DIABETIC FOOT
Pembimbing :
dr. Dewi Kartika Sari, Sp.PD
Disusun oleh :
SELLA PRATIWI
1102014240
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah, Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad
SAW, dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman. Karena atas rahmat dan ridha-
Nya, penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus yang berjudul “Diabetic Foot”. Penulisan
laporan kasus ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas dalam menempuh kepanitraan klinik di
bagian departemen ilmu penyakit dalam di RSUD dr. Drajat Prawiranegara.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penulisan laporan kasus ini tidak terlepas dari
bantuan dan dorongan banyak pihak. Maka dari itu, perkenankanlah penulis menyampaikan
rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu, terutama kepada
dr. Dewi Kartika Sari, Sp.PD yang telah memberikan arahan serta bimbingan ditengah kesibukan
dan padatnya aktivitas beliau.
Penulis menyadari penulisan presentasi kasus ini masih jauh dari sempurna mengingat
keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun demi perbaikan penulisan presentasi kasus ini. Akhir kata penulis
berharap penulisan presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Penulis
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTIAS PASIEN
Nama : Ny. J
TTL : 14/09/1965
Umur : 54 Tahun
Status : Menikah
B. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan pasien dan suaminya pada
tanggal 06 Maret 2019 pukul 12.00 di Ruang Melati 2.
Pasien datang dengan keluhan bengkak pada kaki kiri sejak 3 bulan yang lalu.
Pasien juga mengatakan bahwa kakinya tidak terasa saat di sentuh, terasa panas dan
terdapat nanah. Riwayat tertusuk paku 1 tahun yang lalu.
Pasien rutin kontrol, namun 3 bulan terakhir ini pasien melakukan pengobatan
secara tradisional. Riwayat penggunaan insulin sejak tahun 2016 (pagi dan malam,
sebelum tidur).
- Riwayat Diabetes Melitus : Pasien ada riwayat diabetes mellitus sudah ± 10 tahun
C. PEMERIKSAAN FISIK
Kepala : Normocephal
Mata : Conjunctiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
THT : Dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat
Thorax
• Inspeksi : Simetris bilateral saat statis dan dinamis
• Palpasi : NT (-), massa (-)
• Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
• Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
Jantung
• Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
• Palpasi : Ictus cordis teraba
• Perkusi : Dalam batas normal
• Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
• Inspeksi : Perut datar
• Palpasi : supel, nyeri tekan (-), batas hepar normal, massa (-)
• Perkusi : Timpani (+)
• Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral hangat +/+ +/+
Akral sianosis -/- -/-
Edema -/- -/+
Bulla -/- -/+
Capillary Refill Time < 2 detik < 2 detik
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Bahan : Pus
Jumlah : Banyak
Keterangan :
S : Sensitif R : Resisten
DM : >= 200
DM : >= 200
DM : >= 6,5
DM : >= 200
DM : >= 200
DM : >= 200
E. DIAGNOSIS KERJA
Hiponatremia
Hipokalemia
F. PENATALAKSANAAN
Debridement
Inf RL 20 tpm
Metronidazole 3x500 mg IV
G. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanactionam : dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik diabetes melitus (DM) yang
sering dijumpai dan ditakuti. Hal ini disebabkan karena hasil pengelolaan sering
mengecewakan baik bagi dokter, pasien maupun keluarganya, serta dapat berakhir dengan
amputasi bahkan kematian.
Kaki diabetik adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang
berhubungan dengan neuropati dan penyakit vaskuler perifer pada tungkai bawah akibat
diabetes melitus yang tidak terkendali dengan baik.
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi Wagner-Meggit dikembangkan pada tahun 1970-an, digunakan secara luas untuk
mengklasifikasi lesi pada kaki diabetes.
b. Derajat I
Derajat I terdapat tanda-tanda seperti pada grade 0 dan menunjukkan terjadinya neuropati
sensori perifer dan paling tidak satu faktor risiko seperti deformitas tulang dan mobilitas sendi
yang terbatas dengan ditandai adanya lesi kulit terbuka, yang hanya terdapat pada kulit, dasar
kulit dapat bersih atau purulen (ulkus dengan infeksi yang superfisial terbatas pada kulit).
c. Derajat II
Pasien dikategorikan masuk grade II apabila terdapat tanda-tanda pada grade I dan ditambah
dengan adanya lesi kulit yang membentuk ulkus. Dasar ulkus meluas ke tendon, tulang atau
sendi. Dasar ulkus dapat bersih atau purulen, ulkus yang lebih dalam sampai menembus tendon
dan tulang tetapi tidak terdapat infeksi yang minimal.
d. Derajat III
Apabila ditemui tanda-tanda pada grade II ditambah dengan adanya abses yang dalam dengan
atau tanpa terbentuknya drainase dan terdapat osteomyelitis. Hal ini pada umumnya disebabkan
oleh bakteri yang agresif yang mengakibatkan jaringan menjadi nekrosis dan luka tembus
sampai ke dasar tulang, oleh karena itu diperlukan hospitalisasi/ perawatan di rumah sakit
karena ulkus yang lebih dalam sampai ke tendon dan tulang serta terdapat abses dengan atau
tanpa osteomielitis.
e. Derajat IV
Derajat IV ditandai dengan adanya gangren pada satu jari atau lebih, gangren dapat pula terjadi
pada sebagian ujung kaki. Perubahan gangren pada ekstremitas bawah biasanya terjadi dengan
salah satu dari dua cara, yaitu gangren menyebabkan insufisiensi arteri. Hal ini menyebabkan
perfusi dan oksigenasi tidak adekuat. Pada awalnya mungkin terdapat suatu area focal dari
nekrosis yang apabila tidak dikoreksi akan menimbulkan peningkatan kerusakan jaringan yang
kedua yaitu adanya infeksi atau peradangan yang terus-menerus. Dalam hal ini terjadi oklusi
pada arteri digitalis sebagai dampak dari adanya edema jaringan lokal.
f. Derajat V
Derajat V ditandai dengan adanya lesi/ulkus dengan gangren-gangren diseluruh kaki atau
sebagian tungkai bawah.
2.3 Etiologi
Ulkus diabetik bisa menjadi gangren kaki diabetik. Penyebab gangren pada penderita
DM adalah bakteri anaerob, yang tersering Clostridium. Bakteri ini akan menghasilkan gas,
yang disebut gas gangren.
2.4 Epidemiologi
Diabetes melitus (DM) merupakan masalah kesehatan yang perlu ditangani dengan
seksama. Prevalensi DM meningkat setiap tahun, terutama di kelompok risiko tinggi. DM yang
tidak terkendali dapat menyebabkan komplikasi metabolik ataupun komplikasi vaskular jangka
panjang, yaitu mikroangiopati dan makroangiopati. Penderita DM juga rentan terhadap infeksi
kaki luka yang kemudian dapat berkembang menjadi gangren, sehingga meningkatkan kasus
amputasi.
Prevalensi penderita ulkus kaki diabetik sekitar 15% dengan risiko amputasi 30 %,
angka mortalitas 32%, dan di Indonesia ulkus kaki diabetik merupakan penyebab paling besar
untuk dilakukan perawatan di rumah sakit sebesar 80%. Kewaspadaan terhadap persoalan
kesehatan kaki diabetes di Indonesia juga masih sangat kurang. Sarana pelayanan kaki diabetik
yang masih terbatas dan kurangnya tenaga kesehatan terlatih tentang pelayanan kaki
menyebabkan pelayanan kaki pada pasien diabetes di Indonesia masih kurang diperhatikan.
2.5 Patogenesis
Ulkus kaki diabetes disebabkan tiga faktor yang sering disebut trias, yaitu: iskemi, neuropati,
dan infeksi. Kadar glukosa darah tidak terkendali akan menyebabkan komplikasi kronik
neuropati perifer berupa neuropati sensorik, motorik, dan autonom.
Neuropati sensorik: Biasanya cukup berat hingga menghilangkan sensasi proteksi yang
berakibat rentan terhadap trauma fisik dan termal, sehingga meningkatkan risiko ulkus kaki.
Sensasi propriosepsi yaitu sensasi posisi kaki juga hilang.
Neuropati autonomi: ditandai dengan kulit kering, tidak berkeringat, dan peningkatan
pengisian kapiler sekunder akibat pintasan arteriovenosus kulit. Hal ini mencetuskan timbulnya
fisura, kerak kulit, sehingga kaki rentan terhadap trauma minimal. Hal tersebut juga dapat
karena penimbunan sorbitol dan fruktosa yang mengakibatkan akson menghilang, kecepatan
induksi menurun, parestesia, serta menurunnya refleks otot dan atrofi otot.
Penderita diabetes juga menderita kelainan vaskular berupa iskemi. Hal ini disebabkan
proses makroangiopati dan menurunnya sirkulasi jaringan yang ditandai oleh hilang atau
berkurangnya denyut nadi arteri dorsalis pedis, arteri tibialis, dan arteri poplitea; menyebabkan
kaki menjadi atrofi, dingin, dan kuku menebal. Selanjutnya terjadi nekrosis jaringan, sehingga
timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.
Tanda dan gejala kaki diabetes melitus seperti sering kesemutan, nyeri pada kaki saat
istirahat, sensasi rasa berkurang, kerusakan jaringan (nekrosis), penurunan denyut nadi arteri
dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal serta kulit
kering.
1. Angiopati
Penderita penyakit diabetes mellitus pada umumnya mengalami angiopati perifer atau
gangguan sirkulasi darah pada bagian ujung/tepi tubuh yang lazim disebut dengan
angiopati diabetik. Peredaran darah kurang lancar karena darah terlalu kental, banyak
mengandung gula. Penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama),
sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki).
2. Neuropati
Gejala neuropati ini paling terasa pada tungkai bawah dan kaki sebelah kanan dan kiri.
Yang paling menyiksa dapat meyebabkan nyeri berdenyut terusmenerus. Pasien tidak
menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Luka
timbul spontan sering disebabkan karena trauma misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri,
lecet akibat pemakaian sepatu/sandal yang sempit dan bahan yang keras. Mulanya hanya
kecil, kemudian meluas dalam waktu yang tidak begitu lama. Luka akan menjadi borok dan
menimbulkan bau yang disebut gas gangren.
3. Paraestesi
Kurang rasa atau kesemutan pada ujung anggota tubuh tangan dan kaki yang berisiko
terjadi luka pada ujung kaki tanpa terasa dan berakhir dengan gangren.
5. Gangguan imunologi
Daya tahan tubuh pasien diabetes melitus menurun, mudah infeksi pada luka dan
terserang penyakit.
2.7 Diagnosis
Diagnosis kaki diabetik harus dilakukan secara teliti, diagnosis kaki diabetik
ditegakkan melalui riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosa kaki diabetes melitus dapat ditegakkan melalui beberapa
tahap pemeriksaan sebagai berikut:
a. Riwayat kesehatan pasien dan keluarga Riwayat kesehatan pasien dan keluarga meliputi:
1) Lama diabetes
2) Managemen diabetes dan kepatuhan terhadap diet
3) Olahraga dan obat-obatan
4) Evaluasi dari jantung, ginjal dan mata
5) Alergi
6) Pola hidup
7) Medikasi terakhir
8) Kebiasaan merokok
9) Minum alkohol
Selain itu, yang perlu diwawancara adalah tentang pemakaian alas kaki, pernah
terekspos dengan zat kimia, adanya kalus dan deformitas, gejala neuropati dan gejala iskemi,
riwayat luka atau ulkus. Pengkajian pernah adanya luka dan ulkus meliputi lokasi, durasi,
ukuran, dan kedalaman, penampakan ulkus, temperatur dan bau.
b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi meliputi kulit dan otot Inspeksi pada kulit yaitu status kulit seperti warna, turgor
kulit, pecahpecah; berkeringat; adanya infeksi dan ulserasi; adanya kalus atau bula;
bentuk kuku; adanya rambut pada kaki. Inspeksi pada otot seperti sikap dan postur dari
tungkai kaki; deformitas pada kaki membentuk claw toe atau charcot joint; keterbatasan
gerak sendi; tendon; cara berjalan; dan kekuatan kaki.
2) Pemeriksaan neurologis yang dapat menggunakan monofilamen ditambah dengan
tunning fork 128-Hz, pinprick sensation, reflek kaki untuk mengukur getaran, tekanan
dan sensasi.
3) Pemeriksaan aliran darah dengan menggunakan palpasi denyut nadi pada arteri kaki,
capillary refiling time, perubahan warna, atropi kulit dan kuku dan pengukuran ankle
brachial index.
4) Pengukuran alas kaki meliputi bentuk alas kaki yang sesuai dan nyaman, tipe sepatu dan
ukurannya.
c. Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan darah : lekositosis mungkin menandakan adanya abses atau infeksi
lainnya pada kaki. Penyembuhan luka dihambat oleh adanya anemia. Adanya
insufisiensi arterial yang telah ada, keadaan anemia menimbulkan nyeri saat istirahat.
- Profil metabolik : pengukuran kadar glukosa darah, glikohemoglobin dan kreatinin
serum membantu untuk menentukan kecukupan regulasi glukosa dan fungsi ginjal.
- Pemeriksaan laboratorium vaskuler noninvasif : Pulse Volume Recording (PVR), atau
plethymosgrafi
d. Pemeriksaan radiologi
- Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan demineralisasi dan sendi
Charcot serta adanya ostomielitis.
- Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging (MRI):
meskipun pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis abses dengan
pemeriksaan fisik, CT scan atau MRI dapat digunakan untuk membantu diagnosis abses
apabila pada pemeriksaan fisik tidak jelas.
- Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya hasil false positif dan
false negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan 99mTc-IabeIed ciprofolxacin sebagai
penanda (marker) untuk osteomielitis.
- Arteriografi konvensional: apabila direncanakan pembedahan vaskuler atau
endovaskuler, arteriografi diperlukan untuk memperlihatkan luas dan makna penyakit
atherosklerosis. Resiko yang berkaitan dengan injeksi kontras pada angiografi
konvensional berhubungan dengan suntikan dan agen kontras.
e. Pemeriksaan sederhana yang dapat dilakukan untuk deteksi kaki diabetik adalah dengan
menilai Ankle Brachial Index (ABI) yaitu pemeriksaan sistolik brachial tangan kiri dan kanan
kemudian nilai sistolik yang paling tinggi dibandingkan dengan nilai sistolik yang paling tinggi
di tungkai. Nilai normalnya adalah O,9-1,3. Nilai dibawah 0,9 itu diindikasikan bawah pasien
penderita diabetes melitus memiliki penyakit kaki diabetik dengan melihat gangguan aliran
darah pada kaki. Alat pemeriksaan yang digunakan ultrasonic doppler. Doppler dapat
dikombinasikan dengan manset pneumatic standar untuk mengukur tekanan darah ekstremitas
bawah.
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ulkus diabetikum mencakup beberapa aspek yaitu kendali metabolik, kendali
vaskular, kendali luka, kendali tekanan, kendali infeksi, dan edukasi mengenai perawatan kaki
mandiri.
Wound Control
Perawatan luka sejak awal harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus
secermat mungkin. Klasifikasi ulkus pedis dilakukan setelah debridement adekuat. Jaringan
nekrotik dapat menghalangi proses penyembuhan luka dengan menyediakan tempat untuk
bakteri, sehingga dibutuhkan tindakan debridement. Debridement yang baik dan adekuat akan
sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik, dengan demikian akan sangat mengurangi
produksi pus/cairan dari ulkus/gangren.
Berbagai terapi topikal dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba pada luka,
cairan normal saline sebagai pembersih luka, senyawa silver sebagai bagian dari dressing.
Berbagai cara debridement non-surgikal seperti preparat enzim dapat dimanfaatkan untuk
mempercepat pembersihan jaringan nekrotik. Jika luka sudah lebih baik dan tidak terinfeksi
lagi, dressing seperti hydrocolloid dressing dapat dipertahankan beberapa hari. Untuk
kesembuhan luka kronik seperti luka kaki diabetes, suasana kondusif sekitar luka harus
dipertahankan. Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan
beranjak ke proses selanjutnya. Untuk menjaga suasana kondusif dapat dipakai kasa yang
dibasahi dengan normal saline. Berbagai sarana dan penemuan baru dapat dimanfaatkan untuk
wound control, seperti: dermagrafi, apligraft, growth factor, protease inhibitor, dan sebagainya,
untuk mempercepat kesembuhan luka. Terapi hiperbarik oksigen efikasinya masih minimal.
Microbiological Control
Data pola kuman perlu diperbaiki secara berkala, umumnya didapatkan infeksi bakteri
multipel, anaerob, dan aerob. Antibiotik harus selalu sesuai dengan hasil biakan kuman dan
resistensinya. Lini pertama antibiotik spektrum luas, mencakup kuman gram negatif dan positif
(misalnya sefalosporin), dikombinasi dengan obat terhadap kuman anaerob (misalnya
metronidazole).
Pressure Control
Jika tetap dipakai untuk berjalan (menahan berat badan/weight bearing), luka selalu mendapat
tekanan, sehingga tidak akan sempat menyembuh, apalagi bila terletak di plantar seperti pada
kaki Charcot. Berbagai cara surgikal dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka
seperti:
b. Prosedur koreksi bedah seperti operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection,
Achilles tendon lengthening, partial calcanectomy.
▪ Lesi Grade 0 : Pasien di kategori ini memerlukan konseling atau edukasi mengenai
perawatan kaki yang baik, terutama pada pasien dengan neuropati.
▪ Lesi Grade 1 dan 2 : Luka di kategori ini memerlukan tatalaksana debridemen yang
ekstensif, perawatan luka yang baik, mengurangi tekan/beban di ulkus, dan kontrol
infeksi.
▪ Lesi Grade 3 : Terapi untuk lesi grade 3 mencakup debridemen, kontrol infeksi,
perawatan luka, dan mengurangi tekanan/beban ulkus. Pasien di kategori ini berrrisiko
untuk amputasi dan memerlukan tatalaksana holistik dan koordinasi antara
pekerja kesehatan.
▪ Lesi Grade 4 dan 5 : Luka grade 4 dan 5 mengalami lesi yang rumit, seringkali
memerlukan perawatan inap di rumah sakit, konsultasi operasi dan terkadang amputasi.
Terapi Farmakologis
Jika mengacu pada berbagai penelitian aterosklerosis (jantung, otak), obat seperti aspirin yang
dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk kaki DM. Namun, sampai saat ini belum
ada bukti kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna memperbaiki patensi
pembuluh darah kaki penyandang DM rendah atau kondisi klaudikasio intermitten hebat, maka
tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan, diperlukan pemeriksaan
arteriografi. Untuk oklusi panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk oklusi
pendek dapat dipikirkan prosedur endovaskular. Pada keadaan sumbatan akut dapat dilakukan
tromboarterektomi. Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat
diperbaiki, sehingga pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik.
2.9 Pencegahan
Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu pencegahan kaki
diabetes dan ulkus (pencegahan primer sebelum terjadi perlukaan kulit) dan pencegahan
kecacatan yang lebih parah (pencegahan sekunder dan pengelolaan ulkus/gangren diabetik).
Pencegahan Primer
Penyuluhan cara terjadinya kaki diabetes sangat penting, harus selalu dilakukan setiap saat.
Berbagai usaha pencegahan sesuai dengan tingkat risiko dengan melakukan pemeriksaan dini
setiap ada luka pada kaki secara mandiri ataupun ke dokter terdekat. Deformitas (stadium 2
dan 5) perlu sepatu/ alas kaki khusus agar meratakan penyebaran tekanan pada kaki.
Pencegahan Sekunder
• Wound control
• Microbiological control-infection control
• Mechanical control-pressure control
• Educational control
2.10 Prognosis
Prognosis kaki diabetik bergantung pada berbagai faktor yang terlibat dalam
patofisiologi, komplikasi, dan penyakit yang menyertai. Penatalaksanaan holistik harus
ditekankan untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas kaki diabetik.
DAFTAR PUSTAKA
Ismiarto YD. Aspek bedah penanganan luka diabetes. In: Kariadi SHKS, Arifin AYL, Adhiarta
IGN, Permana H, Soetedjo NNM, editors. Naskah lengkap forum diabetes nasional V.
Bandung; 2011
Powers A. Diabetes mellitus. In: Longo, Fauci, Kasper, editors. Harrison’s principles of
internal medicine. 18th ed. USA: McGraw Hill; 2012
Tjokroprawiro A. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Surabaya: Airlangga University Press; 2007.
Waspadji S. Kaki diabetes. In: Sudoyo, Setiyohadi, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th
ed. Jakarta: Interna Publishing; 2011 .p.1961-2.
Widyatmoko S, Sulistiyani, Ulum M. Hubungan perawatan kaki pasien diabetes melitus tipe 2
dengan kejadian ulkus diabetik di RSUD Dr. Moewardi. Surakarta: Penerbit Universitas
Muhammadiyah Surakarta; 2012 .p. 5.