Anda di halaman 1dari 2

Tabel 1.

Rubefasensia

Senyawa Kimia Warna Bentuk Sensasi Kulit


Menthol - - Dingin(+)
Kloroform Merah(++) - Dingin(+++)
Kloroform(tanpa
Pucat(+++) Keriput(++) Dingin(+)
kapas)
Fenol 5% Pucat(+) - Dingin(+)
Alkohol 25% - - -
Gliserin 25% - - -
Olivarium - - (++)
Keterangan: +++ : sangat, ++ : sedang, + : biasa

Rubefaksi merupakan kelompok senyawa kimia iritansia yang mempunyai daya


kerja lemah. Gejala utama yang ditimbulkan oleh senyawa ini yaitu hiperemia arteriol
yang dilanjutkan dengan dermatitis eritrematosa. Senyawa ini digunakan untuk aplikasi
topikal yang menyebabkan iritasi dan kemerahan kulit misalnya dengan menyebabkan
pelebaran kapiler dan peningkatan sirkulasi darah (Lorgue et al. 1996).

Senyawa kimia yang digunakan pada rubefasensia dalam praktikum yaitu


menthol, kloroform, fenol, alcohol 5%, gliserin 25%, dan olavarium. Menthol merupakan
seyawa yang bisa menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah. Rasa nyeri dan sakit akan
timbul jika menthol digosokan secara terus-menerus pada kulit. Saat digosokkan pada
kulit, menthol akan merangsang reseptor dingin pada kulit untuk menimbulkan sensasi
dingin. Hasil praktikum yang didapat untuk pengujian menthol yaitu warna kulit dan
bentuk kulit tidak mengalami perubahan, tetapi untuk sensasi kulit terasa dingin (biasa)
dan tidak dirasakan nyeri atau sakit. Hal tersebut dikarenakan waktu penggosokan
menthol hanya beberapa saat atau tidak terus menerus. Kloroform akan menimbulkan
iritasi ringan jika terpapar dalam waktu yang lama di kulit. Hal ini disebabkan oleh
kemampuan dari senyawa yang temasuk turunan asam formiat ini untuk melarutkan
lemak. Kloroform dapat menyebabkan rasa nyeri akibat adanya dilatasi pada
vasa superfisial yang kemudian masuk lebih ke dalam, dan menimbulkna
kongesti. Hasil pada praktikum menunjukkan kloroform yang diberikan dengan kapas
menyebabkan kemerahan pada kulit dan sensasi kulit yang sangat dingin dan nyeri,
sedangkan pada kloroform yang ditetskan langsung pada kulit tidak menyebabkan
kemerahan dan sensasi yang dirasakan dingin biasa. Hal itu terjadi karena kloroform yang
diteteskan langsung lebih cepat menguap. Fenol akan menjadi iritan jika dicampurkan
dengan air ataupun alkohol. Hal ini disebabkan oleh kemampuan fenol sebagai pelarut,
terutama pada senyawa-senyawa polar (Lorgue et al. 1996). Hasil praktikum yang
didapat, pada jari tangan yang dicelupkan kedalam larutan fenol 5% yang ditambah air
menyebabkan jari menjadi sangat pucat dan keriput (sedang). Hal ini terjadi karena air
tidak memiliki efek racun dan fenol yang digunakan dalam konsentrasi yang rendah.
Sensasi pada kulit yang dihasilkan terasa dingin (biasa). Jari yang dimasukkan ke dalam
fenol yang ditambah alcohol 25% berubah menjadi pucat (biasa) dengan sensasi kulit
yang dingin (biasa). Fenol dan alcohol sama-sama memiliki gugus OH, sehingga jika
fenol direaksikan dengan alcohol akan terbentuk ester etil etanoat (Fessenden 1984). Jari
yang dicelupkan ke dalam fenol yang ditambah gliserin 25% tidak menunjukkan adanya
reaksi atau perubahan pada kulit. Hal tersebut dikarenakan campuran antara fenol dan
gliserin tidak menyebabkan efek toksikasi. Jari yang dicelupkan ke dalam larutan fenol
dengan olivarium juga tidak menunjukkan adanya perubahan atau sensasi pada kulit.
Fenol yang dicampur dengan olivarium akan menyebabkan fenol mengalami kesulitan
dalam menembus lapisan kulit. Penggunaan olivarium memperkecil tegangan permukaan,
sehingga pencampuran dengan olivarium dapat melindungi jari (Loomis dan Ted 1978).

Daftar Pustaka

Fessenden. 1984. Kimia Organik II. Jakarta (ID) : Erlangga.


Loomis, Ted A. 1978. Toksikologi Dasar Edisi ketiga. Semarang (ID): IKIP semarang
press.
Lorgue G, Lechenet J, Riviere A. 1996. Clinical Veterinary Toxicology. London:
Blackwell Science Ltd.

Anda mungkin juga menyukai