Anda di halaman 1dari 40

KESEHATAN MASYARAKAT

FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PUSTU, POLINDES, POSKESDES,


POSYANDU dan BPM/BPS

OLEH:

NAMA : WAHYU METASARI

NIM : PO.76.3.02.16.1.039

POLTEKKES KEMENKES MAMUJU

JURUSAN KEBIDANAN

2017/2018
PUSTU (Puskesmas Pembantu)

A. Pengertian Pustu (Puskesmas Pembantu)


Puskesmas Pembantu (Pustu) adalah unit pelayanan kesehatan yang
sederhana dan berfungsi menunjang dan membantu memperluas jangkauan
Puskesmas dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan Puskesmas
dalam ruang lingkup wilayah yang lebih kecil serta jenis dan kompetensi pelayanan
yang disesuaikan dengan kemampuan tenaga dan sarana yang tersedia. Jumlah
Puskesmas Pembantu (pustu) Menurut Kondisi adalah informasi mengenai jumlah
Puskesmas Pembantu (pustu) yang dimiliki oleh Puskesmas yang bersangkutan yang
dirinci menurut kondisi fisik bangunannya. Rincian kondisi fisik tersebut adalah:
1. Baik; apabila bangunan (pustu) yang bersangkutan dalam kondisi baik atau tidak
mengalami kerusakan.
2. Rusak Ringan; apabila bangunan (pustu) yang bersangkutan terjadi kerusakan pada
komponen pintu, jendela, kaca, penggantung, pengunci, cat, dan sebagainya.
3. Rusak Berat; apabila bangunan (pustu) yang bersangkutan terjadi kerusakan pada
komponen pokok dari bangunan seperti pilar, pondasi, sloope, ring balk.
4. Rusak Total; apabila bangunan (pustu) yang bersangkutan sudah tidak dapat
digunakan/dimanfaatkan lagi.
Untuk melancarkan pelaksanaan fungsi pelayanan kesehatan masyarakat,
puskesmas pembantu merupakan bagian utama dalam jaringan pelayanan
puskesmas, dalam jaringan pelayanan Puskesmas di setiap wilayah Desa dan
kelurahan pustu merupakanbagian integral dari puskesmas, dalam ruang lingkup
wilayah yang lebih kecil dan derajat kecanggihan yang lebih rendah.
B. Fungsi,Tujuan dan Peran Pustu
1. Fungsi Pustu
Untuk melancarkan pelaksanaan fungsi pelayanan kesehatan masyarakat,
puskesmas pembantu merupakan bagian utama dalam jaringan pelayanan
puskesmas, dalam jaringan pelayanan Puskesmas di setiap wilayah Desa dan
kelurahan pustu merupakanbagian integral dari puskesmas, dalam ruang lingkup
wilayah yang lebih kecil dan derajat kecanggihan yang lebih rendah. Di Kabupaten
masalah keterbatasan penduduk miskin untuk menjangkau pelayanan kesehataan
juga sangat terasa. Dengan berbagai hambatan, letak geografis dan sarana
transportasi seharusnya pustu menjadi pilihan masyarakat untuk dimanfaatkan
karena merupakan satu-satunya pelayanan kesehatan yang bisa di jangkau oleh
masyarakat. Namun kenyataannya pemanfaatan pustu masih sangat rendah.
2. Tujuan Pustu
Tujuan Puskesmas Pembantu adalah untuk meningkatkan jangkauan dan
mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat di wilayah kerjanya.
3. Peran Pustu
a. Meningkatkan akses dan jangkauan pelayanan dasar di wilayah kerja
Puskesmas.
b. Mendukung pelaksanaan pelayanan kesehatan terutama UKM.
c. Mendukung pelaksanaan kegiatan Posyandu, Imunisasi, KIA, penyuluhan
kesehatan, surveilans, pemberdayaan masyarakat, dan lain-lain.
d. Mendukung pelayanan rujukan.
e. Mendukung pelayanan promotif dan preventif.
puskesmas Pembantu didirikan dengan perbandingan 1 (satu) Puskesmas
Pembantu untuk melayani 2 (dua) sampai 3 (tiga) desa/kelurahan. Penanggungjawab
Puskesmas Pembantu adalah seorang perawat atau Bidan, yang ditetapkan oleh
Kepala Dinas Kesehatan atas usulan Kepala Puskesmas.Tenaga minimal di
Puskesmas Pembantu terdiri dari 1 (satu) orang perawat dan 1 (satu) orang
bidan.Pendirian Puskesmas Pembantu harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan,
prasarana, peralatan kesehatan dan ketenagaan.Bangunan, prasarana dan peralatan
kesehatan di Puskesmas Pembantu harus dilakukan pemeliharaan, perawatan, dan
pemeriksaan secara berkala agar tetap laik fungsi.

(Kondisi ruangan Pustu)


POLINDES (Pondok Bersalin Desa)

A. Pengertian Polindes (pondok Bersalin Desa)


polindes, atau kepanjangan dari pondok bersalin desa, adalah salah satu bentuk
partisipasi atau peran serta masyarakat dalam menyediakan tempat pertolongan
persalinan dan pelayanan kesehatan ibu dan anak, termasuk KB yang mana tempat
dan lokasinya berada di desa. Polindes hanya dapat dirintis di desa yang telah
mempunyai bidan yang tinggal di desa tersebut. Sebagai bentuk peran serta
masyarakat, polindes seperti halnya posyandu, dikelola oleh pamong setempat, dalam
hal ini kepala desa melalul LKMD nya.
Merupakan salah satu bentuk UKBM (Usaha Kesehatan Bagi Masyarakat) yang
didirikan masyarakat oleh masyarakat atas dasar musyawarah, sebagai kelengkapan
dari pembangunan masyarakat desa, untuk memberikan pelayanan KIA-KB serta
pelayanan kesehatan lainnya sesuai dengan kemampuan Bidan. (Ambarwati
retna,2009).
Suatu tempat yang didirikan oleh masyarakat atas dasar musyawarah sebagai
kelengkapan dari pembangunan kesmas untuk memberikan pelayanan Kesehatan Ibu
dan Anak (KIA) dan Keluarga Berencana (KB) dikelola oleh bidan desa (bides)
bekerjasama dengan dukun bayi dibawah pengawasan dokter puskesmas setempat.
Pondok Bersalin Desa (Polindes) adalah salah satu bentuk Upaya Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang merupakan wujud nyata bentuk peran serta
masyarakat didalam menyediakan tempat pertolongan persalinan dan pelayanan
kesehatan ibu dan anak lainnya, termasuk KB di desa. (Dinkes,
Namun, berbeda dengan posyandu yang pelaksanaan pelayanannya dilakukan
oleh kader dan didukung oleh petugas puskesmas, polindes dalam pelaksanaan
pelayanannya sangat tergantung pada keberadaan bidan. Hal ini karena pelayanan di
polindes merupakan pelayanan profesi kebidanan.
Kader masyarakat yang paling terkait dengan pelayanan di polindes adalah
dukun bayi. Karena itu, polindes dimanfaatkan pula sebagai sarana untuk
meningkatkan kemitraan bidan dan dukun bayi dalam pertolongan persalinan. Kader
posyandu dapat pula berperan di polindes seperti perannya dalam pelaksanaan
kegiatan posyandu, yaitu dalam penggerakan sasaran dan penyuluhan. Selain itu bila
memungkinkan, kegiatan posyandu dapat dilaksanakan pada tempat yang sama
dengan polindes
Dari pengertian di atas dapat dikaji beberapa makna polindes sebagai berikut:
1. Polindes merupakan bentuk peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan
anak (KIA), termasuk KB.
2. Polindes dapat dirintis di desa yang telah mempunyai bidan yang tinggal di desa
tersebut. Peran serta masyarakat dalam pengembangan polindes berupa
penyediaan tempat untuk pelayanan KIA (khususnya pertolongan persalinan),
pengelolaan po1indes, penggerakan sasaran dan dukungan terhadap pelaksanaan
tugas bidan di desa. Peran bidan di desa, yang sudah diperlengkapi oleh
pemerintah dengan alat-alat yang diperlukan, adalah memberikan pelayanan
kebidanan kepada masyarakat di desa tersebut.
3. Polindes sebagai bentuk peran serta masyarakat, secara organisatoris berada di
bawab Seksi 7 LKMD; namun secara teknis berada di bawah pembinaan dan
pengawasan puskesmas, karena bidan dalam menjalankan tugasnya di desa
merupakan bagian dari perpanjangan tangan puskesmas.
4. Tempat yang disediakan oleh masyarakat untuk polindes dapat berupa ruang/kamar
untuk pelayanan KIA, termasuk tempat untuk pertolongan persalinan, yang
dilengkapi dengan sarana air bersih. Dengan demikian, penyediaan tempat untuk
polindes tidak pertu selalu harus berupa pembangunan gedung baru, bila hal itu
tidak mungkin dilakukan oleh masyarakat karena keterbatasan dana. Polindes dapat
menggunakan bangunan lama yang telab disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan
polindcs. Apapun bentuk tempatnyn, letak polindes diharapkan tidak berjauhan
dengan tempat tinggal bidan di desa, bahkan sedapat mungkin bidan diberi tempat
tinggal bersebelahan dengan polindes.
5. Mengingat tanggung-jawab penyediaan dan pengelolaan tempat serta dukungan
operasional berasal dari masyarakat, maka perlu diadakan kesepakatan antara
wakil masyarakat. melalui wadah LKMD. dengan bidan di desa tentang pengaturan
biaya operasional dan tarif pertolongan persalinan di polindes.
6. Dalam memberikan pelayanan pertolongan persalinan di polindes, bidan di desa
diharapkan sekaligus memanfaatkannya untuk membina kemitraan dukun bayi
dengan bidan, selain sebagai kesempatan untuk melakukan pembinaan persalinan
“3 bersih” bagi dukun bayi.
7. Dengan adanya polindes, tidak berarti bahwa bidan di desa hanya memberikan
pelayanan di dalam gedung polindes. Bidan masih tetap mempunyai kewajiban
untuk mengunjungi dukun yang mempunyai ibu hamil bayi berisiko yang tidak
melakukan pemeriksaan ulangan, sasaran yang belum memeriksakan diri,
mendatangi dukun hayi yang tidak pernah datang ke po1indes dan tugas-tugas luar
gedung lainnya. Pemberian pertolongan persalinan di pollides hendaknya tidak
dipaksakan, baik oleh bidan maupun oleh pamong setempat. Bila ibu ingin
melahirkan di rumah, yang tempatnya memenuhi persyaratan sebagai tempat
persalinan yang bersih, maka keinginan tersebut hendaknya dihormati dan dipenuhi.
Dengan demikian, pengembangan polindes merupakan upaya untuk mengatasi
kesenjangan sebagi berikut:
1. Kesenjangan geografis dalam memperoleb pertolongan persalinan yang aman dan
bersih. Dengan adanya polindes, maka masyarakat di pedesaan dapat memperoleh
pelayanan tersebut di desanya.
2. Kesenjangan informasi mengenai kesehatan ibu dan anak, serta perilaku hidup
sehat pada umumnya. Dengan adanya bidan di desa, maka masyarakat dapat
sering bertemu dan mendapat informasi yang dibutuhkan untuk menjaga diri agar
tetap sehat.
3. Kesenjangan sosiobudaya antara petugas kesehatan dan masyarakat yang
dilayaninya. Dengan menetapnya bidan di desa, hubungan bidan dengan anggota
masyarakat, tokoh masyarakat, kader dan dukun bayi akan semakin akrab,
sehingga bidan diharapkan dapat diterima sebagai bagian dari masyarakat desa.
4. Kesenjangan ekonomi dalam mendapatkan pelayanan kebidanan profesional.
melalui wadah LKMD. Maka diharapkan sasaran dapat menjangkau pelayanan yang
dibutuhkan. Selain itu, masyarakat yang tidak mampu diharapkan dapat terjangkau
melalui pengorganisasian dana sehat atau pengembangan jaminan pemeliharaan
kesehatan masyarakat (JPKM).
5. Kesenjangan dalam memperoleh pelayanan rujukan. Dengan adanya bidan di desa
yang diharapkan mampu memberikan pertolongan pertama pada kegawatan
kebidanan dan bayi baru lahir, maka ibu atau bayi baru lahir dapat ditangani dan
dirujuk lebih dini, sehingga kemungkinan untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya lebih besar.
B. Fungsi Polindes
1. Sebagai tempat pelayanan KIA-KB dan pelayanan kesehatan lainnya.
2. Sebagai tempat untuk melakukan kegiatan pembinaan, penyuluhan dan konseling
KIA.
3. Pusat kegiatan pemberdayaan masyarakat.
C. Tujuan Polindes
1. Meningkatnya jangkauan dan mutu pelayanan KIA-KB termasuk pertolongan dan
penanganan pada kasus gagal.
2. Meningkatnya pembinaan dukun bayi dan kader kesehatan.
3. Meningkatnya kesempatan untuk memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan
bagi ibu dan keluarganya.
4. Meningkatnya pelayanan kesehatan lainnya sesuai dengan kewenangan bidan.
D. Kegiatan Polindes
1. Memeriksa kehamilan, termasuk memberikan imunisasi TT pada bumil dan
mendeteksi dini resiko tinggi kehamilan.
2. Menolong persalinan normal dan persalinan dengan resiko sedang.
3. Memberikan pelayanan kesehatan ibu nifas dan ibu menyusui.
4. Memberikan pelayanan kesehatan neonatal, bayi, anak balita dan anak pra sekolah,
serta imunisasi dasar pada bayi.
5. Memberikan pelayanan KB.
6. Mendeteksi dan memberikan pertolongan pertama pada kehamilan dan persalinan
yang beresiko tinggi baik ibu maupun bayinya.
7. Menampung rujukan dari dukun bayi dan dari kader (posyandu, dasa wisma).
8. Merujuk kelainan ke fasilitas kesehatan yang lebih mampu.
9. Melatih dan membina dukun bayi maupun kader (posyandu, dasa wisma).
10. Memberikan penyuluhan kesehatan tentang gizi ibu hamil dan anak serta
peningkatan penggunaan ASI dan KB.
11. Mencatat serta melaporkan kegiatan yang dilaksanakan kepada puskesmas
setempat.
E. Sasaran Polindes
1. Bayi berusia kurang dari 1 tahun
2. Anak balita usia 1 sampai dengan 5 tahun
3. Ibu hamil
4. Ibu menyusui
5. Ibu nifas
6. Wanita usia subur.
7. Kader
8. Masyarakat setempat.
F. Syarat Terbentuknya Polindes
1. Tersedianya bidan di desa yang bekerja penuh untuk mengelola polindes.
2. Tersedianya sarana untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi Bidan, antara lain
bidan kit, IUD kit, sarana imunisasi dasar dan imunisasi ibu hamil, timbangan,
pengukur Tinggi Badan, Infus set dan cairan D 5 %, NaCl 0,9 %, obat - obatan
sederhana dan uterotonika, buku-buku pedoman KIA, KB dan pedoman kesehatan
lainnya, inkubator sederhana.
3. Memenuhi persyaratan rumah sehat, antara lain penyediaan air bersih, ventilasi
cukup, penerangan cukup, tersedianya sarana pembuangan air limbah, lingkungan
pekarangan bersih, ukuran minimal 3 x 4 m2.
4. Lokasi mudah dicapai dengan mudah oleh penduduk sekitarnya dan mudah
dijangkau oleh kendaraan roda 4.
5. Ada tempat untuk melakukan pertolongan persalinan dan perawatan postpartum
minimal 1 tempat tidur.
POSKESDES (Pos Kesehatan Desa)

A. Pengertian poskesdes
Poskesdes adalah upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang
dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan atau menyediakan pelayanan kesehatan
dasar masyarakat desa.
Poskesdes dibentuk dalam rangka mendekatkan pelayanan kesehatan dasar
bagi masyarakat serta sebagai sarana kesehatan yang merupakan pertemuan antara
upaya masyarakat dan dukungan pemerintah.
Pelayanan pokesdes meliputi upaya promotif, preventif dan kuratif yang
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan terutama bidan dengan melibatkan kader atau
tenaga sukarela.
B. Tujuan Poskesdes
Tujuan poskesdes antara lain:
1. Terwujudnya masyarakat sehat yang siaga terhadap permasalahan kesehatan di
wilayah desanya.
2. Terselenggaranya promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang kesehatan.
3. Terselenggaranya pengamatan, pencatatan dan pelaporan dalam rangka
meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap resiko dan
bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, terutama penyakit menular
dan penyakit yang berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa atau KLB serta
factor- factor resikonya.
4. Tersedianya upaya pemerdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya di bidang kesehatan.
5. Terselenggaranya pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh masyarakat
dan tenaga professional kesehatan.
6. Terkoordinasinya penyelenggaraan UKBM lainnya yang ada di desa
C. Ruang Lingkup poskesdes
Ruang lingkup poskesdes meliputi: upaya kesehatan yang menyeluruh
mencakup upaya promotif, preventif dan kuratif yang dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan terutama bidan dengan melibatkan kader atau tenaga sukarela.
D. Kegiatan Utama Poskesdes
1. Pengamatan dan kewaspadaan dini (surveilans penyakit, surveilans gizi, surveilans
perilaku beresiko dan surveilans lingkungan dan masalah kesehatan lainnya),
penanganan kegawatdaruratan kesehatan dan kesiapsiagaan terhadap bencana
serta pelayanan kesehatan dasar.
2. Promosi kesehatan, penyehatan lingkungan dll. Kegiatan dilakukan berdasar
pendekatan edukatif atau pemasyarakatan yang dilakukan melalui musyawarah
mufakat yang disesuaikan kondisi dan potensi masyarakat setempat.
E. Fungsi Poskesdes
1. Sebagai wahana peran aktif masyarakat di bidang kesehatan
2. Sebagai wahana kewaspadaan dini terhadap berbagai resiko dan masalah
kesehatan
3. Sebagai wahana pelayanan kesehatan dasar, guna lebih mendekatkan kepada
masyarakat serta meningkatkan jangkauan dan cakupan pelayanan kesehatan
4. Sebagai wahana pembentukan jaringan berbagai UKBM yang ada di desa
F. Prioritas Pengembangan Poskesdes
1. Desa/ kelurahan yang tidak terdapat sarana kesehatan. Adapun desa yang terdapat
puskesmas pembantu masih memungkinkan untuk diselenggarakan poskesdes
2. Desa di lokasi terisolir, terpenci, tertingal, perbatasan atau kepulauan
G. Manfaat Poskesdes
1. Bagi masyarakat:
a) Permasalahan di desa dapat terdeteksi dini, sehingga bisa ditangani cepat dan
diselesaikan, sesuai kondisi potensi dan kemampuan yang ada
b) Memperoleh pelayanan kesehatan dasar yang dekat
2. Bagi kader:
a) Mendapat informasi awal di bidang kesehatan
b) Mendapat kebanggaan, dirinya lebih berkarya bagi masyarakat
3. Bagi puskesmas:
a) Memperluan jangkauan pelayanan puskesmas dengan mengoptimalkan sumber
data secara efektif dan efisien
b) Mengoptimalkan fungsi puskesmas sebagai penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan pusat pelayanan
kesehatan strata pertama
4. Bagi sector lain:
a) Dapat memadukan kegiatan sektornya di bidang kesehatan
b) Kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan lebih afektif dan efisien
H. Pengorganisasian
1. Tenaga poskesdes
a. Tenaga masyarakat
1) Kader
2) Tenaga sukarela lainnya
Tenaga masyarakat minimal 2 orang yang telas mendapat pelatihna khusus
b. Tenaga kesehatan
Minimal terdapat seorang bidan yang menyelenggarakan pelayanan
2. Kepengurusan
Kepengurusan dipilih melalui musyawarah mufakat masyarakat desa, serta
ditetapkan oleh kepala desa. Struktur minilmal terdiri dari Pembina ketua, sekretaris,
bendahara dan anggota
3. Kedudukan dan hubungan kerja
a. Poskesdes merupakan kooedinator dari UKBM yang ada (misalnya: posyandu,
poskestren, ambulan desa).
b. Pokesdes dibawah pengawasan dan bimbingan puskesmas setempat.
Pelaksanan poskesdes waib melaporkan kegiatannya kepada puskesmas,
adapun pelaporan yang menyangkut pertanggungjawaban keuangan
disampaikan kepada kepala desa
c. Jika wilayah tersebut terdapat puskesmas pembantu maka poskesdes
berkoordinasi dengan puskesmas pembantu yang ada tersebut
d. Poskesdes di bawah pimpinan kabupaten/ kota melalui puskesmas. Pembinaan
dalam aspek upaya kesehatan masyarakat maupun upaya kesehatan
perorangan
I. Kegiatan Poskesdes
1. Pengamatan epidemiologis sederhana terhadap penyakit, terutama penyakit
menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB),
dan faktor-faktor risikonya (termasuk status gizi) serta kesehatan ibu hamil yang
berisiko.
2. Penanggulangan penyakit, terutama penyakit menular dan penyakit yang berpotensi
menimbulkan KLB, serta faktor-faktor risikonya (termasuk kurang gizi).
3. Kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana dan kegawatdaruratan kesehatan.
4. Pelayanan medis dasar, sesuai dengan kompetensinya.
5. Kegiatan-kegiatan lain, yaitu promosi kesehatan untuk peningkatan keluarga sadar
gizi, peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan sehat (PHBS), penyehatan Iingkungan,
dan lain-lain, merupakan kegiatan pengembangan.
6. Poskesdes juga diharapkan sebagai pusat pengembangan atau revitalisasi berbagai
UKBM lain yang dibutuhkan masyarakat desa (misalnya Warung Obat Desa,
Kelompok Pemakai Air, Arisan Jamban Keluarga, dan lain-lain). Dengan demikian,
Poskesdes sekaligus berperan sebagai koordinator dan UKBM-UKBM tersebut.
J. Sumberdaya Poskesdes
1. Poskesdes diselenggarakan oleh tenaga kesehatan (minimal seorang bidan),
dengan dibantu oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang kader.
2. Untuk penyelenggaraan pelayanan Poskesdes harus tersedia sarana fisik
bangunan, perlengkapan, dan peralatan kesehatan. Guna kelancaran kornunikasi
dengan masyarakat dan dengan sarana kesehatan (khususnya, Puskesmas),
Poskesdes seyogianya memiliki juga sarana komunikasi (telepon, ponsel, atau
kurir).
3. Pembangunan sarana fisik Poskesdes dapat dilaksanakan melalui berbagai cara,
yaitu dengan urutan alternatif sebagai berikut:
a. Mengembangkan Pondok Bersalin Desa (Polindes) yang telah ada menjadi
Poskesdes,
b. Memanfaatkan bangunan yang sudah ada, yaitu misalnya Balai RW, Balai Desa,
Balai Pertemuan Desa, dan lain-lain.
c. Membangun baru, yaitu dengan pendanaan dari Pemerintah (Pusat atau
Daerah), donatur, dunia usaha, atau swadaya masyarakat.
K. Pembangunan Sarana Fisik Poskesdes
1. Mengembangkan Polindes
2. Memanfaatkan bangunan yang sudah ada, yaitu Balai RW, Balai Desa dll.
3. Membangun baru dengan pendanaan dari pemerintah (Pusat dan daerah), donatur,
dunia usaha atau swadaya masyarakat
Ada Bangunan Fisik Poskesdes Dan Menetap
1. Mudah koordinasi dengan bagas/ kader
2. Memudahkan akses masyarakat
3. Kegiatan lebih terencana dan terarah.Polindes dan Poskesdes terdapat dalam satu
tempat dengan fungsinya masing-masing.
Tidak Ada Bangunan Fisik Poskesdes Dan Tidak Menetap
1. Sulit koordinasi dengan bagas/ kader
2. Menyulitkan akses Masyarakat
3. Kegiatan tidak terencana dan tidak terarah.
4. Polindes tetap ada, Poskesdes sulit berjalan (beban ganda untuk bidan)
L. Indikator Keberhasilan
1. Input :
a. Ada Tidaknya Forum Desa
b. Ada Tidaknya Poskesdes dan sarana bangunan serta perlengkapannya
c. Ada tidaknya UKBM yang dibutuhkan masyarakat
d. Ada tidaknya nakes (minimal bidan)
2. proses:
a. Frekuensi Pertemuan forum desa
b. Berfungsi tidaknya poskesdes
c. Berfungsi tidaknya UKBM yang ada
d. Berfungsi tidaknya Sistem Kegawatdaruratan dan Penanggulangan bencana
3. Output:
a. Cakupan yankesdas Poskesdes
b. Cakupan pelayanan UKBM lainnya
c. Jumlah kasus Kegawatdaruratan dan KLB
d. Cakupan RT yang mendapat kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS
4. Outcome:
a. Jumlah Penduduk yang sakit
b. Jumlah Penduduk yang menderita gangguan Jiwa
c. Jumlah Ibu melahirkan yang meninggal
d. Jumlah bayi dan balita yang meninggal
e. Jumlah balita Gizi buruk
POSYANDU (Pos Pelayanan Terpadu)

A. Pengertian Posyandu
Adalah suatu forum komunikasi, alih tehnologi dan pelayanan kesehatan
masyarakat yang mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumber daya
manusia sejak dini.(Ambarwati Retna, 2009)
Pengertian posyandu adalah sistem pelayanan yang dipadukan antara satu
program dengan program lainnya yang merupakan forum komunikasi pelayanan
terpadu dan dinamis seperti halnya program KB dengan kesehatan atau berbagai
program lainnya yang berkaitan dengan kegiatan masyarakat (BKKBN, 1989).
Pelayanan yang diberikan di posyandu bersifat terpadu , hal ini bertujuan untuk
memberikan kemudahan dan keuntungan bagi masyarakat karena di posyandu
tersebut masyarakat dapat memperolah pelayanan lengkap pada waktu dan tempat
yang sama (Depkes RI, 1990).
Posyandu dipandang sangat bermanfaat bagi masyarakat namun
keberadaannya di masyarakat kurang berjalan dengan baik, oleh karena itu pemerintah
mengadakan revitalisasi posyandu. Revitalisasi posyandu merupakan upaya
pemberdayaan posyandu untuk mengurangi dampak dari krisis ekonomi terhadap
penurunan status gizi dan kesehatan ibu dan anak. Kegiatan ini juga bertujuan untuk
meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam menunjang upaya mempertahankan
dan meningkatkan status gizi serta kesehatan ibu dan anak melalui peningkatan
kemampuan kader, manajemen dan fungsi posyandu (Depdagri, 1999).
Kegiatan revitalisasi posyandu pada dasarnya meliputi seluruh posyandu
dengan perhatian utamanya pada posyandu yang sudah tidak aktif/rendah stratanya
(pratama dan madya) sesuai kebutuhan, posyandu yang berada di daerah yang
sebagian besar penduduknya tergolong miskin, serta adanya dukungan materi dan non
materi dari tokoh masyarakat setempat dalam menunjang pelaksanaan kegiatan
posyandu. Dukungan masyarakat sangat penting karena komitmen dan dukungan
mereka sangat menentukan keberhasilan dan kesinambungan kegiatan posyandu
(Depkes RI, 1999).
Kontribusi posyandu dalam meningkatkan kesehatan bayi dan anak balita
sangat besar, namun sampai saat ini kualitas pelayanan posyandu masih perlu
ditingkatkan. Keberadaan kader dan sarana yang ada merupakan modal dalam
keberlanjutan posyandu. Oleh karena itu keberadaan posyandu harus terus
ditingkatkan sehingga diklasifikasikan menjadi 4 jenis yaitu posyandu pratama, madya,
purnama, dan mandiri
B. Sejarah Lahirnya Posyandu
Untuk mempercepat terwujudnya masyarakat sehat, yang merupakan bagian
dari kesejahteraaan umum seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945,
Departemen Kesehatan pada tahun 1975 menetapkan kebijakan Pembangunan
Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD). Adapun yang dimaksud dengan PKMD ialah
strategi pembangunan kesehatan yang menerapkan prinsip gotong royong dan
swadaya masyarakat, dengan tujuan agar mayarakat dapat menolong dirinya sendiri,
melalui pengenalan dan penyelesaian masalah kesehatan secara lintas program dan
lintas sektor terkait.
Pencanangan Posyandu yang merupakan bentuk baru ini, dilakukan secara
massal untuk pertama kali oleh Kepala Negara Republik Indonesia pada tahun 1986 di
Yogyakarta, bertepatan dengan peringatan Hari Kesehatan Nasional. Sejak saai itu
Posyandu tumbuh dengan pesat. Pada tahun 1990, terjadi perkembangan yang sangat
luar biasa, yakni dengan keluarnya Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmandagri) Nomor
9 Tahun 1990 tentang Peningkatan Pembinaan Mutu Posyandu. Melalui instruksi ini,
seluruh kepala daerah ditugaskan untuk meningkatkan pengelolaan mutu Posyandu.
Pengelolaan Posyandu dilalulan oleh satu Kelompok Kerja Operasional (pokjanal)
Posyandu yang merupakan tanggung jawab bersama antara masyrakat denagn
Pemerintah Daerha (Pemda).

Landasan Hukum
1. Undang-undang Dasar tahun 1945 pasal 28 H ayat 1 dan UU No. 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan.
2. Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah da
Kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
5. Surat Edaran Mendagri Nomor 411.3/1116/SJ tahun 2001 tentang Revitalisasi
Posyandu.
6. Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
C. Tujuan Posyandu
1. Menurunkan angka kematian bayi, anak balita dan angka kelahiran\
2. Meningkatkan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR
3. Mempercepat penerimaan norma keluarga kecil sehat dan sejahtera.
4. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan
dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang kemampuan hidup sehat.
5. Pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam
usaha meningkatkan cakupan penduduk dan geografis
6. Peningkatan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka alih teknologi
untuk swakelola usaha-usaha kesehatan masyarakat.
D. Kegiatan Posyandu
Beberapa kegiatan diposyandu diantaranya terdiri dari lima kegiatan Posyandu
(Panca Krida Posyandu), antara lain:
1. Kesehatan Ibu dan Anak
a. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, melahirkan dan menyusui, serta bayi, anak
balita dan anak prasekolah
b. Memberikan nasehat tentang makanan guna mancegah gizi buruk karena
kekurangan protein dan kalori, serta bila ada pemberian makanan tambahan
vitamin dan mineral
c. Pemberian nasehat tentang perkembangan anak dan cara stimilasiny
d. Penyuluhan kesehatan meliputi berbagai aspek dalam mencapai tujuan program
KIA.
2. Keluarga Berencana
a. Pelayanan keluarga berencana kepada pasangan usia subur dengan perhatian
khusus kepada mereka yang dalam keadaan bahaya karena melahirkan anak
berkali-kali dan golongan ibu beresiko tinggi
b. Cara-cara penggunaan pil, kondom dan sebagainya
3. Immunisasi
Imunisasi tetanus toksoid 2 kali pada ibu hamil dan BCG, DPT 3x, polio 3x, dan
campak 1x pada bayi.
4. Peningkatan gizi
a. Memberikan pendidikan gizi kepada masyarakat
b. Memberikan makanan tambahan yang mengandung protein dan kalori cukup
kepada anak-anak dibawah umur 5 tahun dan kepada ibu yang menyusui
c. Memberikan kapsul vitamin A kepada anak-anak dibawah umur 5 tahun
5. Penanggulangan Diare
Lima kegiatan Posyandu selanjutnya dikembangkan menjadi tujuh kegiatan
Posyandu (Sapta Krida Posyandu), yaitu:
a. Kesehatan Ibu dan Anak
b. Keluarga Berencana
c. Immunisasi
d. Peningkatan gizi
e. Penanggulangan Diare
f. Sanitasi dasar. Cara-cara pengadaan air bersih, pembuangan kotoran dan air
limbah yang benar, pengolahan makanan dan minuman
g. Penyediaan Obat essensial.
E. Sasaran Posyandu
1. Bayi berusia kurang dari 1 tahun
2. Anak balita usia 1 sampai dengan 5 tahun
3. Ibu hamil
4. Ibu menyusui
5. Ibu nifas
6. Wanita usia subur.
F. Syarat terbentuknya Posyandu
Posyandu dibentuk dari pos-pos yang telah ada seperti:
1. Pos penimbangan balita
2. Pos immunisasi
3. Pos keluarga berencana desa
4. Pos kesehatan
5. Pos lainnya yang dibentuk baru.
Alasan Pendirian PosyanduPosyandu didirikan karena mempunyai beberapa
alasan sebagai berikut:
1. Posyandu dapat memberikan pelayanan kesehatn khususnya dalam upaya
pencegahan penyakit dan PPPK sekaligus dengan pelayanan KB.
2. Posyandu dari masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat, sehingga
menimbulkan rasa memiliki masyarakat terhadap upaya dalam bidang kesehatan
dan keluarga berencana (Effendi, 1998).
Penyelenggara Posyandu
1. Pelaksana kegiatan, adalah anggota masyarakat yang telah dilatih menjadi kader
kesehatan setempat dibawah bimbingan Puskesmas
2. Pengelola posyandu, adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal
dari keder PKK, tokoh masyarakat formal dan informal serta kader kesehatan yang
ada di wilayah tersebut (Effendi, 1998).
G. Pengelola Posyandu
1. Penanggungjawab umum: Kades/Lurah
2. Penggungjawab operasional : Tokoh Masyarakat
3. Ketua Pelaksana : Ketua Tim Penggerak PKK
4. Sekretaris : Ketua Pokja IV Kelurahan/desa
5. Pelaksana : Kader PKK, yang dibantu Petugas
KBKes (Puskesmas).
H. Pembentukan Posyandu
1. Langkah – langkah pembentukan:
a. Pertemuan lintas program dan lintas sektoral tingkat kecamatan.
b. Survey mawas diri yang dilaksanakan oleh kader PKK di bawah bimbingan
teknis unsur kesehatan dan KB .
c. Musyawarah masyarakat desa membicarakan hasil survey mawas diri, sarana
dan prasarana posyandu, biaya posyandu
d. Pemilihan kader Posyandu.
e. Pelatihan kader Posyandu.
f. Pembinaan.
2. Kriteria pembentukan posyandu
Pembentukan Posyandu sebaiknya tidak terlalu dekat dengan Puskesmas
agar pendekatan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat lebih tercapai
sedangkan satu Posyandu melayani 100 balita.
3. Kriteria kader Posyandu
a. Dapat membaca dan menulis.
b. Berjiwa sosial dan mau bekerja secara relawan.
c. Mengetahui adat istiadat serta kebiasaan masyarakat.
d. Mempunyai waktu yang cukup.
e. Bertempat tinggal di wilayah Posyandu.
f. Berpenampilan ramah dan simpatik.
g. Diterima masyarakat setempat.
4. Pelaksanaan Kegiatan Posyandu
Posyandu dilaksanakan sebulan sekali yang ditentukan oleh Kader, Tim
Penggerak PKK Desa/Kelurahan serta petugas kesehatan dari Puskesmas,
dilakukan pelayanan masyarakat dengan system 5 meja yaitu :
a. Meja I :
1) pendaftaran dan penyuluhan
b. Meja II:
1) Penimbangan bayi dan balita
2) Pelayanan ibu menyusui , ibu hamil, PUS
c. Meja III:
1) pengisian KMS
d. Meja IV:
1) Penyuluhan perorangan pada ibu hamil, menyusui, PUS
e. Meja V: pelayanan KB kesehatan
1) Imunisasi
2) Pemberian vitamin A. Tinggi berupa obat tetes ke mulut tiap bulan Februari
dan Agustus.
3) Pembagian pil atau kondom
4) Pengobatan ringan
5) Konsultasi KB kesehatan

Petugas pada Meja I s/d IV dilaksanakan oleh kader PKK sedangkan Meja V
merupakan meja pelayanan paramedis (Jurim, Bindes, perawat dan petugasKB).
5. Peserta Posyandu mendapat pelayanan meliputi:
a. Kesehatan ibu dan anak:
1) Pemberian pil tambah darah (ibu hamil)
2) Pemberian vitamin A dosis tinggi ( bulan vitamin A pada bulan Februari dan
Agustus)
3) PMT
4) Imunisasi
5) Penimbangan balita rutin perbulan sebagai pemantau kesehatan balita
melalui pertambahan berat badan setiap bulan. Keberhasilan program terlihat
melalui grafik pada kartu KMS setiap bulan.
6) Keluarga berencana, pembagian Pil KB dan Kondom.
7) Pemberian Oralit dan pengobatan.
Penyuluhan kesehatan lingkungan dan penyuluhan pribadi sesuai permasalahan
dilaksanakan oleh kader PKK melalui meja IV dengan materi dasar dari KMS balita dan
ibu hamil. Keberhasilan Posyandu tergambar melalui cakupan SKDN
S : Semua baita diwilayah kerja Posyandu.
K : Semua balita yang memiliki KMS.
D : Balita yang ditimbang.
N : Balita yang naik berat badannya.

Keberhasilan Posyandu berdasarkan :


D / S : baik/kurangnya peran serta masyarakat
N / D : Berhasil tidaknyaProgram posyandu

I. Dana
Dana pelaksanaan Posyandu berasal dari swadaya masyarakat melalui gotong
royong dengan kegiatan jimpitan beras dan hasil potensi desa lainnya serta
sumbangan dari donatur yang tidak mengikat yang dihimpunan melalui kegiatan Dana
Sehat.
J. Lokasi dan Penyelenggaraan
Berada di tempat yang mudah didatangi masyarakat dan ditentukan oleh
masyarakat seperti pos pelayanan yang sudah ada, rumah penduduk, balai kelurahan.
Prioritas dibentuk ditempat yang rawan dibidang gizi, kesehatan lingkungan. Pelayanan
KB kesehatan direncanakan dan dikembangkan oleh kader bersama kepala desa/
lurah LKMD (seksi KB, kesehatan dan PKK), tokoh masyarakat, pemuda, dll dengan
bimbingan tim pembinaan LKMD tingkat kecamatan.
K. Jenis Posyandu
Untuk meningkatkan kualitas dan kemandirian posyandu diperlukan intervensi
sebagai berikut :
1. Posyandu pratama (warna merah)
Posyandu tingkat pratama adalah posyandu yang masih belum mantap,
kegiatannya belum bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas. Keadaan ini
dinilai ‘gawat’ sehingga intervensinya adalah pelatihan kader ulang. Artinya kader
yang ada perlu ditambah dan dilakukan pelatihan dasar lagi.
2. Posyandu madya (warna kuning)
Posyandu pada tingkat madya sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8
kali per tahun dengan rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih. Akan tetapi
cakupan program utamanya (KB, KIA, Gizi, dan Imunisasi) masih rendah yaitu
kurang dari 50%. Ini berarti, kelestarian posyandu sudah baik tetapi masih rendah
cakupannya.

Intervensi untuk posyandu madya ada 2 yaitu:


a) Pelatihan Toma dengan modul eskalasi posyandu yang sekarang sudah
dilengkapi dengan metoda simulasi.
b) Penggarapan dengan pendekatan PKMD (SMD dan MMD) untuk menentukan
masalah dan mencari penyelesaiannya, termasuk menentukan program
tambahan yang sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.
3. Posyandu purnama (warna hijau)
Posyandu pada tingkat purnama adalah posyandu yang frekuensinya lebih dari
8 kali per tahun, rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih, dan cakupan 5
program utamanya (KB, KIA, Gizi dan Imunisasi) lebih dari 50%. Sudah ada
program tambahan, bahkan mungkin sudah ada Dana Sehat yang masih
sederhana.

Intervensi pada posyandu di tingkat ini adalah :


a) Penggarapan dengan pendekatan PKMD untuk mengarahkan
masyarakatmenetukan sendiri pengembangan program di posyandu.
b) Pelatihan Dana Sehat, agar di desa tersebut dapat tumbuh Dana Sehat yangkuat
dengan cakupan anggota minimal 50% KK atau lebih.
4. Posyandu mandiri (warna biru)
Posyandu ini berarti sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur, cakupan
5 program utama sudah bagus, ada program tambahan dan Dana Sehat telah
menjangkau lebih dari 50% KK. Intervensinya adalah pembinaan Dana Sehat, yaitu
diarahkan agar Dana Sehat tersebut menggunakan prinsip JPKM.
BPM (Bidan Praktek Mandiri)

A. Pengertian BPM
Bidan Praktek Mandiri ( BPM ) merupakan bentuk pelayanan kesehatan di
bidang kesehatan dasar. Praktek bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada pasien (individu, keluarga, dan
masyarakat) sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya.Bidan yang menjalankan
praktek harus memiliki Surat Izin Praktek Bidan (SIPB) sehingga dapat menjalankan
praktek pada saran kesehatan atau program. (Imamah, 2012:01)
Bidan Praktek Mandiri memiliki berbagai persyaratan khusus untuk menjalankan
prakteknya, seperti tempat atau ruangan praktek, peralatan, obat – obatan. Namun
pada kenyataannya BPM sekarang kurang memperhatikan dan memenuhi
kelengkapan praktek serta kebutuhan kliennya.Di samping peralatan yang kurang
lengkap tindakan dalam memberikan pelayanan kurang ramah dan bersahabat dengan
klien. Sehingga masyarakat berasumsi bahwa pelayanan kesehatan bidan praktek
mandiri tersebut kurang memuaskan ( Rhiea, 2011 : 01)
Praktek pelayanan bidan mandiri merupakan penyedia layanan kesehatan, yang
memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya dalam
meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak.Supaya masyarakat pengguna jasa layanan
bidan memperoleh akses pelayanan yang bermutu, perlu adanya regulasi pelayanan
praktek bidan secara jelas persiapan sebelum bidan melaksanakan pelayanan praktek
seperti perizinan, tempat, ruangan, peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi
semuanya harus sesuai dengan standar.
B. Jenis Pelayanan
1. Pelayanan rawat jalan dan rawat inap
a. Pelayan rawat jalan dan rawat inap adalah salah satu bentuk dari pelayanan
kedokteran.
b. Rawat jalan adalah pelayanan kedokteran yang disediakan untuk pasien yang
tidak daam bentuk rawat inap (hospitalization).
2. Pelayanan rawat jalan oleh klinik mandiri
Pelayanan rawat jalan adalah yang diselenggarakan oleh klinik yang mandiri yakni
yang tidak ada hubungan organisasi dengan umah sakit (free standing ambulatory
center)
 Klinik mandiri sederhana
Bentuk mendiri sederhana (simple free standing ambulatory center) yang
populer adalah praktik dokter umum atau praktik dokter spesialis secara
perseorangan (solo practitioner).
 Klinik mandiri institusi
Bentuk mandiri klinik institusi (institusional free standing ambulatory center)
banyak macam nya mulai dari praktik berkelompok (group practitioner),poliklinik
(clinic) BKIA (MCH center),pukesmas (community health center) dan diamerika
ditambah dengan HMOs dan PPOs.
C. Persyaratan Pendirian Bidan Praktek Mandiri
1. Menjadi anggota IBI
2. Permohonan Surat Ijin Praktek Bidan selaku Swasta Perorangan
3. Surat Keterangan Kepala Puskesmas Wilayah Setempat Praktek
4. Surat Pernyataan tidak sedang dalam sanksi profesi/ hukum.
5. Surat Keterangan Ketua Ranting IBI Wilayah
6. Persiapan peralatan medis dan medis usaha praktek bidan secara perorangan
dengan pelayanan pemeriksaan pertolongan persalinan dan perawatan.
7. Membuat Surat Perjanjian sanggup mematuhi perjanjian yang tertulis.
8. Bidan dalam menjalankan praktek harus:
a. Memiliki tempat dan ruangan praktek yang memenuhi persyaratan kesehatan.
b. Menyediakan tempat tidur untuk persalinan minimal 1 dan maksimal 5 tempat
tidurr.
c. Memiliki peralatan minimal sesuai dengan ketentuan dan melaksanakan
prosedur tetap (protap) yang berlaku.
d. Menyediakan obat-obatan sesuai dengan ketentuan peralatan yang berlaku.
9. Bidan yang menjalankan prakytek harus mencantumkan izin praktek bidannya atau
foto copy prakteknya diruang praktek, atau tempat yang mudah dilihat.
10. Bidan dalam prakteknya memperkerjakan tenaga bidan yang lain, yang memiliki
SIPB untuk membantu tugas pelayanannya
11. Bidan yang menjalankan praktek harus harus mempunyai peralatan minimal sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dan peralatan harus tersedia ditempat prakteknya.
12. Peralatan yang wajib dimilki dalam menjalankan praktek bidan sesuai dengan jenis
pelayanan yang diberikan.
13. Dalam menjalankan tugas bidan harus serta mempertahankan dan meningkatkan
keterampilan profesinya antara lain dengan:
a. Mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan atau saling tukar informasi
dengan sesama bidan.
b. Mengikuti kegiatan-kegiatan akademis dan pelatihan sesuai dengan bidang
tugasnya, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun oleh organisasi
profesi.
c. Memelihara dan merawat peralatan yang digunakan untuk praktek agar tetap
siap dan berfungsi dengan baik.

Selain itu harus memenuhi persyaratan bangunan yang meliputi:


1. Papan nama
a. Untuk membedakan setiap identitas maka setiap bentuk pelayan medik dasar
swasta harus mempunyai nama tertentu, yang dapat diambil dari nama yang
berjasa dibidang kesehatan, atau yang telah meninggal atau nama lain yang
sesuai dengan fungsinya.
b. Ukuran papan nama seluas 1 x 1,5 meter.
c. Tulisan blok warna hitam, dan dasarnya warna putih.
d. Pemasangan papan nama pada tempat yang mudah dan jelas mudah terbaca
oleh masyarakat.
2. Tata ruang
a. Setiap ruang priksa minimal memiliki diameter 2 x 3 meter.
b. Setiap bangunan pelayanan minimal mempunyai ruang priksa, ruang
adsministrasi/kegiatan lain sesuai kebutuhan, ruang tunggu, dan kamar
mandi/WC masing-masing 1 buah.
c. Semua ruangan mempunyai ventilasi dan penerangan/pencahayaan.
3. Lokasi
a. Mempunyai lokasi tersendiri yang telah disetujui oleh pemerintah daerah
setempat (tata kota), tidak berbaur dengan kegiatan umum lainnya seperti pusat
perbelanjaan, tempat hiburan dan sejenisnya.
b. Tidak dekat dengan lokasi bentuk pelayanan sejenisnya dan juga agar sesuai
fungsi sosialnya yang salah satu fungsinya adalah mendekatkan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat.
4. Hak dan Guna Pakai
a. Mempunyai surat kepemilikan (Surat hak milik / surat hak guna pakai)
b. Mempunyai surat hak guna (surat kontrak bangunan) minimal 2 tahun.
D. Planning Pembukaan BPM
Sebelum memulai suatu perencanaan, sebaiknya kita membuat planning
terlebih dahulu itu sangatlah penting bagi seorang bidan sebelum mendirikan sebuah
klinik mandiri atau yang biasa dikenal dengan nama BPM. karena dengan adanya
suatu perencanaan yang fokus maka akan sangat membantu kita dalam
merealisasikan langkah-langkah yang nantinya akan kita jumpai sehingga BPM yang
kita dirikan nantinya dapat diterima oleh masyarakat sekitar dan pastinya akan
menguntungkan bagi semua pihak baik bagi bidan, klien/pasien bahkan lingkungan
masyarakat sekitar kita.
Apabila nanti saya sudah menjadi seorang bidan yang professional maka
sebelum saya mendirikan sebuah BPM disekitar lingkungan masyarakat saya, maka
sebaiknya saya juga harus memperhatikan berbagai aspek-aspek yang ada disana
mulai dari keadaan lingkungan yang akan saya tempati, kondisi masyarakat yang ada
disana, dan aspek keterjangkauan dimana harapan saya klinik itu nantinya bisa
menjangkau semua keluhan yang dihadapi oleh pasien dan bisa dengan mudah
dijangkau oleh masyarakat yang lainnya juga sehingga masyarakat tersebut dapat
merasa puas dengan pelayanan kebidanan yang akan saya berikan nantinya kepada
mereka dan bisa merasakan kenyamanan dengan fasilitas dari klinik yang saya dirikan
tersebut.
Dan selanjutnya Analisis yang akan saya gunakan ini untuk membuat perencanaan
tersebut lebih mudah sebelum merumuskan perencanaan itu yaitu dengan memakai
analisis “SWOT” yang terdiri dari beberapa aspek yaitu diantaranya sebagai berikut:
1. S=Srtength (kekuatan yang berasal dari internal)
a. Lingkungan sekitar saya termasuk lingkungan yang bersih.
b. BPM yang sudah ada disana lumayan jauh jaraknya dari penduduk sekitar.
c. Lingkungan sekitar tempat tinggal saya termasuk masyarakat yang padat
penduduk.
d. Banyak masyarakat yang suka dan sering memeriksakan kehamilannya kebidan.

Dengan melihat kondisi yang seperti ini maka planning saya untuk mendirikan BPM
sesuai dengan strength /kekuatan yaitu:
1. Saya akan mencari lokasi yang sekiranya mudah dijangkau oleh masyarakat sekitar
2. Mengumpulkan dana yang ada
3. Mengumpulkan data dan Menganalis berbagai kekurangan atau keluhan
masyarakat terhadap BPS yang sudah ada kemudian berusaha mencari penyebab
dan solusinya sehingga berusaha untuk melengkapi semua kekurangan tersebut
2. W= Weakness ( kelemahan yang berasal dari internal)
a. Masyarakat masih beranggapan kalau periksa kebidan itu biayanya terlalu
mahal.
b. Kurangnya transportasi/ kondisi jalan yang masih sulit untuk dijangkau oleh
masyarakat sekitar (seperti: jalannya becek, berlumpur, dan berbatu).
c. Banyaknya BPM yang sudah berdiri dan dikelola oleh bidan yang sudah
berpengalaman.
Dengan melihat kondisi yang seperti ini maka planning saya untuk mendirikan
BPM sesuai dengan weakness /kelemahan yaitu:
1) Meminta bantuan atau kolaborasi dengan bidan bidan yang sudah praktik
agar bisa membantu memberi masukan
2) Menciptakan lingkungan yang bersih dan sadar kesehatan
3) Mendirikan BPS dengan desain senyaman mungkin untuk pasien/ klien yang
diantaranya dengan memberi fasilitas yang baik, menyediakan ruang tunggu
yang nyaman, membuat taman kecil sebagai wahana pemandangan dan
tempat bermain untuk si kecil, menyediakan mushola, dan membangun
tempat makan dan belanja perlengkapan di dekatnya .
3. O= Opportunity ( kesempatan yang dari eksternal)
a. Dengan adanya kemauan dari diri sndiri untuk meningkatkan mutu pelayanan
kebidanan.dukungan dari keluarga
b. Dengan adanya dukungan dari kelurga juga.
Dengan melihat kondisi yang seperti ini maka planning saya untuk mendirikan
BPM sesuai dengan opportunity /kesempatan yaitu:
1) Menyediakan kotak saran di depan tempat praktik, selalu menjaga kebersihan
tempat praktik dan melayani dengan ramah
2) setelah BPS tersebut berdiri saya juga ingin menyediakan Apotek serta ruang
khusus untuk pertemuan ibu- ibu hamil,penyuluhan kesehatan dll.
4. T= Threats ( Ancaman yang berasal dari eksternal)
a. Sudah banyakanya praktik bidan praktik mandiri yang sudah professional dan
berpengalaman.
b. Sudah banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk pengembangan pembangunan.
Dengan melihat kondisi yang seperti ini maka planning saya untuk mendirikan
BPM sesuai dengan threats /ancaman yaitu:
1) Menjaga dan Meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan.
2) Mengembangkan lagi pembangunan BPM yang ada di lingkungan sekitar
agar lebih luas lagi nantinya.
E. Analisa Kondisi Calon Lokasi Dan Memilih Lokasi Usaha Yang Tepat
Dalam membuat rencana usaha bidan praktek mandiri, pemilihan lokasi usaha
adalah hal utama yang perludipertimbangkan. lokasi strategis menjadi salah satu faktor
penting dan sangatmenentukan keberhasilan suatu usaha. banyak hal yang harus
dipertimbangkan dalammemilih lokasi, sebagai salah satu faktor mendasar, yang
sangat berpengaruh padapenghasilan dan biaya, baik biaya tetap maupun biaya
variabel. lokasi usaha juga akanberhubungan dengan masalah efisiensi transportasi,
sifat bahan baku atau sifat produknya,dan kemudahannya mencapai konsumen.
Lokasi juga berpengaruh terhadap kenyamananpembeli dan juga kenyamanan
anda sebagai pemilik usaha. bagi wirausahawan pemula,sebaiknya berhati-hati dalam
menentukan lokasi usaha, jangan sampai asal pilih lokasi.karena hal tersebut bisa
berdampak buruk pada usaha kita.beberapa pakar wirausaha menyarankan, agar
dalam memilih lokasi usaha sepertiruko, kios, rumah atau kaki lima harus pas dengan
jenis usaha yang ditekuni. karena adausaha yang cocok didirikan di satu lokasi tapi
tidak cocok di tempat lain. Untuk itu pendiriusaha disarankan untuk melakukan survei
untuk mencari tempat yang sesuai bagi usahanya.amati kondisi pasarnya, potensi
permintaannya dan jangan lupa cari juga informasibagaimana prospek perkembangan
daerah itu ke depannya, karena hal ini bisamempengaruhi kelangsungan usaha itu
sendiri.
Lokasi yang “strategis” dalam teori wirausaha ditafsir kan sebagai lokasi di
manabanyak ada calon pembeli, dalam artian lokasi ini mudah dijangkau, mudah
dilihatkonsumen, dan lokasi yang banyak dilalui atau dihuni target konsumen yang
berpotensimembeli produk atau jasa yang dijual. lokasi seperti ini cocok untuk usaha
perdaganganbarang atau jasa yang harus berhubungan langsung dengan pelanggan.
Itu sebabnya pasar,pusat pertokoan, atau pusat perbelanjaan menjadi lokasi-lokasi
usaha perdagangan yangpaling diincar orang. karena, di area seperti itu calon
konsumen tumpah tersedia. parapemilik usaha tinggal mencari strategi untuk
memasarkan usahanya.
Usaha-usaha yang sangat tergantung dengan lokasi strategis misalnya; rumah
sakit, praktek swasta, apotek,rumah makan, mini market, bengkel, toko pakaian, juga
salon kecantikan. mendapatkan lokasi yang strategis beberapa usaha malahan dapat
dilakukan di rumah. beberapa pengusaha suksesternyata memulai usahanya di ruang
tamu rumahnya sendiri. dokter, bidan, konsultan,teknisi elektronik, biro jasa dan
internet marketer banyak menggunakan bagian rumahnyauntuk tempat usaha. dengan
memanfaatkan rumah, anda bisa berhemat modal jutaan
F. Bahan-bahan bidan praktek mandiri
1. Peralatan Tidak Steril
 Tensimeter
 Stetoskop biokuler
 Stetoskop monokuler
 Timbangan dewasa
 Timbangan bayi
 Pengukuran panjang bayi
 Thermometer
 Oksigen dalam regulator
 Ambu bag dengan masker resusitasi (ibu+bayi)
 Penghisap lender
 Lampu sorot
 Penghitung nadi
 Sterilisator
 Bak instrument dengan tutup
 Reflek Hammer
 Alat pemeriksaan Hb (Sahli)
 Set pemeriksaan urine (protein + reduksi)
 Pita pengukur
 Plastik penutup instrument steril
 Sarung tangan karet untuk mencuci alat
 Apron / celemek
 Masker
 Pengaman mata
 Sarung kaki plastic
 Infus set
 Standar infuse
 Semprit disposable
 Tempat kotoran / sampah
 Tempat kain kotor
 Tempat Plasenta
 Pot
 Piala ginjal / bengkok
 Sikat, sabun dan tempatnya
 Kertas lakmus
 Semprit glyserin
 Gunting verband
 Spatel lidah
 Suction
 Gergaji implant
2. Peralatan Steril
 Klem pean
 Klem ½ kocher
 Korentang
 Gunting tali pusat5. Gunting benang
 Gunting episiotomy
 Kateter karet / metal
 Pinset anatomis
 Pinset chirurgic
 Speculum vagina
 Mangkok metal kecil
 Pengikat tali pusat
 Pengisap lendir
 Tampon tang dan tampon vagina
 Pemegang Jarum
 Jarum kulit dan otot
 Sarung tangan
 Benang suter + catgut
 Doek steril
3. Bahan Habis Pakai
 Kapas
 Kain kasa
 Plester
 Handuk
 Pembalut wanita
4. Formulir Yang Disediakan
 Formulir Informed Consent
 Formulir ANC
 Partograf
 Formulir persalinan / nifas dan KB
 Formulir rujukan
 Formulir surat kelahiran
 Formulir permintaan darah
 Formulir kematian
5. Obat-obatan
 Roborantia
 Vaksin
 Syok anafilaktik
 Adrenalin 1:1000
 Anti histamine
 Hidrokortison
 Aminophilin 230 mg / 10ml
 Dopamine
 Sedatife
 Antibiotik
 Uterotonika
 Antipiretika
 Koagulantika
 Anti kejang
 Glyserin
 Cairan infus
 Obat luka
 Cairan desinfektan
 Obat penanganan asphiksia pada BBL
6. Papan Nama
di depan bangunan akan kami pasang papan nama dengan tulisan “ rumah bersalin
sehat hypno birthing ”. praktek setiap hari. juga tidak lupa mencantumkan nomor
sipb yang dimiliki.
7. kerjasama dengan dokter spesialiskami bekerjasama dengan dokter spesialis dalam
hal kegawat daruratan.
8. Jenis pelayanan
 Konsultasi kehamilan
 ANC
 Pelatihan hypno birthing untuk ayah dan bunda
 Persalinan Normal dan Hypno Birthing
 KB
 Pemasangan anting, imunisasi, memandikan bayi.
Kami juga akan bekerjasama dengan Laboratorium X. Jika ada pasien saya yang
memungkinkan untuk diperiksa laboratorium akan saya beri rujukan untuk ke
laboratorium X. Pembagian keuntungan sesuai dengan jumlah pasien.
9. Tarif
 KB ( Pil dan Suntik ). Pil Rp. 20.000,- dan Suntik Rp. 25.000,-
 Pemeriksaan awal kehamilan Rp.80.000,-
 Pemeriksaannya lanjutan Rp. 50.000,-dan Pemasangan anting Rp. 20.000,-
 Persalinan Normal Rp. 1.500.000,-
 Konsultasi kehamilan dan hypno birthing Rp. 50.000,-
 Pelatihan Hypno Birthing Rp. 150.000/pertemuanPersalinan Hypno Birthing Rp.
3.000.000,
 Memandikan bayi Rp. 30.000,-
BPS (Bidan Praktek Swasta)
A. Pengertian BPS
Bidan praktek swasta merupakan suatu wahana pelaksanaan praktek seorang
bidan di masyarakat. Praktek pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan
penyedia layanan kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan
pelayanan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Supaya
masyarakat pengguna jasa layanan bidan memperoleh akses pelayanan yang bermutu
dari pelayanan bidan, perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan secara jelas,
persiapan sebelum bidan melaksanakan pelayanan praktek, seperti perizinan, tempat,
ruangan, peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi semuanya harus sesuai
dengan standar.
Setelah bidan melaksanakan pelayanan di lapangan, untuk menjaga kualitas
dan keamanan dari layanan bidan, dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan
kewenangannya. Pihak pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
organisasi Ikatan Bidan memiliki kewenangan untuk pengawasan dan pembinaan
kepada bidan yang melaksanakan praktek perlu melaksanakan tugasnya dengan baik.
Penyebaran dan pendistribusian bidan yang melaksanakan praktek perlu
pengaturan agar terdapat pemerataan akses pelayanan yang sedekat mungkin dengan
masyarakat yang membutuhkannya. Tarif dari pelayanan bidan praktek akan lebih baik
apabila ada pengaturan yang jelas dan trasparan, sehingga masyarakat tidak ragu
untuk datang ke pelayanan bidan praktek perorangan (swasta). Informasi dari jasa
pelayanan bidan untuk masyarakat perlu pengaturan yang jelas, agar masyarakat
mendapatkan informasi yang jelas, sehingga konsumen bidan praktek swasta
mendapatkan kepuasan akan layanan yang diterimanya.
B. Kompetensi BPS
1. Kompetensi minimal bidan praktek swasta meliputi :
a. Ruang lingkup profesi
b. Diagnostik (klinik, laboratorik)
c. Terapy (promotif, preventif)
d. Merujuk
e. Kemampuan komunikasi interpersonal
2. Mutu pelayanan
a. Pemeriksaan seefisien mungkin
b. Internal review
c. Pelayanan sesuai standar pelayanan kebidanan dan etika profesi
d. Humanis (tidak diskriminatif)
3. Kemitraan
a. Sejawat/kolaborasi
b. Dokter, perawat, petugas kesehatan yang lain, psikolog, sosiolog
c. Pasien, komunitas
d. Manajemen
e. Waktu
f. Alat
g. nformasi/MR
h. Obat
i. Jasa
j. Administrasi/regulasi/Undang-Undang
k. Pengembangan diri CME (Continue Midwifery Education)
C. Kewenangan Bidan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan
yang dimiliki bidan meliputi Kewenangan normal, Kewenangan normal adalah
kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan. Kewenanan ini meliputi:
1. Pelayanan kesehatan ibu
Ruang lingkup:
a. Pelayanan konseling pada masa pra hamil
b. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
c. Pelayanan persalinan normal
d. Pelayanan ibu nifas normal
e. Pelayanan ibu menyusui
f. Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
Kewenangan:
a. Episiotomi
 Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
 Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan
 Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
 Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
 Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi air susu ibu
(ASI) eksklusif
 Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum
 Penyuluhan dan konseling
 Bimbingan pada kelompok ibu hamil
 Pemberian surat keterangan kematian
 Pemberian surat keterangan cuti bersalin
2. Pelayanan kesehatan anak
Ruang lingkup:
a. Pelayanan bayi baru lahir
b. Pelayanan bayi
c. Pelayanan anak balita
d. Pelayanan anak pra sekolah

Kewenangan:
a. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan
hipotermi, inisiasi menyusu dini (IMD), injeksi vitamin K 1, perawatan bayi baru
lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat
b. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk
c. Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan
d. Pemberian imunisasi rutin sesuai program Pemerintah
e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah
f. Pemberian konseling dan penyuluhan
g. Pemberian surat keterangan kelahiran
h. Pemberian surat keterangan kematian
3. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana, dengan
kewenangan:
a. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana
b. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom
D. Penyelenggaraan Bidan Praktek Swasta
Bidan dalam menjalankan prakteknya harus :
1. Harus memiliki tempat dan ruang praktek yang memenuhi persyaratan kesehatan
2. Menyediakan tempat tidur untuk persalinan satu, maksimal 5 tempat tidur
3. Memiliki peralatan minimal sesuai dengan ketentuan dan melaksanakan protap
yang berlaku
4. Menyediakan obat-obatan sesuai peraturan yang berlaku.
REFERENSI
Adisasmito Wiku. 2007. Sistem Kesehatan . Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Departemen Kesehatan RI. 2005. Rencana Strategis Departemen Kesehatan 2005-2009.
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2005. Profil Kesehatan Indonesia 2003 Menuju Indonesia
Sehat 2010. Jakarta.
Ambarwati,Eny Retna. 2009.Asuhan Kebidanan Komunitas.Yogyakarta: Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai