Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologi dan sosial yang
terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif,
konsep diri yang positif, dan kestabilan emosi. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan oleh
perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan pekerjaan, lingkungan
masyarakat yang didukung sarana pelayanan kesehatan jiwa dan sarana lain seperti keluarga
dan lingkungan sosial. Lingkungan tersebut selain menunjang upaya kesehatan jiwa juga
merupakan stressor yang dapat mempengaruhi kondisi jiwa seseorang, pada tingkat tertentu
dapat menyebabkan seseorang jatuh dalam kondisi gangguan jiwa (Videbeck, 2008).
Meningkatnya pasien dengan gangguan jiwa ini disebabkan banyak hal. Kondisi
lingkungan sosial yang semakin keras diperkirakan menjadi salah satu penyebab
meningkatnya jumlah masyarakat yang mengalami gangguan kejiwaan. Apalagi untuk
individu yang rentan terhadap kondisi lingkungan dengan tingkat kemiskinan terlalu
menekan.
Penatalaksanaan keperawatan klien dengan gangguan jiwa adalah pemberian terapi
modalitas yang salah satunya adalah Terapi Aktifitas Kelompok (TAK). Terapi aktivitas
kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat pada sekelompok
klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktifitas digunakan sebagai terapi,
dan kelompok digunakan sebagai target asuhan (Fortinash & Worret, 2004).
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan waktu
tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu fokus terapi adalah membuat
sadar diri (self-awareness). Peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan, atau
ketiganya.
Kelompok adalah suatu system social yang khas yang dapat didefinisikan dan dipelajari.
Sebuah kelompok terdiri dari individu yang saling berinteraksi, interelasi,
interdependensi dan saling membagikan norma social yang sama (Stuart & Sundeen, 1998).

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian aktifitas kelompok ?
2. Apa tujuan terapi aktifitas kelompok ?
3. Apa dampak terapeutik dari kelompok ?
4. Apa indikasi dan kontra indikasi dari terapi aktifitas kelompok
5. Bagaimana komponen kelompok ?
6. Bagaimana proses terapi aktifitas kelompok ?
7. Bagaimana perkembangan kelompok ?
8. Apa macam – macam terapi aktifitas kelompok ?

1.3 Tujuan masalah


1. Untuk mengetahui apa itu aktifitas kelompok
2. Untuk mengetahui tujuan terapi aktifitas kelompok
3. Untuk mengetahui dampak terapeutik dari kelompok
4. Untuk mengetahui indikasi dan kontra indikasi dari terapi aktivitas kelompok
5. Untuk mengetahui komponen kelompok
6. Untuk mengetahui proses aktifitas kelompok
7. Untuk mengetahui perkembangan kelompok
8. Untuk mengetahui macam-macam terapi aktifitas kelompok

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian terapi aktivitas kelompok (TAK)


Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu upaya untuk memfasilitasi psikoterapis
terhadap sejumlah klien pada waktu yang sama untuk memantau dan meningkatkan
hubungan antar anggota (Depkes RI, 1997).
Terapi aktivitas kelompok adalah aktivitas membantu anggotanya untuk identitas
hubungan yang kurang efektif dan mengubah tingkah laku yang maladaptive (Stuart &
Sundeen, 1998).
Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat
kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas
digunakan sebagi terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan (Kelliat, 2005)

2.2 Tujuan Terapi Aktifitas Kelompok (TAK)


Depkes RI (1997) mengemukakan tujuan terapi aktivitas kelompok secara rinci sebagai
berikut:
2.2.1 Tujuan Umum
a. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan yaitu memperoleh pemahaman dan cara
membedakan sesuatu yang nyata dan khayalan.
b. Meningkatkan sosialisasi dengan memberikan kesempatan untuk berkumpul,
berkomunikasi dengan orang lain, saling memperhatikan memberikan tanggapan
terhadap pandapat maupun perasaan ortang lain.
c. Meningkatkan kesadaran hubungan antar reaksi emosional diri sendiri dengan prilaku
defensif yaitu suatu cara untuk menghindarkan diri dari rasa tidak enak karena merasa
diri tidak berharga atau ditolak.
d. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti fungsi kognitif
dan afektif.
2.2.2 Tujuan Khusus
a. Meningkatkan identifikasi diri, dimana setiap orang mempunyai identifikasi diri tentang
mengenal dirinya di dalam lingkungannya.

3
b. Penyaluran emosi, merupakan suatu kesempatan yang sangat dibutuhkan oleh seseorang
untuk menjaga kesehatan mentalnya. Di dalam kelompok akan ada waktu bagi
anggotanya untuk menyalurkan emosinya untuk didengar dan dimengerti oleh anggota
kelompok lainnya.
c. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk kehidupan sehari-hari, terdapat
kesempatan bagi anggota kelompok untuk saling berkomunikasi yang memungkinkan
peningkatan hubungan sosial dalam kesehariannya.

2.3 Dampak Terapeutik Dari Kelompok


Terjadinya interaksi yang diharapkan dalam aktivitas kelompok dapat memberikan
dampak yang bermanfaat bagi komponen yang terlibat. Yalom (1985) dalam tulisannya
mengenai terapi kelompok telah melaporkan 11 kasus yang terlibat dalam efek terapeutik
dari kelompok. Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Universalitas, klien mulai menyadari bahwa bukan ia sendiri yang mempunyai masalah
dan bahwa perjuangannya adalah dengan membagi atau setidaknya dapat dimengerti
oleh orang lain.
2. Menanamkan harapan, sebagian diperantarai dengan menemukan yang lain yang telah
dapat maju dengan masalahnya, dan dengan dukungan emosional yang diberikan oleh
kelompok lainnya.
3. Menanamkan harapan, dapat dialami karena anggota memberikan dukungan satu sama
lain dan menyumbangkan ide mereka, bukan hanya menerima ide dari yang lainnya.
4. Mungkin terdapat rekapitulasi korektif dari keluarga primer yang untuk kebanyakan
klien merupakan problematic. Baik terapis maupun anggota lainnya dapat jadi resepien
reaksi tranferensi yang kemudian dapat dilakukan.
5. Pengembangan keterampilan sosial lebih jauh dan kemampuan untuk menghubungkan
dengan yang lainnya merupakan kemungkinan. Klien dapat memperoleh umpan balik
dan mempunyai kesempatan untuk belajar dan melatih cara baru berinteraksi.
6. Pemasukan informasi, dapat dapat berkisar dari memberikan informasi tentang ganguan
seseorang terhadap umpan balik langsung tentang perilaku orang dan pengaruhnya
terhadap anggota kelompok lainnya.

4
7. Identifikasi, prilaku imitative dan modeling dapat dihasilkan dari terapis atau anggota
lainnya memberikan model peran yang baik.
8. Kekohesifan kelompok dan pemilikan dapat menjadi kekuatan dalam kehidupan
seseorang. Bila terapi kelompok menimbulkan berkembangnya rasa kesatuan dan
persatuan memberi pengaruh kuat dan memberi perasaan memiliki dan menerima yang
dapat menjadi kekuatan dalam kehidupan seseorang.
9. Pengalaman antar pribadi mencakup pentingnya belajar berhubungan antar pribadi,
bagaimana memperoleh hubungan yang lebih baik, dan mempunyai pengalaman
memperbaiki hubungan menjadi lebih baik.
10. Atarsis dan pembagian emosi yang kuat tidak hanya membantu mengurangi ketegangan
emosi tetapi juga menguatkan perasaan kedekatan dalam kelompok.
11. Pembagian eksisitensial memberikan masukan untuk mengakui keterbatasan seseorang,
keterbatasan lainnya, tanggung jawab terhadap diri seseorang.

2.4 Indikasi dan kontra intikasi terapi aktifitas kelompok


Adapun indikasi dan kontra indikasi terapi aktivitas kelompok (Depkes RI (1997) adalah:
1. Semua klien terutama klien rehabilitasi perlu memperoleh terapi aktifitas kelompok
kecuali mereka yang : psikopat dan sosiopat, selalu diam dan autistic, delusi tak
terkontrol, mudah bosan.
2. Ada berbagai persyaratan bagi klien untuk bisa mengikuti terapi aktifitas kelompok
antara lain : sudah ada observasi dan diagnosis yang jelas, sudah tidak terlalu gelisah,
agresif dan inkoheren dan wahamnya tidak terlalu berat, sehingga bisa kooperatif dan
tidak mengganggu terapi aktifitas kelompok.
3. Untuk pelaksanaan terapi aktifitas kelompok di rumah sakit jiwa di upayakan
pertimbangan tertentu seperti : tidak terlalu ketat dalam tehnik terapi, diagnosis klien
dapat bersifat heterogen, tingkat kemampuan berpikir dan pemahaman relatif setara,
sebisa mungkin pengelompokan berdasarkan problem yang sama.

5
2.5 Komponen kelompok
Kelompok terdiri dari delapan aspek, sebagai berikut (Kelliat, 2005) :
1. Struktur kelompok.
Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses pengambilan keputusan
dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur kelompok menjaga stabilitas dan
membantu pengaturan pola perilaku dan interaksi. Struktur dalam kelompok diatur
dengan adanya pemimpin dan anggota, arah komunikasi dipandu oleh pemimpin,
sedangkan keputusan diambil secara bersama.
2. Besar kelompok.
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang anggotanya
berkisar antara 5-12 orang. Jika angota kelompok terlalu besar akibbatnya tidak semua
anggota mendapat kesempatan mengungkapkan perasaan, pendapat, dan
pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang
terjadi (Kelliat, 2005).
3. Lamanya sesi.
Waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi kelompok yang rendah
dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi. Banyaknya sesi bergantung pada
tujuan kelompok, dapat satu kali/dua kali perminggu, atau dapat direncanakan sesuai
dengan kebutuhan (Kelliat, 2005)

2.6 Proses terapi aktifitas kelompok


Proses terapi aktifitas kelompok pada dasarnya lebih kompleks dari pada terapi
individual, oleh karena itu untuk memimpinnya memerlukan pengalaman dalam psikoterapi
individual. Dalam kelompok terapis akan kehilangan sebagian otoritasnya dan menyerahkan
kepada kelompok.
Terapis sebaiknya mengawali dengan mengusahakan terciptanya suasana yang tingkat
kecemasannya sesuai, sehingga klien terdorong untuik membuka diri dan tidak
menimbulkan atau mengembalikan mekanisme pertahanan diri. Setiap permulaan dari suatu
terapi aktifitas kelompok yang baru merupakan saat yang kritis karena prosedurnya
merupakan sesuatu yang belum pernah dialami oleh anggota kelompok dan mereka
dihadapkan dengan orang lain.

6
Setelah klien berkumpul, mereka duduk melingkar, terapis memulai dengan
memperkenalkan diri terlebih dahulu dan juga memperkenalkan co-terapis dan kemudian
mempersilakan anggota untuk memperkenalkan diri secara bergilir, bila ada anggota yang
tidak mampu maka terapis memperkenalkannya. Terapis kemudian menjelaskan maksud
dan tujuan serta prosedur terapi kelompok dan juga masalah yang akan dibicarakan dalam
kelompok. Topik atau masalah dapat ditentukan oleh terapis atau usul klien. Ditetapkan
bahwa anggota bebas membicarakan apa saja, bebas mengkritik siapa saja termasuk terapis.
Terapis sebaiknya bersifat moderat dan menghindarkan kata-kata yang dapat diartikan
sebagai perintah.
Dalam prosesnya kalau terjadi bloking, terapis dapat membiarkan sementara. Bloking
yang terlalu lama dapat menimbulkan kecemasan yang meningkatoleh karenanya terapis
perlu mencarikan jalan keluar. Dari keadaan ini mungkin ada indikasi bahwa ada beberapa
klien masih perlu mengikuti terapi individual. Bisa juga terapis merangsang anggota yang
banyak bicara agar mengajak temannya yang kurang banyak bicara. Dapat juga co-terapis
membantu mengatasi kemacetan.
Kalau terjadi kekacauan, anggota yang menimbulkan terjadinya kekacauan dikeluarkan
dan terapi aktifitas kelompok berjalan terus dengan memberikan penjelasan kepada semua
anggota kelompok. Setiap komentar atau permintaan yang datang dari anggota diperhatikan
dengan sungguh-sungguh dan di tanggapi dengan sungguh-sungguh. Terapis bukanlah guru,
penasehat atau bukan pula wasit. Terapis lebih banyak pasif atau katalisator. Terapis
hendaknya menyadari bahwa tidak menghadapi individu dalam suatu kelompok tetapi
menghadapi kelompok yang terdiri dari individu-individu.
Diakhir terapi aktifitas kelompok, terapis menyimpulkan secara singkat pembicaraan
yang telah berlangsung / permasalahan dan solusi yang mungkin dilakukan. Dilanjutkan
kemudian dengan membuat perjanjian pada anggota untuk pertemuan berikutnya. (Kelliat,
2005).

7
2.7 Perkembangan kelompok
Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan kembang.
Pemimpin akan mengembangkan kelompok melalui empat fase (Kelliat, 2005) yaitu :
1. Fase prakelompok.
Hal penting yang harus diperhatikan ketika memulai kelompok adalah tujuan dari
kelompok. Ketercapaian tujuan sangat dipengaruhi oleh perilaku pemimpin dan pelaksana
kegiatan kelompok untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk itu perlu disusun panduan
pelaksanaan kegiatan kelompok.
2. Fase awal kelompok.
Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru. Dan peran yang baru.
Fase ini terbagi dalam tiga fase (Kelliat, 2005) yaitu:
a) Tahap orientasi.
Pada tahap ini pemimpin kelompok lebih aktif dalam memberi pengarahan. Pemimpin
kelompok mengorientasikan anggota pada tugas utama dan melakukan kontrak yang
terdiri dari tujuan, kerahasian, waktu pertemuan, struktur, kejujuran dan aturan
komunikasi, misalnya hanya satu orang yang berbicara pada satu waktu, norma
perilaku, rasa memiliki, atau kohesif antara anggota kelompok diupayakan terbentuk
pada fase orientasi.
b) Tahap konflik.
Peran dependen dan independent terjadi pada tahap ini, sebagian ingin pemimpin yang
memutuskan dan sebagian ingin pemimpin lebih mengarahkan, atau sebaliknya
anggota ingin berperan sebagai pemimpin. Adapula anggota yang netral dan dapat
membantu menyelesaikan konflik peran yang terjadi. Perasaan bermusuhan yang
ditampilkan, baik antara kelompok maupun anggota dengan pemimpin dapat terjadi
pada tahap ini. Pemimpin perlu memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun
negative dan membantu kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah
perilaku yang tidak produktif, seperti menuduh anggota tertentu sebagai penyebab
konflik.
c) Tahap kohesif.
Setalah tahap konflik, anggota kelompok merasakan ikatan yang kuat satu sama lain.
Perasaan positif akan semakin sering diungkapkan. Pada tahap ini, anggota kelompok

8
merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih intim satu sama lain.
Pemimpin tetap berupaya memberdayakan kemampuan anggota kelompok dalam
melakukan penyelesaian masalah. Pada tahap akhir fase ini, tiap anggota kelompok
belajar bahwa perbedaan tidak perlu ditakutkan, mereka belajar persamaan dan
perbedaan, anggota kelompok akan membantu pencapaian tujuan yang menjadi suatui
realitas.
3. Fase kerja kelompok.
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim, walaupun mereka bekerja keras, tetapi
menyenangkan bagi anggota dan pemimpin kelompok. Kelompok menjadi stabil dan
realistis. Tugas utama pemimpin adalah membantu kelompok mencapai tujuan dan tetap
menjaga kelompok kearah pencapaian tujuan, serta mengurangi dampak dari factor apa
saja yang dapat mengurangi produktivitas kelompok. Selain itu pemimpin juga bertindak
sebagai konsultan.
Beberapa problem yang mungkin muncul adalah subgroup, conflict, self-
desclosure,dan resistance. Beberapa anggota kelompok menjadi sangat akrab, berlomba
mendapatkan perhatian pemimpin, tidak ada lagi kerahasian karena keterbukaan sangat
tinggi dan keengganan berubah perlu didefinisikan pemimpin kelompok agar segera
melakukan strukturisasi. Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari produktivitas
dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri dan kemandirian. Pada fase ini
kelompok segera masuk ke fase berikutnya yaitu perpisahan.
4. Fase terminasi
Terminasi dapat sementara atau akhir. Terminasi dapat pula terjadi karena anggota
kelompok atau pemimpin kelompok keluar dari kelompok. Evaluasi umumnya difokuskan
pada jumlah pencapaian, baik kelompok maupun individu. Pada tiap sesi dapat pula
dikembangkan instrument evaluasi kemampuan individual dari anggota kelompok.
Terminasi dapat dilakukan pada akhir tiap sesi atau beberapa sesi yang merupakan paket
dengan memperhatikan pencapaian tertentu. Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan
puas dan pengalaman kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-
hari.

9
2.8 Macam Terapi Aktifitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok (TAK) dibagi empat, yaitu :
2.8.1 Terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan
aktivitas sebagai stimulus terkait dengan pengalaman dan atau kehidupan untuk
didiskusikan dalam kelompok (Keliat, 2004). Fokus terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi adalah membantu pasien yang mengalami kemunduran orientasi dengan
karakteristik: pasien dengan gangguan persepsi; halusinasi, menarik diri dengan realitas,
kurang inisiatif atau ide, kooperatif, sehat fisik, dan dapat berkomunikasi verbal (Yosep,
2007).
Adapun tujuan dari TAK stimulasi persepsi adalah pasien mempunyai kemampuan
untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh paparan stimulus kepadanya.
Sementara, tujuan khususnya: pasien dapat mempersepsikan stimulus yang dipaparkan
kepadanya dengan tepat dan menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang
dialami (Darsana, 2007).
Aktivitas mempersepsikan stimulus tidak nyata dan respon yang dialami dalam
kehidupan, khususnya untuk pasien halusinasi. Aktivitas dibagi dalam empat sesi yang
tidak dapat dipisahkan, yaitu :
1. Sesi pertama : mengenal halusinasi
2. Sesi kedua : mengontrol halusinasi dan menghardik halusinasi
3. Sesi ketiga : menyusun jadwal kegiatan
4. Sesi keempat : cara minum obat yang benar
2.8.2 Terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori
TAK stimulasi sensori adalah TAK yang diadakan dengan memberikan stimulus tertentu
kepada klien sehingga terjadi perubhan perilaku, bentuk stimulus :
1. Stimulus suara : musik
2. Stimulus visual : gambar
3. Stimulus gabungan visual dan suara : melihat televisi, video
Tujuan dari TAK stimulasi sensori bertujuan agar klien mengalami :
1. Peningkatan kepekaan terhadap stimulus.
2. Peningkatan kemampuan merasakan keindahan

10
3. Peningkatan apresiasi terhadap lingkungan
Jenis TAK yaitu :
1. TAK Stimulasi Suara
2. TAK Stimulasi Gambar
3. TAK Stimulasi Suara dan Gambar
2.8.3 Terapi aktivitas orientasi realita
Terapi Aktivitas Kelompok Oientasi Realita (TAK): orientasi realita adalah upaya
untuk mengorientasikan keadaan nyata kepada klien, yaitu diri sendiri, orang lain,
lingkungan/ tempat, dan waktu.
Klien dengan gangguan jiwa psikotik, mengalami penurunan daya nilai realitas (reality
testing ability). Klien tidak lagi mengenali tempat,waktu, dan orang-orang di sekitarnya.
Hal ini dapat mengakibatkan klien merasa asing dan menjadi pencetus terjadinya ansietas
pada klien. Untuk menanggulangi kendala ini, maka perlu ada aktivitas yang memberi
stimulus secara konsisten kepada klien tentang realitas di sekitarnya. Stimulus tersebut
meliputi stimulus tentang realitas lingkungan, yaitu diri sendiri, orang lain, waktu, dan
tempat.
Tujuan umum yaitu klien mampu mengenali orang, tempat, dan waktu sesuai dengan
kenyataan, sedangkan tujuan khususnya adalah:
1. Klien mampu mengenal tempat ia berada dan pernah berada
2. Klien mengenal waktu dengan tepat.
3. Klien dapat mengenal diri sendiri dan orangorang di sekitarnya dengan tepat.
Aktivitas yang dilakukan tiga sesi berupa aktivitas pengenalan orang, tempat, dan waktu.
Klien yang mempunyai indikasi disorientasi realitas adalah klien halusinasi, dimensia,
kebingungan, tidak kenal dirinya, salah mngenal orang lain, tempat, dan waktu.
Tahapan kegiatan :
1. Sesi I : Orientasi Orang
2. Sesi II : Orientasi Tempat
3. Sesi III : Orientasi Waktu

11
2.8.4 Terapi aktivitas Sosialisasi
Klien yang mempunyai indikasi aktivitas ini adalah klien dengan perilaku kekerasan
yang telah kooperatif. Aktivitas dibagi dalam beberapa sesi yang tidak dapat dipisahkan,
yaitu : aktivitas mengenal kekerasan yang biasa dilakukan, aktivitas mencegah kekerasan
melalui kegiatan fisik, aktivitas mencegah perilaku kekerasan melalui interaksi social
asertif, aktivitas mencegah perilaku kekerasan melalui kepatuhan minum obat, aktivitas
mencegah perilaku kekerasan melalui kegiatan ibadah.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Terapi aktivitas kelompok adalah aktivitas membantu anggotanya untuk identitas
hubungan yang kurang efektif dan mengubah tingkah laku yang maladaptive (Stuart &
Sundeen, 1998). Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang
dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang
sama. Aktivitas digunakan sebagi terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan
(Kelliat, 2005).
Depkes RI (1997) mengemukakan tujuan terapi aktivitas kelompok secara rinci sebagai
berikut:
1. Tujuan umum
a. Meningkatkan kemampuan menguji.
b. Meningkatkan sosialisasi dengan memberikan kesempatan untuk berkumpul,
berkomunikasi dengan orang lain, saling memperhatikan memberikan tanggapan
terhadap pandapat maupun perasaan ortang lain.
c. Meningkatkan kesadaran hubungan antar reaksi emosional diri sendiri dengan
prilaku defensif.
d. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti fungsi
kognitif dan afektif.
2. Tujuan khusus
a. Meningkatkan identifikasi diri.
b. Penyaluran emosi.
c. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk kehidupan sehari-hari.

3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak
sumber yang dapat di pertanggungjawabkan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.

13
Daftar Pustaka
https://senyumketiga.blogspot.com/2014/08/makalah-keperawatan-jiwa-terapi.html?m=1
Keliat, B. A, dkk, 2009. Keperawatan Jiwa: Terapi Aktifitas Kelompok. Jakarta: EGC
Kusumawati, F & Hartono, Y. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

14

Anda mungkin juga menyukai