Bab 6 Teori Kinetik Edit
Bab 6 Teori Kinetik Edit
1 Pendahuluan
Termodinamika mencoba untuk menunjukkan hubungan antar variabel
berdasarkan eksperimen yang telah dilakukan, berdasarkan eksperimen itulah
hukum-hukum termodinamika ditemukan. Kemudian melalui suatu analisis
matematis, termodinamika mencoba untuk menemukan hubungan variabel lain
seperti kapasitas panas, koefisien ekspansi, dan lain sebagainya. Walaupun
termodinamika secara prinsip dapat memprediksi hubungan antara variabel seperti
Cv dan Cp, dan hubungan antara beberapa variabel terhadap tekanan, tetapi
termodinamika tidak dapat menunjukkan bagaimana harga Cv dan Cp tersebut
diturunkan berdasarkan substansi sistem yang kita amati.
Pandangan kita bahwa sistem yang kita amati terdiri dari sejumlah
partikel, mengajak kita untuk melihat prilaku partikel dalam sistem tersebut.
Kelakuan partikel ini kita pandang sebagai sebuah sampel yang akan kita
generalisasikan untuk menggambarkan sistem secara keseluruhan. Metode untuk
menggeneralisasikan ini dapat kita gunakan statistik dan teori peluang.
Teori kinetik memandang perilaku gerak partikel dan dampak yang
diakibatkannya, tentunya prilaku gerak partikel ini harus berlandaskan pada
hukum-hukum gerak mekanika baik mekanika klasik maupun mekanika quantum
bergantung dari syarat batas fisis yang berlaku dalam sistem tersebut, atau
bergantung dari kondisi yang kita ciptakan, sebagai contoh pendekatan yang kita
gunakan pada sistem partikel gas ideal.
Pendekatan lain yang dapat digunakan untuk menggambarkan keadaan
sistem (variabel makro yang dapat terukur) adalah dengan sistem kontak dengan
reservoar dan distribusi fisika statistik (fungsi distribusi yang dikaitkan dengan
jumlah partikel dan energi yang dimiliki partikel).
Ketika kita berbicara dengan metode sistem kontak dengan reservoar, hal
yang paling mendasar adalah menggambarkan fungsi yang diizinkan untuk
menggukur variabel-variabel mikro, sehingga untuk menentukan keadaan makro
63
64
yang diizinkan menjadi lebih mudah. Begitu pula dengan distribusi fisika statistik,
hal yang paling mendasar adalah memunculkan fungsi distribusi berdasarkan
syarat kondisi model yang diajukan, dimana fungsi distribusi partikel bergantung
dari prilaku energi yang dimiliki partikel.
n f (e ) ……………………………..(6.1)
Kemudian untuk menggambarkan variabel makro yang akan kita ukur, kita tinggal
mengkaitkannya dengan fungsi distribusi tersebut.
1 x
22,4 10 3
6,03 10 26
6,03 10 26
x 2,81 10 21 3x10 21
22.4 10 3
65
3. Partikel tersebar merata dalam seluruh ruang sehingga kita memiliki rapat
partikel yang homogen di semua tempat, dapat menggunakan persamaan
rapat partikel tiap satuan volume :
N
N
Vol
Dengan N adalah rapat partikel tiap satuan volume, N adalah jumlah
partikel yang terkandung dalam volume V dan V adalah volume yang
diamati. Untuk menyatakan jumlah partikel yang terkandung dalam
volume kecil V dapat dilakukan dengan mudah mengingat sistem ini
memiliki rapat muatan yang sama. Sehingga :
N =N/Vol =N/Vol
N=N. Vol …………………(6.2 )
N adalah jumlah partikel yang terkandung dalam elemenn volume V.
4. Jarak antara partikel lebih besar dibanding dengan jari-jari partikel. Dapat
kita tunjukkan dengan perhitungan berikut. Misalkan jari-jari atom
hidrogen diperkirakan 3x10-10 m. Jika 1 cm3 mengandung 3x10 21 partikel
maka jarak antar partikel dapat dilakukan sebagai berikut:
Volume yang ditempati 1x 106 m3
tiap partikel 21
3,33 x10 26 m3
3 x10
Sehingga jarak antar partikel
1 1
Vol 4 x 3,33 x 10 26
3 3 1
d 3 14.14 x 10 27 3
2.36 x 10 9 m
4 .π 3 x 3.14
Sehingga d > R.
5. Gaya tarik antar partikel diabaikan, energi yang muncul hanya terjadi jika
partikel bertumbukan.
6. Tumbukan yang terjadi antar partikel ataupun antar partikel dengan
dinding bersifat lenting sempurna sehingga dalam hal ini berlaku hukum
kekekalan energi mekanik. Dalam hal ini (lihat gambat 7.1) 1 = 2.
1
2
66
Gambar 6.1
Model tumbukan partikel dengan dinding
bersifat lenting sempurna.
0 0
2
A r 2 .( cos 0 ).( 0 ) 4r 2 …………………..(6.3)
r sin
A (elemen
r sin luas)
r
r
67
Gambar 6.2
Gambaran elemen luas dalam sistim koordinat bola
Sehingga kita dapat mendefinisikan rapat muatan tiap satuan luas sebagai
berikut :
N 2
N = N/A = r …………………...(6.4 )
4
Jadi jika kita menginginkan jumlah partikel yang terkandung dalam elemmen luas
A adalah sebagai berikut :
N N 2 N
ΔN 2
ΔA 2
r sin θ Δθ Δφ sin θ Δφ …………(6.5)
4ππ 4ππ 4π
Mengingat perubahan elemen luas A karena perubahan dan , maka dalam hal
ini N juga merupakan hasil perubahan dan , sehingga pernyataan di atas
menjadi:
N …………………………..(6.6)
ΔN θ, φ sin θ Δθ Δφ
4π
r sin
r
r
r
68
Gambar 6.3
Elemen volume pada sistem koordinat bola.
Dengan cara yang sama kita dapat menentukan rapat muatan tiap satuan
volume sebagai berikut :
N = N/Vol ………………………(6.7)
Elemen volume dapat dicari dengan mudah (lihat Gambar 6.3 di atas):
r 2π π
dVol r sin θ dr dθ dφ
2
0 0 0
4 3 ……………………….(6.8)
πrVol
3
Sehingga kita dapat menentukan jumlah partikel yang berada dalam elemen vol
V, hal ini karena perubahan ,,r , sehingga pernyataan jumlah partikel menjadi:
N 3N
,,r .r 2 .r. sin .. r. sin ..
4
3 ..r
3
4..r ………..(6.9)
h = v.t
A
Gambar 6.4
Penentuan harga N berdasarkan perubahan para meter , dan v
Sehingga
ΔN v
ΔN θ, φ,v sinθ Δθ Δφ
4π
dan ΔV ΔA cosθ h ΔA cosθ v Δt …………(6.11)
N,,v adalah rapat muatan tiap satuan luas akibat perubahan , dan v, maka
banyaknya partikel yang terkandung dalam elemen akibat perubahan , dan v
menjadi:
Nυ
θ, φ,υ υ sinθ cosθ Δθ Δφ ΔA Δt
4π
θ, φ,υ Nυ
ψθ, φ,υ υ sinθ cosθ Δθ Δφ ..……..(6.12)
A t 4π
Dengan mudah kita dapat mendefinisikan harga fluks dengan syarat batas tertentu,
misal , , , dan yakni :
70
1
ψθ, υ sin θ cosθ Δθ υ ΔN υ
2
1 1 π 1
ψ υ sin θ 0 2 υ ΔN υ υ ΔN υ
2 2 4
1
ψθ sin θ cosθ Δθ υ ΔN υ
2
1
ψ υ ΔN υ ……………….(6.13)
4
Pernyataan yang lebih umum tentang harga dapat dinyatakan lewat persamaan
harga kecepatan rata-rata, karena harga kecepatan rata-rata ini mewakili harga
kecepatan gerak partikel dalam sistem yang menjadi pengamatan kita. Persamaan
kecepatan rata-rata ini dapat diturunkan melalui :
1 …………………………………(6.14)
sehingga ψ υN
4
v2j=v sin
v2i=- v cos
1
2
v1j= v sin
71
Gambar 6.5
Prilaku partikel gas ideal menumbuk dinding secara lenting sempurna.
Dengan cara yang sama kita dapat menggunakan harga rata-rata kecepatan
kuadrat, yang dapat diturunkan dengan harga kaidah nilai rata-rata, sehingga
1
P m υ 2N
3
72
pernyataan fluks momentum atau tekanan dalam sistem gas ideal dapat dinyatakan
dengan:
………………………(6.17)
Kita tinjau persamaan yang telah kita peroleh tentang energi mekanik rata-rata
partikel gas ideal
yakni :
ek 1 m υ 2 , dan
2
3 3KT
ek KT, maka υ 2
2 m
n N
P NKT, didefinidi kan N ;n
V NA
K K
PV nKT PV N T R,
NA NA
maka PV NRT ……………………(6.18)
Persamaan di atas merupakan persamaan gas ideal dengan N adalah jumlah
partikel yang terkandung dalam sistem gas ideal.
6.5.2. Menentukan Persamaan Energi pada Sistem Gas Ideal yang Dibatasi
oleh Piston
P
dW Fdx
maka : dW P A dx PdV ……………….(6.19)
F PA
73
Untuk sistem yang diam (kerangka acuan yang diam) kecepatan partikel
menuju piston adalah :
0 υ1cosθ …………………(6.20)
Untuk sistem yang bergerak (kerangka acuan yang bergerak) kecepatan
partikel menuju piston adalah :
0 υ1cosθ u ……………………. (6.21)
Pandang kecepatan partikel setelah menumbuk piston :
Untuk sistem yang diam ( kerangka acuan yang diam) kecepatan partikel
menjauhi piston adalah :
t υ1cosθ 2u ...……………………(6.22)
Untuk sistem yang bergerak (kerangka acuan yang bergerak) kecepatan
partikel menjauhi piston adalah:
t υ1cosθ 2u .……………………..(6.23)
Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
do jarak partikel terhadap piston sebelum menumpuk piston, dt jarak partikel
terhadap piston setelah menumpuk piston, do’ jarak partikel terhadap piston
sebelum partikel menumbuk piston ketika piston bergerak, dt’ jarak partikel
terhadap piston setelah partikel menumbuk piston.
Mengingat besar kecepatan merupakan harga perbandingan jarak
perpindahan terhadap waktu maka penjelasan di atas lebih mudah difahami.
Sehingga jika piston bergerak maka kecepatan partikel menuju piston lebih kecil
dibandingkan dengan kecepatan partikel menuju piston ketika piston dalam
keadaan diam ,sehingga dalam hal ini 0 υ1cosθdan
ukecepatan partikel setelah
menumbuk piston menjadi 0 υ1cosθ
. 2u
Harga energi kinetik yang diberikan oleh partikel kepada dinding piston adalah :
u
0 1 . cos u
t 1 . cos 2u
do’
do do
75
e 1
2 .m( t cos 2u) 2 1 2 .m( 0 cos u) 2 t 0
e
.m 2 cos 4 cos u 4u2 2 cos 2 cos u u2 u; u2 0
1
2
ΔN υ,θ
ΔE
Δψ υ,θ Δe υΔN υ sin θ cosθ Δθ 2mυu cos
ΔAΔt ΔAΔt 2
ΔE ………………………..(6.26)
mυ2u sin θ cosθ Δθ N
ΔAΔt
Penurunan ini dapat kita lakukan terhadap perubahan dari 0 /2. Sehingga :
π
d 2E 2
1
0
d 2E
m.υ 2 .u.N cos 2θ dcosθ m.υ2 .N .u P.u
ΔA.Δt 1 3
ΔE
P. ΔE P. ΔA.Δt P.Δ.ΔV
ΔA.Δt t t
ΔE dW P dVol
76
…………………(6.27)
Berdasarkan persamaan di atas ,dapatlah kita pandang bahwa energi yang
diberikan sistem gas ideal kepada lingkungan sebesar dW = P dV.
N 1 f K f
U f N e f KT N T N R T ……….(6.29)
NA 2 2 NA 2
Dengan N adalah rapat partikel untuk tiap satuan volume. Sehingga harga energi
tiap satuan partikel dapat dinyatakan dengan :
f
u RT
2 …………………..(6.30)
Penurunan harga kapasitas panas dapat dilakukan dengan mudah. Jika
energi dalam merupakan fungsi dari temperatur dan volume u = f(T,V), maka
pernyataan perubahan energi dalam karena perubahan variabel temperatur dan
volume dapat diturunkan dengan menggunakan turunan parsial:
u u
du dT dV V kons tan dV 0
T V V T
u u ……………………..(6.31)
du dT, C V
T V T V
Sehingga pernyataan harga kapasitas panas pada volume konstan dapat dinyatakan
dengan :
77
d f f
CV RT R
dT 2 2 ……………………..(6.32)
Untuk menentukan harga kapasitas panas pada tekanan tetap dan harga
perbandingan antara CP terhadap CV dapat diturunkan lewat definisi yang
digunakan termodinamika untuk sistem gas ideal :
f f 2
CP CV R RR R , dan
2 2
f 2
R
Cp 2 f 2
………………….(6.33)
CV f f
R
2
6.6 Proses Transport
Sistem yang berada dalam kesetimbangan masih merupakan tinjauan kita
sampai saat ini. Pada bab-bab sebelumnya, sistem ini telah dijelaskan secara
umum. Meskipun keadaan setimbang sangat penting, tetapi tidak kalah penting
untuk meninjau sistem yang tidak berada dalam keadaan setimbang. Mengapa
keadaan ini perlu ditinjau? karena memang banyak permasalahan fisika yang
berkaitan dengan sistem makroskopik tidak berada dalam keadaan setimbang.
Pada subbab ini akan dibahas pengertian jalan bebas rata-rata, kemudian
dilanjutkan dengan aplikasi pada keadaan tidak setimbang yang sederhana. Proses
dari keadaan tidak setimbang menuju ke keadaan setimbang dinamakan proses
transport, karena dalam proses ini melibatkan kuantitas fisika tertentu yang
ditransportkan. Proses transport yang akan ditinjau adalah transport momentum,
energi dan molekul. Untuk masing-masing proses transport, kita akan mencari
koefisien viskositas, koefisien konduktifitas dan koefisien difusi-diri secara
berturut-turut.
V
A a
b a+a’ a’ A’
Gambar 6.9
Ilustrasi Lintasan Partikel dalam Menentukan Jalan Bebas Rata-rata
= (a + a’)2 …………………………(6.35)
atau apabila molekul-molekul tersebut identik sehingga a’ = a, maka diperoleh :
= d2 ……………………….(6.36)
dimana d = 2a adalah diameter molekul. Luas disebut penampang hamburan
total yang mengkarakterisasi tumbukan antar dua molekul.
Sekarang akan dihitung secara aproksimasi untuk waktu bebas rata-rata
molekul dalam dilute gas yang terdiri dari n molekul identik persatuan volume.
Diasumsikan bahwa penampang hamburan total diketahui. Fokuskan perhatian
pada molekul A dalam waktu yang singkat. Molekul ini bergerak dengan
1
l ……………………………(6.41)
2n
Persamaan keadaan sebuah gas ideal menggambarkan n dalam tekanan rata-rata
p dan temperature mutlak T dari gas. Yaitu p nkT sehingga persamaan (6.41)
menjadi :
kT
l …………………………….(6.42)
2 p
Terlihat pada temperatur konstan, jalan bebas rata-rata berbanding terbalik dengan
tekanan gas. Nilai jalan bebas rata-rata dalam gas pada temperatur ruang
(T=300K) dan tekanan atmosfer (P=106 dyne/cm2) dapat dihitung menggunakan
persamaan (6.42). Dengan menggunakan nilai jejari molekul a 10-8 cm,
diperoleh = 12 x 10-16 cm2 dan l = 2 x 10-5 cm, terlihat nilai l >> d atau dengan
kata lain jalan bebas rata-rata jauh lebih besar dari diameter molekul.
z Pzz
x Pzx
z
Gambar 6.10
Sebuah bidang z = konstan dalam fluida.
Fluida di bawah bidang mengerjakan gaya Pz pada fluida di atasnya.
Selanjutnya fluida yang berada di bawah bidang ini diketahui memberikan gaya
rata-rata per satuan luas (tekanan rata-rata) Pz pada fluida di atasnya. Sebaliknya
menurut hukum III Newton, fluida yang berada di atas bidang memberikan
tekanan rata-rata –Pz pada fluida di bawahnya. Tekanan rata-rata tegak lurus
terhadap bidang (komponen z dari Pz). Ketika fluida berada dalam kesetimbangan
yaitu fluida akan tetap diam atau bergerak dengan kecepatan tetap yang besarnya
sama untuk seluruh fluida, maka tidak ada komponen tekanan rata-rata yang
paralel terhadap bidang, jadi Pzx = 0. Indeks z dalam Pzx adalah orientasi bidang
dan ideks x adalah komponen gaya yang terletak pada bidang dalam arah x.
Sekarang tinjau keadaan non kesetimbangan sederhana dimana kecepatan
rata-rata u dari fluida (kecepatan aliran makrorkopiknya) tidak sama dengan
kecepatan seluruh fluida. Jelasnya, tinjau kasus dimana fluida mempunyai
kecepatan rata–rata dalam arah x yaitu ux yang tidak bergantung waktu. Besarnya
ux bergantung pada z, sehingga ux = ux(z). Keadaan seperti ini dapat dihasilakan
jika fluida diisi diantara dua plat yang terpisah sejauh L. Plat pada z = 0 diam dan
plat pada z = L bergerak dalam arah x dengan kecepatan konstan uo.
82
z
x
ux = u0 ux = u0
z=L
z’
L
z
z=0
ux = 0 ux = 0
Gambar 6.11
Fluida diisi diantara dua plat. Plat bawah diam dan plat atas bergerak dengan
kecepatan u0 dalam arah x,sehingga terdapat gradien kecepatan dalam fluida.
Lapisan–lapisan dari fluida antara kedua plat akan memiliki kecepatan rata–rata ux
yang berbeda yang besarnya bervariasi antara 0 sampai u0. Dalam kasus ini fluida
memberikan gaya tangensial terhadap plat yang bergerak. Secara umum, lapisan
fluida di bawah bidang z = konstan memberikan tekanan tangensial pada fluida di
atasnya, sehingga :
Pzx = gaya rata–rata dalam arah x persatuan luas pada bidang,
dimana fluida di bawah bidang menekan pada fluida di
atasnya.
Kita sudah melihat bahwa Pzx = 0 dalam keadaan setimbang dimana ux(z)
u x
tidak bergantung z, dalam kasus non kesetimbangan dimana 0, Pzx
z
haruslah sebuah fungsi dari turunan ux terhadap z, fungsi ini sedemikian rupa
u x
sehingga nilainya nol apabila ux tidak bergantung z. Tapi jika diasumsikan
z
relatif kecil, maka ekspansi Taylor dari Pzx merupakan pendekatan yang cukup
baik. Bentuk hubungan yang diharapkan adalah :
u x
Pzx …………………(6.43)
z
83
z
ux(z+l)
1
l nv
6
z
1
l nv
6
ux(z-l)
Gambar 6.12
Transport momentum oleh molekul-molekul yang melewati bidang
Sekarang tinjau bidang z, terdapat 1/6 n v molekul dalam satuan waktu yang
melewati satuan luas bidang dari bawah, sama halnya terdapat 1/6 n v molekul
dalam satuan waktu yang melewati satuan luas bidang dari atas. Tetapi dari
definisi jalan bebas rata-rata, molekul yang melewati bidang dari bawah telah
mengalami tumbukan sebelumnya pada jarak l di bawah bidang. Karena
kecepetan rata-rata ux fungsi dari z, molekul pada posisi (z-l) mempunyai
kecepatan rata-rata komponen x adalah ux (z-l), sehingga setiap molekul bermassa
m mentransport momentum rata-rata komponen x sebesar m ux(z-l) melalui
bidang, sehingga kita simpulkan bahwa
momentum rata rata komponen x yang
ditranspor tkan persatuan waktu persatuan 1 n v m u z l
6 x
…..(6.44)
Hal yang sama dalam meninjau molekul yang datang dari atas bidang dimana
molekul-molekul tersebut telah bertumbukan pada (z+l), sehingga:
momentum rata rata komponen x yang
ditranspor tkan persatuan waktu persatuan 1 n v m u z l …..(6.45)
6 x
1 1
Pzx n v m u x z l n v m u x z l
6 6
n v m u x z l u x z l
1 ………(6.46)
6
Tetapi karena jalan bebas rata-rata sangat kecil, kita dapat menggunakan
aproksimasi:
u x
u x ( z l ) u x ( z) l
z
u
u x ( z l ) u x ( z) x l
z
…….(6.47)
sehingga
1 u u
Pzx n v m 2 x l η x …….(6.48)
6 z z
dengan
1
η nv m l ……………..(6.49)
3
Dari definisi jalan bebas rata-rata, persamaan (6.49) menjadi :
1 m
η v
3 2 σ
...……………(6.50)
Kecepatan rata-rata v dapat diperoleh melalui teorema equipartisi :
3kT
v
m
.……………..(6.51)
sehingga persamaan (6.50) menjadi :
1 mkT
……………..(6.52)
6
Jangan lupa bahwa hasil yang diperoleh pada persamaan (6.49) adalah apabila kita
mengasumsikan d l L, jalan bebas rata – rata lebih besar dari diameter
molekul gas, dan lebih kecil dari ukuran kotak yang menampung gas.
Contoh :
86
z
T2
z
Qz
T1
Gambar 6.13
Bahan dalam kontak termal dengan dua benda bertemperatur T1 dan T2.
87
Jika T2 > T1, kalor mengalir dalam arah –z dari daerah bertemperatur tinggi ke
bertemparatur rendah, jadi Qz harus negatif.
z
T (z+l) (z+l)
1
l nv
6
z
1
l nv
6
T (z-l) (z-l)
Gambar 6.14
Transport energi oleh molekul-molekul yang melewati bidang.
……..(6.54)
Hal yang sama untuk molekul – molekul yang datang dari atas bidang, dimana
molekul z tersebut telah bertumbukan pada posisi (z + ) :
Energi rata rata yang ditranspor t
persatuan waktu persatuan luas 1 nv z l
6
melewati bidang dari bawah
……..(6.55)
89
Kita tentukan fluks energi Qz yang melewati bidang dari bawah dalam arah +z,
sehingga
nv z z
1
Qz
6
1
nv z z
6 z z
1
nv 2
6 z
1 T
nv
3 T z …………..(6.56)
1 c kT
…………………..(6.63)
3 2 m
Lihat kembali persamaan (6.52) untuk dan persamaan (6.63) untuk ,
bandingkan kedua kuantitas ini, menghasilkan :
c
…………………...(6.64)
m
Bila pembagi dan penyebut masing–masing Na (Bilangan Avogadro) maka
diperoleh :
Cv
……………………(6.65)
Dengan Cv = Na c (kalor jenis molar dari gas pada volume konstan) dan = Na m
(berat molekul). Jadi, terdapat hubungan yang sangat sederhana antara dua
koefisien transport dan dan hubungan ini dapat diuji secara eksperimen.
z
n1(z+l)
v n z l
1
l 1
6
z
v n z l
1
l 1
6
n1(z-l)
92
Gambar 6.15
Transport molekul-molekul yang dilabel melalui bidang.
Selanjutnya kita dapat menentukan selisih fluks dari molekul yang dilabel
yang melewati satuan luas bidang dari bawah dalam arah +z, sehingga :
v n1 z l v n1 z l
1 1
Jz
6 6
v n1 z l n1 z l
1
6
1 n
v 2 1 l
6 z
n ………………….(6.67)
D 1
z
dimana
1
D vl …………………..(6.68)
3
Persamaan (6.67) menunjukkan bahwa Jz sebanding dengan gradien konsentrasi,
hasil ini sesuai dengan persamaan (6.66). Persamaan (6.67) menyatakan koefisien
difusi diri dalam kuantitas dasar molekul.
Selanjutnya kita ingin menyatakan D dalam bentuk yang lebih eksplisit,
dari persamaan (6.41) dan persamaan (6.51), persamaan (6.68) menjadi
1 1 (kT ) 3
D …………………(6.69)
6 p m
Pada temperatur tetap, koefisien difusi diri bergantung pada tekanan dari gas
1
D …………………(6.70)
p
dan pada tekanan tetap,
3
D T2 ………………….(6.71)
Bila kita bandingkan persamaan (6.52) dengan persamaan (6.69), maka kita akan
memperoleh hubungan antara koefisien difusi diri dengan koefisien viskositas :
D 1 1
nm
…………………..(6.71)
dimana adalah rapat massa gas.
93