Anda di halaman 1dari 3

Diagnosis Retinopati Diabetik

Retinopati diabetik merupakan salah satu penyebab utama kebutaan.


Hiperglikemia kronik, hiperkolesterolemia, dan merokok merupakan faktor risiko
timbul dan berkembangnya retinopati diabetik. Pasien dengan diabetes melitus tipe I
akan mengalami retinopati diabetik sekitar 3-5 tahun mengidap diabetes melitus tipe
I. Sedangkan pada pasien dengan diabetes melitus tipe II akan mengalami retinopati
diabetik ketika pertama kali terdiagnosis mengalami diabetes melitus tipe II.
Retinopati diabetik paling baik didiagnosis dengan melakukan pemeriksaan mata
yang komprehensif. Pemeriksaan menggunakan funduskopi untuk melihat daerah
retina. Untuk pemeriksaan ini, diperlukan tetes mata midriatikum untuk melebarkan
pupil sehingga dapat melihat kondisi retina dengan lebih baik pada mata (Watanabe et
al., 2005)

Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan retinopati diabetik berupa pemeriksaan fisik dan penunjang.


Pada pemeriksaan fisik yang diamati adalah kelainan yang terdapat pada bola mata,
yang dinilai mulai dari palpebra, konjungtiva, kornea, kamera okuli anterior, iris
pupil, dan lensa (Lammer et al., 2016). Untuk pemeriksaan dalam hal yang perlu
diamati untuk menilai retina adalah mencari pembuluh darah yang abnormal,
pembengkakan, darah atau timbunan lemak di retina, pertumbuhan pembuluh darah
baru dan jaringan parut, pendarahan dalam yang mengisi bagian tengah mata (cairan
vitreus), ablasi retina, kelainan pada saraf optic. Selain dengan dilakukan funduskopi,
perlu dilakukan beberapa pemeriksaan lainya seperti,uji visus, ukur tekanan bola
mata untuk menguji glaucoma, cari bukti adanya katarak (Silvia et al ., 2015).

Edema makula dan retinopati diabetik proliferatif dapat dinilai melalui


pemeriksaan dalam mata. Selain itu, tes seperti angiogram fluorescein dan ocular
coherence tomography (OCT) dapat dilakukan (Burns, et al., 2014). Tes angiogram
melibatkan injeksi agen kontras atau pewarna ke lengan. Agen kontras kemudian
dapat terlihat mengalir melalui pembuluh darah di retina. Pembuluh darah yang
normal dan sehat tidak tampak adanya kontras yang bocor. Namun, pembuluh darah
yang rusak pada pasien dengan edema makula akan bocor (Shin Hj et al., 2012).
Selain itu, pembuluh baru yang berkembang dalam retinopati diabetik proliferatif
juga akan membocorkan agen kontras. Dengan cara ini, pembuluh darah yang rusak
dan pembuluh darah baru yang abnormal dapat diidentifikasi (Shun Jk et al., 2015).

Retinopati diabetik juga dapat dinilai dengan menggunakan OCT. Tes ini
menggunakan cahaya dengan cara yang mirip dengan USG (Bonnin et al., 2015).
Cahaya dipantulkan kembali dari berbagai lapisan retina dan gambar penampang
retina dihasilkan. Retina diabetik dapat dilihat ketika area retina mengandung ruang
yang berisi cairan. OCT menyediakan gambar beresolusi tinggi dari lapisan retina,
koroid, gel vitreous, dan antarmuka vitreoretinal dan telah menjadi standar emas
untuk diagnosis, pendekatan perawatan, prognosis, penilaian respons pengobatan, dan
kontrol pasien dengan retinopati diabetik (Agemy et al., 2015). Karena keuntungan
dari kecepatan dan kemudahan dalam pemeriksaan, hubungan OCT dengan
retinografi dapat meningkatkan sensitivitas diagnosis atau skrining dini pada pasien
diabetes (Harrison et al., 2011).

Daftar Pustaka
1. Watanabe D, et al. Erythropoietin as a retinal angiogenic factor in proliferative
diabetic retinopathy. N Engl J Med. 2005;353(8):782–792.
2. Grading diabetic retinopathy from stereoscopic color fundus photographs--an
extension of the modified Airlie House classification. ETDRS report number 10.
Early Treatment Diabetic Retinopathy Study Research
Group. Ophthalmology. 1991;98(5 Suppl):786–806.
3. Silva PS, et al. Peripheral Lesions Identified on Ultrawide Field Imaging Predict
Increased Risk of Diabetic Retinopathy Progression over 4
Years. Ophthalmology. 2015;122(5):949–956.
4. Lammer J, et al. Cone Photoreceptor Irregularity on Adaptive Optics Scanning
Laser Ophthalmoscopy Correlates With Severity of Diabetic Retinopathy and
Macular Edema. Invest Ophthalmol Vis Sci. 2016;57(15):6624–6632.
5. Burns SA, et al. In vivo adaptive optics microvascular imaging in diabetic patients
without clinically severe diabetic retinopathy. Biomed Opt Express. 2014;5(3):961–
974.
6. Shin HJ, Lee SH, Chung H, Kim HC. Association between photoreceptor integrity
and visual outcome in diabetic macular edema. Graefes Arch Clin Exp
Ophthalmol. 2012;250(1):61–70.
7. Sun JK, et al. Disorganization of the retinal inner layers as a predictor of visual
acuity in eyes with center-involved diabetic macular edema. JAMA
Ophthalmol. 2014;132(11):1309–1316.
8. Sun JK, et al. Neural Retinal Disorganization as a Robust Marker of Visual Acuity
in Current and Resolved Diabetic Macular Edema. Diabetes. 2015;64(7):2560–2570.
doi: 10.2337/db14-0782.
9. Bonnin S, Tadayoni R, Erginay A, Massin P, Dupas B. Correlation between
ganglion cell layer thinning and poor visual function after resolution of diabetic
macular edema. Invest Ophthalmol Vis Sci. 2015;56(2):978–982.
10. Agemy SA, et al. retinal vascular perfusion density mapping using optical
coherence tomography angiography in normals and diabetic retinopathy
patients. retina (philadelphia, pa) 2015;35(11):2353–2363.
11. Harrison WW, et al. Prediction, by retinal location, of the onset of diabetic edema
in patients with nonproliferative diabetic retinopathy. Invest Ophthalmol Vis
Sci. 2011;52(9):6825–6831.

Anda mungkin juga menyukai