Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS KONTRASTIF KATA SERUAN

DALAM BAHASA ARAB DAN BAHASA INDONESIA

(KAJIAN SINTAKSIS)

Diajukan sebagai salah satu syarat tugas mandiri untuk mata kuliah

Linguistik kontrastif yang diampu oleh

Siti muslikah, M.Ag

Oleh:

Neng Naza Atusaidah (1155020075)

Jurusan Bahasa dan Sastra Arab

Fakultas Adab dan Humaniora

Universitas Islam Negeri

Sunan Gunung Djati

Bandung

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Linguistik
Kontrastif Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab”. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas mandiri mata kuliah Linguistik Kontrastif, dan menyampaikan kepada
pembaca mengenai persamaan dan perbedaan objek dalam bahasa Indonesia didalam
bahasa Arab, serta bagaimana tingkat kesulitannya dalam pembelajaran bahasa Arab.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak


membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Khususnya kepada Ibu Siti Muslikah,
M. Ag. selaku dosen mata kuliah yang bersangkutan, yang telah membimbing selama
pembelajaran berlangsung.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan,
baik dalam penulisan, pemilihan kata, maupun penggunaan tanda baca yang kurang
tepat. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Akhir kata penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi
penulis dan pembaca pada umumnya.

Bandung,24 Mei 2018

Penulis,
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa tidak dapat dipisahkan dalam aktivitas manusia. Dalam aktivitas


manusia dibutuhkan bahasa, sebagai alat berkomunikasi antar manusia satu dengan
manusia lainnya. Sehingga akan menghasilkan suatu makna tersendiri yang kemudian
makna tersebut menjadi sebuah informasi yang sangat dibutuhkan oleh manusia.
Dalam kaitannya dengan bahasa, tak luput dari yang namanya kata. Kata adalah
satuan terkecil setelah fonem yang satuannya bebas. Kata yang kemudian akan
berkumpul dengan kata-kata lainnya, sehingga menghasilkan makna yang mengandung
informasi yang dibutuhkan oleh manusia. Terdapat beberapa pembagian kata, salah
satunya ialah kata seruan. Seperti namanya kata seruan ialah kata yang digunakan untuk
memanggil seseorang, sehingga melahirkan makna yang dimaksud. Makna tersebut
yang kemudian sebagai pendorong, untuk melaksanakan suatu tindakan.
Dalam bahasa Arab pun dikenal kata seruan yang digunakan juga untuk
memanggil seseorang. hal yang dikenal dengan sebutan munada. Namun, dalam bahasa
Arab pembahasan kata seruan (munada).
Oleh karena itu, penulis sangat tertarik untuk meneliti bagaimana perbedaan
penggunaan kata seruan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab. Semoga makalah
ini, dapat bermanfaat bagi pembaca.

B. Rumusan Masalah

Rumusaan masalah pada makalah ini adalah:


1. Bagaimanakah kata seruan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab?
2. Bagaimanakah kata seruan pada kalimat Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab?
3. Bagaimana persamaan dan perbedaan kata seruan dalam bahasa Indonesia dan
Bahasa Arab?
4. Bagaimana tingkat kesulitan kata seruan dalam pembelajaran bahasa Arab.
C. Tujuan

Tujuan makalah ini adalah:


1. Untuk mengetahui kata seruan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab;
2. Untuk mengetahui kata seruan pada kalimat Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab;
3. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan kata seruan dalam bahasa
Indonesia dan Bahasa Arab;
4. Untuk mengetahui tingkat kesulitan kata seruan pembelajaran bahasa Arab.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian linguistik kontrastif

Analisis kontrastif dalam kajian linguistik adalah suatu cabang ilmu bahasa
yang tugasnya membandingkan secara sinkronis dua bahasa sedemikian rupa sehingga
kemiripan dan perbedaan kedua bahasa itu dapat terlihat. Pada proses perbandingan
sendiri adalah suatu hal yang memungkinkan untuk menemukan persamaan atau
perbedaan.
Sedangkan menurut Tarigan menjelaskan di dalam bukunya bahwa kontrastif
yang merupakan kata serapan dalam bahasa inggris yakni kata contrastive yang
merupakan kata keadaan yang diturunkan dari kata kerja to contrast1. Di samping itu,
selanjutnya to contrast dijelaskan dalam The American College Dictionary, that
“contrast : to set in opposition in order to show unlikeness, compare by observing
differences” ialah menempatkan dalam oposisi atau pertentangan dengan tujuan
memperlihatkan ketidaksamaan, mempertimbangkan, dengan jalan memperhatikan
perbedaan-perbedaan.
Analisis kontrastif, berupa prosedur kerja, yaitu aktivitas atau kegiatan yang
mencoba membandingkan struktur B1 dengan struktur B2 untuk mengidentifikasi
perbedaan-perbedaan antara kedua bahasa. Perbedaan-perbedaan antara dua bahasa
yang diperoleh dan dihasilkan melalui anakon, dapat digunakan sebagai landasan dalam
meramalkan atau memprediksi kesulitan-kesulitan atau kendala-kendala belajar
berbahasa yang akan dihadapi para siswa di sekolah, terlebih-lebih dalam belajar B2.
Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa linguistik kontrastif ialah berusaha untuk
membandingkan suatu bahasa yang tidak serumpun, sehingga diketahui persamaan dan
ketidaksamaan bahasa satu dan bahasa kedua yang dibandingkan yang melahirkan
prediksi seberapa tingkat kesulitan bagi seorang pembelajar dalam mempelajari bahasa
Arab.

1
Henri Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kontrastif, (Bandung : Angkasa), 2009, hlm. 6.
B. Pengertian analisis kontrastif

Menurut Kridalaksana, analisis kontrastif adalah “metode sinkronis dalam


analisis bahasa untuk menunjukkan persamaan dan perbedaan antara bahasa-bahasa
atau dialek-dialek untuk mencari prinsip yang dapat diterapkan dalam masalah praktis,
seperti pengajaran bahasa dan penerjemahan” (Kridalaksana, 1993: 13).
Analisis kontrastif adalah suatu prosedur kerja yang membandingkan struktur
B1 dan struktur B2 untuk mengidentifikasi perbedaan antara kedua bahasa tersebut.
Perbedaan-perbedaan antara dua bahasa yang diperoleh melalui analisis kontrastif,
dapat digunakan sebagai acuan dalam memprediksi kesulitan-kesulitan belajar
berbahasa yang akan dihadapi oleh para siswa di sekolah, terutama dalam belajar B2
(Tarigan, 2009: 5).

C. Sintaksis

Sistem gramatika biasanya dibagi atas subsistem morfologi dan subsistem


sintaksis. Subsistem morfologi membicarakan pembentukan kata dari satuan-satuan
yang lebih kecil, yang lazim disebut morfem menjadi satuan yang statusnya lebih tinggi
yang siap digunakan dalam subsistem sintaksis. Subsistem sintaksis membicarakan
penataan dan pengaturan kata-kata itu ke dalam satuan-satuan yang lebih besar, yang
disebut satuan-satuan sintaksis, yakni kata, frase, klausa, kalimat dan wacana (Chaer
2009: 3).
Sintaksis berasal dari bahasa Yunani yaitu “sun” yang berarti “dengan” dan
kata “tattein” yang berarti “menempatkan”. Secara etimologi, sintaksis berarti
menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok atau kalimat. Sintaksis
adalah tatabahasa yang membahas hubungan antar kata dalam tuturan. Secara umum,
struktur sinstaksis yaitu subjek (S), predikat (P), objek (O) dan keterangan (K). Fungsi-
fungsi sintaksis tersebut merupakan “kotak-kotak kosong” yang tidak bermakna apa-
apa karena kekosongannya. Agar kotak kosong tersebut mempunyai makna, maka
harus diisi oleh sesuatu yang mempunyai ketegori dan peran tertentu(Irawati 2009:
100).
Asrori (2004: 25) sintaksis sering disebut sebagai tataran kebahasaan terbesar.
Menurut Ramlan (1976) sintaksis adalah bagian dari tatabahasa yang mengkaji struktur
frase dan kalimat. Hal ini selaras dengan yang dikemukakan Bloch dan Trager (dalam
Tarigan, 1986) bahwa sintaksis adalah analisis mengenai konstruksi-konstruksi yang
hanya mengikutsertakan bentuk-bentuk bebas. Dari pernyataan tersebut dapat
dikemukakan bahwa sintaksis mengkaji hubungan antar kata dalam suatu konstruksi.
Asrori (2004: 31) mendeskripsikan bahwa sintaksis pada dasarnya merupakan cabang
linguistik yang membahas kontruksi kebahasaan yang bermodalkan kata. Maksudnya,
modal terkecil pembangun kontruksi yang menjadi objek kajian sintaksis yaitu kata.
1. Fungsi sintaksis
Satuan sintaksis yang besar terjadi dari satuan-satuan yang lebih kecil yang
berhubungan satu sama lain secara fungsional (Kridalaksana 2002: 49). Misalnya
klausa terjadi dari gabungan kata dengan kata atau frase dengan frase yang
berhubungan secara fungsional. Begitu pula frase terjadi dari gabungan kata dengan
kata dengan hubungan fungsional.

2. Satuan sintaksis
Secara hierarkial dibedakan adanya lima macam satuan sintaksis, yaitu kata,
frase, klausa, kalimat, dan wacana (Chaer 2009: 37).
Wacana
Kalimat
Klausa
Frase
Kata

a) Kata
Secara gramatikal kata mempunyai dua status. Sebagai satuan terbesar dalam
morfologi, dan sebagai satuan terkecil dalam sintaksis (Chaer 2009: 37).
Sebagai satuan terbesar dalam satuan morfologi, kata dibentuk dari bentuk dasar
(yang dapat berupa morfem dasar terikat maupun bebas, atau gabungan morfem)
melalui proses morfologi afiksasi, reduplikasi, atau komposisi (Chaer 2009: 37-38)
b) Frase
Frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata
yang bersifat non-predikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah
satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. Menurut Chaer (2009: 39) frase dibentuk dari
dua buah kata atau lebih, dan mengisi salah satu fungsi sintaksis.

S P O Ket
Adik saya Suka makan Kacang goreng Dikamar

Semua fungsi klausa di atas diisi oleh sebuah frase: fungsi S diisi oleh frase Adik
saya, fungsi P diisi oleh frase suka makan, fungsi O diisi oleh frase kacang goreng, dan
fungsi keterangan diisi oleh frase di kamar.
Sebagai pengisi fungsi-fungsi sintaksis frase-frase juga mempunyai kategori
(Chaer 2009: 39). Kategori-kategori tersebut meliputi frase nominal yang mengisi
fungsi S atau fungsi O, frase verbal yang mengisi fungsi P, frase adjektifal yang mengisi
fungsi P, dan frase preposisional yang mengisi fungsi keterangan.
c) Klausa
Klausa merupakan satuan sintaksis yang berada di atas satuan frase dan di
bawah satuan kalimat, berupa runtutan kata-kata berkontruksi predikatif (Chaer 2009:
41).
Klausa berupa satuan kebahasan dan minimal dibentuk oleh S dan P atau tema
dan rema, atau dalam bahasa Arab disebut musnad ilaih dan musnad. Dari dua unsur
yang membentuk klausa tersebut, dapat diketahui bahwa klausa merupakan tataran
yang lebih besar dari pada frase. Hubungan antar unsur dalam frase tidak melebihi batas
fungsi atau tidak predikatif.Sedangakan hubungan antar unsur dalam klausa harus
bersifat predikatif dan tentunya juga melebihi batas fungsi (Asrori 2004: 69).
d) Kalimat
Kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang
biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai
dengan intonasi final (Chaer 2009:44).
e) Wacana
Sebagai satuan tertinggi dalam hierarki sintaksis, wacana mempunyai
pengertian yang lengkap atau utuh, dibangun oleh kalimat atau kalimat-kalimat. Dalam
pembentukan sebuah wacana yang utuh, kalimat-kalimat itu dipadukan oleh alat-alat
pemaduan, yang dapat berupa unsur leksikal, unsur gramatikal, ataupun unsur semantik
(Chaer 2009: 47)
Sintaksis dalam bahasa Arab disebut sebagai ilmu nahwu.Adapun struktur
sintaksis dalam bahasa Arab yaitu:
Struktur kalimat yang terdiri atas mubtada‟ (subjek) dan khabar (predikat).
Struktur kalimat yang terdiri atas fi‟il (verba), fa‟il (pelaku) dan maf‟ul-bih (objek)
(Irawati 2009: 107-108).

3. Ilmu Nahwu
Nahwu secara bahasa berarti jalan, jihah (arah), sisi, ukuran, contoh dan tujuan.
Sedangkan nahwu secara istilah yaitu ilmu perubahan kalimah Arab terhadap pola
susunannya yang berupa.

D. Munada
Munada adalah isIm manshub yang jatuh setelah huruf nida‟(Anwar, 2010).
Munada adalah kata benda (isim) yang disebut sesudah huruf dari salah satu huruf-
huruf nida(seruan). Atau isim yang dipanggil dengan mempergunakan huruf-huruf
panggilan (huruf nida) agar yang dipanggil mendatangi atau menoleh kepada orang
yang memanggil Munada termasuk sintaksis yang berupa kata dan frase, karena
munada terkadang berupa gabungan kata yang bersifat non-predikatif, atau gabungan
kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis dalam kalimat. Misalnya, ‫ يازيد‬yang
merupakan fungsi frase S (subjek) yaitu Zaid.
Nida secara bahasa yaitu masdar dari ‫نادى‬yang berarti menyeru dengannya.
Sedangkan nida menurut istilah yaitu permintaan untuk menghadap dengan huruf “ya”
dan sejenisnya.Maksudnya, seruan terhadap orang yang diajak bicara dan
mengingatkannya untuk diperhatikan serta mendengarkan sesuatu yang diharapkan
oleh si pembicara. Susunan nida paling sedikit ada dua, yaitu huruf nida‟dan sesuatu
yang diserU (Babati 2009: 1098).

Macam-macam Munada

Menurut Moh. Anwar (2010: 151-152) Munada ada lima macam, yaitu:
1) Munada Mufrad Alam (bukan mudhaf dan bukan syibhul mudhaf ).
Yaitu lafaz yang berbentuk mudhaf dan tidak diserupakan dengan mudhaf. Menurut
Ibnu Aqil (2009:684) apabila berupa mufrad.
2) Munada Nakirah Maqsudah (isim nakirah yang tentu).
Yaitu menyeru seseorang yang tidak diketahui namanya. ‫يا رجل‬: Hai laki-laki!
Bimbinglah tanganku ini.
‫رجل‬: munada mabni rafa‟ dengan tanda rafa‟-nya berupa dhummah karena ism mufrad
3) Munada Nakirah Ghairu Maqsudah
Yaitu nakirah yang tidak ditentukan
4) Munada Mudhof.
Yaitu munada dengan lafaz yang di-idhafah-kan.
5) Munada Syibhul-Mudhaf.
Yaitu munada yang diserupakan dengan mudhaf
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa munada isim yang dipanggil dengan
mempergunakan huruf-huruf panggilan (huruf nida).
Huruf munada ada 7 : ‫ وا‬,‫ آ‬,‫ أي‬,‫ هيأ‬,‫ أيا‬,‫ أ‬,‫يا‬
Huruf Nida ( ‫ ) أ‬digunakan untuk menyeru sesuatu yang dekat.‫هيا‬,‫يا‬,‫ أيا‬dan (‫)آ‬
untuk menyeru sesuatu yang jauh. (‫ )يا‬untuk semua munada, baik dekat, jauh atau
sedang.
Sedangkan jika (‫ )يا‬ditentukan dalam menyeru nama Allah ta’ala, sehingga
nama Allah tidak boleh diseru dengan yang lainnya, dan dalam istighatsah (permintaan
tolong), sehingga tidak diperbolehkan meminta tolong dengan selain (‫)يا‬
Huruf . (‫ )يا‬dan (‫ )وا‬ditentukan untuk nudbah, sehingga selain keduanya tidak
bisa digunakan untuk nudbah, namun (‫ )وا‬dalam nudbah lebih banyak digunakan

1. Kata seruan dalam bahasa indonesia


Setelah mengetahui pengetian kata seruan (munada), dapat diketahui juga
bahwa kata seruan dalam Bahasa Indonesia adalah kata seruan yang biasa
digunakan sehari-hari untuk memanggil.
Kata “wahai” biasa nya di pangggil untuk memanggil seseorang. Contohnya :
wahai anisah, tolong ambilkan kopi! Kata “wahai” tersebut merupakan kata seruan,
bahwa dengan adanya kata “wahai” tersebut kita benar-benar memanggil orang
tersebut
2. Kata seruan dalam bahasa arab
Sama halnya dalam bahasa Indonesia, dalam bahasa Arab pun terdapat kata
seruan yang biasanya digunakan dan fungsinya pun sama untuk memanggil
seseorang, namun dalam bahasa Arab dikenal dengan nama munada, dan ditentukan
oleh jauh dan dekat..
Namun dalam bahasa arab terdapat macam-macam munada dan berbeda fungsinya.
a. Munada mufrod alam
b. Munada nakiroh maksudah
c. Munada nakiroh ghoer maksudah
d. Munada mudlof
e. Munada Al-musyabbih bil-mudlof
1. Munada Mufrod Alam
Yaitu munada yang terdiri dari kata nama tunggal (tidak terdiri dari dua
kata). Contoh :
‫ زيْد‬، ‫ مح َّمد يا‬، ‫اطمة يا‬
ِ ‫ ف‬، ‫زيْنب يا‬
Munada mufrod alam ini hukumnya mabni dlommah.
2. Munada Nakiroh maksudah
Yaitu munada yang terdiri dari isim nakiroh, yang ditujukan kepada pihak
tertentu. Contoh :
‫ رجل‬، ‫ ا ِْمرأة يا‬، ‫ ولد يا‬، ‫ ِب ْنت يا‬، ‫ ِت ْل ِميْذ يا‬، ‫ِت ْل ِميْذة يا‬
Munada nakiroh maksudah ini hukumnya sama dengan munada mufrod
alam, yaitu harus dibaca mabni dlommah tanpa tanwin.
3. Munada Nakiroh Ghoer Maksudah
Yaitu munada yang terdiri dari isim nakiroh, yang tidak ditujukan kepada
pihak tertentu.
Contoh :
‫ رجلا‬، ‫ ا ِْمرأة ا يا‬، ‫ ولداا يا‬، ‫ بِ ْنتاا يا‬، ‫ تِ ْل ِم ْيذاا يا‬، ‫تِ ْل ِميْذةا يا‬
Munada nakiroh ghoer maksudah ini hukumnya harus dibaca nasab.
4. Munada Mudlof
Yaitu munada yang terdiri dari dua kata yang telah menjadi satu arti. Contoh
:
‫ للاِ عبْد‬، ‫ للاِ رس ْول يا‬، ‫اء ربَّ يا‬
ِ ‫السَّم‬
Munada mudlof ini, hukumnya harus dibaca nasab.
5. Munada Al-musyabbihu bil-mudlof
Yaitu munada yang terdiri dari dua kata dan kata yang keduanya merupakan
penyempurna bagi pengertian kata yang pertama.
Contoh :

Wahai yang cakap wajahnya


‫وجْ هه ج ِم ْيلا يا‬
Wahai yang mendaki gunung
‫جبلا طا ِل اعا يا‬
Wahai yang keras hatinya
‫ق ْلبه قا ِسياا يا‬
Wahai yang memukul Zaed
‫ارباا يا‬
ِ ‫ز ْيداا ض‬
Munada al-musyabbah bil-mudlof ini hukumnya, harus dibaca nasab.

Munada Al-MuKhalla Bi Al
Menghimpun huruf nida dengan al selain nama Allah dan jumlah yang
dijadikan sebagai nama seseorang hukumnya tidak boleh, dan diperbolehkan apabila
beserta asma Allah dan makhiyul juma.

E. Perbandingan kata seruan dalam bahasa indonesia dan bahasa arab

Persamaan dan perbedaan kata seruan

No. Aspek Bahasa indonesia Bahasa arab


1. Huruf nida (panggilan) - 
2. Panggilan jarak - 
3. I’rab - 
Pada table di atas, dapat dijelaskan bahwa pada poin pertama, kata seruan dalam
Bahasa Indonesia tidak menggunakan huruf nida (panggilan) sedangakan dalam bahasa
arab menggunakannya. Maka dari itu, dapat ditentukan tingkat kesulitanya ialah, tiada
persamaan. Namun pada poin kedua, kata seruan pada Bahasa Indonesia tidak
dipengaruhi oleh panggilan jarak, Sedangkan dalam Bahasa Arab memperhatikan apakah
pangggilan itu untuk jarak jauh dan apakah untuk jarak dekat. Dan huruf nya pun di
tentukan. Maka dari itu, tingkat kesulitannya adalah “tiada persamaan” berarti akan
sangat sulit sang anak memahami materi tersebut. Kemudian, ketiga, sama halnya seperti
yang kedua, yang ketiga pun tingkat kesulitannya adalah “tiada persamaan” karena
dalam Bahasa Indonesia kata seruan tidak dipengaruhi oleh i’rab sebaliknya dengan
Bahasa Arab, i’rab itu mempengaruhi kata seruan dalam bahasa arab. Oleh karena itu, akan
sangat sulit mengajarkan materi tersebut kepada sang anak.
Dalam bahasa indonesia kata seruan tidak mengenal yang namanya jarak. Dalam
memanggil tidak ada kata untuk memanggil kepada orang yang dekat dan tidak ada kata
untuk memanggil kepada orang yang jauh.
Sedangkan dala bahasa arab mengenal itu semua. Huruf nida untuk memanggil
yang jauh adalah ‫أيا‬,‫هيا‬,‫آ‬,‫أي‬،‫ يا‬.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan

Munada adalah isIm manshub yang jatuh setelah huruf nida‟(Anwar,


2010). Munada adalah kata benda (isim) yang disebut sesudah huruf dari salah
satu huruf-huruf nida(seruan). Atau isim yang dipanggil dengan
mempergunakan huruf-huruf panggilan (huruf nida) agar yang dipanggil
mendatangi atau menoleh kepada orang yang memanggil Munada termasuk
sintaksis yang berupa kata dan frase, karena munada terkadang berupa
gabungan kata yang bersifat non-predikatif, atau gabungan kata yang mengisi
salah satu fungsi sintaksis dalam kalimat. Misalnya, ‫ يازيد‬yang merupakan fungsi
frase S (subjek) yaitu Zaid.

Munada ada lima macam, yaitu:


a. Munada Mufrad Alam (bukan mudhaf dan bukan syibhul mudhaf ).
Yaitu lafaz yang berbentuk mudhaf dan tidak diserupakan dengan mudhaf.
Menurut Ibnu Aqil (2009:684) apabila berupa mufrad.
b. Munada Nakirah Maqsudah (isim nakirah yang tentu).
Yaitu menyeru seseorang yang tidak diketahui namanya. ‫يا رجل‬: Hai laki-laki!
Bimbinglah tanganku ini.
‫رجل‬: munada mabni rafa‟ dengan tanda rafa‟-nya berupa dhummah karena ism
mufrad
c. Munada Nakirah Ghairu Maqsudah
Yaitu nakirah yang tidak ditentukan
d. Munada Mudhof.
Yaitu munada dengan lafaz yang di-idhafah-kan.
e. Munada Syibhul-Mudhaf.
Yaitu munada yang diserupakan dengan mudhaf
DAFTAR PUSTAKA

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik: Edisi Keempat. Jakarta : Gramedia


Pustaka Utama
Tarigan, Henri Guntur. 2009. Pengajaran Analisis Kontrastif. Bandung : Angkasa
Ubay,
Nuris sirajul, 2009.attobi’iyah aljadidah tasikmalaya : ponpes baitul hikmah
Djuha, Djawahir. Tatabahasa Arab (Ilmu Nahwu). Bandung: Sinar Baru. 1989.
Rahman, Salimudin A. Tata Bahasa Arab Untuk Mempelajari Al-Qur’an. Bandung:
Sinar Baru Algesindo. 2004.
Umam, Chatibul. Pedoman Dasar Ilmu Nahwu. Jakarta: Darul Ulum Press. 2000.

Anda mungkin juga menyukai