Dimensi kekuatan. Suatu konsep ditentukan oleh sejauh mana orang setuju

bahwa konsep itu penting.

Menurut Suyanti (2010),17 konsep-konsep kimia dapat dikelompokkan

berdasarkan atribut-atribut konsep menjadi 6 kelompok yaitu :

1. Konsep konkret, yaitu konsep yang contohnya dapat dilihat misalnya

spektrum.

2. Konsep abstrak, yaitu konsep yang contohnya tidak dapat dilihat, misalnya

atom, molekul.

17
Suyanti, R. D. Strategi Pembelajaran Kimia, (Yogyakarta: Graham Ilmu, 2010), hlm.
19

3. Konsep dengan atribut kritis yang abstrak tetapi contohnya dapat dilihat

misalnya unsur, senyawa.

4. Konsep yang berdasarkan prinsip misalnya mol, campuran, larutan.

5. Konsep yang melibatkan penggambaran simbol, misalnya lambang unsur,

rumus kimia.

6. Konsep yang menyatakan suatu sifat misalnya elektropositif,

elektronegatif.

7. Konsep yang menunjukkan atribut ukuran meliputi kg, g (ukuran massa),

m, pH (ukuran konsentrasi), C (ukuran muatan listrik).

C. Pemahaman Konsep

Menurut Bloom, pemahaman merupakan tingkatan kedua dalam domain

kognitif. Aspek pemahaman merupakan aspek yang mengacu pada

kemampuan untuk mengerti dan memahami suatu konsep dan memaknai arti

suatu materi. Aspek pemahaman ini menyangkut kemampuan seseorang

dalam menangkap makna suatu konsep dengan kata-kata sendiri. Pemahaman

dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu :

a. Menerjemahkan (Translation)

Kategori pertama dalam tingkatan pemahaman adalah kemampuan

menerjemahkan. Kemampuan ini berkaitan dengan kemampuan siswa

dalam menerjemahkan konsepsi abstrak menjadi suatu model simbolik

sehingga mempermudah siswa dalam mempelajarinya. Contohnya

ialah menerjemahkan kalimat soal menjadi bentuk lain berupa


20

variabel-variabel. Terdapat beberapa kemampuan dalam proses

menerjemahkan, diantaranya ialah :

1) Menerjemahkan suatu abstraksi kepada abstraksi yang lain.

2) Menerjemahkan suatu bentuk simbolik ke satu bentuk lain atau

sebaliknya.

3) Terjemahan dari suatu bentuk perkataan ke bentuk yang lain.

b. Menafsirkan (Interpretation)

Kemampuan ini lebih luas dari pada menerjemahkan. Ini adalah

kemampuan untuk mengenal dan memahami ide utama suatu

komunikasi, misalnya, diberikan suatu diagram, tabel, grafik atau

gambar-gambar lainnya dalam pelajaran kimia dan diminta

ditafsirkan.

Terdapat beberapa kemampuan dalam proses menafsirkan diantranya

ialah:

1) Kemampuan untuk memahami dan menginterpretasikan berbagai

bacaan secara dalam dan jelas.

2) Kemampuan untuk membedakan pembenaran atau penyangkalan

suatu kesimpulan yang digambarkan oleh suatu data.

3) Kemampuan untuk menafsirkan berbagai data sosial.

4) Kemampuan untuk membuat batasan (qualification) yang tepat

ketika menafsirkan suatu data.


21

c. Mengekstrapolasi (Extrapolation)

Kemampuan pemahaman jenis ekstrapolasi ini berbeda dengan

kedua jenis pemahaman lainnya dan lebih tinggi sifatnya.

Kemampuan pemahaman jenis ekstrapolasi ini menuntut kemampuan

intelektual yang lebih tinggi, misalnya membuat telaahan tentang

kemungkinan apa yang akan berlaku. Ada juga yang bentuknya mirip

dengan ekstrapolasi yaitu interpolasi. Apabila siswa diminta untuk

meramalkan kecenderungan dari suatu data, maka interpolasi berarti

meramalkan kecenderungan yang hanya terdapat dalam data tersebut,

lain halnya dengan ekstrapolasi, pemahaman ekstrapolasi menuntut

kemampuan untuk meramalkan kecenderungan suatu data dan suatu

bentuk data yang lain namun serupa. Terdapat beberapa kemampuan

dalam proses mengekstrapolasi,18 diantaranya ialah :

1) Kemampuan menarik kesimpulan dan suatu pernyataan yang

eksplisit.

2) Kemampuan menggambarkan kesimpulan dan menyatakan secara

efektif (mengenali batas data tersebut, memformulasikan

kesimpulan yang akurat dan mempertahankan hipotesis).

3) Kemampuan menyisipkan satu data dalam sekumpulan data yang

dilihat dan kecenderungannya.

4) Kemampuan untuk memperkirakan konsekuensi yang mempunyai

peluang kebenaran rendah dan tinggi.

18
Sagala, S, Konsep Belajar dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2005), hlm.
22

5) Kemapuan membedakan nilai pertimbangan dan suatu prediksi.

1. Konsepsi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) konsepsi berarti

pengertian, rancangan, (cita-cita, dsb.) yang telah ada di pikiran.

Konsepsi dapat terbentuk daripengalaman untuk menafsirkan peristiwa

atau fenomena alam lainnya sehingga setiap saat seseorang akan terus

membangun konsepsinya.

Berg (1990) dan Cliff (2006) 19 menyebutkan bahwa siswa sudah

memiliki konsepsi mengenai konsep-konsep ilmu sebelum mereka

mengikuti pelajaran sekolah, yang disebut prakonsepsi. Sesungguhnya,

setiap orang mempunyai rumusan deskripsi sendiri tentang suatu konsep.

Oleh karena itu, di dalam kelas kita mengenal konsepsi ilmuwan,

konsepsi guru, dan konsepsi siswa, konsepsi penulis buku ajar dan

sebagainya.

Pada umumnya, konsepsi ilmuwan merupakan konsepsi yang

paling lengkap, paling masuk akal, dan paling banyak manfaatnya

dibandingkan dengan kelompok konsepsi yang lain. Oleh karena itu,

konsepsi ilmuwan itu dianggap yang benar (konsepsi yang paling banyak

diterima atau diakui) (Sutrisno, 2007).20 Berdasarkan pendapat para ahli

19
Berg, V. D. Miskonsepsi Fisika dan Usaha Untuk Menanggulanginya, (Salatiga:
Universitas Satya Wacana Salatiga, 1990)

20
Sutrisno, Menyusuri Pembelajaran Sains 3, Dari fakta ke konsep IPA,
http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Edukasi&id=146674. Diakses tanggal 15
April 2014, hlm. 1
23

tersebut dapat disimpulkan bahwa konsepsi adalah kemampuan siswa

untuk menafsirkan suatu konsep yang diperolehnya. Renner et al. (1990)

dan Abraham et al. (1992) menyatakan bahwa terdapat enam derajat

pemahaman siswa, adapun kriteria konsepsi siswa tersebut dapat dilihat

pada Tabel 2.1.

1Tabel 2.1 Tingkat Derajat Pemahaman Konsep


Derajat
No Kriteria Kategori
Pemahaman
Tidak ada jawaban/kosong, menjawab Tidak ada
1
"saya tidak tahu" respon
Tidak
Mengulang pernyataan, menjawab tapi
Tidak Memahami
2 tidak berhubungan dengan pertanyaan
Memahami
atau tidak jelas
Menjawab dengan penjelasan tidak
3 Miskonsepsi
logis atau tidak tepat
Jawaban menunjukkan ada konsep Memahami
Miskonsepsi
yang dikuasai tetapi ada pernyataan sebagian
4
dalam jawaban yang menunjukkan dengan
ketidakpahaman miskonsepsi
Jawaban menunjukkan hanya sebagian
Memahami
5 konsep dikuasai tanpa ada
Sebagian
miskonsepsi
Memahami
Jawaban menunjukkan konsep
Memahami
6 dipahami dengan semua penjelasan
konsep
benar

Dari keenam kriteria di atas, Haidar & Abraham (1991) menjelaskan

kembali berdasarkan tiga kategori, yaitu:

a. Paham : 1). Respon yang sesuai dengan komponen-

komponen yang ditetapkan, walaupun tidak

lengkap.
24

2). Respon yang diberikan siswa meliputi

komponen yang diinginkan

b. Miskonsepsi : 1) Respon yang diberikan siswa tidak logis.

2) Respon yang diberikan menunjukkan

pemahaman konsep, tetapi juga membuat

kesalahan dalam membuat pernyataan tidak sesuai

dengan pendapat para ahli.

c. Tidak Paham : Siswa tidak memberikan respon, mengulangi

pernyataan, respon yang diberikan tidak relevan

dengan jawaban semestinya.21

2. Miskonsepsi

Kesalahan-kesalahan dalam pemahaman konsep (miskonsepsi)

kimia akan memberikan penyesatan lebih jauh jika tidak dilakukan

pembenahan. 22 Konsepsi anak sebagai hasil konstruksi tentang alam

sekitarnya berbeda dengan konsepsi ilmiah. Oleh karena itu ada yang

memberi nama miskonsepsi pada konsepsi anak ini. Menurut pustaka

pendidikan sains, Osborne (1985) memberikan beberapa nama, yaitu

“children’s science”, “misconception”, “alternative framework”,

“alternative conception” atau “children’s idea”. Hal yang menjadi

masalah besar dalam pendidikan sains ialah dalam konstruksi konsepsi

21
Hadi, S, Model Pembelajaran Pencapaian Konsep,
http://hadirukiyah.blogspot.com/2009/06/Model-Pembelajaran-Pencapaian-Konsep.html. Diakses
tanggal 15 April 2014, hlm. 1

22
Suyanti, R.D., Strategi Pembelajaran Kimia, (Yogyakarta: Graham Ilmu,2010), hlm. 167
25

ilmiah, miskonsepsi ini ditemukan sebagai penghambat sehingga perlu

diusahakan untuk mengubahnya.23

Miskonsepsi merupakan suatu interpretasi konsep-konsep dalam

suatu pernyataan yang tidak dapat diterima. Interpretasi setiap individu

terhadap banyak konsep mungkin berbeda-beda. Interpretasi seseorang

terhadap suatu konsep disebut konsepsi. Biasanya konsepsi siswa dengan

konsepsi ahli-ahli kimia tidak persis sama, karena pada umumnya

konsepsi ahli kimia lebih kompleks dan rumit serta melibatkan banyak

hubungan antar konsep. Namun, konsepsi siswa sama dengan konsepsi

ahli kimia yang disederhanakan, maka konsepsi siswa tersebut tidak

dapat disalahkan. Tetapi jika konsepsi siswa sungguh-sungguh

bertentangan dengan konsepsi ahli kimia, maka siswa tersebut dikatakan


24
mengalami miskonsepsi. Wilantara mendefinisikan miskonsepsi

sebagai suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang

tidak dapat diterima.25

Miskonsepsi menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan

pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para ilmuan dalam

bidang itu, bentuknya dapat berupa konsep awal, kesalahan hubungan

yang tidak benar antar konsep-konsep, gagasan yang salah, atau

23
Dahar, R.W., Teori – Teori Belajar & Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2011), hlm.

24
Berg, V.D., Miskonsepsi Fisika dan Usaha Untuk Menanggulanginya, (Salatiga:
Universitas Satya Wacana Salatiga, 1990), hlm. 2

25
Wilantara, Implementasi Model Belajar Konstruktivis Dalam Pembelajaran Fisika untuk
Mengubah Miskonsepsi Ditinjau Dari Penalaran Formal Siswa, (Bali:Ikip Singaraja, 2005), hlm.
2
26

pandangan yang naif.26 Berdasarkan pengertian di atas miskonsepsi dapat

diartikan sebagai suatu konsepsi yang tidak sesuai dengan pengertian

ilmiah atau pengertian yang dimiliki oleh para ilmuwan.

Proses terbentuknya miskonsepsi dalam pembelajaran, terutama

untuk tingkat primer, Driver (1985) dalam Dahar 201127 mengemukakan

sebagai berikut.

1. Terbentuknya miskonsepsi disebabkan karena anak cenderung

mendasarkan berpikirnya pada hal-hal yang tampak dalam suatu

situasi masalah.

2. Dalam banyak kasus, anak itu hanya memperhatikan aspek-aspek

tertentu dalam suatu situasi. Hal ini disebabkan karena anak lebih

cenderung menginterpretasikan suatu fenomena dari segi sifat

absolut benda-benda, bukan dari segi interaksi antara unsur-unsur

suatu sistem.

3. Anak lebih cenderung memperhatikan perubahan daripada situasi

diam.

4. Bila anak-anak menerangkan perubahan, cara berpikir mereka

cenderung mengikuti urutan kausal linier.

5. Gagasan yang dimiliki anak mempunyai berbagai konotasi;

gagasan anak lebih inklusif dan global.

26
Suparno, P., Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Pendidikan Fisika, (Yogyakarta: PT
Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005), hlm.

27
Dahar, R.W., Teori Teori Belajar & Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2011), hlm.
27

6. Anak kerap kali menggunakan gagasan yang berbeda untuk

menginterpretasikan situasi-situasi yang oleh para ilmuwan

digunakan cara yang sama.

Asal munculnya miskonsepsi dapat berbeda tergantung dari sifat

konsep dan bagaimana konsep itu diajarkan. Sumber miskonsepsi

berdasarkan bagaimana konsep diajarkan adalah : a) generalisasi dasar

analogi, b) bagaimana pengetahuan disajikan dalam buku teks, c)

pelatihan guru, d) pemahaman konsep yang komplikatif dan tergantung

pada konsep dan situasi. Jenis-jenis miskonsepsi yang terjadi pada pelajar

berdasarkan bagaimana miskonsepsi itu diperoleh (sumber) dapat dilihat

pada Tabel 2.2.28

Tabel 2.2 Jenis-Jenis Miskonsepsi Berdasarkan Sumbernya


Jenis
No Keterangan
Miskonsepsi
1 Kepercayaan Konsep popular yang berasal dari pengalaman
beku sehari-hari.
Contoh : kentang dapat mengurangi kadar garam
dalam larutan
2 Kepercayaan Termasuk di dalamnya adalah pandangan yang
non-ilmiah keliru yang dipelajari siswa dari sumber non-
ilmiah, misalnya mitos dan sebagainya.
Contoh : gas tidak memiliki massa
3 Salah paham Berkembang saat pelajar diberi informasi ilmiah
konseptual yang tidak memberi tantangan pada paradoks dari
kepercayaan beku dan kepercayaan non-ilmiah.
Contoh : larutan adalah campuran zat dengan air
4 Miskonsepsi Muncul dari penggunaan kata atau istilah yang
vernacular berbeda pada kehidupan sehari-hari dan ilmiah.

28
Purtadi, dkk., Analisis Miskonsepsi Konsep Laju dan Kesetimbangan Kimia Pada Siswa
SMA, (Yogyakarta: Jurnal Penelitian Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY, 2009), hlm.3
28

(dialek) Contoh : air berwarna putih atau air berwarna


bening
5 Miskonsepsi Kesalahan konsep yang terjadi dari sejak kecil
faktual dan tidak berubah atau tertantang hingga dewasa.
Contoh : zat kimia itu berbahaya

D. Model Pembelajaran Inkuiri

1. Pengertian Inkuiri

Inkuiri berasal dari bahasa Inggris Inquiry yang dapat diartikan

sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan

ilmiah yang diajukannya. Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang

dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap objek

pertanyaan. Dengan kata lain, inkuiri adalah suatu proses untuk

memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi

dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah

terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan bertanya dan mencari

tahu.29

Depdikbud, 1997 dalam Retno 2010, secara umum inkuiri

merupakan proses yang bervariasi dan meliputi kegiatan – kegiatan

mengobservasi, merumuskan pertanyaan yang relevan, mengevaluasi

buku dan sumber – sumber informasi lain secara kritis, merencanakan

penyelidikan atau investigasi, mereview apa yang telah diketahui,

melaksanakan percobaan atau eksperimen dengan menggunakan alat

29
Suyanti, R.D., Strategi Pembelajaran Kimia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 43
29

untuk memperoleh data, menganalisis dan mengiterpretasi data, serta

membuat prediksi dan mengkomunikasikan hasilnya.30

2. Konsep Dasar Inkuiri

Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama model pembelajaran

inkuiri. Pertama, model inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa

secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya model inkuiri

menempatkan siswa sebagai subjek belajar.

Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai

penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka

berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.

Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk

mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang

dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percata

diri (self belief). Dengan demikian, strategi pembelajaran inkuiri

menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai

fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktivitas pembelajaran biasanya

dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa. Oleh sebab

itu kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan

syarat utama dalam melakukan inkuiri.

Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri

adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis,

dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian

30
ibid, hlm. 43
30

dari proses mental. Dengan demikian, dalam strategi pembelajaran

inkuiri siswa tak hanya dituntut agar menguasai materi pelajaran, akan

tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.

Manusia yang hanya menguasai pelajaran belum tentu dapat

mengembangkan kemampuan berpikir secara optimal; namun sebaliknya,

siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia

bisa menguasai materi pelajaran.31

Seperti yang dapat disimak dari proses pembelajaran, tujuan utama

pembelajaran melalui strategi inkuiri adalah menolong siswa untuk dapat

mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berpikir dengan

memberikan pertanyaan–pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas

dasar rasa ingin tahu mereka.

Strategi pembelajaran inkuiri merupakan bentuk dari pendekatan

pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student centered

approach). Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini siswa

memegang peran yang sangat dominan dalam proses pembelajaran.

Strategi pembelajaran inkuiri akan efektif manakala :

a. Guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari

suatu permasalahan yang ingin dipecahkan. Dengan demikian

dalam strategi inkuiri penguasaan materi pelajara bukan sebagai

tujuan utama pembelajaran, akan tetapi yang lebih dipentingkan

adalah proses belajar.

31
Sanjaya, W., Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 196 - 198
31

b. Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk fakta

atau kobsep yang sudah jadi, akan tetapi sebuah kesimpulan yang

perlu pembuktian.

c. Jika proses pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa

terhadap sesuatu.

d. Jika guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata – rata

memiliki kemauan dan kemampuan berpikir. Strategi inkuiri akan

kurang berhasil diterapkan kepada siswa yang kurang memiliki

kemampuan untuk berpikir.

e. Jika jumlah siswa yang belajar tak terlalu banyak sehingga bisa

dikendalikan oleh guru.

f. Jika guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan

pendekatan yang berpusat pada siswa.

3. Prinsip – prinsip Penggunaan Inkuiri

Perkembangan mental (intelektual) itu menurut Piaget dalam Wina

Sanjaya, 2008 dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu maturation, physical

experience, social experience, dan equilibration.32

Penggunaan inkuiri memiliki beberapa prinsip, antara lain :

a. Berorientasi pada pengembangan intelektual

Tujuan utama dari inkuiri adalah pengembangan kemampuan

berpikir dan berorientasi pada proses belajar. Keberhasilan

32
ibid, hlm. 198
32

pembelajaran ini terlihat pada aktivitas siswa untuk mencari dan

menemukan sesuatu yang merupakan gagasan yang pasti.

b. Prinsip bertanya

Guru juga berperan sebagai penanya karena kemampuan siswa

untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan

sebagian dari proses berpikir.

c. Prinsip belajar untuk berpikir

Belajar merupakan proses berpikir yakni proses mengembangkan

potensi seluruh otak secara maksimal.

d. Prinsip keterbukaan

Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan.

Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh sebab itu, anak perlu

diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan

kemampuan logika dan nalarnya. Tugas guru adalah menyediakan

ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan

hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang

diajukannya.

4. Langkah Pelaksanaan Inkuiri

Secara umum proses pembelajaran dengan menggunakan SPI dapat

mengikuti langkah – langkah sebagai berikut.33

33
Suyanti, R.D., Strategi Pembelajaran Kimia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 46
33

a. Orientasi

Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau

iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru

mengkondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran.

Berbeda dengan tahapan preparation dalam strategi pembelajaran

ekspositori (SPE) sebagai langkah untuk mengondisikan agar siswa

siap menerima pelajaran, pada langkah orientasi dalam SPI, guru

merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkan

masalah. Langkah orientasi merupakan langkah yang sangat penting.

Keberhasilan SPI sangat tergantung pada kemauan siswa untuk

beraktivitas menggunakan kemampuannya dalam memecahkan

masalah; tanpa kemauan dan kemampuan itu tak mungkin proses

pembelajaran akan berjalan dengan lancar. Beberapa hal yang dapat

dilakukan dalam tahapan orientasi ini adalah :

1) Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang

diharapkan dapat dicapai oleh siswa.

2) Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan

oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan

langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai

dari langkah merumuskan masalah sampai dengan

merumuskan kesimpulan.
34

3) Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini

dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar

siswa.

b. Merumuskan Masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa

pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang

disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir

memecahkan teka teki itu. Dikatakan teka teki dalam rumusan

masalah yang ingin dikaji disebabkan masalah itu tentu ada

jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat.

Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam strategi

inkuiri, oleh sebab itu melalui proses tersebut siswa akan

memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya

mengembangkan mental melalui proses berpikir. Dengan demikian,

teka teki yang menjadi masalah dalam berinkuiri adalah teka teki

yang mengandung konsep yang jelas yang harus dicari dan

ditemukan. Ini penting dalam pembelajaran inkuiri. Beberapa hal

yang harus diperhatikan dalam merumuskan masalah, di antaranya :

1) Masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa. Siswa

akan memiliki motivasi belajar yang tinggi manakala

dilibatkan dalam merumuskan masalah yang hendak dikaji.

Dengan demikian, guru sebaiknya tidak merumuskan

sendiri masalah pembelajaran, guru hanya memberikan


35

topik yang akan dipelajari, sedangkan bagaimana rumusan

masalah yang sesuai dengan topik yang telah ditentukan

sebaiknya diserahkan kepada siswa.

2) Masalah yang dikaji adalah masalah yang mengandung teka

teki yang jawabannya pasti. Artinya, guru perlu mendorong

agar siswa dapat merumuskan masalah yang menurut guru

jawaban sebenarnya sudah ada, tinggal siswa mencari dan

mendapatkna jawabannya secara pasti.

3) Konsep-konsep dalam masalah adalah konsep-konsep yang

sudah diketahui terlebih dahulu oleh siswa. Artinya,

sebelum masalah itu dikaji lebih jauh melalui proses

inkuiri, guru perlu yakin terlebih dahulu bahwa siswa sudah

memiliki pemahaman tentang konsep-konsep yang ada

dalam rumusan masalah. Jangan harapkan siswa dapat

melakukan tahapan inkuiri selanjutnya, manakala ia belum

paham konsep-konsep yang terkandung dalam rumusan

masalah.

c. Merumuskan Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan

yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji

kebenarannya. Kemampuan atau potensi individu untuk berpikir

pada dasarnya sudah dimiliki sejak individu itu lahir. Potensi

berpikir itu dimulai dari kemampuan setiap individu untuk menebak


36

atau mengira-ngira (berhipotesis) dari suatu permasalahan. Manakala

individu dapat membuktikan tebakannya, maka ia akan sampai pada

posisi yang bisa mendorong untuk berpikir lebih lanjut. Oleh sebab

itu, potensi untuk mengembangkan kemampuan menebak pada

setiap individu harus dibina. Salah satu cara yang dapat dilakukan

guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis)

pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan

yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban

sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan

jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji. Perkiraan sebagai

hipotesis bukan sembarang perkiraan, tetapi harus memiliki landasan

berpikir yang kokoh, sehingga hipotesis yang dimunculkan itu

bersifat rasional dan logis. Kemampuan berpikir logis itu sendiri

akan sangat dipengaruhi oleh kedalaman wawasan yang dimiliki

serta keluasan pengalaman. Dengan demikian, setiap individu yang

kurang mempunyai wawasan akan sulit mengembangkan hipotesis

yang rasional dan logis.

d. Mengumpulkan Data

Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang

dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam strategi

pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental

yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses

pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat


37

dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan

kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Oleh sebab itu, tugas

dan peran guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-

pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari

informasi yang dibutuhkan. Sering terjadi kemacetan berinkuiri

adalah manakala siswa tidak apresiatif terhadap pokok

permasalahan. Tidak apresiatif itu biasanya ditunjukkan oleh gejala-

gejala ketidakbergairahan dalam belajar. Manakala guru menemukan

gejala-gejala semacam ini, maka guru hendaknya secara terus-

menerus memberikan dorongan kepada siswa untuk belajar melalui

penyuguhan berbagai jenis pertanyaan secara merata kepada seluruh

siswa sehingga mereka terangsang untuk berpikir.

e. Menguji Hipotesis

Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang

dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh

berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji

hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang

diberikan. Di samping itu, menguji hipotesis juga berarti

mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran

jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan

tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat

dipertanggungjawabkan.
38

f. Merumuskan Kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan

temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.

Merumuskan kesimpulan merupakan gong-nya dalam proses

pembelajaran. Sering terjadi, oleh karena banyaknya data yang

diperoleh, menyebabkan kesimpulan yang dirumuskan tidak fokus

terhadap masalah yang hendak dipecahkan. Karena itu, untuk

mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu

menunjukkan pada siswa data yang relevan.

5. Kelebihan dan Kelemahan Inkuiri

a. Keunggulan

SPI merupakan strategi pembelajaran yang banyak dianjurkan

oleh karena strategi ini memiliki beberapa keunggulan, di antaranya :

1) SPI merupakan strategi pembelajaran yang menekankan

kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan

psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran

melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.

2) SPI dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar

sesuai dengan gaya belajar mereka.

3) SPI merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan

perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap

belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya

pengalaman.
39

4) Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat

melayani kebutuhan siswa yang dimiliki kemampuan di

atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan

belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah

dalam belajar.

b. Kelemahan

Di samping memiliki keunggulan, SPI juga mempunyai

kelemahan, di antaranya :

1) Jika SPI digunakan sebagai strategi pembelajaran, maka

akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.

2) Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh

karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.

3) Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya,

memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit

menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.

4) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh

kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka SPI

akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.

E. Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan

Garam adalah yang paling sukar larut, meskipun sedikit sekali dalam

air, dan larutan jenuhnya terdiri dari kesetimbangan dinamis, garam dapat

dipelajari dengan dasar yang sama seperti yang digunakan pada


40

kesetimbangan asam-basa. Hampir semua garam terdisosiasi sempurna dalam

air. Ada beberapa kekecualian, misalnya HgCl2 dan CdSO4, tetapi senyawa ini

jarang dijumpai. Oleh sebab itu, untuk mudahnya kita anggap bahwa dalam

larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara garam dalam bentuk padat dengan

ion – ionnya yang terlarut. Misalnya dalam larutan jenuh perak klorida kita

peroleh kesetimbangan berikut.34

AgCl (s) ⇌ Ag+ (aq) + Cl- (aq)

Untuk ini dapat ditulis :

[𝐴𝑔+ ][𝐶𝑙− ]
Kc = [𝐴𝑔𝐶𝑙 (𝑠)]

Kita lihat bahwa konsentrasi zat padat murni merupakan sejumlah

zat padat yang berdiri sendiri. Dengan perkataan lain, konsentrasi zat padat

dalam keadaan konstan dan termasuk Kc yang konstan, maka :

Kc [AgCl (s)] = Ksp = [Ag+][Cl-]

Konstanta kesetimbangan Kc dikalikan dengan konsentrasi AgCl

yang padat menghasilkan konstanta kesetimbangan lain yang disebut

konstanta kelarutan produk, Ksp. Nama ini berasal dari sifat “mass action

expression” yang merupakan produk konsentrasi ion yang menghasilkan

kekuatan tertentu (dalam hal ini, masing-masing nilainya 1). “mass action

expression” ini disebut produk ion dari garam yang apabila dalam keadaan

jenuh, produk ion sama dengan Ksp.35

David W. Oxtoby, H. P Gillis dan Norman H. Nachtrieb, Prinsip – prinsip Kimia


34

Modern Edisi Keempat Jilid 1, (Jakarta: Erlangga, 2001), hlm. 380

35
Ibid, hlm. 383
41

Pada umumnya, Ksp dapat diperoleh dari persamaan reaksi yang

menunjukkan kesetimbangan kelarutan. Misalnya, untuk perak asetat,

AgC2H3O2, kesetimbangan adalah :

AgC2H3O2 (s) ⇌ Ag+ (aq) + C2H3O2- (aq)

Tetapan kesetimbangannya adalah :

Ksp = [Ag+][C2H3O2-]

Untuk zat padat yang tidak larut, misalnya Mg(OH)2, koefisien

dalam kesetimbangan tidak semuanya sama dengan satu.

Mg(OH)2 (s) ⇌ Mg2+ (aq) + 2OH- (aq)

Ksp untuk Mg(OH)2 menjadi :

Ksp = [Mg2+][OH-]2

Jadi, konstanta kelarutan produk sama dengan hasil konsentrasi molar ion

dalam larutan jenuh. Setiap ion menghasilkan kekuatan yang sama dengan

koefisiennya dalam keadaan persamaan reaksi yang setimbang. Daftar

beberapa zat padat dalam bentuk ion dan Ksp-nya pada suhu antara 18

sampai 25oC ada pada tabel 2.3.

Tabel 2.3. Konstanta Kelarutan Produk


Anion Senyawa Ksp Anion Senyawa Ksp
Fluorida MgF2 7,3 x 10-9 Hidroksida Mg(OH)2 7,1 x 10-12
CaF2 1,7 x 10-10 Ca(OH)2 6,5 x 10-6
BaF2 1,7 x 10-6 Fe(OH)2 2 x 10-15
PbF2 3,2 x 10-8 Fe(OH)3 1,1 x 10-36
Klorida AgCl 1,7 x 10-10 Al(OH)3 2 x 10-33
PbCl2 1,6 x 10-5 Sn(OH)2 5 x 10-26
42

Hg2Cl2 2 x 10-18 Mn(OH)2 1,2 x 10-11


AuCl2 3,2 x 10-25 Ni(OH)2 1,6 x 10-14
Bromida AgBr 5 x 10-15 Cu(OH)2 4,8 x 10-20
PbBr2 2,1 x 10-6 Zn(OH)2 4,5 x 10-17
Iodida AgI 8,5 x 10-17 Sulfat CaSO4 2 x 10-4
PbI2 1,4 x 10-8 SrSO4 3,2 x 10-7
Karbonat MgCO3 3,5 x 10-8 BaSO4 1,5 x 10-9
CaCO3 9 x 10-9 PbSO4 6,3 x 10-7
SrCO3 9,3 x 10-10 Ag2SO4 1,5 x 10-5
BaCO3 8,9 x 10-9 Kromat CaCrO4 1,0 x 10-4
PbCO3 7,4 x 10-14 BaCrO4 2,4 x 10-10
Oksalat CaC2O4 2,3 x 10-9 Ag2CrO4 1,9 x 10-12
MgC2O4 8,6 x 10-5 PbCrO4 1,8 x 10-14
BaC2O4 1,2 x 10-7 Anion AgC2H3O2 2,3 x 10-3
FeC2O4 2,1 x 10-7 lainnya AgCN 1,6 x 10-14
PbC2O4 2,7 x 10-11 Pb(IO3)2 2,6 x 10-13

1. Cara Menentukan Kapan Endapan Terbentuk dalam Suatu Larutan

Anda perlu mengingat kembali uraian sebelumnya bahwa suatu

larutan jenuh merupakan zat terlarut yang tidak larut dalam keadaan

kesetimbangan dinamik dengan larutan. Hal ini sama dengan keadaan

dimana kita dapat menggunakan Ksp. Dengan perkataan lain, larutan jenuh

terbentuk hanya apabila produk ion, produk konsentrasi ion yang larut

yang terjadi berdasarkan kekuatannya tepat sama dengan Ksp. Apabila

produk ion kurang dari Ksp, maka larutan tersebut tidak jenuh karena

masih banyak garam yang harus larut agar tercapai konsentrasi di mana

produk ionnya sama dengan Ksp. Dengan perkataan lain, apabila produk
43

ion sama dengan Ksp maka diperoleh larutan yang lewat jenuh.36 Hal ini

karena sebagian garam harus mengendap agar diperoleh konsentrasi yang

lebih rendah sampai produk ion sama kembali dengan Ksp.

Dalam larutan, endapan hanya akan terbentuk apabila larutan

dalam keadaan lewat jenuh. Oleh sebab itu, kita dapat menggunakan

produk ion dalam larutan untuk mengetahui apakah endapan akan

terbentuk atau tidak. Sebagai kesimpulan akan dijumpai :

Tidak Jenuh : Produk ion < Ksp Endapan tidak akan

Jenuh : Produk ion = Ksp terbentuk

Lewat Jenuh : Produk ion > Ksp Endapan terbentuk

2. Pengaruh/Efek Ion yang Sama dan Kelarutan

Ketika suatu garam dilarutkan dalam larutan yang sudah

mengandung salah satu ionnya, maka kelarutannya akan berkurang apabila

dibandingkan dengan kelarutannya dalam air murni. Perak klorida

misalnya, kelarutannya lebih sedikit dalam larutan yang mengandung

NaCl apabila dibandingkan dengan kelarutannya dalam air murni. Dalam

hal ini, kedua zat terlarut mempunyai ion yang sama; ion klorida.

Penurunan kelarutan dengan adanya ion yang sama (common ion) disebut

pengaruh/efek ion yang sama (common ion effect).37

Pengaruh/efek ion yang sama terhadap kelarutan merupakan salah

satu contoh dari prinsip Le Chatelier. Misalnya perak klorida padat


36
Ibid, hlm. 386

37
Ibid, hlm. 390
44

dimasukkan ke dalam air murni dan dibiarkan sampai tercapai

kesetimbangan dengan ion – ionnya.

AgCl (s) ⇌ Ag+ (aq) + Cl- (aq)

Jika suatu garam klorida yang mudah larut misalnya NaCl sekarang

ditambahkan ke dalam larutan ini, konsentrasi ion klorida akan naik dan

mendorong kesetimbangan ke kiri yang menyebabkan sebagian AgCl

mengendap. Dengan perkataan lain, AgCl kurang larut dalam larutan NaCl

dibandingkan dengan air murni.38

38
Ibid, 393

Anda mungkin juga menyukai