Anda di halaman 1dari 7

BAB 12

KETUBAN PECAH SEBELUM WAKTUNYA (KPSW)

Dosen Pengampu:

dr. M. Taufiqy Setiabudi,SpOG

Disusun Oleh:

Annisa Nurul Laila

P1337424419112

PRODI DIV KEBIDANAN SEMARANG DAN PROFESI BIDAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
JALAN TIRTO AGUNG, PEDALANGAN, BANYUMANIK, SEMARANG

Website: www.poltekkes-smg.ac.id telp: 0247460274


KETUBAN PECAH SEBELUM WAKTUNYA (KPSW)

1. Pengertian KPSW

KPSW adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda


persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebahagian
pecahnya ketuban secara dini terjadi sekitar usia kehamilan 37 minggu
( Manuaba , Ida Bagus Gde., 2001).

KPSW adalah robeknya selaput korioamnion dalam kehamilan


(sebelum onset atau waktu persalinan berlangsung. (Pedoman Diagnosis
dan terapi obstetric dan Ginekologi Rumah Sakit dr Hasan Sadikin,
Bandung, bagian OBGYN FK UNPAD) dibedakan menjadi :

a. PPROM (Preterm Premature Rupture of Membranes) : Ketuban pecah


pada saat usia kehamilan <37 minggu.
b. PROM (Premature Rupture of Membranes) : Ketuban pecah pada saat
usia kehamilan >37 minggu.
2. Etiologi KPSW
Etiologi terjadinya KPSW tetap tidak jelas, tetapi berbagai jenis
faktor yang menimbulkan terjadinya KPSW yaitu infeksi vagina dan
serviks, fisiologi selaput ketuban yang abnormal, inkompetensi serviks,
dan devisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin c).
(Manuaba, Ida Bagus Gde. 2007)

Selain itu menurut (Nugroho, Taufan . 2010) Penyebab lainnya adalah


sebagai berikut :

a. Serviks inkompeten, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena


kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, curetage)
b. Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda, hidrmion sehingga
mengakibatkan tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat
secara berlebihan (overdistensi uterus)
c. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang sehingga
tidak ada bagian terendah yng menutupi PAP yang dapat menghalangi
tekanan terhadap membran bagian bawah.
d. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk
PAP (sepalo pelvic disproporsi)
e. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput
ketuban dalam bentuk preteolitik sel sehingga memudahkan ketuban
pecah. ( Amnionitis/Korioamnionitis).
f. Faktor keturunan (ion Cu srum rendah, vitamin c rendah, kelainan
genetik)
g. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut
fase laten:
1) Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkianan infeksi
2) Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa
menimbulkan morbiditas janin
h. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam,
maupun amnosintesis menyebabkan terjadinya KPSW karena
biasanya disertai infeksi.
i. Faktor golongan darah
Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat
menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit
ketuban.
3. Patofisiologi KPSW
Menurut Norma (2013) KPSW biasanya terjadi karna berkurangnya
kekuatan membran atau penambahan tekanan intra uterin ataupun
sebaliknya. Kemungkinan tekanan intra uterin yang kuat adalah penyebab
independen dari KPSW dan selaput ketuban yang tidak kuat akibat
kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi akan mudah pecah dengan
mengeluarkan air ketuban.
Terjadinya KPSW ternyata ada hubungannya dengan hal-hal berikut :
a. Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban
pecah.
b. Selaput ketuban selalu tipis (kelainan ketuban).
c. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)
d. Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi, disproporsi, serviks
incompeten.
4. Diagnosa KPSW
Diagnosis KPSW didasarkan atas :
a. Riwayat pengeluaran cairan dalam jumlah besar secara mendadak atau
sedikit demi sedikit pervaginam.
b. Untuk menegakkan diagnosis dapat di ambil pemeriksaan inspekulo
untuk mengambil cairan pada forniks posterior :
1) Pemeriksaan Lakmus yang akan berubah menjadi biru – sifat basa
2) Fren tes cairan amnion
c. Pemeriksaan USG untuk mencari :
1) Afi (amniotic fluid index)
2) Aktivitas janin
3) Pengukuran BB janin
4) DJJ
5) Kelainan congenital atau deformitas
d. Membuktikan kebenaran ketuban pecah dengan jalan :
1) Aspirasi air ketuban untuk dilakukan :
a) Kultur cairan amnion
b) Pemeriksaan interleukin
c) Alfa fetoprotein
2) Penyuntikan indigo karmin ke dalam amnion serta melihat
dikeluarkannya pervaginal (Manuaba, Ida Bagus Gde, 2007).
5. Penanganan
Ketuban pecah sebelum waktunya pada usia kehamilan kurang dari
36 minggu, dilakukan tindakan konservatif. Tindakan konservatif adalah
istirahat berbaring, pemberian antibiotik, pematangan paru dan penilaian
tanda-tanda infeksisecara klinik maupun laboratorium.

Manuaba, Ida bagus Gde (2007) dalam tindakan pada ketuban pecah
sebelum waktunya dapat dilakukan dengan 3 tindakan :

a. Konservatif
1) Tirah baring untuk mengurangi keluarnya air ketuban sehingga
masa kehamilan dapat diperpanjang
2) Tirah baring dapat dikombinasikan dengan pemberian antibiotik
sehingga dapat menghindari infeksi
3) Antibiotic yang dianjurkan adalah :
4) Ampisilin dosis tinggi : untuk infeksi streptokokus beta
5) Eritromisin dosis tinggi : untuk Chlamidia Trachomatis dan
Ureoplasma dan lainnya
6) Bahaya menunggu terlalu lama adalah kemungkinan infeksi
semakin meningkat sehingga terpaksa harus dilakukan terminasi.
b. Tindakan aktif
Tindakan aktif adalah partus pervaginam dengan atau tanpa
induksi
Oksitosin, partus pervaginam dengan embriotomi dan seksio caesarea.
Tindakn aktif yang dilaksanakan antara lain :
1) Kehamilan < 32 minggu (taksiran berat janin < 2000 gram)
a) Janin mati dengan letak lintang maupun memanjang
dilakukan partus pervaginam dengan induksi oksitosin
b) Janin hidup dengan letak memanjang dilakukan partus
pervaginam dengan induksi oksitosin.
c) .Janin hidup dengan letak lintang memanjang dilakukan
persalinan dengan seksio sesarea.
2) Kehamilan <32-36 minggu (taksiran berat janin, 2000-2500 gram)
a) Janin mati jika letak lintang : partus pervaginam dengan
embriotomi. Janin letak memanjang : partus pervaginam
dengan induksi oksitosin.
b) Janin hidup jika letak lintang terdapat prolapsus tali pusat
dilakukan persalinan dengan seksio sesarea. Jika janin
memanjang dilakukan partus pervaginam dengan induksi
oksitosin.
3) Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal
seksio sesarea. Dapat juga diberikan misoprostol 50 mg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
4) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi, dan
persalinan di akhiri :
a) Bila skor pelvik < 5 , lakukan pematangan servik, kemudian
di induksi. Jika tidak berhasil lakukan persalinan dengan
seksio sesarea.
b) Bila skor pelvik > 5 , induksi
c. Tata laksana agresif

Tindakan agar dapatesif dilakukan jika ada indikasi vital


sehingga tidak dapat ditunda karena mengancam kehidupan janin atau
maternal. Indikasi vital yang dimaksut yaitu :

1) Infeksi intrauterin
2) Solusio plasenta
3) Gawat janin
4) Prolap tali pusat
5) Evaluasi DJJ menunjukan gawat janin
6) BB janin cukup viable untuk dapat beradaptasi di luar kandungan.
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba , Ida Bagus Gde., (2001). Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin


Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC

Krishadi, Sofie R.et all.editor.Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan


Ginekologi Rumah Sakit Dr.Hasan Sadikin. Bagian
Pertama.2005.Bandung.Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad,
Perjan RSHS

Manuaba Ida Bagus Gde., et al. 2007. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta:
EGC

Nugroho, Taufan. (2010). Buku Ajar Obstetri. Yogyakarta : Nuha Medika

Norma, N. Dwi, M. 2013. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta :


Medical
Book

Nugroho, T. 2012. Obstetri dan Ginekologi untuk Kebidanan dan


Keperawatan.
Yogyakarta : Medical Book

Anda mungkin juga menyukai