Anda di halaman 1dari 32

PENUNTUN PRAKTIKUM

KIMIA FISIKA
(UNTUK LINGKUNGAN SENDIRI)

DISUSUN OLEH :
TEAM PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

LABORATORIUM DASAR TEKNIK


JURUSAN TEKNIK KIMIA
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2019
PETUNJUK BAGI MAHASISWA

Dalam pelaksanaan praktikum kimia fisika, dilaboratorium Dasar 2 Teknik Kimia, Jurusan Teknik
Kimia. Ada beberapa ketentuan yang wajib untuk diperhatikan oleh mahasiswa yang akan mengikuti
praktikum ini. Petunjuk atau peraturan praktikum sengaja dibuat untuk kelancaran dan keselamatan
semua pihak yang terlibat dalam praktikum ini.

1. Sebelum melaksanakan praktikum, dilakukan terst / respon yang bersangkutan dengan


objek masing-masing
2. Alat-alat dan bahan-bahan yang dipakai harus diambil setelah dibuat bon peminjaman
3. Praktikan harus benar-benar mengerti tentang apa yang harus dikerjakan atau
dipraktekkan, tentang sifat-sifat reaksi, alat dan instrumen yang dipakai
4. Setiap praktikan wajib memakai sepatu, dan baju praktikum yang baik
5. Praktikan dilarang makan, minum apalagi merokok didalam laboratorium
6. Praktikan dilarang bercanda atau bergurau selama praktek, demi keselamatan semua
7. Sebelum, selama dan setelah praktek, kebersihan laboratorium harus tetap dijaga
8. Bekerjalah dengan tenang dan hati-hati
TATA TERTIB PRAKTIKUM

A. Waktu Praktikum

1. Praktikum dilaksanakan sesuai jadwal yang ditetapkan oleh dosen pembimbing


2. Mahasiswa praktek harus hadir 15 menit sebelum praktek dimulai (untuk melaksanakan
responsi yang diberikan oleh dosen/asisten)
3. Mahasiswa tidak dibolehkan masuk ruangan sebelum izin dosen
4. Apabila berhalangan hadir, mahasiswa harus memberi tahu dengan surat, dan praktikum
yang ditinggalkan, harus dilakukan pada hari yang lain sesuai dengan waktu yang
ditentukan oleh dosen/asisten
5. Mahasiswa yang tidak hadir berturut-turut sebanyak 2 kali, maka praktikum dinyatakan
gagal terhadap mahasiswa yang bersangkutan dan dianggap tidak lulus dengan nilai E, jika
ketidakhadiran 2 kali berturut-turut pada permulaan praktikum, maka mahasiswa
tersebut dianggap mengundurkan diri dengan nilai K (kosong)

B. Penuntun Laporan

1. Mahasiswa harus sudah memiliki penuntun praktikum sebelum melakukan praktikum


2. Sebelum pelaksanaan praktikum, mahasiswa harus mempelajari percobaan yang akan
dilakukan beserta teori-teori yang mendukung percobaan tersebut.
3. Mahasiswa harus membuat laporan sementara (perkelompok pada buku tulis isi 18) dan
laporan lengkap (permahasiswa pada kertas HVS ukuran kuarto ditulis mengunakan
tangan)
4. Laporan sementara diperiksa setelah selesai praktikum dan ditanda tangani oleh asisten
praktikum. Laporan lengkap diserahkan sebelum masuk objek lain pada minggu
berikutnya dengan melampirkan laporan sementara yang telah ditanda tangani oleh
asisten.
DAFTAR I SI

Petunjuk Bagi Mahasiswa


Tata Tertib Praktikum

Daftar Isi
Percobaan I : Kecepatan Disolusi 1
Percobaan II : Penentuan Kelarutan Elektrolit Secara Konduktometri 4
Percobaan III : Elektrokimia 8
Percobaan IV : Kinetika Reaksi 13
Percobaan V : Viskositas Berbagai Jenis Cairan 16
PercobaanVI : Isotherm Adsorpsi 19
Percobaan VII : Larutan Non Elektrolit Hukum Raoult 22
Percobaan VIII : Sistem Zat Cair Tiga Komponen Diagram Terner 26
PERCOBAAN I
KECEPATAN DISOLUSI
I. Tujuan Percobaan
 Menentukan kecepatan disolusi suatu zat
 Mempelajari pengaruh suhu dan kecepatan pengadukan terhadap kecepatan disolusi suatu
zat

II. Latar Belakang Teori


Kecepatan disolusi suatu zat adalah suatu ukuran yang menyatakan benyaknya suatu zat
terlarut dalam pelarut tertentu setiap satuan waktu. Suatu hubungan yang umum menggambarkan
proses disolusi suatu zat padat telah dikembangkan oleh Noyes dan Whitney dalam bentuk
persamaan berikut
𝒅𝑴 𝑫 𝑺
= (𝐂𝐬 − 𝐜)
𝒅𝑻 𝒉
𝒅𝑴
Dimana : 𝒅𝑻
= Kecepatan disolusi
D = Koefisen difusi
S = Luas permukaan zat
Cs = Kelarutan zat padat
C = Konsentrasi zat dalam larutan pada waktu t
H = Tebal lapisan difusi

Dalam teori dislousi atau perpindahan massa, diasumsikan bahwa selama proses disolusi
berlangsung pada permukaan padatan terbentuk suatu lapisan difusi air atau lapisan tipis cairan
yang stagnan dengan ketebalan h, seperti tampak pada gambar berikut :
Konsentrasi
Lapisan
Zat Padat Difusi Air larutan
Cs

x=0
h

Bila konsentrasi zat terlarut didalam larutan (C) jauh lebih kecil dari pada kelarutan zat tersebut
(Cs) sehingga dapat diabaikan, maka harga (Cs-C) dianggap sama dengan Cs. Jadi persamaan
kecepatan disolusi dapat disederhanakan jadi :

𝒅𝑴 𝑫. 𝑺. 𝑪𝒔
=
𝒅𝑻 𝒉

Dari persamaan diatas terlihat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan disolusi
suatu zat, diantaranya yaitu :

1 | Kecepatan Disolusi
1. Suhu / Temperatur
Kenaikan temperatur umumnya memperbesar kelarutan (Cs) zat yang bersifat endotermik
serta memperbesar harga koefisien difusi zat. Menurut einstein, koefisien difusi dapat
dinyatakan melalui persamaan berikut :

𝒌.𝑻
𝑫=
𝟔𝛈𝐫

Dimana : D = Koefisien difusi


K = Konstanta Boltzman
R = jari-jari molekul
η = Viskositas Pelarut

2. Ukuran Partikel
Jika partikel zat berukuran kecil, maka luas permukaan efektif menjadi besar sehingga
kecepatan disolusi meningkat
3. Polimorfisme
Struktur internal zat yang berlainan dapat memberikan tingkat kelarutan yang berbeda juga
4. Sifat permukaan zat
Untuk zat yang bersifat hidrofob, dengan adanya surfaktan dalam pelarut akan menurunkan
tegangan permukaan antar partikel dengan pelarut. Akibatnya zat mudah
terbasahidankecepatan disolusi bertambah
5. Kecepatan pengadukan
Pengadukan dapat meningkatkan jumlah tumbukan partikel zat terlarut dengan pelarut

Penentuan kecepatan disolusi


1. Metode Suspensi
Butiran zat padat ditambahkan kedalam pelarut tanpa pengontrol eksak terhadap luas
permukaan partikelnya, sampel diambil pada waktu – waktu tertentu danjumlah zat terlarut
ditentukan dengan cara yang sesuai
2. Metode Permukaan Konstan
Zat ditempatkan dalam suatu wadah yang diketahui luasnya sehingga variabel perbedaan
luas permukaan efektif dapat diabaikan

III. Peralatan
1. Pengaduk Mekanik 6. Gelas Ukur 100 ml (1 buah)
2. Penangas Air 7. Buret 50 ml (1 buah)
3. Gelas Kimia 500 ml 8. Erlenmeyer 100 ml (6 buah)
4. Termometer (1 Buah) 9. Stopwatch
5. Pipet ukur 20 ml (2 buah) 10. Statip dan klem

IV. Zat kimia yang digunakan


1. Asam salisilat 3. Inikator PP
2. NaOH 0,05 N 4. Aquadest

V. Cara Kerja
Pada objek praktikum ini, akan dipelajari dua macam faktor yang menentukan kecepatan
disolusi, yaitu pengaruh kecepatan pengadukan dan temperatur
A. Pengaruh Kecepatan Pengadukan terhadap Kecepatan Disolusi Zat
1. Isi Gelas Kimia dengan 400 ml aquades
2. Pasang termometer pada bejana, untu mengamati suhu larutan

2 | Kecepatan Disolusi
3. Tempatkan bejana dalam water bath pada suhu ruang, masukan 1 gram asam salisilat
ke dalam bejana, hidupkan motor pengaduk pada kecepaan 100rpm
4. Ambil sebanyak 20 ml larutan dari bejana setiap selang waktu 1, 5, 10, 15 dan 20 menit
setelah pengadukan. Setiap selesai pengambilan sampel, segera gantikan dengan 20
ml aquades
5. Tentukan kadar asam salisilat terlarut dari setiap sampel dengan cara titrasi asam basa
menggunakan NaOH 0,05 N dan indikator pp. Lakukan koreksi perhitungan kadar yang
diperoleh setiap waktu terhadap pengenceran yang dilakukan kaena penggantian
larutan aquades
6. Lakukan percobaan yang sama untuk kecepatan pengadukan 200 dan 300 rpm
7. Tabelkan hasil yang diperoleh

B. Pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi zat


1. Isi labu dewar dengan 400 ml aquades
2. Pasang termometer pada bejana, untu mengamati suhu larutan
3. Tempatkan bejana dalam water bath pada suhu ruang, masukan 1 gram asam salisilat
ke dalam bejana, hidupkan motor pengaduk pada kecepaan 100rpm
4. Ambil sebanyak 20 ml larutan dari bejana setiap selang waktu 1, 5, 10, 15 dan 20 menit
setelah pengadukan. Setiap selesai pengambilan sampel, segera gantikan dengan 20
ml aquades
5. Tentukan kadar asam salisilat terlarut dari setiap sampel dengan cara titrasi asam basa
menggunakan NaOH 0,05 N dan indikator pp. Lakukan koreksi perhitungan kadar yang
diperoleh setiap waktu terhadap pengenceran yang dilakukan kaena penggantian
larutan aquades
6. Lakukan percobaan yang sama untuk suhu 40 dan 50 oC
7. Tabelkan hasil yang diperoleh

VI. Tugas
1. Buatlah kurva antara konsentrasi asam salisilat yang diperoleh dengan waktu untuk setiap
perbedaan suhu (dalam grafik)
2. Buatlah kurva antara konsentrasi asam salisilat yang diperoleh dengan waktu untuk setiap
kecepatan pengadukan (dalam grafik)

VII. Pertanyaan
1. Apa perbedaan difusi dan disolusi ?
2. Terangkan definisi dari pengadukan !
3. Sebutkan 5 macam impeller yang digunakan dalam proses pengadukan !
4. Bagaimana pengaruh temperatur dan kecepatan pengadukan terhadap kecepatan disolusi
zat yang saudara amati dari percobaan. Berikan kesimpulan yang ringkas dan tepat !

VIII. Pustaka
1. Bird, T,.(1087), “Experiment in Physical Chemistry”, alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet. I,
Gramedia, Jakarta
2. Bird, T,.(1087), “Physical Chemistry”, alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet. I, Gramedia, Jakarta
3. Leeson, L.J., J.T Cartensen, (1974), “ Dissolution Technology”, The Industrial Pharmceutical
Technology Section of The Academy Of Pharmaceutical Science, Washington.
4. Welty. J.R., et.al., “Fundamental of Momentum, Heat, and Mass Tranfer”, Third edition,
Jhon Wiley, Inc., Singapure

3 | Kecepatan Disolusi
PERCOBAAN II
PENENTUAN KELARUTAN ELEKTROLIT
SECARA KONDUKTOMETRI
I. Tujuan Percobaan
 Menentukan Konsentrasi asam basa secara konduktometri
 Menentukan konstanta sel konduktansi
 Menentukan kelarutan AgCl secara Konduktometri

II. Latar Belakang Teori


Konduktometri adalah suatu cara analisa kuantitatif berdasarkan pengukuran daya hantar
(konduktansi) listrik suatu larutan. Penghantaran listrik dalam larutan disebabkan perpindahan ion-
ion dalam larutan. Larutan elektrolit bersifat sebagai penghantar listrik. Kekuatan listrik yang
mengalir melalui suatu penghantar, seperti elektrolit, ditentukan oleh beda potensial dan tahanan.
Besarnya tahanan dalam konduktor elektolitik dapat ditentukan dengan hukum OHM

𝑽
𝐈=𝑹
........................................ (1)
Dimana : I = kua Arus ( Ampere)
V = Beda Potensial (Volt)
R = Tahanan (ohm)

Pengukuran daya hantar dapat dipakai untuk menentukan titik akhir titrasi, misalnya titrasi
asam kuat dengan basa kuat. Pada penambahan basa, sebahagian asam dinetralkan

HCl + NaOH NaCl + H2O

Daya hantar terus menurun, karena ion H+ digantikan ion Na+ yang lebih lambat. Setelah titik
ekivalen, kelebihan ion OH- sangat memperbesar daya hantar. Titik ekivalen dapat ditentukan
dengan menggambarkan grafik daya hantar atau I/R terhadap volume basa yang terpakai.
Tahanan merupakan rintangan yang terdapat dalam sistem terhadap arus listrik. Tahanan
merupakan kebalikan dari hantaran / daya hantar (L)

𝟏
𝐋=
𝑹
......................................... (2)

𝐀
𝐋 = 𝐋𝐬 [ ]
𝐈
......................................... (3)

Disamping daya hantar dan daya hantar jenis, dikenal pula daya Hantar ekivalen (Λ). Daya
hantar ekivalen mempunyai arti yang lebih penting. Daya hantar ekivalen merupakan daya hantar
larutan elektrolit sebanyak 1 grek diantar 2 elektroda dengan jaraj 1 cm
Bila konsentrasi = C grek / L atau
𝐂
=
𝟏𝟎𝟎
𝐠𝐫𝐞𝐤/𝐜𝐜

1 | Kelarutan Elektrolit
Maka volume larutan yang berisi 1 grek
𝟏𝟎𝟎
= 𝐜𝐜
𝐂

Daya hantar tiap cc = LS; karena Λ = daya hantar 1 grek, maka Λ adalah
100
= 𝐶
∙ 𝐿𝑠 𝑂ℎ𝑚−1 𝑐𝑚2 ∙ 𝑐𝑐 −1

............................................... (4)
Besarnya Λ dapat ditentukan dengan mengukur Ls Larutan, juga R larutan menggunakan
jembatan Wheatstone.
Dari persamaan (3), diperoleh :
1
𝐿𝑠 = 𝐿 [ ]
𝐴
............................................... (5)

Besarnya 1/A untuk setiap jenis elektroda adalah tetap dan disebut tetapan cell, (K) sehingga :
𝐾
𝐿𝑠 =
𝑅
.............................................. (6)
Bila ke dalam suatu pelarut dimasukan zat terlarut, maka pada suatu saat zat terlarut tidak
dapat dilarutkan lagi. Pada keadaan tersebut larutan dikatakan sebagai larutan jenuh. Dalam larutan
jenuh terjadi kesetimbangan antara zat yang melarut dan yang mengendap. Contoh dalam reaksi
dibawah ini :

AgCl (s) AgCl (Jenuh) Ag+(aq) + Cl-(aq)

Dalam konduktometri, Lion Jenuh AgCl dapat ditentukan, tapi ΛAgCl tidak dapat, karena secara teori :

Λ𝐴𝑔𝐶𝑙 = Λ𝐴𝑔𝑁𝑂3 + Λ𝐾𝐶𝑙 + Λ𝐾𝑁𝑂3


............................................. (7)

Dari persamaan (6), Ls = k / R, dan diketahui untuk ion :

Lion = LS - Lair ............................................ (8)


Dari persamaan (4),dapat ditentukan kelarutan AgCl sebagai Berikut :

(𝟏𝟎𝟎𝟎 𝐱 𝐋𝐢𝐨𝐧 𝐀𝐠𝐂𝐥 𝐉𝐞𝐧𝐮𝐡 )


[𝐀𝐠𝐂𝐥] =
𝚲𝐀𝐠𝐂𝐥
............................................. (9)

Pengaruh konsentrasi terhadap daya hantar larutan


Baik Ls atau Λ berubah dengan konsentrasi :
1. Untuk elektrolit kuat. Ls naik dengan cepat dengan naiknya konsentrasi. Untuk elektrolit
lemah, Ls naik secara pelan – pelan
2. Baik elektrolit kuat ato lemah, Λ nya naik pada pengenceran dan mencapai harga
maksimum pada pengenceran tak hingga. Harga Λ pada pengenceran tak hingga disebut Λ0.
Harga Λ0 untuk masing-masing elektrolit berbeda

2 | Kelarutan Elektrolit
III. Peralatan
1. Konduktometer + Elektroda 6. Pengaduk magnet
2. Gelas Piala 400 ml 7. Pipet takar 10 ml
3. Buret 50 ml 8. Erlenmeyer 100 ml
4. Corong 9. Hot plate
5. Labu ukur 100 ml

IV. Zat kimia yang digunakan


1. HCl 0.1 N 4. KCl 0,1 N
2. AgNO3 0,1 N 5. Asam Oksalat 0,1 N
3. NaOH 0,1 N 6. KNO3 0,1 N

V. Cara Kerja
A. Persiapan Larutan
Siapkan larutan AgNO3 0,01 N; KCl 0,01 N; KNO3 0,01 N masing – masing sebanyak 100 ml
dengan cara pengenceran yang teliti dari larutan induk yang disediakan

B. Titrasi asam basa secara konduktometri


1. Pipet 10 ml HCl 0,1 N kedalam gelas piala 400 ml, encerkan dengan 100 ml aquades
2. Ukur tahanan larutan HCl dengan mencelupkan elektroda konduktometer
3. Titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N. Pada penambahan 5 ml pertama tiap kali
penambahan gunakan 1 ml NaOH, kemudian 0,5 ml NaOH sampai volume penambahan
15 ml. Penambahan selanjutnya 1 ml sampai volume sekitar 20 ml.
Setiap kali penambahan NaOH, ukur tahanan larutan

C. Menentukan kelarutan AgCl secara Konduktometer


1. Buat larutan AgCl jenuh, dengan cara sebagai berikut : 5 ml AgNO3 0,1 N direaksikan
dengan 10 ml HCl 0,1 N didalam gelas piala 100 ml, endapan AgCl yang terbentuk
disaring dan dicuci sampai bebas asam
2. Larutkan endapan AgCl sampai menghasilkan larutan jenuhnya
3. Ukur tahanan dari KCl 0,1 N; KNO3 0,01 N; AgNO3 0,01 N; AgCl Jenuh dan aquades
4. Lakukan pengukuran / percobaan triplo

VI. Tugas
1. Buatlah kurva titrasi, yaitu hubungan Lkor dengan volume titran NaOH. Hitung volume NaOH
pada titik ekivalen
1
Data perhitungan : 𝐿𝐾𝑜𝑟 = × 𝑉𝑘𝑜𝑟
𝑅
𝑉0 +𝑉
𝑉𝑘𝑜𝑟 = V = Volume Penambahan
𝑉0
V0 = Volume awal

2. Tabelkan data hasil pengukuran saudara


ml NaOH R (ohm) L (mho) Vkor Lkor (mho)
0

3 | Kelarutan Elektrolit
VII. Pertanyaan
untuk percobaan c
1. Hitunglah Konstanta sel, K, dengan menggunakan data hantaran KCl 0,1 N
2. Hitunglah Ls larutan dan aquades
3. Hitunglah Lion masing – masing larutan
4. Hitunglah Λ𝐴𝑔𝑁𝑂3 , Λ 𝐾𝑁𝑂3 , Λ 𝐾𝐶𝑙
5. Hitunglah ΛAgCl (l)
6. Hitunglah Kelarutan AgCl

VIII. Pustaka
1. Bird, T,.(1087), “Experiment in Physical Chemistry”, alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet. I,
Gramedia, Jakarta
2. Bird, T,.(1087), “Physical Chemistry”, alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet. I, Gramedia, Jakarta
3. Daniel, et al, (1970), “Experiment Physical Chemistry”, ed. 7, Mc Graw-hill, N.Y
4. Sukarjo, (1985), “Kimia Fisika”, Penerbit Bina Aksara, Yokjakarta

4 | Kelarutan Elektrolit
PERCOBAAN III
ELKTROKIMIA
I. Tujuan Percobaan
 Menentukan Bilangan Avogadro (No) secara elektrolisis
 Menyusun dan mengukur GGL sel elektrokimia
 Mencoba menguji persamaan Nernst

II. Latar Belakang Teori


Reaksi kimia dapat menghasilkan energi atau menyerap energi. Pertukaran energi yang terjadi
biasanya dalam bentuk panas, tapi kadang – kadang dengan suatu modifikasi, energi yang
dipertukarkan tersebut bisa diubah dalam bentuk energi listrik. Sel elektrokimia adalah alat yang
digunakan untuk melangsungkan perubahan bentuk energi kimia jadi energi listrik
Dalam sebuah sel, energi listrik dihasilkan dengan jalan pelepasan elektron pada suatu
elektroda (oksidasi) dan penerima elektron pada elektroda (reduksi). Elektroda yang melepaskan
elektron dinamakan Anoda, sedangkan elektroda yang menerima elektron dinamakan Katoda. Suatu
sel elektroda kimia, kedua setengah reaksi dipisahkan dengan maksud agar aliran listrik (elektron)
yang dirimbulkan dapat digunakan. Salah satu faktor yang mencirikan sebuah sel elektrokimia adalah
gaya gerak listrik (GGL) atau beda potensial listrik antara anoda dan katoda.
Gambaran sebuah sel elektrokimia yang menghasilkan energi listrik diperlihatkan dalam gambar
1 (dibawah). Elektron mengalir dari anoda seng ke katoda tembaga. Hal ini akan menimbulkan
perbedaan potensial antara kedua sel elektroda. Perbedaan potensial akan mencapai maksimum
ketika tidak ada arus yang mengalir. Perbedaan maksimum ini dinamakan GGL sel atau Esel. Nilai Esel
tergantung pada berbagai faktor. Bila konsentrasi larutan seng dan tembaga 1,0 M dan suhu sistem
0
2980K (25 0C), Esel berada dalam keadaan standar dan di beri simbol 𝐸𝑠𝑒𝑙
Negative Electron Electron current Positive
Electrode (-) Electrode (+)
e-

e- e-
e- Zn2+ Cu2+
𝑆𝑂42− e- Cu2+

𝑆𝑂42−
𝑆𝑂42− Zn2+
Metal Oxidized 𝑆𝑂42− Metal Reduced

ZnSO4 Porous Plate CuSO4


Gambar 1. Sel daniel, elektode negatif terdiri atas Zink / Zink Sulfat dan
Elektrokimia positifnya adalah elektoda tembaga / tembaga sulfat

Salah satu faktor yan gmempengaruhi Esel adalah konsentrasi. Persamaan yang menghubungkan
konsentrasi dengan Esel dinamakan persamaan Nernst. Bentuk persamaan Nernst untuk reaksi

aA + bB cC + dD

adalah sebagai berikut :


0
𝑅𝑇 𝑎𝐶𝑐 ∙ 𝑎𝐷𝑑
𝐸𝑠𝑒𝑙 = 𝐸𝑆𝑒𝑙 − 𝐼𝑛 𝑎 𝑏
𝑛𝐹 𝑎𝐴 ∙ 𝑎𝐵

1 | Elektrokimia
𝑎𝐴𝑎 , 𝑎𝐵𝑏 , 𝑎𝐶𝑐 , 𝑎𝐷𝑑 ....... adalah aktivitas dipangkatkan dengan koefisien reaksi
F = Konstanta Farady
n = Jumlah eletkron yang dipertukarkan dalam reaksi redoks

Untuk perhitungan yang tidak memerlukan ketelitian yang tinggi, aktivitas dapat diganti
dengan konsentrasi

0
𝐸𝑠𝑒𝑙 = 𝐸𝑠𝑒𝑙 − (𝑅𝑇/𝑛𝐹) ln(⌊𝑋⌋𝑦 [𝑌] 𝑦 )/([𝐴]𝑎 [𝐵]𝑏 )

[A], [B] dsb, adalah konsentrasi molar masing-masing ion yang terlibat.
Sel elektrolisis adalah kebalikan dari sel elektrokimia. Pada sel elektrolisis dengan adanya energi
listrik akan menyebabkan terjadinya reaksi kimia. Suatu tetapan yang sangat penting dalam bidang
kimia adalah bilangan Avogadro (N0). Ada banyak metoda yang dapat digunakan untuk menentukan
bilangan ini, salah satunya adalah dengan cara elektrolisis.
Negative Electron Electron current Positive
Electrode (-) e- e- Electrode (+)
Power supply
(>1,1 Volt)

e- e-
e- Cu2+
𝑆𝑂42− e- Cu2+
Zn2+

𝑆𝑂42−
𝑆𝑂42− Zn2+
Metal Oxidized 𝑆𝑂42− Metal Reduced

ZnSO4 Porous Plate CuSO4

Gambar 2. Elektrolisis. Reaksi kebalikan dengan yang terjadi pada sel Daniell akan berlangsung.
Zink mengendap sementara tembaga akan melarut.

Hukum elektrolisis Faraday


Diawal abad ke 19, Faraday menyelidiki hubungan antara jumlah listrik yang mengalir dalam sel
dan kuantitas kimia yang berubah di elektroda saat elektrolisis. Ia merangkumkan hasil
pengamatannya dalam dua hukum di tahun 1833 :
1. Jumlah zat yang dihasilkan di elektroda sebanding dengan jumlah arus yang melalui sel
2. Bila sejumlah tertentu arus listrik melalui sel, jumlah mol zat yang berubah di elektroda
adalah konstan tidak bergantung jenis zat.

Misalnya, kuantitas listrik diperlukan untuk mengendapkan 1 mol logam monovalen adalah 96
485 C (Coulomb), tidak bergantung pada jenis logamnya.
Coulomb adalah satuanmuatanlistrik, dan 1 C adalah muatan yang dihasilkan bia arus 1 A
(Ampere) mengalir selama 1 detik. Tetapan fundamental listrik adalah konstanta Faraday,
F = 9,65 x 10 4 C, yang didefinisikan sebagaikuantitas listrik yang dibawa oleh 1 mol elektron.
Dimunglinkan untuk menghitung kuantitas mol perubahan kimia yang disebabkan oleh aliran arus
listrik yang tetap mengalir untuk rentang waktu tertentu.

Elektroilsis larutan garam dapur dengan elektroda yang terbuat dari tembaga akan
menghasilkan ion tembaga (I) yaitu Cu+ pada anoda. Ion tembaga ini membentuk tembaga (I) oksida
yang mengendap. Jumlah l;istrik yang diperlukan untuk mengoksidasi 1 mol atom tembaga menjdai

2 | Elektrokimia
1 mol ion tembaga (I) dapat diukur. Dari jumlah muatan pada 1 ion tembaga (I) kita dapat
menghitung bilangan Avogadro (N0). Menurut Millikan, jumlah muatan 1 elektron adalah
1,602 x 10-19 C, sehingga jumlah muatan elektron dalam 1 Faraday sama dengan 6,023 x 10 23
elektron (atau bilangan Avogadro (N0)).

III. Peralatan
1. Multi tester 7. Labu ukur 100 ml
2. Kabel, penjepit 8. Lempeng tembaga dan seng
3. Kertas amplas 9. Termometer
4. Gelas piala 100ml 10. Sumber arus DC
5. Gelas piala 250 ml 11. Pipet ukur 10 ml
6. Hot plate 12. Kertas saring

IV. Zat kimia yang digunakan


1. Kristal NaCl 5. Aquades
2. Kristal NaOH 6. NH4NO3 atau KNO3
3. CuSO4 1,0 M
4. ZnSO4 1 M

V. Cara Kerja
A. Elektrolisis untuk menentukan bilangan Avogadro
1. Siapkan 2 lempeng tembaga, bersihkan dengan amplas
2. Siapkan larutan ( terdiri dari 100 gram NaCl dan 1 gram NaOH dalam 1 liter air)
Pemakaian 100 ml
3. Salah satu elektroda digunakan sebagai anoda, timbang elektroda tersebut pada neraca
analitik
4. Kedua elektroda tembaga di celupkan ke da;am 80 ml larutan tadi (2) yang di tempatkan
dalam gelas piala, dan susun rangkaian listrik seperti gambar dibawah

Termometer

- +

Sumber DC

Larutan
NaCl + NaOH
Eletroda tembaga
Saklar
Panas

5. Panaskan larutan dalam gelas piala sampai suhu mencapai 80 0C, dan jaga suhu supaya
konstan
6. Saat suhu konstan 800C, aliran listrik dihubungkan dan dialirkan melalui larutan tadi (2).
Pada waktu yang sama mulailah mencatat waktu dengan stopwatch. Arus listrik harus
dijaga konstan selama percobaan (Lihat pada power suply)
7. Setelah 10 menit, aliran listrik dimatikan, anoda dibersihkan dengan air kemudian
dikeringkan dengan tissu
8. Timbang anida sekali lagi

3 | Elektrokimia
Catat Hasil Percobaan berupa
- Waktu percobaan = t detik
- Berat anoda awal = ...... gram
- Berat anoda akhir = ...... gram
- Perubahan berat anoda = x gram
- Aliran listrik = .... Amper

B. Mengukur GGL sel dan menguji persamaan Nernst


1. Siapkan potongan lembaran tembaga dan seng. Bersihkan permukaan logam dengan
kertas amplas
2. Siapkan larutan jenuh NH4NO3 atau KNO3 (± 10 – 20 ml). Sebagai jembatan garam, ambil
selembar kertas saring, gulung dan rekatkan dengan menggunakan selotip pada bagian
tengahnya untuk mencegah gulungan membuka (bisa juga gunakan stapler)
3. Siapkan 2 gelas piala 100 ml, yang satu diisi dengan CuSO4 1,0M (± 60 ml) dan yang lain
diisi dengan ZnSO4 1,0 M. Celupkan elektroda – elektroda logam dan hubungkan
dengan kabel (seperti gambar)

Multi Tester
-
e e-
V
Zn Cu

Zn+2 Cu+2

Jembatan Garam

4. Celupkan kertas saring yang telah dibentuk jadi gulungan tadi kedalam larutan jenuh
NH4NO3, hilangkan kelebihan amonium nitrat dengan menggunakan kertas saring lain.
Kemudian tempatkan sedemikan rupa sehingga kedua ujung gulungan tercelup kedalam
larutan yang berada pada kefua gelas piala.
5. Amati nilai GGL dengan menggunakan Multi tester yang distel pada posisi mV. Catat
polaritas kedua elektroda pada pengukuran tersebut, juga catat suhu larutan
6. Siapkan 100 ml larutan CuSO4 0,1 M dengan jalan pengenceran larutan CuSO4 1,0 M
7. Ganti larutan CuSO4 1,0 M dengan CuSO4 0,1 M, larutan ZnSO4 jangan diganti
8. Cuci dan bersihkan kembali kedua elektroda dengan kertas amplas. Ganti jembatan
garam dengan yang baru dan kemudian ukur dan catat nilai GGL dengan menggunakan
multi tester
9. Ulangi langkah (7), tapi menggunakan larutan CuSO4 yang lebih encer
Catat hasil percobaan berupa:
Larutan pada bagian anoda Larutan pada bagian E Sel
Zn/Zn+2 (M) Katoda Cu/Cu+2 (M) (Volt)
1,0 1,0
1,0 0,1
1,0 0,01

4 | Elektrokimia
1,0 0,001

Catatan :
Kebersihan elektroda (terutama tembaga) harus benar-benar diperhatikan, karena sedikit
kotoran saja sudah dapat menimbulkan kesalahan yang besar. Pembacaan pada multi tester
harus seteliti mungkin, karena perbedaan GGL yang terjadi kecil (pengukuran yang lebih
teliti dapat dilakukan dengan menggunakan potensiometer)

VI. Tugas
A. Elektrolisis untuk menentukan bilanagn avogadro
1. Hitung berapa Coulamb diperlukan untuk mengoksidasi x gram tembaga
2. Hitung berapa coulomb diperlukan untuk mengoksidasi 1 mol tembaga (berat molekul
tembaga 63,54)
3. Muatan satu ion Cu+ adalah 1,6 x 10-19 Coulomb. Hitung jumlah ion Cu+ yang terbentuk
dalam percobaan (jumlah atom Cu dalam satu mol tembaga sama dengan N0)

B. Mengukur GGL sel dan menguji persamaan Nernst


1. Tulis reaksi sel dan bentuk umum persamaan Nernst untuk sel tersebut.
2. Buat kurva Esel sebagai fungsi log [Zn+2]/[Cu+2]
3. Hitung gradien dan perpotongan kurva dengan sumbu Y
4. Bandingkan hasil yang diperoleh dengan gradien toeritis yang dihitung dengan
0
menggunakan persamaan nernst dan bandingkan juga dengan 𝐸𝑆𝑒𝑙 Literatur

VII. Pertanyaan
1. Apakah nama endapan merah / jingga yang terbentuk dalam proses elektrolisis?
2. Apakah yang mungkin menjadi sumber kesalahan dalam pengujian persamaan nernst?

VIII. Pustaka
1. Bird, T,.(1087), “Experiment in Physical Chemistry”, alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet. I,
Gramedia, Jakarta
2. Bird, T,.(1087), “Physical Chemistry”, alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet. I, Gramedia, Jakarta
3. Daniel, et al, (1970), “Experiment Physical Chemistry”, ed. 7, Mc Graw-hill, N.Y

5 | Elektrokimia
PERCOBAAN IV
KINETIKA REAKSI
I. Tujuan Percobaan
 Mempelajari pengaruh perubahan konsentrasi pada laju reaksi
 Mempelajari pengaruh suhu pada laju reaksi

II. Latar Belakang Teori


Kinetika kimia adalah studi tentang laju reaksi, perubahan konsentrasi reaktan (atau produk)
sebagai fungsi dari waktu. Reaksi dapat berlangsung dengan laju yang bervariasi, ada yang serta
merta, perlu cukup waktu (pembakaran) atau waktu yang sangat lama seperti penuaan,
pembentukan batu bara dan beberapa rekasi peluruhan radioaktif
Biasanya kecepatan suatu reaksi kimia bergantung pada konsentrasi pereaksi-pereaksinya.
Sifat kebergantungan ini dapat ditentukan dengan cara berikut : perubahan reaksi diukur
berdasarkan perubahan konsentrasi salah satu pereaksi, sedangkan konsentrasi pereaksi yang
lainnya dijaga tetap. Waktu reaksi berbanding terbalik dengan kecepatan reaksi, makin pendek
waktunya makin besar kecepatan reaksi. Suhu percobaan perlu dicatat.
Pada tahun 1889, Arhenius mengusulkan sebuah persamaan emperik yang menggambarkan
kebergantungan konstanta laju reaksi pada suhu. Persamaan yang diusulkan arrhenius adalah
sebagai berikut :
𝑘 = 𝐴 𝑒 −𝐸𝑎/𝑅𝑇 .......................................................... (1)

k = Konstanta Laju reaksi


A = faktor frekwensi
Ea = energi aktivasi

Faktor e-Ea/RT memiliki kesamaan dengan hukum distribusi Boltzmann. Faktor ini menunjukan
fraksi molekul yang memiliki energi yang melebihi aktivitasi.
Persamaan (1) sering ditulis dalam bentuk logaritma sebagai berikut:

Ln k = ln A – Ea/RT .......................................................(2)

Percobaan ini bersifat semi kuantitatif yang dapat digunakan untuk menentukan pengaruh
perubahan konsentrasi dan pengaruh suhu pada laju reaksi. Reaksi yang akan diamati adalah
reaksi pengendapan koloid belerang yang terbentuk apabila tiosulfat direaksikan pada asam.
Reaksi ini dikatakan semi kuantitatif karena disini tidak dilakukan pengukuran konsentrasi. Yang
akan diukur pada percobaan ini adalah waktu yang diperlukan agar koloid belerang mencapai
suatu intensitas tertentu. Reaksi pengendapan belerang dapat ditulis sebagai berikut :

S2O3 -2 (aq) + 2 H+ (aq) H2O (l) + SO2 (g) + S (s)

III. Peralatan
1. Gelas Ukur 100 ml 6. Termometer
2. Gelas Piala 600 ml 7. Water bath
3. Batang pengaduk 8. Pipet Ukur
4. Stopwatch
5. Tabung reaksi

1 | Kinetika Reaksi
IV. Zat kimia yang digunakan
1. Na2S2O3 0,25 M 3. Aquadest
2. HCl 1,0 M

V. Cara Kerja
A. Pengaruh Konsentrasi terhadap laju reaksi
1. Tempatkan 50 ml Na2S2O3 0,25 M dalam gelas ukur 100 ml yang mempunyai alas rata.
Seperti pada gambar :

Mata

Gelas Ukur

Larutan Na2S2O3

X Tanda Silang dengan Tinta hitam


pada kertas Putih

2. Tempatkan gelas ukur tadi diatas sehelai kertas putih tepat diatas tanda silang hitam
yang dibuat pada kertas putih tersebut, sehingga ketika dilihat dari atas melalui larutan
tiosulfat, tanda silang tadi terlihat jelas.
3. Tambahkan 2 ml HCl 1 M dan tepat ketika penambahan dilakukan, nyalakan stopwatch.
Larutan diaduk agar pencampuran jadi merata, sementara pengamatan dari atas tetap
dilakukan.
4. Catat waktu yang diperlukan sampai tanda silang hitam tidak dapat lagi diamati dari atas
5. Suhu larutan diukur dan dicatat.
Ulangi langkah – langkah diatas dengan komposisi larutan seperti pada tabel dibawah :

Volume Na2S2O3-2 Volume air Volume HCl


Sistem
(ml) (ml) (ml)
1. 50 0 2
2. 40 10 2
3. 30 20 2
4. 20 30 2
5. 10 40 2
6. 5 50 2

6. Tabelkan hasil percobaan saudara seperti tabel dibawah ini :


Konsentrasi Waktu 1/ Waktu
Sistem
relatif tiosulfat (detik) (det -1)
1. .............. .............. ..............
2. .............. .............. ..............
3. .............. .............. ..............
4. .............. .............. ..............
5. .............. .............. ..............
6. .............. .............. ..............
0
Suhu = ........ C

2 | Kinetika Reaksi
B. Pengaruh suhu terhadap laju reaksi
1. Masukkan 10 ml larutan tiosulfat kedalam gelas ukur, lalu encerkan hingga volumenya
mencapai 50 ml.
2. Ukur 2 ml HCl 1M, lalu masukkan ke dalam tabung reaksi, tempatkan gelas ukur dan
tabung reaksi pada penangas air yang bersuhu ± 35 0C. Biarkan kedua larutan beberapa
lama, sampai suhu mencapai kesetimbangan. Ukur suhu kedua larutan dan catat
3. Tambahkan asam ke larutan tiosulfat, dan pada saat yang bersamaan nyalakan
stopwatch, aduk larutan, tempatkan diatas tanda silang hitam. Catat waktu yang
dibutuhkan sampai tanda silang tidak terlihat lagi
4. Ulangi langkah diatas untuk berbagai suhu sampai 65 0C (lakukan untuk empat suhu
yang berbeda)
5. Tabelkan hasil percobaan seperti tabel dibawah ini:

1/Suhu Waktu 1/Waktu Log


Suhu (0C) Suhu (0K)
(K-1) (detik) (detik-1) (1/Waktu)
1. ........ ........ ........ ........ ........ ........
2. ........ ........ ........ ........ ........ ........
3. ........ ........ ........ ........ ........ ........
4. ........ ........ ........ ........ ........ ........
5. ........ ........ ........ ........ ........ ........

VI. Tugas
A. Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi
1. Lengkapi tabel hasil pengamatan saudara
2. Dalam percobaan ini 1/waktu digunakan untuk mengukur laju reaksi. Buatlah kurva laju
reaksi sebagai fungsi konsentrasi tiosulfat
3. Hitung ordo reaksiterhadap tiosulfat

B. Pengaruh suhu terhadap laju reaksi


1. Lengkapi tabel hasil pengamatan.
2. Laju reaksi dinyatakan sebagai 1/waktu. Buatlah kurva laju reaksi sebagai fungsi 1/suhu
(K-1). Beri komentar mengenai bentuk kurva yang diperoleh

VII. Pertanyaan
1. Bagaimana cara menentukan ordo reaksi secara keseluruhan?
2. Peningkatan suhu tidak selalu berarti peningkatan laju reaksi. Beri komentar anda mengenai
hal ini

VIII. Pustaka
1. Bettleheim, F.A.,(1971),” Experiment Physical Chemistry”, W.B Saunders Co.,Philadelphia
2. Bird, T,.(1087), “Experiment in Physical Chemistry”, alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet. I,
Gramedia, Jakarta
3. Bird, T,.(1087), “Physical Chemistry”, alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet. I, Gramedia, Jakarta
4. Daniel, et al, (1970), “Experiment Physical Chemistry”, ed. 7, Mc Graw-hill, N.Y
5. Glasstone, S., (1946),”Texbook of Physical Chemistry”, ed.11

3 | Kinetika Reaksi
PERCOBAAN V
VISKOSITAS BERBAGAI JENIS CAIRAN
I. Tujuan Percobaan
 Menerangkan arti viskositas cairan
 Menggunakan alat penentuan viskositas dan berat jenis untuk menentukan viskositas
berbagai macam cairan
 Mempelajari pengaruh temperatur terhadap viskositas cairan

II. Latar Belakang Teori


Viskositas adalah ukuran resistensi zat cair untuk mengalir. Semakin besar resistensi suatu zat
untuk mengalir, semakin besar pula viskositasnya. Viskositas pertama kali diselidiki oleh Newton,
yaitu dengan mensimulasikan zat cair dalam bentuk tumpukan kartu, seperti gambar berikut :

F A
dv

dx

Zat cair diasumsikan terdiri dari lapisan-lapisan molekul yang sejajar satu sama lain. Lapisan
terbawah tetap diam, sedangkan lapisan diatasnya bergerak dengan kecepatan konstan sehingga
setiap lapisan memiliki kecepatan gerak yang berbanding langsung dengan jaraknya terhadap lapisan
terbawah, perbedaan kecepatan dv antara dua lapisan yang dipisahkan dengan jarak sebesar dv
adalah dv/dx atau kecepatan geser (rate of shear). Gaya persatuan luas yang diperlukan untuk
mengalirkan zat cair tersebut adalah F/A atau tekanan geser (shearing stress).
Menurut Newton :
F/A = dv/dx
F/A = η . dv/dx
η = F/A . dx/dv
= dyne . cm-2. cm . cm-1 . detik-1
= dyne . cm-2. detik-1
= gram . cm-1 . detik-1
η = Poise ( 1 Poise = 100 centipoise)
η = Koesfisien Viskositas

Viskositas suatu zat dipengaruhi oleh suhu. Untuk gas , viskositas meningkat dengan
bertambahnya suhu. Sementara viskositas zat cair akan menurun dengan naiknya suhu. Hubungan
antara viskositas dan suhu tampak pada persamaan Arrhenius :

η = A e Ev / RT
dimana :
A = Konstanta yang tergantung pada berat molekul dan volume molar zat cair
Ev = Energi akitvasi
R = Konstanta Gas
T suhu mutlak

1 | Viskositas
Cairan yang mengikuti hukum newton, viskositasnya tetap pada suhu dan tekanan tertentu dan
tidak tergantung pada kecepatan geser. Oleh karena itu, viskositasnya cukup ditentukan pada satu
kecepatan geser. Peralatan yang digunakan untuk mengukur viskositas suatu zat cair disebut
viskosimeter. Viskosimeter yang dapat digunakan untuk keperluan ini adalah viskosimeter kapiler
atau bola jauh.
Viskosimeter kapiler yang paling banyak digunakan adalah viskosimeter Oswald. Viskositas
cairan yang mengalir melalui kapiler dihitung berdasarkan hukum Poiseuille, yaitu:

π . r 4 . t. ∆P
η=
8 l .v
dimana: r = jari-jari bagian dalam kapiler
t = waktu yang dibutuhkan cairan untuk mengalir melalui kapiler
ΔP = tekanan udara, dalam dyne / cm2.
l = Panjang kapiler
v = Volume cairan yang mengalir

Dalam praktek seringkali viskositas ditentukan secara relatif, yaitu dengan membandingkan
viskositas cairan yang belum diketahui dengan viskositas absolut suatu cairan baku pembanding,
melalui persamaan berikut :

η1 𝑡1 . 𝜌1
=
η2 𝑡2 . 𝜌2
Dimana : η1 = Viskositas cairan baku pembanding
η2 = Viskositas cairan yang diukur
ρ1 = Berat jenis cairan baku pembanding
ρ2 = Berat jenis cairan yang diukur
t1 = waktu tempuh cairan baku pembanding melalui kapiler
t2 = waktu tempuh cairan yang diukur

III. Peralatan
1. Viskometer Oswald 4. Water bath
2. Piknometer 10 ml 5. Statif dan klem
3. Corong kaca 6. termometer

IV. Zat kimia yang digunakan


1. Aquades 3. Etil Acetat
2. Etanol 4. Gliserol

V. Cara Kerja
A. Menentukan viskositas berbagai macam cairan
1. Cairan yang akan ditentukan viskositasnya harus bebas dari partikel – partikel yang
nantinya akan menyumbat kapiler alat. Saringlah cairan yang akan diukur viskositasnya
terlebih dahulu.
2. Isilah alat viskosimeter dengan cairan yang akan ditentukan viskositasnya, dengan
memasukan sampel melalui tabung G, menuju reservoir bawah kira-kira sampai batas
garis J dan K
3. Tempatkan viskosimeter pada holder, kemudian masukan kedalam penangas air untuk
menjaga suhu tetap konstan.

2 | Viskositas
4. Biarkan sekitar 20 menit sampel dan viskosimeter dalam penangas air
5. Letakkan jari diatas tabung B, hisap cairan melalui tabung A agar naik ke tabung A
sampai kira – kira ditengah-tengah bola C. Lepaskan penghisap dari tabung A dan
biarkan cairan turun memasuki bola 1
6. Hitung Efflux time dengan membiarkan cairan turun melalui kapiler alat. Perhitungan
efflux time dimulai ketika cairan turun antara batas D sampai F.
7. Hitung kinematic viscosity sampel dengan mengalikan efflux time dengan Konstanta
viscosimeter ( 0,000953 mm2/ detik 2)
8. Ukur Suhu cairan sampel dengan termometer. Tentukan berat jenis setiap cairan sampel
pada suhu tersebut menggunakan piknometer

B. Penentuan berat jenis ( ρ ) berbagai macam cairan


1. Timbang berat piknometer yang kosong dan bersih pada neraca analitik ( a gram).
Volume piknometer diketahui 10 ml
2. Isikan cairan yang akan ditentukan berat jenis kedalam piknometer sampai penuh
(biarkan melimpah). Pasangkan tutup piknometer dengan hati-hati. Jangan ada rongga
udara dalam piknometer. Bersihkan bagian luar piknometer dengan tissu sampai benar-
benar kering
3. Timbang kembali piknometer yang telah berisi cairan sampel pada neraca analitik (b
gram)
4. Selisih berat piknometer + sampel dengan piknometer kosong dicatat sebagai berat
cairan sampel (c gram)

(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 + 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔


𝜌𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 =
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟

𝑏 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 𝑎 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑐 𝑔𝑟𝑎𝑚


𝜌𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 = =
10 𝑚𝑙 10 𝑚𝑙

VI. Tugas
1. Sebagai cairan pembanding digunakan aquadest. Tentukan terlebih dahulu viskositas dan
berat jenis aquadest pada suhu kamar, 35 dan 45 0C
2. Tentukan juga viskositas dan berat jenis cairan lainnya pada suhu kamar, 35 dan 45 0C
3. Tabelkan hasil pengamatan pada berbagai suhu untuk ke empat jenis cairan yang diberikan

VII. Pustaka
1. Bird, T,.(1087), “Experiment in Physical Chemistry”, alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet. I,
Gramedia, Jakarta
2. Bird, T,.(1087), “Physical Chemistry”, alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet. I, Gramedia, Jakarta
3. Daniel, et al, (1970), “Experiment Physical Chemistry”, ed. 7, Mc Graw-hill, N.Y

3 | Viskositas
PERCOBAAN VI
ISOTHERM ADSORPSI
I. Tujuan Percobaan
Menentukan isotherm adsorpsi menurut Frendlich bagi proses adsorpsi asam asetat pada arang

II. Latar Belakang Teori


Adsorpsi adalah pengumpulan molekul-molekul suatu zat pada permukaan zat lain, sebagai
akibat dari pada ketidak jenuhan gaya-gaya pada permukaan tersebut. Untuk proses adsorpsi dalam
larutan, jumlah zat yang teradsorpsi bergantung pada beberapa faktor :
- Jenis adsorpsi
- Jenis adsorbat atau zat yang teradsorpsi
- Luas permukaan adsorben
- Konsentrasi zat terlarut
- Temperatur

Ada 2 jenis persamaan yang sering dipakai utnuk menjelaskan proses adsorpsi pada permukaan
zat padat, yaitu persamaan langmuir yang dikenal sebagai “isotherm langmuir” dan isotherm
Freundlich. Persamaan langmuir berlaku untuk adsorpsi lapisan tunggal (monolayer) pada
permukaan zat padat yang homogen. Persamaan ini dapat diturunkan secara teoritis dengan
menganggap terjadinya suatu kesetimbangan antara molekul yang diadsorpsi dan molekul yang
masih bebas
Bagi suatu sistem adsorpsi tertentu, hubungan antara banyaknyaa zat yang teradsorpsi per
satuan luas atau per satuan berat adsorben, dengan konsentrasi zat ter;arut pada temperature
tertentu, disebut isotherm adsorpsi. Pada isotherm Freundlich, persamaan empiris (yaitu tidak dapat
diturunkan secara teoritis) adsorpsi ini dinyatakan sebagai :

𝟏
𝒙
= 𝒌 . 𝑪𝒏 ........................... (1)
𝒎

Dimana :
x = Jumlah Mol terlarut yang teradsorpsi oleh m gram adsorben
m = Jumlah adsorben dalam garam
C = Konsentrasi zat terlarut dalam larutan, setelah tercapai kesetimbangan
adsorpsi
k dan n = tetapan

persamaan (1) dapat dirubah menjadi :

𝑥
𝑙𝑜𝑔 = log 𝑘 + 𝑛 log 𝐶 ..................... (2)
𝑚

Persamaan ini mengungkapkan bahwa bila suatu proses adsorpsi menurut isotherm Freundlich,
𝑥
maka aluran log 𝑚 terhadap log C akan menggunakan garis lurus. Dari garis dapat di evaluasi
tetapan-tetapan k dan n

III. Peralatan
1. Erlenmeyer 250 ml 4. Termometer
2. Pipet volume 10 ml 5. buret
3. Labu ukur 6. Pipet ukur 25 ml

1 | Isotherm Adsorpsi
7. Botol semprot 10. Corong kaca
8. Batang pengaduk 11. Cawan porselein
9. Pipet tetes

IV. Zat kimia yang digunakan


1. Asam Asetat 0,5 M sampai 0,0323 M 4. Indikator PP
2. Larutan standar NaOH 0,1 M 5. Aluminium Foil
3. Karbon Aktif 6. Kertas saring

V. Cara Kerja
1. Aktifkan arang dengan memanaskan dalam cawan porselein di oven. Masukkan ke
dalam erlenmeyer bertutup masing-masing 1 gram arang, yang ditimbang dengan teliti.
Berat tidak harus tepat 1 gram, tapi harus teliti
2. Sediakan larutan asam asetat dengan konsentrasi 0,5 M; 0,25 M; 0,125 M; 0,0625 M dan
0,0313 M, yang dibuat melalui pengenceran, masing-masing sebanyak 100 ml.
Masaukkan masing-masing larutan ke erlenmeyer yang telah berisi arang. Tutup dan
biarkan selama 30 menit. Selama 30 menit tersebut, kocok larutan selama satu menit
secara teratur setiap 10 menit.
3. Catat temperatur selama percobaan dan jaga agar tidak terjadi perubahan temperatur
yang terlalu besar. Gunakan penangas air bila perlu
4. Setelah 30 menit, saring tiap larutan menggunakan kertas saring yang kering
5. Titrasi larutan filtrat sebagai berikut :
Dari dua larutan dengan konsentrasi paling tinggi diambil 10 ml, larutan berikutnya
diambil 25 ml dandari 2 larutan dengan konsentrasi paling rendah diambil masing-
masing 50 ml, kemudian dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,1 M dengan
menggunakan indikator PP
VI. Tugas
1. Susun pengamatan menurut tabel seperti berikut ini :
Temperatur ................. 0C
m Konsentrasi asam Konsentrasi x 𝑥 𝑥
No log Log C
(gram) mula-mula asam Akhir (gram) 𝑚 𝑚
1.
2.
3.
4.
5.

𝑥
2. Alurkan 𝑚 (sebagai ordinat) terhadap C (sebagai sumbu absis)
𝑥
3. Alurkan log 𝑚 (sebagai ordinat) terhadap C (sebagai sumbu absis)
4. Tentukan tetapan k dan n

VII. Pertanyaan
1. Apakah proses adsorpsiini merupakan adsorpsi fisik atau khemisorpsi?
2. Apakah perbedaan kedua jenis adsorpsi ini? Berikan beberapa contoh kedua jenis adsorpsi
ini.
3. Bagaimana isothem adsorpsi Freundlich untuk adsorpsi gas pada permukaan zat padat?

2 | Isotherm Adsorpsi
4. Mengapa isotherm adsorpsi Freundlich untuk adsorpsi gas pada permukaan zat padat
kurang memuaskan dibandingkan dengan isotherm adsorpsi Langmuir?
5. Bagaimana bentuk kurva isotherm adsorpsi Langmuir (antara N dan C untuk larutan, dan
antara v/m dengan P untuk gas)

VIII. Pustaka
1. Bird, T,.(1087), “Experiment in Physical Chemistry”, alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet. I,
Gramedia, Jakarta
2. Bird, T,.(1087), “Physical Chemistry”, alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet. I, Gramedia, Jakarta
3. Steinbach, King, “Experiment Physical Chemistry” hal 213 - 216
4. W,J.”laboratory manual of Physical Chemistry”, 1970. Hal 200-202

3 | Isotherm Adsorpsi
PERCOBAAN VII
LARUTAN NON ELEKTROLIT
HUKUM RAOULT
I. Tujuan Percobaan
 Mempelajari pengaruh komposisi terhadap titik didih campuran
 Mempelajari pengaruh gaya antar molekul terhadap tekanan uap campuran

II. Latar Belakang Teori


Jika dua macam cairan dicampur dan tekanan uap parsialnya masing-masing diukur, maka
menurut hukum Raouklt, untuk tekanan uap parsial A berlaku :
𝑃𝐴 = 𝑋𝐴 . 𝑃𝐴0
Sedangkan untuk tekanan uap parsial B berlaku :
𝑃𝐵 = 𝑋𝐵 . 𝑃𝐵0
Dimana :
𝑃𝐴0 = Tekanan uap A (cairan Murni)
𝑃𝐵0 = Tekanan uap B (cairan Murni)

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑀𝑜𝑙 𝐴
𝑋𝐴 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 ( 𝐴+𝐵 )

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑀𝑜𝑙 𝐵
𝑋𝐵 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 ( 𝐴+𝐵 )

XA dan XB disebut fraksi mol


Jumlah tekanan uap (P) menurut hukum Dalton adalah:
P = P A + PB
Campuran yang mengikuti hukum Raoult disebut “larutan ideal”. Contoh larutan ideal adalah
benzene, toluene, propane – 1 ol atau propan -2-ol
Sejauh ini yang telah di bicarakan adalah keadaan pada kondisi suhu tetap, tetapi dalam
percobaan ini yang dijaga tetap adalah tekanannya yaitu pada tekanan 1 atm. Hukum Raoult dapat
digambarkan dalam bentuk grafik sebagai berikut ini :

Tekanan
Uap

PA + PB
PA
Tekanan uap benzene
pada suhu 200C (PA)
PB Tekanan uap toluen pada
suhu 200C (PB)
Toluen 100 % Benzen 100 %
Faksi Mol

1 | Hukum Raoult
Dalam percobaan ini yang diukur adalah titik didihnya. Hubungan antara tekanan uap dan titik
didih dapat dilihat pada grafik dibawah ini :

Campuran 2
1 atm

Campuran 1
Tekanan
uap (atm)
Td 1 Td 2

Suhu (0C)

Terlihat dari grafik diatas, bahwa bila komposisi campuran diubah dari campuran 1 ke
campuran 2, maka akan terjadi kenaikan itik didih. Untuk larutan ideal hubungan antara tekanan uap
dan komposisi serta hubungan antara titik didih dan komposisi dapat dilihat pada grafik dibawah ini
(yaitu hukum Raoult untuk campuran ideal)
Tekanan Titik
Uap Didih

B
A A
B

100 % A 100 % B 100 % A 100 % B


0%B 0%A 0%B 0%A

Karena kebanyakan campuran bukan larutan ideal, maka biasanya campuran tidak mengikuti
hukum Raoult. Ada dua macam penyimpangan yaitu penyimpangan positif dan penyimpangan
negative

1. Penyimpangan Positif

B
Tekanan Titik
A
uap didih

A B

100 % A 100 % B 100 % A 100 % B


0%B 0%A 0%B 0%A

2 | Hukum Raoult
2. Penyimpangan Negative

B
Tekanan Titik
A
uap didih

A B

100 % A 100 % B 100 % A 100 % B


0%B 0%A 0%B 0%A

III. Peralatan
1. Alat reflux 5. Statif dan klem
2. termometer 6. Dua gelas ukur 10 ml
3. Heating Mantle 7. Corong
4. Batu didih (pecahan porselein)

IV. Zat kimia yang digunakan


1. Aseton 2. Etil Asetat

V. Cara Kerja
1. Pasang alat refluk, yang terdiri dari labu leher 2 dengan kapasitas 250 ml dan 1 buah
pendingin yang dipasang terbalik. Hal yang perlu diperhatikan dalam merangkai alat
refluks :
a. Termometer tercelup ditengah-tengah cairan, namun jangan sampai menyentuh
dinding labu refluk. Jangan lupa tambahkan batu didih.
b. Setiap kali memasukan kedua cairan, sumber panas / listrik harus dimatikan,
mengingat cairan organik yang digunakan mudah terbakar
2. Tuangkan 10 ml etil asetat ke dalam labu refluk dengan corong melalui lubang
pemasukan cairan. Panaskan sampai mendidih dan catat suhunya
3. Cabut stop kontak listrik, tunggu agak dingin selanjutnya tuangkan 2 ml aseton ke dalam
labu. Panaskan perlahan-lahan sampai mendidih dan setelah suhu tetap catat suhu
didihnya
4. Demikian seterusnya diulangi setiap kali dengan penambahan 2 ml aseton sampai
jumlah aseton yang ditambahkan mencapai 10 ml; setiap kali sesudah penambahan,
campuran dipanaskan serta dicatat titik didihnya.
5. Kemudian tuangkan campuran ini ke dalam wadah kosong yang tertutup rapat dan aman
6. Keringkan labu refluk itu dengan jalan diangin-anginkan.
7. Setelah kering betul, tuangkan 10 ml aseton kedalam labu refluk, panaskan denganhati-
hati dan catat suhu didihnya
8. Matikan mantel pemanas, tunggu larutan agakdingin, lalu tambahkan 2 ml etil asetat,
panaskan perlahan-lahan dan catat suhu didihnya. Demikian seterusnya sampai jumlah
etil asetat yang ditambahkan mancapai 10 ml. Setiap kali penambahan etil acetat,
dicatat suhu didihnya
Perhatian:
Berhati-gatilah bekerja denganaceton dan etil asetat, karena zat ini bersifat racun jika
masuk ke dalam saluran pernapasan

3 | Hukum Raoult
VI. Hasil Percobaan
1. Susun pengamatan menurut tabel seperti berikut ini :
Temperatur ................. 0C
Campuran Etil asetat : Aseton Fraksi Mol etil Asetat Titik Didih (0C)
10 : 0 ml ........... ...........
10 : 2 ml ........... ...........
10 : 4 ml ........... ...........
10 : 6 ml ........... ...........
10 : 8 ml ........... ...........
10 : 10 ml ........... ...........
8 : 10ml ........... ...........
6 : 10ml ........... ...........
4 : 10ml ........... ...........
2 : 10ml ........... ...........
0 : 10ml ........... ...........

Perhitungan
Tabel yang diperlukan untuk menghitung fraksi mol

VII. Pertanyaan
Bagaimana sifat campuran dalam percobaan ini : ideal atau tidak ? kalau tidak ideal,
penyimpangan mana yang dapat dilihat ?
VIII. Pustaka
1. Bird, T,.(1087), “Experiment in Physical Chemistry”, alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet. I,
Gramedia, Jakarta
2. Bird, T,.(1087), “Physical Chemistry”, alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet. I, Gramedia, Jakarta
3. Steinbach, King, “Experiment Physical Chemistry” hal 213 - 216
4. W,J.”laboratory manual of Physical Chemistry”, 1970. Hal 200-202

4 | Hukum Raoult
PERCOBAAN VIII
SISTEM ZAT CAIR TIGA KOMPONEN
DIAGRAM TERNER
I. Tujuan Percobaan
Membuat kurva kelarutan suatu cairan yang terdapat dalam cairan yang terdapat
campuran dua cairan tertentu

II. Latar Belakang Teori

Berdasarkan hukum fasa Gibbs, jumlah terkecil variabel bebas (varian) yang diperlukan utnuk
menyatakan keadaan suatu system dengan tepat pada kesetimbangan dinyatakan sebagai :

V= C – P + 2 ............................. (1)
Dengan : V = Jumlah varian
C = Jumlah komponen
P = Jumlah fasa

Dalam persamaan diatas, kesetimbangan dipengaruhi oleh suhu, tekanan dan komposisi sistem.
Jumlah varian untuk sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap dapat dinyatakan sebagai :

V=3–P ............................... (2)

Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa, maka v=2, berarti untuk menyatakan keadaan
sistem dengan tepat hanya perlu menyatakan konsentrasi dua komponennya, karena konsentrasi
komponen ketiga menjadi tertentu oleh hubungan ( x1 + x2 + x3 = 1). Bila dalam sistem terdapat dua
fasa dalam kesetimbangan, V=1, berarti hanya satu komponen yang harus ditentukan
konsentrasinya dan konsentrasi komponen yang lainnya sudah tertentu berdasarkan diagram fasa
utnuk sistem tersebut. Oleh karena itu untuk sistem tiga komponen, pada suhu dan tekanan tetap,
mempunyai jumlah derajat kebebasan maksimum = 2 ( jumlah fasa minimum = 1), maka diagram
fasa sistem ini dapat digambarkan dalam satu bidang datar berupa segitiga sama sisi yang disebut
diagram terner. Tiap sudut segitiga tersebut menyatakan masing-masing komponen dalam keadaan
murni. Prinsip penggambaran komposisi dalam diagram terner dapat dilihat pada gambar 1, dibawah

A 100 %

c b

P
B C
100 % Gambar Diagram
a Terner 100 %

Titik sudut A : komponen A murni, titik pada sisi AB : campuran biner A dan B
Titik sudut B : komponen B murni, titik pada sisi BC : campuran biner B dan C
Titik sudut C : komponen C murni, titik pada sisi AC : campuran biner A dan C
Titik dalam seitiga merupakan campuran terner A, B dan C

1 | Diagram Terner
Contoh : titik P menyatakan campuran terner dengan komposisi :
x % mol A
y % mol B
z % mol C
x + Y + z = 100

Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga komponen bergantung pada daya saling larut antara zat
cair tersebut dan suhu percobaan. Andaikan ada tiga zat cair A, B dan C. Zat A dan B saling larut
sebagian, sedangkan zat A dan C serta zat B dan C saling larut sempurna. Penambahan zat C ke
dalam campuran A dan B dapat memperbesar atau memperkecil daya saling larut A dan B.
Pada percobaan ini hanya akan ditinjau sistem yang memperbesar daya saling larut A dan B.
Gambar 2. Berikut menyatakan kelarutan cairan C dalam berbagai komposisi campuran A dan B pada
suhu dan tekanan tetap. Daerah dalamlengkungan (kurva binodal) merupakan daerah dua fasa.
Salah satu cara utnuk menentukan kurva binodal atau kurva kelarutan ini dengan cara
menambahkan zat B ke dalam berbagai komposisi campuran A dan C

A B

Titik titik pada lengkungan menggambarkan komposisi sistem pada saat terjadi perubahan dari
jernih menjadi keruh. Kekeruhan timbul karena larutan tiga komponen yang homogen pecah
menjadi dua larutan terner terkonjugasi

III. Peralatan
1. Erlenmeyer 250 ml 5. Piknometer
2. Pipet volume 50 ml 6. Botol semprot
3. Statif dan klem 7. Aluminium foil
4. Termometer 8. Buret

IV. Zat kimia yang digunakan


1. Tert- butanol 4. Asam asetat
2. Etanol 5. Aquades
3. Kloroform 6. Aceton

V. Cara Kerja
1. Dalam labu erlenmeyer yang bersih, kering dan bertutup, buatlah 9 (sembilan)
campuran cairan A dan C yang saling larut dengan komposisi sebagai berikut:

No Labu 1 2 3 4 5 6 7 8 9
ml A 2 4 6 8 10 12 14 16 18
ml C 18 16 14 12 10 8 6 4 2
Semua pengukuran volume dilakukan dengan buret

2 | Diagram Terner
2. Titrasi pengukuran volume dalam labu 1 sampai 9 dengan zat B sampai tepat timbul
keruh. Catat jumlah volume zat B yang digunakan. Lakukan titrasi dengan perlahan lahan
dan hati-hati
3. Tentukan rapat massa masing-masing cairan murni A, B dan C
4. Catat suhu kamar sebelum selama percobaan berlangsung

VI. Tugas
1. Lakukan percobaan diatas untuk zat A, B dan C sesuai dengan tugas dari asisten
Berdasarkan zat yang diberikan, tentukan sendiri zat mana yang memiliki sifat sebagai
komponen A, B dan C. Beberapa kemungkinan tugas adalah
Chloroform - Aceton - air
Aceton - tert-butaniol - air
Air - chloroform - asam asetat
Air - tert-butanol - etanol
2. Hitung konsentrasi ketiga komponen dalam % mol untuk tiap campuran ketika terjadi
perubahan jumlah fasa, dengan rumus

𝑛1
𝑥1 𝑥 100 %
𝑛1 + 𝑛2 + 𝑛3

𝑣1 .𝜌1
𝑛1 = ,
𝑀1

𝑣2 .𝜌2
𝑛2 =
𝑀2

𝑣3 .𝜌3
𝑛3 =
𝑀3

3. Gambarkan ke sembilan titik pada percobaan diatas pada kertas grafik, dan buat kurva
binodalnya sampai memotong sisi AB dari segitiga
4. Dapatkah penggambaran komposisi cairan dalam diagram terner dinyatakan dalam %
volume? Jelaskan jawaban anda

VII. Pustaka
1. Bird, T,.(1087), “Experiment in Physical Chemistry”, alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet. I,
Gramedia, Jakarta
2. Bird, T,.(1087), “Physical Chemistry”, alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet. I, Gramedia, Jakarta
3. Daniel, et al, (1970), “Experiment Physical Chemistry”, ed. 7, Mc Graw-hill, N.Y
4. R.A., Alberty dan F. Daniels, (1983), “ Kimia fisika” erlangga, jakarta

3 | Diagram Terner

Anda mungkin juga menyukai