Rubefaksi merupakan kelompok senyawa kimia iritansia yang mempunyai daya
kerja lemah. Gejala utama yang ditimbulkan oleh senyawa ini yaitu hiperemia arteriol yang dilanjutkan dengan dermatitis eritrematosa. Senyawa ini digunakan untuk aplikasi topikal yang menyebabkan iritasi dan kemerahan kulit misalnya dengan menyebabkan pelebaran kapiler dan peningkatan sirkulasi darah (Lorgue et al. 1996).
Senyawa kimia yang digunakan pada rubefasensia dalam praktikum yaitu
menthol, kloroform, fenol, alcohol 5%, gliserin 25%, dan olavarium. Menthol merupakan seyawa yang bisa menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah. Rasa nyeri dan sakit akan timbul jika menthol digosokan secara terus-menerus pada kulit. Saat digosokkan pada kulit, menthol akan merangsang reseptor dingin pada kulit untuk menimbulkan sensasi dingin. Hasil praktikum yang didapat untuk pengujian menthol yaitu warna kulit dan bentuk kulit tidak mengalami perubahan, tetapi untuk sensasi kulit terasa dingin (biasa) dan tidak dirasakan nyeri atau sakit. Hal tersebut dikarenakan waktu penggosokan menthol hanya beberapa saat atau tidak terus menerus. Kloroform akan menimbulkan iritasi ringan jika terpapar dalam waktu yang lama di kulit. Hal ini disebabkan oleh kemampuan dari senyawa yang temasuk turunan asam formiat ini untuk melarutkan lemak. Kloroform dapat menyebabkan rasa nyeri akibat adanya dilatasi pada vasa superfisial yang kemudian masuk lebih ke dalam, dan menimbulkna kongesti. Hasil pada praktikum menunjukkan kloroform yang diberikan dengan kapas menyebabkan kemerahan pada kulit dan sensasi kulit yang sangat dingin dan nyeri, sedangkan pada kloroform yang ditetskan langsung pada kulit tidak menyebabkan kemerahan dan sensasi yang dirasakan dingin biasa. Hal itu terjadi karena kloroform yang diteteskan langsung lebih cepat menguap. Fenol akan menjadi iritan jika dicampurkan dengan air ataupun alkohol. Hal ini disebabkan oleh kemampuan fenol sebagai pelarut, terutama pada senyawa-senyawa polar (Lorgue et al. 1996). Hasil praktikum yang didapat, pada jari tangan yang dicelupkan kedalam larutan fenol 5% yang ditambah air menyebabkan jari menjadi sangat pucat dan keriput (sedang). Hal ini terjadi karena air tidak memiliki efek racun dan fenol yang digunakan dalam konsentrasi yang rendah. Sensasi pada kulit yang dihasilkan terasa dingin (biasa). Jari yang dimasukkan ke dalam fenol yang ditambah alcohol 25% berubah menjadi pucat (biasa) dengan sensasi kulit yang dingin (biasa). Fenol dan alcohol sama-sama memiliki gugus OH, sehingga jika fenol direaksikan dengan alcohol akan terbentuk ester etil etanoat (Fessenden 1984). Jari yang dicelupkan ke dalam fenol yang ditambah gliserin 25% tidak menunjukkan adanya reaksi atau perubahan pada kulit. Hal tersebut dikarenakan campuran antara fenol dan gliserin tidak menyebabkan efek toksikasi. Jari yang dicelupkan ke dalam larutan fenol dengan olivarium juga tidak menunjukkan adanya perubahan atau sensasi pada kulit. Fenol yang dicampur dengan olivarium akan menyebabkan fenol mengalami kesulitan dalam menembus lapisan kulit. Penggunaan olivarium memperkecil tegangan permukaan, sehingga pencampuran dengan olivarium dapat melindungi jari (Loomis dan Ted 1978).
Daftar Pustaka
Fessenden. 1984. Kimia Organik II. Jakarta (ID) : Erlangga.
Loomis, Ted A. 1978. Toksikologi Dasar Edisi ketiga. Semarang (ID): IKIP semarang press. Lorgue G, Lechenet J, Riviere A. 1996. Clinical Veterinary Toxicology. London: Blackwell Science Ltd.