Anda di halaman 1dari 12

I.

JUDUL : SEDIAAN KAPSUL DAN PIL TETES (DRIPPING PILIS)

II. TUJUAN :
 Memahani prinsip dasar formulasi kapsul dan sediaan pil tetes dengan
bahan aktif dari bahan alam
 Melakukan pengujian mutu fisik sediaan kapsul
 Melakukan pengujian dan mengevaluasi sifat fisik sediaan pil tetes

III. DASAR TEORI


Menurut Dirjen POM (1979), kapsul adalah sediaan obat terbungkus
cangkang kapsul, keras atau lunak. Sedangkan menurut Ansel (2005), kapsul dapat
didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu macam obat atau lebih dan/
atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah kecil
yang dapat larut dalam air. Kapsul adalah bentuk sediaan obat terbungkus cangkang
kapsul keras atau lunak. Cangkang kapsul dibuat dari gelatin dengan atau tanpa zat
tambahan lainnya.Cangkang juga dapat dibuat dari Metilselulosa atau bahan
lainnya yang cocok (Anief, 2012).
Gelatin bersifat stabil diudara bila dalam keadaan kering, akan tetapi mudah
mengalami peruraian oleh mikroba bila menjadi lembab dan bila disimpan dalam
larutan berair. Oleh karena itu, kapsul gelatin yang lunak mengandung lebih banyak
uap air daripada kapsul keras, pada pembuatannya ditambahkan bahan pengawet
untuk mencegah timbulnya jamur dalam cangkang kapsul. Biasanya kapsul keras
gelatin mengandung air antara 9-12 %. Bilamana disimpan dalam lingkungan
dengan kelembapan yang tinggi, penambahan uap air akan diabsorbsi oleh kapsul
dan kapsul keras akan rusak dari bentuk kekerasannya. Sebaliknya dalam
lingkungan udara yang sangat kering, sebagian uap air yang ada didalam kapsul
gelatin mungkin akan hilang, dan kapsul menjadi rapuh bahkan akan remuk bila
dipegang (Ansel, 1989).
Bentuk kapsul bermacam-macam misalnya bulat, oval, panjang dan
silinder. Biasanya kapsul dibuat dari gelatin USP yang dikeruhkan dengan TiO2
(putih) dan diberi warna bervariasi sesuai yang diinginkan untuk membedakan
isinya. Biasanya tutup wadahnya diberi warna yang berbeda. Ukuran kapsul juga
dibedakan oleh panjang dan diameter dari kapsul yang dinyatakan dalam angka-
angka. Kapasitasnya tergantung dari jenis zat yang dimasukkan. Biasanya bisa
voluminiud, kapasitasnya lebih kecil (Chaerunnisa, 2009).
Ukuran kapsul menunjukkan ukuran volume dari kapsul dan dikenal ada 8
macam ukuran, yaitu 000, 00, 0, 1, 2,3,4 dan 5. Ukuran 000 adalah ukuran kapsul
untuk hewan, sedangkan untuk pasien, ukuran terbesar adalah 00 (Anonim,
2007).II.1.2 Macam-macam Kapsul

Macam-macam kapsul menurut Anief (1986), yaitu:


1. Kapsul gelatin keras
Kapsul gelatin keras merupakan kapsul yang mengandung gelatin, gula,
dan air. Kapsul dengan tutup diberi warna-warna. Diberi tambahan warna
adalah untuk dapat menarik dan dibedakan warnanya. Menurut besarnya, kapsul
diberi nomor urut dari besar ke kecil sebagai berikut: no. 000; 00; 0; 1; 2; 3.
Kapsul harus disimpan dalam wadah gelas yang tertutup kedap, terlindung dari
debu, kelembaban dan temperatur yang ekstrim (panas).
2. Kapsul cangkang lunak
Kapsul lunak merupakan kapsul yang tertutup dan diberi warna macam-
macam. Perbedaan komposisi kapsul gelatin lunak dengan kapsul gelatin keras
yaitu gula diganti dengan plasticizer yang membuat lunak, 5% gula dapat
ditambahkan agar kapsul dapat dikunyah. Sebagai plasticizer digunakan
gliserin dan sorbitol atau campuran kedua tersebut, atau polihidris alkohol lain.
3. Kapsul cangkang keras
Kapsul cangkang keras biasanya diisi dengan serbuk, butiran, atau
granul. Bahan semi padat atau cairan dapat juga diisikan ke dalam kapsul
cangkang keras, tetapi jika cairan dimasukkan dalam kapsul, salah satu teknik
penutupan harus digunakan untuk mencegah terjadinya kebocoran. Kapsul
cangkang keras dapat diisi dengan tangan. Cara ini memberikan kebebasan bagi
penulis resep untuk memilih obat tunggal atau campuran dengan dosis tepat
yang paling baik bagi pasien. Fleksibelitas ini merupakan kelebihan kapsul
cangkang keras dibandingkan bentuk sediaan tablet atau kapsul cangkang
lunak.
Cara pembuatan kapsul menurut Syamsuni (2006), yaitu:
1. Tangan
Cara ini merupakan cara yang paling sederhana karena menggunakan
tangan tanpa bantuan alat lain. Cara ini sering dikerjakan di apotek untuk melayani
resep dokter, dan sebaiknya menggunakan sarung tangan untuk mencegah alergi
yang mungkin timbul. Untuk memasukkan obat kedalam kapsul dapat dilakukan
dengan membagi serbuk sesuai jumlah kapsul yang diminta. Selanjutnya, tiap
bagian serbuk tadi dimasukkan kedalam badan kapsul lalu ditutup.
2. Alat bukan mesin
Alat yang dimaksud ini adalah alat yang menggunakan tangan manusia.
Dengan alat ini, akan didapatkan kapsul lebih seragam dan pengerjaan yang dapat
lebih cepat karena dapat dihasilkan berpuluh-puluh kapsul. Alat ini terdiri atas dua
bagian, yaitu bagian yang tetap dan yang bergerak.

Cara pengisiannya yaitu :


1. Buka bagian-bagian kapsul
2. Badan kapsul dimasukkan ke dalam lubang pada bagian obat yang tidak
bergerak/ tetap.
3. Taburkan serbuk yang akan dimaksudkan kedalam kapsul.
4. Ratakan dengan bantuan alat kertas film.
5. Tutup kapsul dengan cara merapatkan atau menggerakkan bagian alat yang
bergerak.
6. Alat mesin
Untuk memproduksi kapsul secara besar-besaran dan menjaga keseragaman
kapsul, perlu digunakan alat otomatis mulai dari membuka, mengisi sampai
menutup kapsul.

Cangkang kapsul
Ukuran cangkang kapsul keras bervariasi dari nomor paling kecil (5) sampai
nomor paling besar (000), kecuali ukuran cangkang untuk hewan. Umumnya
ukuran (00) adalah ukuran terbesar yang dapat diberikan kepada pasien ( Dirjen
POM, 1995).
Kapsul harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Keseragaman bobot (bervariasi antara 7,5 % - 20 %)
2. Keseragaman isi zat yang berkhasiat
3. Waktu hancur, yaitu tdak boleh dari 15 menit
4. Disimpan dalam wadah yang tertutup rapat. (Anief, Moh., 1997)

Pengisian cairan ke dalam kapsul keras :


1. Zat-zat setengah cair atau cairan kental
Misalnya ekstrak-ekstrak kental dalam jumlah kecil dapat dikapsul
sebagai serbuk sesudah dikeringkan dengan bahan-bahan inert, tetapi kalau
jumlahnya banyak yang jika dikeringkan membutuhkan terlalu banyak bahan
inert, maka dapat dibuat seperti massa pil dan dipotong-potong sebanyak yang
diperlukan baru dimasukkan ke dalam cangkang keras dan direkat.
2. Cairan-cairan
Untuk cairan seperti minyak-minyak lemak dan cairan lain yang tidak
melarutka gelatinnya dapat langsung dimasukkan dengan pipet yang telah ditara.
Sesudah itu tutup kapsul harus ditutup (diseal) supaya cairan yang ada di
dalamnya tidak bocor atau keluar. Untuk cairan-cairan seperti minyak menguap,
kreosot, atau alcohol yang akan bereaksi dengan minyak lemak sampai kadarnya
di bawah 40% sebelum dimasukkan ke dalam kapsul, kapsul diletakkan dalam
posisi berdiri pada sebuah kotak, kemudian cairan diteteskan dengan pipet yang
sudah ditara dengan tegak lurus, setelah iu ditutup (Anonim, 2007).

Faktor-faktor yang merusak cangkang kapsul :


1. Mengandung zat-zat yang mudah mencair (higroskopis)
Zat ini tidak hanya menghisap lembab udara tetapi juga akan menyerap air
dari kapsulnya sendiri sehingga menjadi rapuh dan mudah pecah. Penambahan
lactose/amylum akan menghambat proses ini. Contoh: kapsul yang mengandung
KI, NaI, NaNo2, dsb.
2. Mengandung campuran eutecticum
Zat yang dicampur akan memilih titik lebur lebih rendah daripada titik
lebur semula sehingga menyebabkan kapsul rusak/lembek. Contohnya kapsul
yang mengandung asetosal dengan hexamine atau champor dengan menthol. Hal
ini dapat dihambat dengan mencampur masing-masing dengan bahan inert lalu
keduanya dicampur.
3. Mengandung minyak menguap, kreosot, atau alcohol
4. Penyimpanan yang salah
a. Di tempat lembab, cangkang menjadi lunak dan lengket serta sukar dibuka
karena kapsul tersebut menghisap air dari udara yang lembab tersebut
b. Di tempat terlalu kering, kapsul akan kehilangan air sehingga menjadi
rapuh dan mudah pecah.

Cara penyimpanan kapsul


Gelatin bersifat stabil di udara bila dalam keadaan kering, akan tetapi
mudah mengalami peruraian oleh mikroba bila menjadi lembab atau bila disimpan
dalam larutan berair. Oleh karena itu kapsul gelatin yang lunak pada
pembuatannya ditambahkan bahan pengawet untuk mencegah timbulnya jamur
dalam cangkang kapsul. Bila mana di simpan dalam lingkungan dengan
kelembaban yang tinggi, penambahan uap air akan di absorpsi (diserap) oleh
cangkang kapsul dan kapsul tersebut akan mengalami kerusakan dari bentuk dan
kekerasannya (Ansel, 1989).
Cangkang kapsul kelihatannya keras, tetapi sebenarnya masih
mengandung air dengan kadar 10-15% menurut Farmakope Indonesia edisi IV
dan 12-16% menurut literatur dari Syamsuni 2006. Jika disimpan di tempat yang
lembab, kapsul akan menjadi lunak dan melengket satu sama lain serta sukar
dibuka karena kapsul itu dapat menyerap air dari udara yang lembab. Sebaliknya,
jika disimpan di tempat yang terlalu kering, kapsul itu akan kehilangan airnya
sehingga menjadi rapuh dan mudah pecah (Syamsuni, 2006).
Oleh karena itu, menurut Syamsuni (2006), penyimpanan kapsul
sebaiknya dalam tempat atau ruangan yang:
1. Tidak terlalu lembab atau dingin dan kering.
2. Terbuat dari botol-gelas, tertutup rapat, dan diberi bahan pengering (silika
gel).
3. Terbuat dari aluminium-foil dalam blister atau str.
Keuntungan kapsul menurut Syamsuni (2006), yaitu:
1. Bentuknya menarik dan praktis.
2. Cangkang kapsul tidak berasa sehingga dapat menutupi obat yang berasa dan
berbau tidak enak.
3. Mudah ditelan dan cepat hancur atau larut dalam lambung sehingga obat cepat
diabsorpsi.
4. Dokter dapat mengkombinasikan beberapa macam obat dan dosis yang
berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan pasien.
5. Kapsul dapat diisi dengan cepat karena tidak memerlukan bahan zat tambahan
atau penolong seperti pada pembuatan pil maupun tablet.

Kerugian kapsul menurut Syamsuni (2006), yaitu:


1. Tidak dapat untuk zat-zat yang mudah menguap karena pori-pori kapsul tidak
dapat menahan penguapan.
2. Tidak dapat untuk zat-zat yang higroskopis (menyerap lembab).
3. Tidak dapat untuk zat-zat yang dapat bereaksi dengan cangkang kapsul.
4. Tidak dapat diberikan untuk balita.
5. Tidak dapat dibagi-bagi.

Pil adalah suatu sediaan berupa massa bulat, mengandung satu atau lebih
bahan obat (FI III, 1979 : 23). Pil adalah sediaan kecil, berbentuk bulat atau bulat
telur untuk pemakaian dalam (Eric W. Martin, 1971 : 802). Pil adalah suatu
sediaan yang berbentuk bulat seperti kelereng mengandung satu atau lebih bahan
obat. Berat pil berkisar antara 100 mg sampai 500 mg. Pil kecil yang beratnya kira
– kira 30 mg disebut granula dan pil besar yang beratnya lebih dari 500 mg
disebut boli (Moh. Anief, 2008 : 80).
Berdasarkan beratnya, dibagi menjadi :
1. Bolus : beratnya lebih dari 300 mg
2. Pil : beratnya sekitar 60 – 300 mg
3. Granul : beratnya 1/3 – 1 grain (1 grain = 64,8 mg)
4. Parvul : beratnya kurang dari 1/3 grain
Syarat sediaan pil yang baik
a. Homogen ukuran, bentuk, warna dan dosisnya
b. Mempunyai kekenyalan, daya rekat, dan kekerasan tertentu.
c. Mempunyai waktu hancur tertentu

Dalam FI ed. III, pil harus memenuhi beberapa syarat :


a. Keseragaman bobot
b. Waktu hancur pil = Waktu hancur tablet
c. Tidak lebih dari 15 menit untuk pil tak bersalut
d. Tidak lebih dari 60 menit untuk pil bersalut gula dan bersalut selaput.
e. Pil bersalut enterik : 3 jam dalam larutan 0,06 N HCl dan tidak lebih dari 60
menit dalam larutan pendapar pH 6,8

Persyaratan pil dalam farmakope


1. Bobot pil ideal antara 100, 150 mg, rata-rata 120 mg. Oleh karena sesuatu hal
syarat ini seringkali tidak dapat dipenuhi
2. Syarat yang diberikan pada semua pil yang dipaparkan dalam farmakope dan
yang dapat dianggap berlaku untuk semua pil-pil, yakni pil-pil setelah
dimasukkan ke dalam asam klorida 0,04N pada 37 derajat dan dikocok-kocok
keras-keras sampai hancur.
3. Pada waktu penyimpanan bentuknya tidak boleh berubah, tidak begitu keras
sehingga dapat hancur dalam saluran pecernaan, dan pil salut enteric tidak
hancur dalam lambung tetapi hancur dalam usus halus.
4. Memenuhi keseragaman bobot. Timbang 20 pil satu -
persatu,hitung bobot rata -rata, penyimpangan terbesar terhadap
bobot rata-rata.
Untuk bobot rata-rata pil Penyimpangan rata-rata
18 pil 2 pil
100mg sampai 250 mg 10% 20%
250 mg sampai 500 mg 7,5% 15%
5. Memenuhi waktu hancur seperti tertera pada compresi yaitu dalam air 36–
38derajat pil selama 15 menit untuk pil tidak bersalut dan 60 menit untuk pil
yang bersalut.

Keuntungan sediaan pil :


a. Mudah digunakan / ditelan
b. Rasa obat yang tak enak dapat tertutupi
c. Relatif lebih stabil dibandingkan serbuk dan solutio
d. Sangat baik untuk sediaan yang penyerapannya dikehendaki secara lambat,
misal: Kathartika

Kerugian sediaan pil :


a. Obat yang dikehendaki memberikan aksi yang cepat
b. Obat yang dalam keadaan larutan pekat dapat mengiritasi lambung
c. Bahan Obat padat/serbuk yang voluminous dan Bahan Obat cair dalam jumlah
besar
d. Penyimpanan lama sering menjadi keras dan tidak memenuhi waktu hancur
e. Ada kemungkinan ditumbuhi jamur (dapat diatasi dengan bahan pengawet)

Prinsip pembuatan berdasarkan macam bahan obat


1. Pil yang mengandung obat berupa serbuk (padat).
Pil yang mengandung zat berkhasiat yang bersifat oksidator digunakan
Adeps Lanae atau Vaselinum sebagai zat pengikat Bolus Alba 100 mg tiap pil
sebagai zat pengisi. Pengunaan Adeps atau Vaselinum adalah kira-kira 1/6
berat zat padatnya. Caranya menambahkan sedikit-demi sedikit digerus dan
ditekan.
2. Pil yang mengandung obat berupa ekstrak kental.
Ekstrak kental direndam dengan Spiritus dilitus atau cairan lain yang
digunakan sebagai ekstrak dan dicampur dengan Liquiritiae Radix. Apabila
jumlahnya sedikit diperlukan Succus Liquiritiae sebagai tambahan zat
pengikat 1 g untuk 30 pil. Apabila jumlah ekstrak kental besar yaitu 1,5 g
lebih, kebutuhan Succus Liquiritae dapat dikurangi, bahkan tidak diperlukan
Succus Liquiritae tapi cukup dibuat dengan Liquiritae Radix saja, misalnya
Valerianae Extractum dan Secalis Cornuti Extractum spissum.
3. Pil dengan bahan-bahan khusus
a. Pil-pil yang mengandung senyawa Hydrargyrum:dibuat dengan
menggerus hydrargyrum, dengan sama berat Liquiritiae Radix dan air,
setelah tidak terlihat butir hydrargyum maka masa ditambah
Liquiritae Radix dan Succus Liquiritae secukupnya sampai
mendapat masa pil yang cocok. Bila jumlah Hydrargyrum kecil maka
dapat ditambahkanSuccus dan Liquiritiae Radix dalam perbandingan 1 : 2.
b. Pil yang mengandung Ferrosi Carbonas dan Ferrosi Iodium:Formula dapat
dilihat di Farmakope Belanda edisi V, untuk pil Ferrosi Carbonas setiap
pil mengandung50 mg dan formula untuk pembuatan 300 pil jadi
seluruh formula mengandung 15 g FerrosiCarbonas. Dibuat dengan
mereaksikan Ferrosis Sulfas dengan Natrii Bicarbonas di atas tangas
air.Sebagai pereduksi adalah Mel dan sebagai zat pembasah gliserin dan
air sampai berat tertentu. Halini dimaksudkan agar reaksi
pembentukan Ferrosis Carbonas berjalan sempurna yaitu gas
CO2 yang terjadi hilang.
c. Pil-pil yang mengandung garam-garam yang dapat menyerap air: Seperti
Natrii Iodium sering terjadi penggumpalan hingga sulit dibuat
masa pil yang baik. Untuk mencegahnya maka perlu diberi air
secukupnya biar larutan setelah itu baru dibuat masa pil.
d. Pil-pil dengan zat-zat higroskopik:
Seperti: Kalii Bromidum, Kalii Iodidum dan Natrii Salicylas
supaya digerus halus dan didalam mortar yang panas. Untuk pil yang
mengandung zat yang higroskopis sebagai zat pembasah
janganmenggunakan Aqua Glycerinata.
e. Pil-pil yang mengandung senyawa yang sangat Higroskopis:Digunakan
sebagai larutan seperti Calcii Bromidum, Calcii Chloridum, Kalii Acetas.
Jika didalam reseptertulis garamnya maka yang diambil sebagai
larutannya yang sebanding :
 Solutio Kalii Acetatis mengandung 331 / 3% Kalii Acetas.
 Solutio Calcii Bromidi mengandung 25% Calcii Bromidum.
 Solutio Calcii Chloridi mengandung 25% Calcii Chloridum.
 Solutio Ferri Chloridi mengandung 75% Ferri Chloridum.
Lrytan tersebut setelah ditimbang diuapkan sampai sisa airnya
kira-kira tinggal kurang dari 1 g untuk 30 pil. Harus diingat jangan
menguapkan Larutan Ferri Chloridum karena garam Ferrinya
akanterurai.
f. Pil-pil yang mengandung senyawa Codeinum base dengan garam
Ammonium atau Ichtammolum : Karena Codeinum base terhitung
mudah larut dalam air dan merupakan base lebih kuat dari
garamAmmonium, maka akan bereaksi dan timbul gas NH3 yang bebas
serta membuat pil jadi pecah.
g. Pil-pil yang dapat pecah karena zat-zat yang terkandung dapat bereaksi
hingga menimbulkan gas yang memecah pil. Supaya tidak terjadi jangan
menggunakan zat pembasah air yaitu dengan menggunakan zat pengikat
yang lain.
 Pil yang mengandung Ferrosi Carbonas dengan Acidum Citricum
akan menimbulkan gas CO2.
 Pil yang mengandung Meditrenum akan timbul gas CO2 karena
terjadi reaksi antara Iodochloroxychinolin Sulonas dengan Natrii
Bicarbonas.
 Pil yang mengandung Ferrum Reductum atau pulveratum dengan
asam seperti Acidum Cutricumakan bereaksi dan timbul gas H2
yang akan memecah pil.
h. Pil-pil yang mengandung Hydrargyri Chloridum : akan
menghilangkan selaput lendir dari lambung dan usus maka perlu
Hydrargyri Chloridum dalam keadaan yang halus. Untuk itu perlu
penambahan Natrii Chloridum untuk memudahkan Hydrargyri
Chloridum larut dalam air. Penambahan Natrii Chloridum adalah
setengah berat Sublimat dan dilarutkan dulu dengan air sama berat.
i. Pil-pil yang mengandung Diphantoinum Natrium:Jangan
menggunakan Liquiritiae Radix tetapi menggunakan Succus
Liquiritiae 1 bagian dan Amyilum 3 bagian dan sebagai zat pembasah
digunakan Sirupus Simplex. Hal ini untuk menjaga agar pil
lekashancur dalam lambung.
j. Pil-pil yang mengandung Quinini Sulfas:Ada dua macam yaitu yang
berwarna colkat dan berwarna putih.
k. Pil-pil yang mengandung zat pengikat yang bereaksi dengan asam :
Seperti Gentianae Extractum, Succus Liquiritiae dan Liquiritiae
Extractum. Bahan tersebut akan bereaksidengan Ferrum reductum,
Ferrum pulveratum yang menimbulkan gas H2 serta menyebabkan pil
menjadi menggelembung dan pecah. Bahan tersebut akan bereaksi
pula dengan Natrii Bicarbonas, Ferrosi Carbonas yang menimbulkan
gas CO2 serta menyebabkan pil menjadi menggelembung dan pecah.
Maka itu Succus Liquiritiae, Liquiritiae Extractum dan
Gentianae Extractum harus dinetralkan dulu dengan MgO 50 mg
tiap gram Ekstrak dan Succus.
l. Pil-pil yang mengandung Ekstrak kering :
a. Aloe Extractum Aquosum siccum, Rhamni Frangulae Extractum
Aquosum siccum, Rhamni PhursianaeExtractum siccum, Rhei
Extractum dapat dibuat pil cukup dangan Liquiritiae Radix dan zat
pembasahAqua Glyserinata.
b. Chinchonae Extractum siccum dan Colae Extractum siccum
memerlukan Succus Liquiritiae sebagai zat pengikat untuk dapat
dibuat masa pil.
c. Pil dengan ekstrak kering supaya dibuat keras jangan lembek agar
tidak berubah bentuk
Anief, M. 1986. Ilmu Farmasi. Jakarta: Ghalia Indonesia
Anief, Moh. 2012. Farmasetika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Anief, Moh. 1997, Ilmu Meracik Obat, Gajah Mada University Press, Yogyakarta
Arief, Moh..2006.Ilmu Meracik Obat.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Ansel, H.C. 1989. Penghantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi 4. Jakarta: UI Press.
Ansel, H.C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta: UI Press.
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 2007, Ilmu Resep Jilid I, Depkes RI, Jakarta
Chaerunnisa, A.Y. 2009. Farmasetika Dasar. Bandung : Widya Padjajaran
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi ke-IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.
Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta
Soetopo. 2004. Ilmu Resep Teori. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Syamsuni, H.A.2006. Ilmu Resep. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai