Anda di halaman 1dari 23

PRESENTASI KASUS

DIABETIC FOOT

Pembimbing :
dr. Dewi Kartika Sari, Sp.PD

Disusun oleh :
SELLA PRATIWI
1102014240

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


KEPANITERAAN DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR DRADJAT PRAWIRANEGARA
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah, Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad
SAW, dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman. Karena atas rahmat dan ridha-
Nya, penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus yang berjudul “Diabetic Foot”. Penulisan
laporan kasus ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas dalam menempuh kepanitraan klinik di
bagian departemen ilmu penyakit dalam di RSUD dr. Drajat Prawiranegara.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penulisan laporan kasus ini tidak terlepas dari
bantuan dan dorongan banyak pihak. Maka dari itu, perkenankanlah penulis menyampaikan
rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu, terutama kepada
dr. Dewi Kartika Sari, Sp.PD yang telah memberikan arahan serta bimbingan ditengah kesibukan
dan padatnya aktivitas beliau.
Penulis menyadari penulisan presentasi kasus ini masih jauh dari sempurna mengingat
keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun demi perbaikan penulisan presentasi kasus ini. Akhir kata penulis
berharap penulisan presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Serang, Maret 2019

Penulis
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTIAS PASIEN

Nama : Ny. J

TTL : 14/09/1965

Umur : 54 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Alamat : Kp. Simpang tiga cikande

B. ANAMNESIS

Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan pasien dan suaminya pada
tanggal 06 Maret 2019 pukul 12.00 di Ruang Melati 2.

Keluhan utama : Bengkak pada kaki kiri

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang dengan keluhan bengkak pada kaki kiri sejak 3 bulan yang lalu.
Pasien juga mengatakan bahwa kakinya tidak terasa saat di sentuh, terasa panas dan
terdapat nanah. Riwayat tertusuk paku 1 tahun yang lalu.

Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien mengalami penurunan kesadaran sejak


pukul 16.00 wib – 21.00 wib (25/2/2019) dan bicara tidak nyambung. Namun saat di
bawa ke rumah sakit (01.50 wib, 26/2/2019) pasien sudah sadar sepenuhnya. Pasien
juga mengatakan demam 1 hari sebelum masuk rumah sakit, menggigil, gusi berdarah,
dan mimisan disangkal. Keluhan lain berupa mual, muntah, batuk, sesak disangkal.
BAB dan BAK normal.

Pasien rutin kontrol, namun 3 bulan terakhir ini pasien melakukan pengobatan
secara tradisional. Riwayat penggunaan insulin sejak tahun 2016 (pagi dan malam,
sebelum tidur).

Riwayat Penyakit Dahulu:


- Riwayat Sakit Serupa : disangkal

- Riwayat Diabetes Melitus : Pasien ada riwayat diabetes mellitus sudah ± 10 tahun

- Riwayat Hipertensi : disangkal

- Riwayat Batuk Lama : disangkal

- Riwayat Maag : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:

- Riwayat Sakit Serupa : disangkal

- Riwayat Diabetes Melitus : ada

- Riwayat Hipertensi : disangkal

- Riwayat Batuk Lama : disangkal

- Riwayat Maag : disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/64 mmHg
Nadi : 87x/mnt
RR : 20x/mnt
Suhu : 37,2 ⁰C
Status Generalis:

Kepala : Normocephal
Mata : Conjunctiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
THT : Dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat
Thorax
• Inspeksi : Simetris bilateral saat statis dan dinamis
• Palpasi : NT (-), massa (-)
• Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
• Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
Jantung
• Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
• Palpasi : Ictus cordis teraba
• Perkusi : Dalam batas normal
• Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
• Inspeksi : Perut datar
• Palpasi : supel, nyeri tekan (-), batas hepar normal, massa (-)
• Perkusi : Timpani (+)
• Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral hangat +/+ +/+
Akral sianosis -/- -/-
Edema -/- -/+
Bulla -/- -/+
Capillary Refill Time < 2 detik < 2 detik

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Lab 26 Februari 2019

PARAMETER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN


Temp 36,80 C
FIO2 41,00 %
pH 7,221 - 7,35-7,45
pCO2 31,60 mmHg 32,00-43,00
pO2 132,50 mmHg 71,00-104,00
HCO3 std 14, 10 mmol/L 21,00-26,00
BE (B) -15,00 mmol/L (-2)-(3)
SAT 98,10 % 94,00-100,00
O2 13,60 mmol/L 23,00-27,00
PARAMETER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

Natrium 130,70 mmol/L 135,00-148,00


Kalium 2,93 mmol/L 3,30-5,50
Klorida 97,10 mmol/L 96-111

Pemeriksaan Lab 28 Februari 2019, hasil tanggal 05 Maret 2019

PARAMETER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

Natrium 129,00 mmol/L 135,00-148,00


Kalium 2,20 mmol/L 3,30-5,50
Klorida 97,80 mmol/L 96-111

Hasil Pemeriksaan Kultur Resistensi

Bahan : Pus

Jenis Bakteri : Diplococcus Gram Positif

Jumlah : Banyak

Antimicrobial (µg) Hasil (mm) Range (mm)


Amoxicillin 25 S 22 11-14
Amoxicillin + Clavulanic Acid 30 S 20 14-17
Oxacillin 5 R 11-13
Ticarcillin 75 S 20 15-19
Piperacillin + Tazobactam 110 R 17-21
Gentamicin 10 R 13-14
Kanamycin 30 R 13-18
Amikacin 30 R 15-16
Netilmicin 30 R 13-14
Fosfomycin 50 R 14-18
Lincomycin 2 X 14-17
Cefuroxime 30 R 14-17
Cefotaxime 30 R 15-22
Ceftazidime 30 R 14-17
Cefadroxil 30 I 18 14-18
Ceftriaxone 30 X 14-20
Colistin 10 X 14-18
Imipenem 10 S 22 13-17
Neomycin 30 X 13-17
Cefoperazone 75 R 14-20
Cephalexin 30 R 12-18
Cefixme 5 R 14-18
Subactam + Cefoperazone 105 R 14-20
Chloramphenicol 30 R 13-17
Trimethoprim + Sulphamethoxazole 25 R 11-15
Erythromycin 15 I 18 12-22
Clindamycin 2 R 15-20
Spiramycin 100 X 15-20
Clarithromycin 15 1 20 15-20
Ciprofloxacin 5 R 15-21
Ofloxacin 5 R 18-20
Levofloxacin 5 R 13-17
Meropenem 10 X 13-16
Nalidixic Acid 30 X 14-18
Pipemidic Acid 20 X 14-18
Cephalotin 30 X 14-18
Cefazolin 30 R 14-18
Azitromycin 15 1 20 14-20

Keterangan :

S : Sensitif R : Resisten

I : Intermediate X : Tidak dilakukan

Pemeriksaan lab tanggal 01 Maret 2019


PARAMETER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

Gula Darah Sewaktu 301,00 Normal : < 100


mg/dL
Pre DM : 100-195

DM : >= 200

PARAMETER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

Natrium 128,80 mmol/L 135,00-148,00


Kalium 2,32 mmol/L 3,30-5,50
Klorida 97,20 mmol/L 96-111

Pemeriksaan Foto Thorax PA (AP) tanggal 01 Maret 2019


Uraian hasil pemeriksaan :
- Foto simetris
- Cor tidak membesar
- Sinuses dan difragma normal
Pulmo :
- Hilli normal
- Corakan bronkhovaskuler bertambah
- Penebalan peribronkhial (+)
- Tidak tampak infiltrate
Kesan :
Bronchitis
Tidak tampak kardiomegali

Pemeriksaan Foto Pedis AP dan Lateral tanggal 01 Maret 2019


Uraian hasil pemeriksaan :
- Densitas tulang-tulang pembentuk pedis sisnistra tampak berkurang
- Tampak lesi litik dn sklerotik disertai destruksi pada tulang talus dan calcaneus sinistra
- Tampak fragmen tulang dan tanda-tanda erosi sendi ankle sinistra
- Besar, bentuk tulang-tulang lainnya tampak normal
- Sela sendi dan permukaan sendi tampak kasar
Kesan :
Menyokong Charcot Diabetic Foot

Pemeriksaan lab tanggal 02 Maret 2019


PARAMETER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

Gula Darah Sewaktu 223,00 Normal : < 100


mg/dL
Pre DM : 100-195

DM : >= 200

PARAMETER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

HbA1c 11,29 Normal : < 5,7


%
Pre DM : 5,7-,4

DM : >= 6,5

PARAMETER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

Natrium 132,90 mmol/L 135,00-148,00


Kalium 2,25 mmol/L 3,30-5,50
Klorida 97,40 mmol/L 96-111

Pemeriksaan lab tanggal 03 Maret 2019


PARAMETER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

Natrium 129,50 mmol/L 135,00-148,00


Kalium 2,40 mmol/L 3,30-5,50
Klorida 96,40 mmol/L 96-111

PARAMETER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

Gula Darah Sewaktu 93 mg/dL Normal : < 100


Pre DM : 100-195

DM : >= 200

Pemeriksaan lab tanggal 04 Maret 2019


PARAMETER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

Gula Darah Sewaktu 172 Normal : < 100


mg/dL
Pre DM : 100-195

DM : >= 200

Pemeriksaan lab tanggal 05 Maret 2019


PARAMETER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

Natrium 130,20 135,00-148,00


mmol/L
Kalium 2,72 mmol/L 3,30-5,50

Klorida 94,00 mmol/L 96-111

PARAMETER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

Gula Darah Sewaktu 223 Normal : < 100


mg/dL
Pre DM : 100-195

DM : >= 200

E. DIAGNOSIS KERJA

Diabetes Melitus Type II

Charcot Diabetic Foot

Hiponatremia
Hipokalemia

F. PENATALAKSANAAN

Debridement

Inf RL 20 tpm

Novorapid 3×4 unit (malam)

Metronidazole 3x500 mg IV

Paracetamol tab 3x1

G. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanactionam : dubia ad malam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik diabetes melitus (DM) yang
sering dijumpai dan ditakuti. Hal ini disebabkan karena hasil pengelolaan sering
mengecewakan baik bagi dokter, pasien maupun keluarganya, serta dapat berakhir dengan
amputasi bahkan kematian.

Kaki diabetik adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang
berhubungan dengan neuropati dan penyakit vaskuler perifer pada tungkai bawah akibat
diabetes melitus yang tidak terkendali dengan baik.

2.2 Klasifikasi

Klasifikasi Wagner-Meggit dikembangkan pada tahun 1970-an, digunakan secara luas untuk
mengklasifikasi lesi pada kaki diabetes.

Tabel 1. Klasifikasi kaki diabetes berdasarkan WagnerMeggit


Derajat 0 Simptom pada kaki seperti nyeri
Derajat 1 Ulkus superfisial
Derajat 2 Ulkus dalam
Derajat 3 Ulkus sampai mengenai tulang
Derajat 4 Gangren telapak kaki
Derajat 5 Gangren seluruh kaki
Derajat 0
Derajat 0 ditandai antara lain kulit tanpa ulserasi dengan satu atau lebih faktor risiko berupa
neuropati sensorik yang merupakan komponen primer penyebab ulkus; peripheral vascular
disease; kondisi kulit yaitu kulit kering dan terdapat callous (yaitu daerah yang kulitnya
menjadi hipertropik dan anastesi); terjadi deformitas berupa claw toes yaitu suatu kelainan
bentuk jari kaki yang melibatkan metatarsal phalangeal joint, proximal interphalangeal joint
dan distal interphalangeal joint. Deformitas lainnya adalah depresi caput metatarsal, depresi
caput Longitudinalis dan penonjolan tulang karena arthropati charcot.

b. Derajat I
Derajat I terdapat tanda-tanda seperti pada grade 0 dan menunjukkan terjadinya neuropati
sensori perifer dan paling tidak satu faktor risiko seperti deformitas tulang dan mobilitas sendi
yang terbatas dengan ditandai adanya lesi kulit terbuka, yang hanya terdapat pada kulit, dasar
kulit dapat bersih atau purulen (ulkus dengan infeksi yang superfisial terbatas pada kulit).

c. Derajat II
Pasien dikategorikan masuk grade II apabila terdapat tanda-tanda pada grade I dan ditambah
dengan adanya lesi kulit yang membentuk ulkus. Dasar ulkus meluas ke tendon, tulang atau
sendi. Dasar ulkus dapat bersih atau purulen, ulkus yang lebih dalam sampai menembus tendon
dan tulang tetapi tidak terdapat infeksi yang minimal.

d. Derajat III
Apabila ditemui tanda-tanda pada grade II ditambah dengan adanya abses yang dalam dengan
atau tanpa terbentuknya drainase dan terdapat osteomyelitis. Hal ini pada umumnya disebabkan
oleh bakteri yang agresif yang mengakibatkan jaringan menjadi nekrosis dan luka tembus
sampai ke dasar tulang, oleh karena itu diperlukan hospitalisasi/ perawatan di rumah sakit
karena ulkus yang lebih dalam sampai ke tendon dan tulang serta terdapat abses dengan atau
tanpa osteomielitis.

e. Derajat IV
Derajat IV ditandai dengan adanya gangren pada satu jari atau lebih, gangren dapat pula terjadi
pada sebagian ujung kaki. Perubahan gangren pada ekstremitas bawah biasanya terjadi dengan
salah satu dari dua cara, yaitu gangren menyebabkan insufisiensi arteri. Hal ini menyebabkan
perfusi dan oksigenasi tidak adekuat. Pada awalnya mungkin terdapat suatu area focal dari
nekrosis yang apabila tidak dikoreksi akan menimbulkan peningkatan kerusakan jaringan yang
kedua yaitu adanya infeksi atau peradangan yang terus-menerus. Dalam hal ini terjadi oklusi
pada arteri digitalis sebagai dampak dari adanya edema jaringan lokal.

f. Derajat V
Derajat V ditandai dengan adanya lesi/ulkus dengan gangren-gangren diseluruh kaki atau
sebagian tungkai bawah.

Klasifikasi Wagner-Meggit dianjurkan oleh International Working Group on Diabetic Foot


(IWGDF) dan dapat diterima semua pihak agar memudahkan perbandingan hasil-hasil
penelitian. Dengan klasifikasi ini akan dapat ditentukan kelainan yang dominan, vaskular,
infeksi, atau neuropatik dengan ankle brachial index (ABI), filament test, nerve conduction
study, electromyography (EMG), autonomic testing, sehingga pengelolaan lebih baik. Ulkus
gangren dengan critical limb ischemia lebih memerlukan evaluasi dan perbaikan keadaan
vaskularnya. Sebaliknya jika faktor infeksi menonjol, antibiotik harus adekuat. Sekiranya
faktor mekanik yang dominan, harus diutamakan koreksi untuk mengurangi tekanan plantar.

2.3 Etiologi

Ulkus diabetik bisa menjadi gangren kaki diabetik. Penyebab gangren pada penderita
DM adalah bakteri anaerob, yang tersering Clostridium. Bakteri ini akan menghasilkan gas,
yang disebut gas gangren.

2.4 Epidemiologi

Diabetes melitus (DM) merupakan masalah kesehatan yang perlu ditangani dengan
seksama. Prevalensi DM meningkat setiap tahun, terutama di kelompok risiko tinggi. DM yang
tidak terkendali dapat menyebabkan komplikasi metabolik ataupun komplikasi vaskular jangka
panjang, yaitu mikroangiopati dan makroangiopati. Penderita DM juga rentan terhadap infeksi
kaki luka yang kemudian dapat berkembang menjadi gangren, sehingga meningkatkan kasus
amputasi.

Pada penderita DM banyak yang mengeluhkan terjadinya ulkus diabetik sehingga


diabetes mellitus menjadi penyebab terjadinya amputasi kaki pada penderita DM. Amputasi
terjadi 15 kali lebih sering pada penderita diabetes dari pada non diabetes, pada tahun 2032
seiring dengan peningkatan jumlah penyandang diabetes di dunia, terjadi peningkatan masalah
kaki diabetik. Angka terjadinya ulkus diabetik masih sangat tinggi, tidak hanya di negara maju
tetapi juga di negara berkembang.

Prevalensi penderita ulkus kaki diabetik sekitar 15% dengan risiko amputasi 30 %,
angka mortalitas 32%, dan di Indonesia ulkus kaki diabetik merupakan penyebab paling besar
untuk dilakukan perawatan di rumah sakit sebesar 80%. Kewaspadaan terhadap persoalan
kesehatan kaki diabetes di Indonesia juga masih sangat kurang. Sarana pelayanan kaki diabetik
yang masih terbatas dan kurangnya tenaga kesehatan terlatih tentang pelayanan kaki
menyebabkan pelayanan kaki pada pasien diabetes di Indonesia masih kurang diperhatikan.

2.5 Patogenesis
Ulkus kaki diabetes disebabkan tiga faktor yang sering disebut trias, yaitu: iskemi, neuropati,
dan infeksi. Kadar glukosa darah tidak terkendali akan menyebabkan komplikasi kronik
neuropati perifer berupa neuropati sensorik, motorik, dan autonom.

Neuropati sensorik: Biasanya cukup berat hingga menghilangkan sensasi proteksi yang
berakibat rentan terhadap trauma fisik dan termal, sehingga meningkatkan risiko ulkus kaki.
Sensasi propriosepsi yaitu sensasi posisi kaki juga hilang.

Neuropati motorik: mempengaruhi semua otot, mengakibatkan penonjolan abnormal tulang,


arsitektur normal kaki berubah, deformitas khas seperti hammer toe dan hallux rigidus.
Deformitas kaki menimbulkan terbatasnya mobilitas, sehingga dapat meningkatkan tekanan
plantar kaki dan mudah terjadi ulkus.

Neuropati autonomi: ditandai dengan kulit kering, tidak berkeringat, dan peningkatan
pengisian kapiler sekunder akibat pintasan arteriovenosus kulit. Hal ini mencetuskan timbulnya
fisura, kerak kulit, sehingga kaki rentan terhadap trauma minimal. Hal tersebut juga dapat
karena penimbunan sorbitol dan fruktosa yang mengakibatkan akson menghilang, kecepatan
induksi menurun, parestesia, serta menurunnya refleks otot dan atrofi otot.

Penderita diabetes juga menderita kelainan vaskular berupa iskemi. Hal ini disebabkan
proses makroangiopati dan menurunnya sirkulasi jaringan yang ditandai oleh hilang atau
berkurangnya denyut nadi arteri dorsalis pedis, arteri tibialis, dan arteri poplitea; menyebabkan
kaki menjadi atrofi, dingin, dan kuku menebal. Selanjutnya terjadi nekrosis jaringan, sehingga
timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.

Kelainan neurovaskular pada penderita diabetes diperberat dengan aterosklerosis.


Aterosklerosis merupakan kondisi arteri menebal dan menyempit karena penumpukan lemak
di dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena
berkurangnya suplai darah, kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka lama dapat
mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus kaki diabetes. Proses
angiopati pada penderita DM berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer
tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal tungkai berkurang.

DM yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan tunika intima (hiperplasia


membran basalis arteri) pembuluh darah besar dan kapiler, sehingga aliran darah jaringan tepi
ke kaki terganggu dan nekrosis yang mengakibatkan ulkus diabetikum. Peningkatan HbA1C
menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen oleh eritrosit terganggu, sehingga
terjadi penyumbatan sirkulasi dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang
selanjutnya menjadi ulkus. Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas
trombosit meningkatkan agregasi eritrosit, sehingga sirkulasi darah melambat dan
memudahkan terbentuknya trombus (gumpalan darah) pada dinding pembuluh darah yang akan
mengganggu aliran darah ke ujung kaki.

2.6 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala kaki diabetes melitus seperti sering kesemutan, nyeri pada kaki saat
istirahat, sensasi rasa berkurang, kerusakan jaringan (nekrosis), penurunan denyut nadi arteri
dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal serta kulit
kering.

Tanda-tanda terjadi gangguan pada kaki:

1. Angiopati

Penderita penyakit diabetes mellitus pada umumnya mengalami angiopati perifer atau
gangguan sirkulasi darah pada bagian ujung/tepi tubuh yang lazim disebut dengan
angiopati diabetik. Peredaran darah kurang lancar karena darah terlalu kental, banyak
mengandung gula. Penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama),
sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki).

2. Neuropati

Gejala neuropati ini paling terasa pada tungkai bawah dan kaki sebelah kanan dan kiri.
Yang paling menyiksa dapat meyebabkan nyeri berdenyut terusmenerus. Pasien tidak
menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Luka
timbul spontan sering disebabkan karena trauma misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri,
lecet akibat pemakaian sepatu/sandal yang sempit dan bahan yang keras. Mulanya hanya
kecil, kemudian meluas dalam waktu yang tidak begitu lama. Luka akan menjadi borok dan
menimbulkan bau yang disebut gas gangren.

3. Paraestesi

Kurang rasa atau kesemutan pada ujung anggota tubuh tangan dan kaki yang berisiko
terjadi luka pada ujung kaki tanpa terasa dan berakhir dengan gangren.

4. Anastesi (tidak berasa)


Rasa tebal terjadi di telapak kaki, penderita merasa seperti berjalan di atas kasur.

5. Gangguan imunologi

Daya tahan tubuh pasien diabetes melitus menurun, mudah infeksi pada luka dan
terserang penyakit.

2.7 Diagnosis

Diagnosis kaki diabetik harus dilakukan secara teliti, diagnosis kaki diabetik
ditegakkan melalui riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosa kaki diabetes melitus dapat ditegakkan melalui beberapa
tahap pemeriksaan sebagai berikut:
a. Riwayat kesehatan pasien dan keluarga Riwayat kesehatan pasien dan keluarga meliputi:
1) Lama diabetes
2) Managemen diabetes dan kepatuhan terhadap diet
3) Olahraga dan obat-obatan
4) Evaluasi dari jantung, ginjal dan mata
5) Alergi
6) Pola hidup
7) Medikasi terakhir
8) Kebiasaan merokok
9) Minum alkohol
Selain itu, yang perlu diwawancara adalah tentang pemakaian alas kaki, pernah
terekspos dengan zat kimia, adanya kalus dan deformitas, gejala neuropati dan gejala iskemi,
riwayat luka atau ulkus. Pengkajian pernah adanya luka dan ulkus meliputi lokasi, durasi,
ukuran, dan kedalaman, penampakan ulkus, temperatur dan bau.

b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi meliputi kulit dan otot Inspeksi pada kulit yaitu status kulit seperti warna, turgor
kulit, pecahpecah; berkeringat; adanya infeksi dan ulserasi; adanya kalus atau bula;
bentuk kuku; adanya rambut pada kaki. Inspeksi pada otot seperti sikap dan postur dari
tungkai kaki; deformitas pada kaki membentuk claw toe atau charcot joint; keterbatasan
gerak sendi; tendon; cara berjalan; dan kekuatan kaki.
2) Pemeriksaan neurologis yang dapat menggunakan monofilamen ditambah dengan
tunning fork 128-Hz, pinprick sensation, reflek kaki untuk mengukur getaran, tekanan
dan sensasi.
3) Pemeriksaan aliran darah dengan menggunakan palpasi denyut nadi pada arteri kaki,
capillary refiling time, perubahan warna, atropi kulit dan kuku dan pengukuran ankle
brachial index.
4) Pengukuran alas kaki meliputi bentuk alas kaki yang sesuai dan nyaman, tipe sepatu dan
ukurannya.

c. Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan darah : lekositosis mungkin menandakan adanya abses atau infeksi
lainnya pada kaki. Penyembuhan luka dihambat oleh adanya anemia. Adanya
insufisiensi arterial yang telah ada, keadaan anemia menimbulkan nyeri saat istirahat.
- Profil metabolik : pengukuran kadar glukosa darah, glikohemoglobin dan kreatinin
serum membantu untuk menentukan kecukupan regulasi glukosa dan fungsi ginjal.
- Pemeriksaan laboratorium vaskuler noninvasif : Pulse Volume Recording (PVR), atau
plethymosgrafi

d. Pemeriksaan radiologi
- Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan demineralisasi dan sendi
Charcot serta adanya ostomielitis.
- Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging (MRI):
meskipun pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis abses dengan
pemeriksaan fisik, CT scan atau MRI dapat digunakan untuk membantu diagnosis abses
apabila pada pemeriksaan fisik tidak jelas.
- Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya hasil false positif dan
false negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan 99mTc-IabeIed ciprofolxacin sebagai
penanda (marker) untuk osteomielitis.
- Arteriografi konvensional: apabila direncanakan pembedahan vaskuler atau
endovaskuler, arteriografi diperlukan untuk memperlihatkan luas dan makna penyakit
atherosklerosis. Resiko yang berkaitan dengan injeksi kontras pada angiografi
konvensional berhubungan dengan suntikan dan agen kontras.
e. Pemeriksaan sederhana yang dapat dilakukan untuk deteksi kaki diabetik adalah dengan
menilai Ankle Brachial Index (ABI) yaitu pemeriksaan sistolik brachial tangan kiri dan kanan
kemudian nilai sistolik yang paling tinggi dibandingkan dengan nilai sistolik yang paling tinggi
di tungkai. Nilai normalnya adalah O,9-1,3. Nilai dibawah 0,9 itu diindikasikan bawah pasien
penderita diabetes melitus memiliki penyakit kaki diabetik dengan melihat gangguan aliran
darah pada kaki. Alat pemeriksaan yang digunakan ultrasonic doppler. Doppler dapat
dikombinasikan dengan manset pneumatic standar untuk mengukur tekanan darah ekstremitas
bawah.

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ulkus diabetikum mencakup beberapa aspek yaitu kendali metabolik, kendali
vaskular, kendali luka, kendali tekanan, kendali infeksi, dan edukasi mengenai perawatan kaki
mandiri.

Wound Control

Perawatan luka sejak awal harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus
secermat mungkin. Klasifikasi ulkus pedis dilakukan setelah debridement adekuat. Jaringan
nekrotik dapat menghalangi proses penyembuhan luka dengan menyediakan tempat untuk
bakteri, sehingga dibutuhkan tindakan debridement. Debridement yang baik dan adekuat akan
sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik, dengan demikian akan sangat mengurangi
produksi pus/cairan dari ulkus/gangren.

Debridement dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti mekanikal, surgikal,


enzimatik, autolisis, dan biokemis. Cara paling efektif adalah dengan metode autolysis
debridement. Autolysis debridement adalah cara peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri
dengan syarat utama lingkungan luka harus lembap. Pada keadaan lembap, enzim proteolitik
secara selektif akan melepas jaringan nekrosis, sehingga mudah lepas dengan sendirinya atau
dibantu secara surgikal atau mekanikal. Pilihan lain dengan menggunakan maggot. Saat ini
terdapat banyak macam dressing (pembalut) yang dapat dimanfaatkan sesuai keadaan luka dan
letak luka. Dressing mengandung komponen zat penyerap, seperti carbonated dressing,
alginate dressing akan bermanfaat pada luka yang masih produktif. Hydrophilic fiber dressing
atau silver impregnated dressing bermanfaat untuk luka produktif dan terinfeksi.

Berbagai terapi topikal dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba pada luka,
cairan normal saline sebagai pembersih luka, senyawa silver sebagai bagian dari dressing.
Berbagai cara debridement non-surgikal seperti preparat enzim dapat dimanfaatkan untuk
mempercepat pembersihan jaringan nekrotik. Jika luka sudah lebih baik dan tidak terinfeksi
lagi, dressing seperti hydrocolloid dressing dapat dipertahankan beberapa hari. Untuk
kesembuhan luka kronik seperti luka kaki diabetes, suasana kondusif sekitar luka harus
dipertahankan. Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan
beranjak ke proses selanjutnya. Untuk menjaga suasana kondusif dapat dipakai kasa yang
dibasahi dengan normal saline. Berbagai sarana dan penemuan baru dapat dimanfaatkan untuk
wound control, seperti: dermagrafi, apligraft, growth factor, protease inhibitor, dan sebagainya,
untuk mempercepat kesembuhan luka. Terapi hiperbarik oksigen efikasinya masih minimal.

Microbiological Control

Data pola kuman perlu diperbaiki secara berkala, umumnya didapatkan infeksi bakteri
multipel, anaerob, dan aerob. Antibiotik harus selalu sesuai dengan hasil biakan kuman dan
resistensinya. Lini pertama antibiotik spektrum luas, mencakup kuman gram negatif dan positif
(misalnya sefalosporin), dikombinasi dengan obat terhadap kuman anaerob (misalnya
metronidazole).

Pressure Control

Jika tetap dipakai untuk berjalan (menahan berat badan/weight bearing), luka selalu mendapat
tekanan, sehingga tidak akan sempat menyembuh, apalagi bila terletak di plantar seperti pada
kaki Charcot. Berbagai cara surgikal dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka
seperti:

a. Dekompresi ulkus/gangren dengan insisi abses

b. Prosedur koreksi bedah seperti operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection,
Achilles tendon lengthening, partial calcanectomy.

Langkah awal penatalaksanaan ulkus diabetikum adalah mengklasifikasikan luka tersebut.


Klasifikasi yang umum digunakan adalah klasifikasi Wagner, yang dapat membantu
menentukan intensitas dan durasi terapi.

▪ Lesi Grade 0 : Pasien di kategori ini memerlukan konseling atau edukasi mengenai
perawatan kaki yang baik, terutama pada pasien dengan neuropati.
▪ Lesi Grade 1 dan 2 : Luka di kategori ini memerlukan tatalaksana debridemen yang
ekstensif, perawatan luka yang baik, mengurangi tekan/beban di ulkus, dan kontrol
infeksi.

▪ Lesi Grade 3 : Terapi untuk lesi grade 3 mencakup debridemen, kontrol infeksi,
perawatan luka, dan mengurangi tekanan/beban ulkus. Pasien di kategori ini berrrisiko
untuk amputasi dan memerlukan tatalaksana holistik dan koordinasi antara
pekerja kesehatan.

▪ Lesi Grade 4 dan 5 : Luka grade 4 dan 5 mengalami lesi yang rumit, seringkali
memerlukan perawatan inap di rumah sakit, konsultasi operasi dan terkadang amputasi.

Terapi Farmakologis

Jika mengacu pada berbagai penelitian aterosklerosis (jantung, otak), obat seperti aspirin yang
dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk kaki DM. Namun, sampai saat ini belum
ada bukti kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna memperbaiki patensi
pembuluh darah kaki penyandang DM rendah atau kondisi klaudikasio intermitten hebat, maka
tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan, diperlukan pemeriksaan
arteriografi. Untuk oklusi panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk oklusi
pendek dapat dipikirkan prosedur endovaskular. Pada keadaan sumbatan akut dapat dilakukan
tromboarterektomi. Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat
diperbaiki, sehingga pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik.

Terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat memperbaiki vaskularisasi dan oksigenisasi


jaringan luka pada kaki diabetes sebagai terapi adjuvan. Masih banyak kendala untuk
menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki diabetes.

2.9 Pencegahan

Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu pencegahan kaki
diabetes dan ulkus (pencegahan primer sebelum terjadi perlukaan kulit) dan pencegahan
kecacatan yang lebih parah (pencegahan sekunder dan pengelolaan ulkus/gangren diabetik).

Pencegahan Primer

Penyuluhan cara terjadinya kaki diabetes sangat penting, harus selalu dilakukan setiap saat.
Berbagai usaha pencegahan sesuai dengan tingkat risiko dengan melakukan pemeriksaan dini
setiap ada luka pada kaki secara mandiri ataupun ke dokter terdekat. Deformitas (stadium 2
dan 5) perlu sepatu/ alas kaki khusus agar meratakan penyebaran tekanan pada kaki.

Pencegahan Sekunder

Pengelolaan Holistik Ulkus/Gangren Diabetik Kerjasama multidisipliner sangat diperlukan.


Berbagai hal harus ditangani dengan baik dan dikelola bersama, meliputi:

• Wound control
• Microbiological control-infection control
• Mechanical control-pressure control
• Educational control

2.10 Prognosis

Prognosis kaki diabetik bergantung pada berbagai faktor yang terlibat dalam
patofisiologi, komplikasi, dan penyakit yang menyertai. Penatalaksanaan holistik harus
ditekankan untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas kaki diabetik.
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes


Care 2004 .p. 5-10.

Ismiarto YD. Aspek bedah penanganan luka diabetes. In: Kariadi SHKS, Arifin AYL, Adhiarta
IGN, Permana H, Soetedjo NNM, editors. Naskah lengkap forum diabetes nasional V.
Bandung; 2011

Powers A. Diabetes mellitus. In: Longo, Fauci, Kasper, editors. Harrison’s principles of
internal medicine. 18th ed. USA: McGraw Hill; 2012

Tjokroprawiro A. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Surabaya: Airlangga University Press; 2007.

Waspadji S. Kaki diabetes. In: Sudoyo, Setiyohadi, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th
ed. Jakarta: Interna Publishing; 2011 .p.1961-2.

Widyatmoko S, Sulistiyani, Ulum M. Hubungan perawatan kaki pasien diabetes melitus tipe 2
dengan kejadian ulkus diabetik di RSUD Dr. Moewardi. Surakarta: Penerbit Universitas
Muhammadiyah Surakarta; 2012 .p. 5.

Anda mungkin juga menyukai