Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Sipil Statik Vol.6 No.

9 September 2018 (671-682) ISSN: 2337-6732

PERENCANAAN PENGEMBANGAN BANDAR UDARA


BETOAMBARI DI KOTA BAUBAU PROVINSI SULAWESI
TENGGARA
Evelin Sintia Mantouw,
Lintong Mieke Elisabeth, Freddy Jansen
Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado
Email: evelinmantouw@gmail.com

ABSTRAK
Kota Baubau merupakan salah satu kota budaya yang ada di Pulau Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Baubau memperoleh status kota pada tanggal 21 Juni 2001. Dan saat ini sedang giat-giatnya
membenahi dan meningkatkan sarana infrastruktur terutama dibidang pariwisata. Bandar Udara
Betoambari terletak di Kelurahan Katobengke, Kecamatan Betoamabari berjarak sekitar 8 km dari
pusat kota dan saat ini tergolong sebagai Bandara Kelas III dengan jenis pesawat yang beroperasi
yaitu ATR 72-500 sehingga dianggap perlu untuk ditingkatkan kemampuan pelayanannya agar dapat
memenuhi permintaan masyarakat serta ikut menunjang pertumbuhan dan perkembangan kota.
Dalam merencanakan perkembangan suatu lapangan terbang harus memperkirakan arus lalu lintas
dimasa yang akan datang. Oleh karena itu penelitian yang akan dilakukan bersifat research. Dengan
menganalisa data lima tahun jumlah penumpang, pesawat, bagasi dan cargo menggunakan analisa
regresi untuk meramalkan arus lalu lintas dimasa yang akan datang sehingga pengembangan bandar
udara dianggap perlu dilakukan atau tidak. Berdasarkan data primer yang diperoleh dari Bandara
seperti data klimatologi, data karakteristik pesawat, data tanah, keadaan Topografi, dan data existing
Bandara digunakan sebagai acuan merencanakan pengembangan Bandar Udara.
Untuk pengembangan Bandar Udara Betoambari yang akan direncanakan adalah Runway, Taxiway,
Apron, Terminal penumpang, Gudang dan Parkir Kendaraan.
Berdasarkan hasil perhitungan yang mengacu pada standar International Civil Aviation Organization
(ICAO) dengan pesawat terbang rencana Boeing 737-800 NG maka dibutuhkan panjang landasan 2800
meter lebar 45 meter dan jarak antara sumbu landasan pacu dan sumbu landasan hubung adalah 175
meter lebar total taxiway 25 meter dengan tebal perkerasan lentur 85 cm, luas apron 722 × 93 = 67.146
m2, tebal perkerasan rigid pada apron Metode Federal Aviation Administration (FAA) = 40 cm, luas
terminal penumpang 147000 m2, luas gudang 15100 m2 dan luas pelataran parkir 27600 m2.
Kata kunci: Kota Baubau, Pengembangan Bandar Udara, Runway, Taxiway, Apron.

PENDAHULUAN dan ATR 72-500 untuk Wings Air sedangkan


jumlah masyarakat pengguna cukup banyak, ini
Latar Belakang dapat dilihat dari pemesanan tiket dimana para
Kota Baubau adalah sebuah kota di Pulau calon penumpang melonjak dan juga harus
Buton. Secara geografis terletak pada koordinat menggunakan daftar tunggu selama satu sampai
5,21° - 5,33° LS dan diantara 122,33° - 122,47° dua minggu untuk mendapatkan tiket
BT. Yang memiliki daratan seluas 293,18 km2 keberangkatan, sedangkan jika dilihat dari segi
(sumber: Badan Pusat Statistik Kota Baubau tingkat pariwisata dan perekonomian kedua sektor
2017). ini akan memberikan keuntungan bagi daerah ini
Sebagai salah satu daerah yang memiliki tetapi harus didukung dengan infrastruktur yang
destinasi wisata yang banyak sehingga banyak ada salah satunya transportasi udara.
wisatawan lokal maupun mancanegara yang
berkunjung juga tingkat pertumbuhan penduduk Rumusan Masalah
di Kota Baubau semakin lama semakin meningkat Rumusan masalah dalam penelitian ini
dan sangat bergantung pada transportasi udara adalah bagaimana merencanakan pengembangan
hanya saja fasilitas-fasilitas penunjang dari Bandar Udara Betoambari di Kota Baubau
bandara kurang memadai dan pesawat yang Provinsi Sulawesi Tenggara di masa yang akan
beroperasi ATR 72-500 untuk Garuda Indonesia datang.

671
Jurnal Sipil Statik Vol.6 No.9 September 2018 (671-682) ISSN: 2337-6732

Batasan Masalah g. Fasilitas keselamatan (pemadam kebakaran)


Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada h. Utility (Fasilitas listrik, Telepon, Air, dan
perencanaan runway, taxiway, exit taxiway, Bahan bakar).
apron, dan terminal area yang terdiri dari gedung
terminal, gudang, hangar dan pelataran parkir Klasifikasi Lapangan Terbang
dimana yang akan dihitung hanya luas yang Dalam merencanakan suatu lapangan terbang
dibutuhkan untuk masa yang akan datang sesuai ditetapkan standar-standar perencanaan oleh dua
dengan perencanaan pengembangannya. Analisa badan penerbangan internasional yaitu ICAO
yang digunakan pada skripsi ini adalah analisa (International Civil Aviation Organization) dan
teknis namun tidak termasuk perencanaan sistem FAA (Federal Aviation Administration) telah
drainase lapangan terbang dan struktur dari mengeluarkan syarat-syarat yang harus dipenuhi
bangunan terminal. oleh sebuah lapangan terbang.

Tujuan Penelitian Klasifikasi Menurut ICAO


Tujuan penelitian ini yaitu untuk ICAO mengklasifikasikan suatu lapangan
Merencanakan Pengembangan Bandar Udara terbang yang disebut Aerodrome Reference Code
Betoambari di Kota Baubau Provinsi Sulawesi dengan mengkategorikan dalam dua elemen.
Tenggara, dengan jenis Boeing 737-800 NG Kode nomor mengklasifikasikan panjang landas
sebagai pesawat rencana. Dengan adanya pacu minimum atau Aerodrome Reference Field
perencanaan untuk memasukkan pesawat yang Length (ARFL). Sedangkan kode huruf A-F
lebih besar dapat memberikan tingkat pelayanan mengklasifikasikan lebar sayap pesawat
yang lebih maksimal bagi pengguna jasa (wingspan) dan jarak terluar pada roda pendaratan
transportasi udara. Hal ini juga didukung oleh dengan ujung sayap.
ketersediaan lahan yang masih cukup luas untuk
pngembangannya dan juga guna mengantisipasi Tabel 1. Klasifikasi lapangan terbang
lonjakan arus penumpang yang terjadi. menurut ICAO
Elemen 1 Elemen 2

Manfaat Penulisan Kode


ARFL
Kode
Wingspan
Jarak terluar
Angka Huruf roda pendaratan
Manfaat yang dapat diambil dalam penelitian 1 < 800 m A < 15 m < 4,5 m
ini antara lain dapat memberikan informasi dan 2 800 m - < 1.200 m B 15 m - < 24 m 4,5 m - < 6 m
3 1.200 m - < 1.800 m C 24 m - < 36 m 6m-<9m
pertimbangan kepada para perencana, kontraktor 4 ≥ 1.800 m D 36 m - < 52 m 9 m - < 14 m
E 52 m - < 60 m 9 m - < 14 m
maupun pemerintah dalam hal pengembangan dan F 65 m - < 80 m 9 m - < 16 m
peningkatan bandar udara dimasa yang akan Sumber: ICAO, 2013
datang.
Klasifikasi Menurut FAA
FAA mengklasifikasikan lapangan terbang dalam
LANDASAN TEORI dua kategori yaitu :
• Pengangkutan udara (air carrier)
Komponen Lapangan Terbang • Penerbangan umum (General Aviation)
Untuk mendukung semua kegiatan yang
berlangsung dalam lapangan terbang maka Menentukan Panjang Runway
komponen lapangan terbang harus memadai dan Yang mempengaruhi runway dari suatu
berfungsi dengan baik. Sistem lapangan terbang bandar udara adalah temperatur dan elevasi.
terbagi menjadi dua yaitu sisi udara ( air side ) dan Kebutuhan akan panjang runway untuk
sisi darat (land side), keduanya dibatasi oleh perencanaan bandar udara dari ICAO, ARFL
terminal yang memiliki komponen-komponen dan (Aero Reference Field Lenght) adalah panjang
fungsi yang berbeda dalam kegiatan kebandar- landasan pacu minimum yang dibutuhkan pada
udaraan. Komponen-komponen yang dimaksud- kondisi standar yaitu:
kan adalah: • Elevasi muka laut = 0
a. Runway atau landas pacu • Kondisi standar atmosfir = 15°C = 59°F
b. Taxiway atau landas hubung • Tidak ada angin bertiup
c. Apron atau tempat parkir pesawat • Kemiringan (slope) = 0%
d. Terminal Building atau gedung terminal • Maximum certificate take off weight
e. Gudang
f. Tower atau Menara pengontrol

672
Jurnal Sipil Statik Vol.6 No.9 September 2018 (671-682) ISSN: 2337-6732

Dalam menentukan arah runway hal yang sangat Menentukan Lebar Landas Pacu
penting diperhatikan adalah arah dan kecepatan Untuk menentukan lebar landas pacu dapat
angin. diambil sesuai persyaratan yang dikeluarkan
Persyaratan ICAO, panjang landasan pacu ICAO.
yang diperlukan oleh pesawat rencana dalam
muatan penuh harus dikoreksi terhadap elevasi, Tabel 2. Lebar Perkerasan Landasan
Code Code Letter
temperatur dan slope sesuai dengan kondisi Number A B C D E F
bandara. 1a 18 m 18 m 23 m - - -
2a 23 m 23 m 30 m - - -
Koreksi terhadap Elevasi 3 30 m 30 m 30 m 45 m - -
Menurut ICAO, ARFL bertambah sebesar 4 - - 45 m 45 m 45 m 45 m

7% setiap kenaikan 300 m (100ft) dihitung dari Note: 1. aRunway width may be reduced to 15 m or 10 m
depending on the restrictions placed on small aeroplane
ketinggian muka laut, maka koreksinya terhadap operations.
landasan adalah sebagai berikut: Sumber :ICAO, 2012
7 𝐻
L1 = L0 x (1+100 x 300) (1) Perencanaan Landas Hubung (Taxiway)
Fungsi utama taxiway adalah sebagai jalur
dimana: keluar masuk pesawat dari landas pacu ke
Lo = panjang landas pacu minimum pada bangunan terminal dan sebaliknya atau dari landas
kondisi standar (m) pacu ke hangar pemeliharaan. Taxiway diatur
H = Elevasi (m) sedemikian rupa sehingga pesawat yang baru
L1 = Panjang landas pacu setelah dikoreksi mendarat tidak mengganggu pesawat lain yang
terhadap elevasi (m) siap menuju ujung lepas landas.

Koreksi Terhadap Temperatur Menentukan Lokasi Exit Taxiway


Menurut ICAO panjang landas pacu harus Lokasi exit taxiway ditentukan berdasarkan
dikoreksi terhadap temperatur sebesar 1% untuk jarak yang diperlukan pesawat sejak menentu
kenaikan 1°C, sedangkan untuk setiap kenaikan Threshold sampai pesawat dengan kecepatan
1.000 m dari muka laut rata-rata temperatur turun tertentu bisa memasuki taxiway.
6,5°C. Dengan dasar ini ICAO merekomendasi- Adapun hal-hal yang harus diperhatikan
kan hitungan koreksi temperatur sebagai berikut: dalam menentukan lokasi exit taxiway adalah
sebagai berikut:
L2 = L1 x [ 1 +0,01x(T(150,0065H))] (2) 1. Jarak dari Threshold ke touchdown
dimana: 2. Kecepatan waktu touchdown
T = Temperatur 3. Kecepatan awal sampai titik A
H = Elevasi 4. Jarak dari touchdown sampai titik A
L1 = Panjang landas pacu setelah dikoreksi 5. Group desain pesawat
terhadap elevasi (m) Untuk menentukan exit taxiway digunakan
L2 = Panjang landas pacu setelah dikoreksi rumus sebagai berikut :
terhadap temperatur (m) Distance to exit taxiway
= Touchdown Distance + D (4)
Koreksi terhadap Slope
Menurut ICAO bahwa setiap kenaikan slope Jarak touchdown = 300 m untuk pesawat group B,
1% panjang landas pacu bertambah 10%. sedangkan untuk pesawat group C dan D adalah
Sehingga dapat dihitung panjang landas pacu 450 m.
yang dibutuhkan oleh suatu pesawat rencana
dengan menggunakan koreksi sebagai berikut: (𝑆1)2 −(𝑆2)²
D = 2𝑎
(5)
L3 = L2 x (1 + 0,1 x slope) (3)
dimana:
dimana: S1 = Touchdown speed (m/s)
L3 = Panjang landasan yang dibutuhkan oleh S2 = Initial Exit Speed (m/s)
pesawat rencana (m) a = Perlambatan (m/s²)
L2 = Panjang landasan setelah dikoreksi Hasil yang didapat pada perhitungan ini
terhadap temperetur (m) adalah berdasarkan kondisi pada standar sea level.

673
Jurnal Sipil Statik Vol.6 No.9 September 2018 (671-682) ISSN: 2337-6732

Jarak yang didapat tersebut harus dikoreksi w 


Log R1 = (Log R2)  2  (8)
terhadap dua kondisi yaitu elevasi dan temperatur w 
dengan rumus sebagai berikut: setiap kenaikan  1
300 m dari muka laut jarak harus ditambah 3%. dimana:
R1 = Equivalent Annual Departure pesawat
L1 = L0 (1+0,03 x H/300) (6) rencana
R2 = Annual departure campuran yang
Setiap kenaikan 6,5°C kondisi standar ( 15°C = dinyatakan dalam roda pendaratan
59°F ) jarak bertambah 1% pesawat Rencana
W1= Beban roda dari pesawat rencana
Tref−T0
L2 = L1 ( 1+1% x ( )) (7) W2 = Beban roda dari pesawat yang ditanyakan
5,6
Untuk menentukan tebal perkerasan yang
Lebar Taxiway diperlukan, digunakan grafik yang telah
Lebar taxiway dan lebar total taxiway yang ditentukan FAA. Dari grafik yang akan dipakai,
termasuk didalamnya bahu taxiway sesuai dengan didapat total perkerasan (T) dan kebutuhan
yang disyaratkan ICAO. surface course untuk tebal subbase course didapat
dari grafik yang sama. Sedangkan tebal base
Tabel 3. Lebar Taxiway course didapat dengan mengurangkan tebal total
Code dengan tebal surface dan subbase.
Taxiway Width
Letter
A
B
7,5 m
10,5 m
Tebal Base Course = T – (surface + subbase) (9)
C 15 m if the taxiway is intended to be used by aeroplanes with a
wheel base less than 18 m; Untuk daerah non-kritis tebal base dan
18 m if the taxiway is intended to be used by aeroplanes with a
wheel base equal to or greater than 18 m. subbase course dipakai faktor pengali 0,9 dari
D 18 m if the taxiway is intended to be used by aeroplanes with an tebal pada daerah kritis. Sedangkan surface
outer main gear wheel span of less than 9 m;
23 m if the taxiway is intended to be used by aeroplanes with an course pada daerah non-kritis ditetapkan sesuai
outer main gear wheel span equal to or greater than 9 m.
E 23 m
pada kurva. Pada daerah transisi lapisan base
F 25 m course direduksi sampai 0,7 dari tebal base pada
Sumber: ICAO, 2013. daerah kritis, tapi subbasenya harus dipertebal
sehingga permukaan satu dan lainnya seimbang.
Metode Perencanaan Perkerasan Landas
Pacu Apron
Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari Apron berfungsi sebagai tempat untuk
beberapa lapisan material dengan kekuatan dan menaikkan dan menurunkan penumpang dan
daya dukung yang berlainan. Perkerasan barang, tempat pengisian bahan bakar, parkir
berfungsi sebagai tumpuan rata-rata pesawat, pesawat dan juga tempat perawatan pesawat yang
permukaan yang rata menghasilkan jalan pesawat sifatnya ringan.
yang comfort maka harus dijamin bahwa tiap Faktor- faktor yang mempengaruhi ukuran apron:
lapisan tingkat kekerasan dan ketebalannya cukup • Jumlah gate position
agar tidak mengalami “distress” (perubahan • Ukuran gate
karena tidak mampu menahan beban). • Sistem dan tipe parkir pesawat
Perkerasan terdiri atas dua macam yaitu : • Wing tip clearance
1. Perkerasan Lentur ( Flexible Structural ) • Clearance antara pesawat yang diparkir dan
2. Perkerasan Kaku ( Rigid Structural ) yang sedang taxiing di apron
Perencanaan perkerasan landas pacu • Konfigurasi bangunan terminal
menggunakan bantuan grafik yang dikeluarkan • Efek jet blast (semburan jet)
oleh FAA. Dalam penggunaan grafik dari FAA ini • Kebutuhan jalan untuk gate position.
diperlukan data nilai CBR dari subgrade dan nilai Jumlah gate position yang diperlukan dipengaruhi
CBR sub base, berat lepas landas dari pesawat oleh :
rencana (MTOW) dan jumlah annual departure • Jumlah pesawat pada jam sibuk
dari pesawat rencana serta pesawat-pesawat yang • Jenis dan presentase pesawat terbang
yang telah terkonversi. campuran
Analisa annual departure dari pesawat • Presentase pesawat yang tiba dan berangkat
rencana menggunakan konversi pesawat rencana,

674
Jurnal Sipil Statik Vol.6 No.9 September 2018 (671-682) ISSN: 2337-6732

Jumlah gate position dapat dipakai rumus sebagai dengan modulus keruntuhan 600-700 psi
berikut : akan menghasilkan perkerasan yang
VxT paling ekonomis.
G= (10)
U • Gunakan data-data, flexural strength,
dimana: harga k, MTOW, dan ramalan annual
G = jumlah gate position departure untuk menentukan tebal slab
V = volume rencana pesawat yang tiba dan yang dibutuhkan, yang dapat dengan
berangkat memakai kurva rencana sesuai tipe
U = faktor penggunaan (utility factor) pesawat yang diberikan oleh FAA.
Untuk penggunaan secara mutual U = 0,6 – 0,8 • Bandingkan ketebalan yang didapat untuk
Untuk penggunaan secara eksklusif = 0,5 - 0,6 setiap pesawat dengan ramalan lalu lintas.
Gate occupancy time untuk tiap pesawat berbeda. Pesawat rencana adalah yang paling
Untuk pesawat kecil tanpa pelayanan T = 10 menghasilkan perkerasan yang paling
menit, sedangkan untuk pesawat besar dengan tebal.
pelayanan penuh T = 60 menit. Untuk Throught 5. Konversikan semua model lalu lintas ke
Flight (little or no serving) T = 20-30 menit, untuk dalam pesawat rencana dengan equivalen
turn around flight (complete servicing) T = 40-60 annual departure dari pesawat–pesawat
menit. Pengambilan harga T campuran tadi.
Pesawat kelas A nilai T = 60 menit. 6. Tentukan Wheel load tiap tipe pesawat,95%
B nilai T = 45 menit. MTOW ditopang oleh roda pendaratan. Bagi
C nilai T = 30 menit. pesawat berbadan lebar MTOW dibatasi
D = E nilai T = 20 menit. sampai 300.000 lbs (136.100 kg) dengan dual
tandem.
Menghitung Ukuran Gate 7. Gunakan rumus:
𝑊
Untuk menghitung ukuran gate tergantung Log 𝑅1 = (Log 𝑅2 ) (𝑊2 )1/2 (12)
1
ukuran standart pesawat berdasarkan wingspan, 8. Hitung total equivalent annual departure
whell tread, forward roll, wing tip clearance. 9. Gunakan harga-harga: Flexural strength,
harga k, MTOW pesawat rencana dengan
Turning radius ( r )
equivalent annual departure total sebagai
= ½ (wingspan + whell track) + forward roll
data untuk menghitung perkerasan kaku
D = (2 x r) + wing tip clearance (11)
dengan menggunakan perkerasan rencana
yang sesuai dengan tipe roda pesawat,
Menghitung Perkerasan Apron
ketebalan yang didapat adalah ketebalan
Dalam perencanaan menghitung perkerasaan
betonnya saja, diluar sub base. Ketebalannya
apron menggunakan dua metode yaitu metode
adalah untuk daerah kritis, sedang untuk
FAA (Federal Aviation Administration) dan PCA
daerah tidak kritis dapat direduksi menjadi
(Portland Cement Afiation).
0.9T (T=Tebal perkerasan).
Langkah-langkah yang digunakan dalam
10. Ketebalan yang didapat adalah ketebalan
perencanaan perkerasan ini adalah sebagai
betonnya saja, diluar subbase. Ketebalannya
berikut:
adalah untuk daerah kritis “T” dan untuk
1. Buatlah ramalan annual departure dari tiap-
daerah non-kritis ketebalannya akan
tiap pesawat yang harus dilayani oleh
direduksi 10% menjadi 0,9T.
bandara itu. Bagi lapangan terbang yang
telah beroperasi beberapa tahun, ramalan di
Perkerasan Beton dengan Joint (Sambungan)
buat dengan memproyeksikan kecende-
Joint dikategorikan berdasarkan fungsinya,
rungan lalu lintas yang ada ke masa depan.
yaitu joint yang berfungsi kembang disebut
2. Tentukan tipe roda pendaratan untuk setiap
expansion joint, untuk susut disebut contraction
pesawat.
joint serta untuk perhentian waktu cor disebut
3. Maximum take off weight dari setiap pesawat.
construction joint.
4. Tentukan pesawat rencana dengan prosedur
seperti dibawah ini: Gedung Terminal
• Perkiraan harga k dari sub grade Gedung terminal adalah tempat untuk
• Tentukan Flexural strength beton. memberikan pelayanan bagi penumpang maupun
Pengalaman menunjukan bahwa beton barang yang tiba dan berangkat. Oleh karena itu

675
Jurnal Sipil Statik Vol.6 No.9 September 2018 (671-682) ISSN: 2337-6732

perlu disediakan ruang keberangkatan, ruang Perencanaan perkerasan (flexible pavement ),


kedatangan, ruang tiket, dan lain-lain. didasarkan pada data pesawat rencana dan data
tanah, yang mengacu pada metode yang
Tabel 4. Faktor pengali kebutuhan ruang gedung dikembangkan oleh FAA.
terminal
Kebutuhan ruangan 100 m2
Fasilitas Ruangan untuk setiap 100 penumpang
Analisa Data
pada jam sibuk Dari data yang diperoleh, kita dapat
Ticket / check in 1,0 memperkirakan dikemudian hari bagaimana
Pengambilan barang 1,0
Ruang tunggu penumpang 2,0 ramalan dan permintaan (forecast and demand)
Ruang tunggu pengunjung 2,5 yang akan terjadi. Data tersebut dapat dianalisa
Bea cukai 3,0 dengan menggunakan metode statistik yang
Imigrasi 1,0
Restoran 2,0 populer seperti analisa regresi. Dimana dengan
Operasi airline 5,0 mengunakan analisa regresi kita dapat
Total ruang domestik 25,0
Total ruang international 30,0
meramalkan perkembangan arus lalulintas udara
Sumber: Horonjeff, 1979 untuk masa yang akan datang. Pada dasarnya
ramalan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
Perencanaan Gudang a. Ramalan jangka pendek sekitar 5 tahun
Fungsi utama dari gudang adalah tempat b. Ramalan jangka menengah sekitar 10 tahun
penumpang, barang dan paket-paket pos yang tiba c. Ramalan jangka panjang sekitar 20 tahun
maupun yang akan dikirim. Untuk perencanaan Dalam meramalkan atau memperkirakan
gudang standar yang dipakai adalah yang arus lalu lintas udara dimasa datang kita dapat
dikeluarkan oleh IAIA yaitu 0,09𝑚2 /ton/tahun menggunakan perhitungan/analisa statistik yaitu
untuk pergerakan barang ekspor dan Analisa Trend (trend method). Analisa trend
0,1m2/ton/tahun untuk barang import. adalah analisa yang meramalkan kecendrungan
Untuk menghitung luas dari gudang tersebut yang terjadi dari data-data yang ada saat ini.
diambil angka 0,1𝑚2 /ton/tahun dikali dengan pos Dengan mengetahui kecenderungan data yang
paket + barang. akan datang berdasarkan garis trend atau garis
regresi. Analisa trend yang akan digunakan pada
Perencanaan Area Parkir perencanaan pengembangan ini adalah :
Untuk merencanakan luas parkir kendaraan, a. Trend Linear
terlebih dahulu dihitung besarnya jumlah b. Trend Eksponensial
penumpang pada jam sibuk. Maka diperkirakan c. Trend Logaritma
untuk 2 orang penumpang menggunakan 1
kendaraan. Sedangkan luas rata-rata parkir 1 Bagan Alir Penelitian
kendaraan adalah (2,6 × 5,5 ) m

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi Pelaksanaan Penelitian


Perencanaan panjang landas pacu (runway),
didasarkan pada data pesawat rencana dan
dikoreksi terhadap faktor elevasi, slope dan
temperatur. Peraturan dan persyaratan yang
digunakan dalam perencanaan ini mengacu pada
ICAO (International Civil Aviation
Organization).
Perencanaan arah landas pacu didasarkan
pada data angin. Dengan menggunakan Wind
Rose diagram dapat diketehui arah mana yang
minimal 95% dari waktu yang ada, agar angin
bertiup searah dengan arah tersebut.
Perencanaan Taxiway, didasarkan pada data
pesawat rencana dan berpedoman pada syarat
yang dikeluarkan oleh ICAO. Gambar 3. Bagan Alir Penelitian

676
Jurnal Sipil Statik Vol.6 No.9 September 2018 (671-682) ISSN: 2337-6732

HASIL DAN PEMBAHASAN exponensial dengan r = 0,830, jadi untuk


meramalkan jumlah pesawat digunakan regresi
Kondisi Existing Bandar Udara Betoambari Exponensial dengan persamaan yang dipakai
Nama Kota : Baubau Y = 1352,102 e0.194x
Nama Bandara : Betoambari
Kelas Bandara : III (Tiga) Tabel 6. Ramalan Jumlah Pesawat
Pengelola : Ditjen Perhubungan Tahun X Regresi Exponensial
2022 10 9408,941
Udara-Kementerian 2027 15 24820,264
Perhubungan 2032 20 65474,478
Jam Operasional : 08.00 – 23.00 WITA
Jenis Pelayanan : AFIS Analisa Penumpang
Kemampuan Operasi : ATR 72-500/600 Data penumpang yang datang dan berangkat
Kordinat Lokasi :05°28’LS/122°34’BT di Bandar Udara Betoambari adalah sebagai
Arah dan No Runway : 04-22 berikut:
Elevasi : 35 MSL
Runway Area ( Daerah Landasan Pacu): Tabel 7 Data Penumpang Tahun 2013-2017
Panjang Runway : 1800 m Tahun Penumpang (orang)
Lebar Runway : 30 m 2013 120.364
2014 94.955
Jenis Konstruksi : Asphalt 2015 122.301
Taxiway (Landas Hubung): 2016 152.478
Panjang x Lebar : 2 x (53 x 23) m 2017 242.333
Konstruksi : Hotmix Sumber: Kantor Bandar Udara Betoambari
Apron : 85 m x 63 m
Konstruksi : Hotmix

Analisa Arus Lalu Lintas Udara Tahunan


Analisa Pesawat
Data pergerakan pesawat yang tiba dan
berangkat di Bandar Udara Betoambari adalah
sebagai berikut:

Tabel 5. Data Pesawat Tahun 2013-2017


Tahun Pesawat
2013 2.074
2014 1.586
2015 2.292 Gambar 5. Diagram Pergerakan Penumpang
2016 2.528
2017 4.324
Sumber : Kantor Bandar Udara Betoambari Dari hasil analisa perhitungan regresi
penumpang menunjukan bahwa koefisien korelasi
terbesar dan mendekati data awal analisa regresi
exponensial dengan r = 0,838, jadi untuk
meramalkan jumlah pesawat digunakan regresi
exponensial dengan persamaan yang dipakai
adalah Y = 79169,239 e0.187x

Tabel 8. Ramalan Jumlah Penumpang


Tahun X Regresi Exponensial
2022 10 513.673,488
2027 15 1.308.436,022
2032 20 3.332.865,845

Gambar 4. Diagram Pergerakan Pesawat


Analisa Bagasi
Data bagasi yang masuk dan keluar pada
Dari hasil analisa perhitungan regresi Bandar Udara Betoambari adalah sebagai berikut.
pesawat menunjukan bahwa koefisien korelasi
terbesar dan mendekati data awal analisa regresi

677
Jurnal Sipil Statik Vol.6 No.9 September 2018 (671-682) ISSN: 2337-6732

Tabel 9. Data Bagasi Tahun 2013-2017


Tahun Bagasi (kg)
2013 867.108
2014 597.839
2015 627.089
2016 910.179
2017 1.406.428
Sumber : Kantor Bandar Udara Betoambari

Gambar 7. Diagram Pergerakan Cargo

Tabel 12. Ramalan Jumlah Cargo


Tahun X Regresi Exponensial
2022 10 2.042.897,08
2027 15 17.363.476,34
2032 20 147.579.784,18
Gambar 6. Diagram Pergerakan Bagasi
Perencanaan Runway
Runway adalah jalur landas perkerasan yang
Dari hasil analisa perhitungan regresi Bagasi digunakan oleh pesawat pada saat Landing dan
menunjukan bahwa koefisien korelasi terbesar Take off. Landas pacu biasanya dirancang
dan mendekati data awal analisa regresi linier berdasarkan pada karakterristik dari suatu
dengan r = 0,677, jadi untuk meramalkan jumlah pesawat rencana yang ditentukan.
pesawat digunakan regresi linier dengan
persamaan yang dipakai adalah : Arah Runway
Y = 464434.6 + 139098 (x) Untuk merencanakan landas pacu (Runway)
ada hal penting yang harus diperhatikan yaitu
Tabel 10. Ramalan Jumlah Bagasi arah dan kecepatan angin. Untuk itu data angin
Tahun X Regresi Linier disekitar bandar udara perlu diketahui kemudian
2022 10 1.855.414,6 dihitung atau dianalisa menggunakan wind rose
2027 15 2.550.904,6 diagram untuk mendapatkan presentase angin
2032 20 3.246.394,6
yang bertiup pada daerah yang ditinjau. Arah
runway yang dimiliki oleh Bandar udara
Analisa Cargo Betoambari terletak pada arah 04 – 22.
Data-data cargo yang keluar dan masuk di Dari hasil analisa wind rose arah NE-SW
Bandar Udara Betoambari adalah sebagai berikut: memenuhi persyaratan ICAO yaitu harus
memenuhi 95% atau lebih dari total waktu agar
Tabel 11. Data Cargo Tahun 2013-2017
pesawat dapat landing dan take off dengan aman.
Tahun Cargo (kg)
2013 867.108
2014 597.839 Panjang Runway
2015 627.089 Panjang runway bandar udara Betoambari
2016 910.179 yang ada saat ini adalah 1800 m. Direncanakan
2017 1.406.428 akan didarati oleh pesawat Boeing 737-800 NG
Sumber: Kantor Bandar Udara Betoambari
dengan kode landasan 4C mempunyai nilai ARFL
(Aero Reference Field Length) = 2.256 m dan
Dari hasil analisa perhitungan regresi cargo wingspan 34,32 m.
menunjukan bahwa koefisien korelasi terbesar Menurut ICAO panjang landasan harus
dan mendekati data awal analisa regresi dikoreksi terhadap temperatur, elevasi dan slope
exponensial dengan r = 0,883, jadi untuk atau kemiringan sesuai dengan kondisi bandar
meramalkan jumlah pesawat digunakan regresi udara Betoambari yang ada. Adapun data-data
exponensial dengan persamaan yang dipakai yang diperoleh:
adalah : Y = 28279,134 e0.428x − Pesawat rencana = Boeing 737-800 NG
− ARFL = 2.256 m

678
Jurnal Sipil Statik Vol.6 No.9 September 2018 (671-682) ISSN: 2337-6732

− Elevasi = 35 m Data Perencanaan


− Slope = 0,8% Pesawat rencana Boeing 737-800 NG
− Temperature = 28,08C termasuk dalam pesawat group C (Jansen, 2007).
S1 = 222 km/jam = 62 m/det
Koreksi terhadap elevasi S2 = 32 km/jam = 9 m/dt
7 H
L1 = L0 x ( 1+ 100 x 300 ) a = 1,5 m/dt2 = 2,25 m/dt
7 35 Jarak touchdown = 450 m
= 2256 x (1 + 100 𝑥 )
300 (62)2 −(9)2
= 2.274,42 m D= 2×1,5
= 1.254,34 m

Koreksi terhadap temperatur Distance to Exit Taxiway = 450 m + 1.254,34 m


L2 = L1 [1+0,01 (T ref – (15- 0,0065 H))] = 1.704 m → L0
= 2.274,42[1+0,01(28,08-(15-0,0065 x 35))] Jarak ini (L0) dihitung berdasarkan kondisi
= 2.577,08 m standart sea level, lokasi exit taxiway setelah
dikoreksi adalah sebagai berikut.
Koreksi terhadap slope
L3 = L2 x (1+0,1 x slope) Koreksi terhadap elevasi
= 2.577,08 x (1+0,1 x 0,8/1%) Syarat ICAO yaitu setiap kenaikan 300 m dari
= 2.783,246 m ≈ 2.800 m muka air laut jarak harus bertambah 3 %
 h 
L1 = L0 1 + 3%  
Lebar runway  300 
Lebar runway yang direncanakan akan 35
ditentukan berdasarkan pada kode huruf dan = 1.704 (1 + 0,03 × )
300
angka dari pesawat rencana, maka untuk Pesawat = 1.709,96 m
rencana Boeing 737-800 NG sesuai dengan
Aerodrome Reference Code yang dikeluarkan Koreksi terhadap temperature
ICAO untuk ARFL > 1800 m mempunyai kode Syarat ICAO yaitu setiap kenaikan 5,6o C
huruf C dan kode angka 4, sehingga bandar diukur dari 15o C, jarak bertambah 1%.
udara Betoambari dalam pengembangannya (𝑇𝑟𝑒𝑓−15)
memerlukan lebar runway, bahu landasan, L2 = L1 x [1 + 1% × ]
5,6
kemiringan bahu dan kemiringan melintang (28,08−15)
= 1.709,96 x [1 + 0,01 × ]
sebagai berikut: 5,6
− Lebar runway = 45 m = 1.749,89 m  1.750 m
− Bahu landasan = 7,5 m
Jadi Bandar Udara Betoambari direncanakan akan
− Lebar total runway = 60 m membutuhkan jarak dari threshold sampai titik
− Kemiringan melintang = 1,5% awal exit taxiway dengan pesawat rencana Boeing
− Kemiringan bahu = 2,5% 737-800 NG adalah 1.750 m
Menentukan Lebar Exit Taxiway Lebar Taxiway
Untuk menentukan exit taxiway digunakan Lebar taxiway dan lebar total taxiway
rumus sebagai berikut : termasuk shoulder sesuai dengan yang ditetapkan
ICAO adalah seperti pada Tabel 13.
Distance to Exit taxiway = Touchdown Distance + D
Berdasarkan pesawat rencana Boeing 737-
800 NG yang akan mendarat di Bandar Udara
dimana: Betoambari termasuk dalam kategoti kelas 4C.
Jarak Touchdown 300 m untuk pesawat group I, Lebar taxiway = 15 m
sedangkan untuk pesawat group II dan III adalah Lebar total taxiway dan shoulder = 25 m
450 m. (Basuki, 1986) Jarak minimum antara landasan pacu dan landas
hubung dapat diperoleh dengan persamaan:
( S1 ) 2 − ( S 2 ) 2
D = Jrt = 0,5 × ( LS + W1 )
2a
S1 = Touchdown speed (m/s)
dimana : LS = lebar strip area total
S2 = Initial Exit Speed (m/s) W1 = lebar wingspan pesawat recana.
a = Perlambatan (m/s2)

679
Jurnal Sipil Statik Vol.6 No.9 September 2018 (671-682) ISSN: 2337-6732

Tabel 13. Lebar Taxiway PENUTUP


Code Taxiway Width
Letter Kesimpulan
A 7,5 m
Dari Perencanaan Pengembangan Bandar
B 10,5 m
C 15 m if the taxiway is intended to be used by Udara Betoambari di Kota Baubau Provinsi
aeroplanes with a wheel base less than 18 m; Sulawesi Tenggara didapat kesimpulan sebagai
18 m if the taxiway is intended to be used by berikut:
aeroplanes with a wheel base equal to or 1. Arah landas pacu dengan azimuth 04 – 22
greater than 18 m.
D 18 m if the taxiway is intended to be used by
dengan panjang landas pacu 2.800 meter,
aeroplanes with an outer main gear wheel span lebar landas pacu 45 meter. Jarak dari
of less than 9 m; threshold sampai titik awal exit taxiway
23 m if the taxiway is intended to be used by adalah 1750 meter.
aeroplanes with an outer main gear wheel span 2. Konstruksi perkerasan untuk perpanjangan
equal to or greater than 9 m.
E 23 m
landas pacu adalah sebagai berikut:
F 25 m Daerah kritis:
Sumber: ICAO, 2013. Surface Course = 10 cm,
Base Course = 44 cm,
Sub Base Course = 31 cm.
Tabel 14. Lebar Runway Strip
Daerah non kritis:
Kode Angka Jenis Pendekat Lebar Runway Strip (m) Surface Course = 9 cm,
1
Non instrumen 30 Base Course = 39,6 cm,
Instrumen 75 Sub Base Course = 27,9 cm.
Non instrumen 40
2 Daerah Pinggir:
Instrumen 75
3 dan 4
Non instrumen 75 Surface Course = 7 cm,
Instrumen 150
Base Course = 30,8 cm,
Sub Base Course = 21,7 cm.
Dari tabel tersebut diperoleh runway strip 3. Luas apron = 722 × 93 m = 67.146 m2.
untuk lapangan terbang dengan kode angka 4 Tebal perkerasan apron dengan metode FAA
untuk jenis pendekat instrument adalah 150 m dengan pesawat rencana Boeing 737-800 NG
dengan lebar total 300m. maka klasifikasi bandara dengan tebal sub base 12,4 inch = 31 cm dan
kode angka 4 lebar total 300 m dan W1 = 35,8 m. flexural strength = 650 Pci adalah 15,5 inch
Jrt = 0,5 × ( LS + W1 ) = 40 cm, sedangkan dengan menggunakan
= 0,5 × ( 300 + 35,8 ) metode PCA dengan working stress =
= 168 m ≈ 175 m 359,268 Psi adalah 13,9 inch = 34,75 cm.
Ukuran slab beton 7×7 dengan ketebalan
Perencanaan Fillet 15,5 inch = 40 cm (diambil metode FAA)
Fillet merupakan pelebaran sebelah dalam dengan ketebalan ini, tegangan yang terjadi
pada intersection dari dua atau lebih pada traffic lebih kecil dari pada tegangan yang diijinkan.
way, misalnya runway, taxiway, dan apron. 4. Luas gedung hanggar = 60 × 53 m = 3128 m2.
Persyaratan dari ICAO bahwa radius fillet tidak Luas gedung 147.000 m2 dibuat dua lantai
boleh lebih kecil dari lebar taxiway. Sedangkan dengan dimensi 350 × 210 m tiap lantai.
FAA mensyaratkan bahwa radius fillet antara 5. Luas minimum gudang 500 × 30,2 m =
runway dan taxiway dapat dilihat pada tabel 15.100 m2.
berikut ini: 6. Luas minimum pelataran parkir 276 × 100 m
= 27.600m2.
Tabel 15. Radius fillet pada pertemuan runway
dengan taxiway Saran
Radius of Fillet
Small airport Large airport
Berdasarkan hasil penelitian dan kondisi
Angle of
Intersection serving general serving transport Bandar Udara Betoambari untuk saat ini, maka
aviation aircraft category aircraft disarankan:
(m) (ft) (m) (ft)
0 - 450 7.5 15 22.5 75
1. Pemerintah Daerah perlu memperluas lahan
45 – 1350 15.0 50 30.0 100 Bandar Udara Betoambari untuk keperluan
More than 1350 60.0 200 60.0 200 perluasan lahan, baik sisi udara (air side)
Sumber: Khana S. K and Aurora, 1979. maupun sisi darat (land side).

680
Jurnal Sipil Statik Vol.6 No.9 September 2018 (671-682) ISSN: 2337-6732

2. Bandar Udara Betoambari perlu meningkatkan 4. Pemerintah Daerah harus lebih giat melakukan
fasilitas perlampuan dan pemarkaan, sehingga promosi ke berbagai daerah agar banyak
layanan penerbangan bisa ditingkatkan baik di wisatawan hendak berkunjung ke Kota
malam hari maupun di siang hari. Baubau.
3. Setelah tahun 2032, perlu diadakan evaluasi
kembali untuk pengembangan Bandar Udara
Betoambari.

DAFTAR PUSTAKA

Australian Government Civil Aviation Safety Authority. 2012. Manual Of Standards Part 139-
Aerodromes. Version 1,8. Canberra.

Basuki, H., 1986. Merancang Merencana Lapangan Terbang. Alumni Bandung

Federal Aviation Administration, 2011. Airfield Standards Quick References. 2nd Edition.

Feriska Apriana, Freddy Jansen, dan Lintong Elisabeth, 2017. Perencanaan Pengembangan Sisi Udara
Bandar Udara Mutiara Sis Al-Jufri Di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Sipil
Statik Vol.5 No.6 Agustus 2017 (345-356) ISSN: 2337-6732

Horonjeff, R., 1979. Planning and Design of Airport. 5th Edition. New York Mac Graw – Hill Book
Company.

International Civil Aviation Organization (ICAO). 1983. Aerodromes Design Manual Pavements. Part
3. 2nd Edition.

International Civil Aviation Organization (ICAO). 2013. Aerodromes - Annex 14 International


Standards & Recommended Practices. Volume 1. 6th Edition. Canada.

Jansen, F., 2007. Pelengkap Kuliah Lapangan Terbang. Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Kantor Bandar Udara Betoambari, 2017. Data Lalu Lintas Udara Tahun 2013-2017 dan Data Teknis.
Baubau

Kantor BMKG Stasiun Meterologi Betoambari. 2017. Data Angin dan Temperatur. Baubau

Kantor BPS Kota Baubau, 2017. Kota Baubau dalam Angka. Baubau

Kantor Dinas Pariwisata Kota Baubau, 2017. Data Destinasi Wisata dan Wisatawan Tahun 2013-2017.
Baubau

Khana, S. K .dan Aurora, M. G., 1979. Airport Planning and Design. 3rd Edition. India, Nem Chan
Broos.

Neufert, E., 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33. Jakarta:Erlangga

Pongsipulung L. Irwanto, Freddy Jansen, Audie L. E. Rumayar 2015. Perencanaan Pengembangan


Bandar Udara Wasior Di Kabupaten Teluk Wondana Provinsi Papua Barat. Jurnal Sipil
Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 (835-846) ISSN: 2337-6732

681
Jurnal Sipil Statik Vol.6 No.9 September 2018 (671-682) ISSN: 2337-6732

Tulungen B. B., Freddy Jansen, Mecky Manoppo. 2016. Perencanaan Pengembangan Bandar Udara
Melonguane Kabupaten Kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Sipil Statik
Vol.4 No.1 Januari 2016 (1-12) ISSN: 2337-6732.

Wardhani, S. H., 1992. Airport Engineering. Civil Engineering, Gadjah Mada University

Yoder, E. J., Woizack, M. W., 1975. Principle of Pavement Design. Canada

682

Anda mungkin juga menyukai