Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Penyakit menular seksual, atau PMS adalah berbagai infeksi yang dapat menular dari
satu orang ke orang yang lain melalui kontak seksual. Menurut the Centers for Disease
Control (CDC) terdapat lebih dari 15 juta kasus PMS dilaporkan per tahun. Beberapa PMS
dapat berlanjut pada berbagai kondisi seperti Penyakit Radang Panggul (PRP), kanker serviks
dan berbagai komplikasi kehamilan. Para peneliti mendapati bahwa infeksi kelamin terkait
dengan risiko keguguran pada trimester pertama dan kedua.
Selain itu, infeksi kelamin yang menyebar secara hematogen dan masuk ke sirkulasi
janin akan menimbulkan kecacatan, terhambatnya pertumbuhan, hingga janin mati dalam
kandungan. Untuk itu, wanita hamil disarankan untuk melakukan skrining dan penanganan
sedini mungkin sejak awal kehamilan sehingga mengurangi resiko kehamilannya. Terdapat
banyak penyakit menular seksual atau penyakit kelamin yang dikenal, namun yang tersering
adalah gonore, sifilis, HIV/AIDS, kondiloma akuminata, bacterial vaginosis, infeksi genital
nonspesifik, hepatitis B, herpes genitalis, kandidiasis vulvovaginalis, dan trikomoniasis.
Perhatian lainnya ditujukan kepada pengobatan penyakit, dimana pemilihan obat yang aman
bagi ibu dan janin harus diperhatikan, namun efektivitasnya terhadap penyakit cukup baik.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apakah definisi PMS?
b. Bagaimana resiko yang terjadi pada ibu hamil yang menderita PMS ?
c. Bagaimana dampak PMS pada janin ?
d. Bagaimana penatalaksanaan PMS ?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi Penyakit Menular Seksual
b. Untuk mengetahui resiko pada ibu hamil yang menderita PMS.
c. Untuk mengetahui dampak ibu penderita PMS pada janinnya
d. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada ibu hamil dengan PMS.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Penyakit Menular Seksual


Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah infeksi yang penularannya terjadi melalui
kontak seksual baik dalam bentuk kontak seksual genital, oral atau anal. Banyak penderita
PMS tidak menyadari bahwa dirinya mengidap PMS oleh karena penyakit ini seringkali tidak
menunjukkan gejala.
PMS dapat menimbulkan resiko bagi ibu hamil dan janin yang dikandungnya. PMS dapat
menyebabkan :
a. Abortus
b. Kehamilan Ektopik
c. Persalinan preterm
d. Lahir mati
e. Cacat bawaan
f. Morbiditas neonatus
Seringkali penularan pada janin terjadi saat persalinan, saat melalui jalan lahir yang
terinfeksi. Namun, sejumlah infeksi juga dapat terjadi secara transplasental sehingga
menyebabkan infeksi janin intrauterin. Suatu hal yang penting untuk memastikan bahwa
wanita hamil bebas dari PMS. Pada kunjungan prenatal pertama, provider kesehatan (bidan,
dokter , obstetric & gynecologist) akan melakukan skrining untuk beberapa jenis PMS,
termasuk HIV – human immunodeficiency virus ( pada beberapa sentra kesehatan tertentu )
dan syphilis. Beberapa jenis PMS dapat disembuhkan dengan obat, namun tidak semua jenis
PMS dapat diobati dengan obat.Bila jenis PMS yang diderita termasuk jenis yang sulit
disembuhkan maka harus diambil langkah terbaik untuk melindungi janin yang dikandung.
Beberapa penyakit yang termasuk penyakit menular seksual adalah sebagai berikut :
A. Sifilis
1. Definisi
Sifilis merupakan penyakit menular seksual (PMS) yang biasa dikenal dengan
raja singa. Sifilis dapat menular pada bayi yang dikandung secara transplasenta dan
menimbulkan kecacatan.
Sifilis merupakan penyakit infeksi sistemik disebabkan oleh treponema pallidum
yang dapat mengenai seluruh organ tubuh, mulai dari kulit, mukosa, jantung hingga
susunan saraf pusat. Infeksi terbagi atas beberapa fase, yaitu sifilis primer, sifilis
2
sekunder, sifilis laten dini dan lanjut, serta neurosifilis (sifilis tersier). Sifilis
umumnya ditularkan lewat kontak seksual, namun juga dapat secara vertical pada
masa kehamilan (Sarwono; 2009).
2. Etiologi
a. Sifilis disebabkan oleh treponema pallidum, spiroket yang menginfeksi mukosa
sampai timbulnya kanker membran.
b. Sifilis sulit di lacak dan penyakit ini hanya menghilang ke dalam tubuh dan terus
melakukan kerusakan di tempat-tempat yang tidak dapat dilihat
c. Lama masa inkubasi, dari waktu pajanan sampai timbulnya kanker primer,
bergantung pada jumlah microorganisme yang menetap saat infeksi dan berapa
lama organism ini bereplikasi. Spiroket membutuhkan 33 jam untuk bereplikasi
dibandingkan bakteri yang hanya memerlukani beberapa menit untuk bereplikasi.
1) Inkubasi pada tahap primer adalah 10-90 hari setelah kontak, rata-rata 21 hari.
la sembuh dengan spontan dalam 3 minggu tanopa terapi.
2) Inkubasi pada tahap sekunder adalah 17 hari samapai 6 bulan setelah kontak,
rata-rata 2,5 bulan. Bila sifilis tidak diobati tanda dan gejala sembuh secara
spontan dalam 2-8 minggu, dengan rata-rata 4 minggu.
3) Tahap laten dimulai setiap lesi sekunder hilang.
d. Individu dinyatakan infeksius bila muncul salah asatu lesi primer atau
sekunder.Respon antibody awal adalah IgM, dan dalam 2 minggu IgM berubah
menjadi IgG.
3. Gambaran klinis
Pada kehamilan gejala klinik tidak banyak berbeda dengan keadaan tidak
hamil, hanya perlu diwaspadai hasil tes serologi sifilis pada kehamilan normal bisa
memberikan hasil positif palsu.Transmisi treponema dari ibu ke janin umumnya
terjadi setelah plasenta terbentuk utuh, kira – kira sekitar umur kehamilan 16 minggu.
Oleh karena itu bila sifilis primer atau sekunder ditemukan pada kehamilan setelah 16
minggu, kemungkinan untuk timbulnya sifilis congenital lebih memungkinkan.
a. Tahap primer menunjukan ciri-ciri berikut :
1) Lesi primer adalah kanker: papula kecil yang membentuk jalan masuk dan
menghancurkan diri untuk membentuk ulserasi superficial yang tidak nyeri, dan
berakhir selama 5 minggu dan sembuh secara spontan. Lesi mungkin satu atau
banyak.

3
2) Sekitar 70% kasus terjadi duseminata dari jalan masuk infeksi ke kelenjar limfe
yang menyebabkan pembesaran kelenjar limfe pada lipatan paha dan axila yang
diikuti pembesaran kelenjar limfe yang lain (bubo-satelit), nyeri tekan dan
berbatas tegas.
b. Tahap sekunder
Disebabkan diseminata hematogen yang berasal dari drainase kelenjar limfe
regional. Tahap sekunder ditandai dengan kondisi berikut:
1) Ruam kulit yang menyeluruh, bilateral, tidak gatal, dan tidak nyeri. terutama
di membrane mukosa, telapak tangan dan telapak kaki. Ruam yang muncul
bisa berupa salah satu atau semua bentuk lesi berikut:
a) Macula datar, berwarna tembaga.
b) Papula eritematosa, berkerak.
c) Pustule
2) Tampilan ruam dalam mulut berupa erosi putih yang disebabkan dengan
“tempelan mukosa”.
3) Lesi lecet yang berkombinasi dengan kondiloma latum yang terbentuk pada
area tubuh yang lembab, seperti area vulva dan perianal. Lesi ini berupa
sekelompok kecil veruka datar yang tertutup oleh eksudat keabu-abuan; lesi
ini sangat infeksius. Jangan keliru membedakan lesi ini dengan kondiloma
akuminata, veruka eksternal yang disebabkan oleh HPV.
4) Gejala sistemik yang biasa terjadi:
a) Adenopati yang menyeluruh.
b) Demam, malaise, letargi dan sakit kepala
c) Anoreksia dan penurunan berat badan
d) Alopesia terjadi dimana saja pada tubuh.
c. Tahap laten
Terjadi setelah manifestasi sifilis sekunder hilang tanpa terapi. Spiroket
yang tinggal dalam keadaan dorman ditubuh dan termanifestasi sendiri beberapa
tahun kemudian seiring degenerasi banyak organ. Spiroket dapat didiagnosis
dengan uji laboratorium saat tidak ada manifestasi klinis, terutama bila riwayat
pejanan telah diketahui atau terdapat riwayat lesi primer atau sekunder. Dengan
gejala:

4
1) Luka primer didaerah genetalia atau tempat lain seperti dimulut dari
sekitarnya. Pada lues sekunder kadang – kadang timbul kondiloma lata. Lues
laten dan sudah lama dapat menyerang organ tubuh lainnya.
2) Pemeriksaan serologis reaksi wassermann dan VDRL
3) Kelahiran mati atau anak yang lalu dengan lues congenital merupakan
petunjuk bahwa ibu menderita sifilis.
d. Tahap Tersier
Sifilis tersier adalah kelanjutan dari sifilis sekunder. Dengan tandda khas
Gumma ( infiltrate berbatas tegas, lunak, destruktif, besarnya bervariasi ) dapat
menjadi ulkus. Dapat terjadi pada mukosa, tulang, hepar, kardiovaskuler.
4. Faktor resiko
a. Paling sering terjadi pada golongan usia muda umur 20 – 29 tahun
b. Orang yang melakukan kontak langsung dengan infeksius awal lesi awal kulit atau
selaput lendir pada saat melakukan hubungan seksual dengan penderita sifilis.
c. Dapat diturunkan oleh ibu penderita pada anak yang dikandungnya
d. Bergonta ganti pasangan seksual
e. Tidak menggunakan kondom saat berhubungan seksual
f. Melalui barang perantara yang sedah dipakai oleh penderita seperti pakaian
dalam, handuk dan sebagainya ( Djuanda,1987 )
5. Prognosis
Prognosis pada ibu hamil dengan sifilis buruk, jika tidak dilakukan dengan
penanganan yang tepat akan berdampak buruk baik si Ibu maupun untuk janin yang
dikandungnya. Pada saat lahir bayi dapat tampak sehat dan kelainan timbul setelah
beberapa minggu, tetapi dapat pula kelainan ada sejak lahir. Di mana virus
Troponema Pallidum masuk secara hematogen melalui placenta ( UK 10 minggu ),
sehingga janin yang terinfeksi dapat mati atau abortus, lahir mati atterm ( IUFD ), dan
lahir hidup dengan tanda- tanda sifilis kongenital.
Pada bayi dapat dijumpai kondisi sebagai berikut :
a. Pertumbuhan intrauterine yang terlambat
b. Kelainan membrane mukosa ( bibir, mulut, laring dan mukosa genital)
c. Kelainan kulit, rambut dan kuku
Dapat berupa macula eriterm, papullosqruamosa, dan bulla.Bulla sedah ada sejak
lahir yang tersebar secara simetris terutama pada telapak tangan dan kaki.
d. Kelainan tulang ( terjadi pada 6 bulan pertama)
5
Tanda sifilis kongenital lanjut :
a. Kornea : keratitis intersisial
Biasanya terjadi pada umur pubertas dan bilateral.pada kornea timbul
pengabuan menyerupai gelas disertai vaskularisasi sclera.Terjadi pada 20 – 50%
kasus sifilis kongenital lanjut.
b. Tulang : perisynovitis
Mengenai kedua lutut yang akan mengakibatakan terjadinya bengkak
tanpa nyeri yang simetris.
c. Sistem saraf pusat
Biasanya yang menjadi tanda adalah adanya kelemahan umum dan renjatan
6. Penatalaksanaan
Pengobatan sifilis kongenital terbagi menjadi pengobatan pada ibu hamil dan
pada bayi.Penisilin masih tetap merupakan obat pilihan untuk pengobatan sifilis, baik
sifilis didapat maupun kongenital.Pada wanita hamil, tetrasiklin dan doksisiklin
merupakan kontraindikasi. Pengobatan sifilis pada kehamilan dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Sifilis Dini ( primer, sekunder, dan laten dini tidak lebih dari 2 tahun)
Benzatine Penisillin 1x / IM, Penisillin G Prokain dalam aquadest 600.000 IU/IM
selama 10 hari.
b. Sifilis Lanjut ( lebihan dari 2 tahun )
Benzatine Penisillin G 2.4 juta IU/ IM setiap minggu, selama 3x berturut- turut,
atau dengan Penisilin G Prokain 600.000 UI/ IM setiap hari selama 21 hari
c. Neurosifilis
Benzidin penicillin 6 – 9 MU selama 3 sampai 4 minggu. Selanjutnya dianjurkan
pemberian benzyl penicillin 2 -4 MU secara IV setiap 4 jam selama 10 hari.
Wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin, sebaiknya sebelum
hamil atau pada triwulan 1 untuk mencegah penularan pada janin. Suami harus
diperiksa dengan menggunakan tes reaksi wasserman dan VDRL, bila perlu
diobati.

B. Gonorhea
1. Definisi
Gonorhoe adalah IMS yang disebabkan oleh diplokokus intrasel gram-negatif
anaerob Neisseria gonorrhoeae. gonorrrhoeae dibawah mikroskop cahaya tampak
sebagai diplokokus berbentuk biji kopi dengan lembar 0,8 µm dan bersifat tahan
6
asam. Kuman ini bersifat gram negative, tampak diluar dan di dalam leukosit
polimorfnuklear, tidak dapat bertahan lama di udara bebas, cepat mati pada keadaan
kering, tidak tahanpada suhu di atas 39° C, dan tidak tahan zat desinfektan.
2. Etiololgi
a. Organisme gonokokus (gonokokus, GC) adalah bakteri diplokokus berbentuk kacang-
kacang merah, yang bersifat patogen pada epitel. Lokasi infeksi yang umum
mencakup :
1) Orofaring
2) Konjungtiva mata
3) Uretra pria
4) Salurang reproduksi wanita. GC menetap dalam vagina hingga menstruasi, saat
kanalis serviks terbuka, dan kemudian naik ke uterus serta tuba falopii.
5) Rektum
3. Gambaran klinis
Gejala pada wanita berbeda dengan pria, karena perbedaan antomi dan fisiologi
genital wanita dan pria. Masa inkubasinya bervariasi, singkat (mulai dari beberapa
jam sampai 2- 5 hari ), gejala dan tanda pada ibu hamil:
a. Disuria
b. Gatal pada vulva
c. Sekret purulenta dari uretra
d. Kelenjar batholini membesar
e. Orofaringitis ( penyebab hubungan oral – genital )
f. Rektum ( penyebab hubungan rectum dan genital)
g. Konjungtivitis ( melalui alat/ tangan)
h. Kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri di panggul bawah
4. faktor resiko
Kelompok berisoko tinggi
a. PSK ( Pekerja Seks Kormesial )
b. Orang yang mempunyai 1 pasangan seksual tetapi pasanganya suka bergonta –
ganti pasangan seksual
c. Pada wanita usia 16-24 tahun
d. Pada laki-laki usia 20-34 tahun
e. Homoseks dan pecandu narkotika

7
5. Prognosis .
Bayi yang terkena gonorhoe akan menjadi buta, pembengkakan pada kedua
kelopak mata dan matanya mengeluarkan nanah. Selain itu penyakit sistemik seperti
meningitis dan arthritis, sepsis, pada bayi yang terinfeksi pada proses persalinan
6. Penatalaksanaan
Pada ibu hamil tidak dapat diberikan obat golongan kuinolon dan tetraksiklin
yang direkomendasikan adalah golongan sefalosporin ( seftriakson 250 Mg/ IM dosis
tunggal ). Jika wanita hamil alergi terhadap penisil atau sefalosporin tidak dapat
ditoleransi sebaiknya diberikana Spektinomisin 2 gr/IM sebagai dosis tunggal.
Pada wanita hamil juga dapat diberikan amoksisilin 2 grm / 3 gram peroral
dengan tambahan probenesid 1 grm oral sebagai dosis tunggal saat isolasi
N.Gonorrhoeae yang sensitive terhadap penisilin. Amoksisilin direkomendasikan
untuk pengobatan jika disertai infeksi C. Trachomatis.
Pencegahan
a. Tidak melakukan hubungan seksual baik vaginal, anal dan oral dengan orang yang
terinfeksi
b. Pemakaian Kondom dapat mengurangi tetapi tidak dapat menghilangkan sama
sekali risiko penularan penyakit ini
c. Hindari hubungan seksual sampai pengobatan antibiotik selesai.
d. Sarankan juga pasangan seksual kita untuk diperiksa guna mencegah infeksi lebih
jauh dan mencegah penularan
e. Pengendalian penyakit menular seksual ini adalah dengan meningkatkan keamanan
kontak seks dengan menggunakan upaya pencegahan.

C. HIV/ AIDS
1. Definisi
HIV adalah penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh,dan AIDS adalah
kumpulan gejala akibat kekurangan atau kelemahan sistem kekebalan tubuh yang
dibentuk setelah lahir.
AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome.
Acquired artinya didapat, jadi bukan merupakan penyakit turunan, immuno berarti
sistem kekeblan tubuh, Deficiency artinya kekurangan, sedangkan syndrome adalah
kumpulan gejala. AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak
kekebalan tubuh, sehingga mudah diserang oleh penyakit-penyakit lain yang berakibat
8
fatal..Selain penyakit infeksi,penderita AIDS juga mudah terkena kanker. Dengan
demikian gejala AIDS amat bervariasi. Virus yang menyebabkan penyakit ini adalah
virus HIV (Humman Immuno-deficiency Virus).
2.Etiologi
a. Penularan HIV terjadi kalau ada cairan tubuh yang mengandung HIV,seperti hubungan
seks dengan pasangan yang mengidap HIV, jarum suntik,dan alat-alat penusuk
(tato,penindik,dan cukur) yang tercemar HIV dan ibu hamil yang mengidap HIV
kepada janin atau disusui oleh wanita
b.Yang mengidap HIV (+).Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang terkena HIV lebih
mungkin tertular.
c. Walaupun janin dalam kandungan dapat terinfeksi ,sebagian besar penularan terjadi
waktu melahirkan atau menyusui, bayi lebih mungkin tertular jika persalinan berlanjut
lama.Selama proses persalinan, bayi dalam keadaan beresiko tertular oleh darah ibu,Air
susu ibu (ASI) dari ibu yang terinfeksi HIV juga mengandung virus itu. Jadi jika bayi
disusui oleh ibu HIV (+), bayi bisa tertular.
3. gambaran klinis
Sebagian penderita mengalami gejala-gejala berikut dalam masa 2 - 6 minggu
selepas dijangkiti kuman HIV:
a. Demam
b. sakit tekak dan batuk
c. sakit otot
d. sakit kepala
e. bengkak kelenjar limfa
f. letih
g. ruam
h. sakit sendi
i. turun berat badan
Gambaran klinis pada anak :
Manifestasi klinis infeksi HIV pada anak bervariasi dari asimtomatis sampai
penyakit berat yang dinamakan AIDS. AIDS pada anak terutama terjadi pada umur
muda karena sebagian besar (>80%) AIDS pada anak akibat transmisi vertikal dari ibu
ke anak. Lima puluh persen kasus AIDS anak berumur < l tahun dan 82% berumur <3
tahun. Meskipun demikian ada juga bayi yang terinfeksi HIV secara vertikal belum
memperlihatkan gejala AIDS pada umur 10 tahun. Gejala klinis yang terlihat adalah
9
akibat adanya infeksi oleh mikroorganisme yang ada di lingkungan anak. Oleh karena
itu, manifestasinya pun berupa manifestasi nonspesifik berupa gagal tumbuh, berat
badan menurun, anemia, panas berulang, limfadenopati, dan hepatosplenomegali.
Manifestasi klinis lainnya yang sering ditemukan pada anak adalah pneumonia
interstisialis limfositik, yaitu kelainan yang mungkin langsung disebabkan oleh HIV
pada jaringan paru. Manifestasi klinisnya berupa hipoksia, sesak napas, jari tabuh, dan
limfadenopati. Secara radiologis terlihat adanya infiltrat retikulonodular difus bilateral,
terkadang dengan adenopati di hilus dan mediastinum.
Infeksi HIV terjadi melalui 3 tahapan :
a. Tahap Primer/Akut
Terjadi dalam 3-6 minggu, manifestasinya klinisnya berlangsung selama kurang
lebih 1 bulan yang menyebabkan nyeri kepala, demam.Pada tahap ini virus dapat
dideteksi di dalam darah. Jumlah sel CD4+ sedikit menurun : 750-1000 sel/mm3.
b. Tahap Kronik / Asimptomatik
Dapat berlangsung selama 10 tahun, replikasi virus berlangsung lebih cepat dan
lebih destruktif CD4 sebanyak 500 sel/mm3
c. Tahap AIDS
Ditandai dengan penurunan jumlah sel CD4+ yang progresif (200 sel/mm3).
4. Faktor resiko
a. Mempunyai perilaku seksual berisiko tinggi yaitu melakukan seksual tanpa
kondom dengan banyak mitra seksual yang dapat berpotensi HIV/ AIDS
b. Mempunyai riwayat infeksi menular seksual
c. Mempunyai riwayat menerima transfuse darah berulang, tanpa tes penapisan awal
d. Mempunyai perlukaan kulit, tato, tindik, atau sirkumsisi dengan alat yang tidak
steril dan bergantian
e. Sebagai pemakai narkoti suntik terutama pemakaian jarum bersama secara
bergantian tanpa sterilisasi yang memadai.
5. Prognosis
Tujuh puluh delapan persen ( 78% ) bayi yang terinfeksi HIV akan menunjukan
gejala klinis menjelang umur 2 tahun dan biasanya 3 sampai 4 tahun kemudian akan
meninggal.Pemaparan terhadap HIV tidak selalu mengakibatkan penularan, beberapa
orng yang terpapar HIV selama bertahun-tahun bisa tidak terinfeksi. Di sisi lain
seseorang yang terinfeksi bisa tidak menampakan gejala selama lebih dari 10 tahun.
Tanpa pengobatan , infeksi HIV ,mempunyai resikom1-2 % untuk menjadi AIDS pada
10
beberapa tahun pertama. Risiko ini meningkat 5% pada setiap tahun berikutnya.
Teknik perhitungan jumlah virus HIV ( plasma RNA ) dalam darah seperti polymerase
chain reaction ( PCR ) dan branched deoxyribo nucleid acid (bDNA ) test membantu
dokter untuk memonitor efek penobatan dan membantu penilaian prognosis penderita.
Kadar virus ini bervariasi mulai kuran dari beberapa ratus sampai lebi dari sejuta virus
RNA/mL plasma.
Dengan HIV, antibodinya dihasilkan dalam jangka 3-8 minggu. Tahap
berikutnya sebelum antibody tersebut dapat dideteksi dikenal sebagai tahap jendela.
Pengujian dapat dilakukan dengan menggunakan sampel darah, air liur atau air
kencing. Pengujian HIV harus dilakukan sejalan dengan bimbingan sebelum-selama-
dan sesudahnya. Jumlah normal dari sel-sel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah
800-1200 sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel-sel CD4+T-nya
terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang oleh infeksi infeksi
oportunistik.
6. Penatalaksanaan
Tata cara mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi caranya dengan
melakukan skrining yg baik, cara lainnya dengan pemberian obat antiretroviral pada
ibu positif HIV, selain itu dengan melakukan persalinan yang aman pada saat
persalinan, selama persalinan, setelah persalinan.
Untuk mencegah HIV perlu juga diberikan obat anti HIV pada ibu hamil yang
diketahui terinfeksi HIV pada TM II dan III, diberikan AZT peroral, sedangkan saat
persalinan diberikan AZT melalui infus, keada bayi baru lahir diberikan selama 6
minggu.
Pada persalinan normal kemungkinan penularan HIV lebih besar sehingga
pada ibu hamil di anjurkan untuk menjalani operasi caesar.
Manajemen ibu hamil penderita AIDS tanpa gejala atau dengan gejala,
sebaiknya mendapatkan langkah- langkah sebagai berikut :
a. Identifikasi Resiko Tinggi yaitu pemakai narkotika intravena, pasangan
seksualnya memakai narkotika intravena.
b. Dilakukan pemeriksaan darah terhadap HIV.
c. Diberikan peningkatan pengetahuan tentang HIV/ AIDS
d. Memberikan konseling mengenai masalah HIV/ AIDS

11
Infeksi HIV/AIDS saat ini belum ditemukan obatnya sehingga disarankan bagi
mereka yang menderita HIV tidak melakukan huhungan badan tanpa
menggunakan alat kontrasepsi.

D. Chlamydia Trachomatis
Infeksi Chlamidya Trachomatis (C.trachomatis) pada banyak negara merupakan
penyebab utama infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual. Dalam bidang infeksi
menular seksual C. trachomatis dapat merupakan penyebab uretritis, servisitis, endometritis,
salpingitis, perihepatitis epididimitis, limfogranuloma venerium dan seterusnya.
Infeksi C. trachomatis sampai saat ini masih merupakan problematik karena keluhan
ringan, kesukaran fasilitas diagnostik, mudah menjadi kronis dan residif, serta mungkin
menyebabkan komplikasi yang serius, seperti infertilitas dan kehamilan ektopik. Selain itu
bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi mempunyai resiko untuk menderita konjungtivitis dan
atau pneumonia.) Beberapa penelitian menunjukkan meningkatnya risiko kehamilan dan
persalinan pada ibu dengan infeksi klamidia, misalnya dapat menimbulkan abortus, kematian
janin, persalinan preterm, pertumbuhan janin terhambat, ketuban pecah dini, serta
endometritis paska aborsi. Bayi yang lahir per vaginam dari ibu dengan infeksi Chlamydia
20-50% dapat mengalami konjungtivitis inklusi dalam 2 minggu pertama kehidupannya.
Pneumonia dapat terjadi pada usia 3-4 bulan dengan prevalensi 10 (Ahmad, 2007) Selain itu,
dapat pula terjadi otitis media, obstruksi nasal, dan bronkiolitis. Risiko infeksi perinatal tidak
terjadi bila persalinan berlangsung per abdominal kecuali bila telah terjadi ketuban pecah
sebelumnya.
Diagnosis infeksi klamidia dapat ditegakkan bila sekret mukopurulen dari ostium uteri
eksternum atau apusan serviks pada biakan menemukan mikroorganisme ini. Selain itu, dapat
pula dilakukan pemeriksaan sitologi yang memperlihatkan adanya badan inklusi intrasel,
pemeriksaan secara serologic yang menunjukkan adanya kenaikan titer antibodi, misalnya
dengan ELISA, fiksasi komplemen, dan mikroimunofluoresensi. Doxycycline dan ofloxacin,
yang merupakan first-line treatment pada infeksi chlamydia adalah kontraindikasi pada
kehamilan. Obat yang direkomendasikan adalah azitrhromycin 1 gram per oral dosis tunggal
atau amoksisilin 500 mg 3 secara oral selama 7 hari. (Aziz, et al, 2007) Pengobatan infeksi
Chlamydia dalam kehamilan perlu juga memperhatikan infeksi campuran dengan gonore.
Bila sarana diagnostik tidak ada, kasus dengan risiko tinggi perlu mendapat pengobatan
dengan eritromisin 500 mg secara oral 4 kali sehari selama 7 hari atau eritromisin 250 mg
secara oral 4 kali sehari selama 14 hari. Pencegahan terhadap ophthalmia neonatorum perlu
12
dilakukan dengan memberikan salep mata eritromisin (0,5%), atau tetrasiklin (1%) segera
setelah bayi lahir.

E. Bakterial vaginosis

Bakterial vaginosis adalah keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang disebabkan
bertambahnya pertumbuhan flora vagina bakteri anaerob menggantikan Lactobacillus yang
mempunyai konsentrasi tinggi sebagai flora normal vagina. Secara klinik, untuk menegakkan
diagnosis bacterial vaginosis harus ada tiga dari empat criteria sebagai berikut, yaitu: (1)
adanya sel clue pada pemeriksaan mikroskopik sediaan basah, (2) adanya bau amis setelah
penetesan KOH 10% pada ca duh yang homogen, kental, tipis, dan berwarna seperti susu, (4)
pH vagina lebih dari 4.5 Awalnya infeksi pada vagina hanya disebut dengan istilah vaginitis,
di dalamnya termasuk vaginitis akibat Trichomonas vaginalis dan akibat bakteri anaerob lain
berupa Peptococcus dan Bacteroides, sehingga disebut vaginitis nonspesifik.
Dalam kehamilan, penelitian membuktikan bahwa bakterial vaginosis merupakan
salah satu faktor penyebab pecahnya ketuban pada kehamilan dan persalinan prematur.
Dengan demikian, pemeriksaan terhadap kemungkinan infeksi perlu diperhatikan.
Pengobatan yang dianjurkan metronidazol 250 mg per oral diberikan 3 hari selama 7 hari.
Pendapat lama mengenai metronidazol yang tidak dianjurkan untuk diberikan pada trimester
pertama kehamilan ternyata dari beberapa penelitian besar yang melibatkan 150 200.000
sampel tidak menunjukkan efek teratogenik sama sekali. Pada saat ini metronidazol boleh
dipakai pada seluruh masa kehamilan. Dapat juga diberikan klindamisin 300 mg secara oral 2
kali sehari selama 7 hari. (Ahmad, 2009; Daili dkk, 2010).

F. Trikomoniasis
Trikomoniasis merupakan penyakit protozoa persisten yang umum menyerang saluran
urogenital pada wanita ditandai dengan timbulnya vaginitis dengan bercak bercak berwarna
merah seperti “strawberry”, disertai dengan discharge berwarna hijau dan berbau. (Ahmad,
2009)
Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya parasit yang bergerak pad pemeriksaan
mikroskopis atau dari kultur discharge. Penyebab penyakit ini adalah Trichomonas vaginalis,
salah satu protozoa dengan flagella. Trichomonas vaginalis ditularkan khususnya melalui
kontak seksual secara langsung. Penyakit ini juga dapat ditularkan melalui mutual
masturbation dan berbagai sex toys (alat bantu seks). (Daili, 2002; Kornia dkk, 2006)

13
Perempuan yang terinfeksi parasit Trichomonas akan mengeluarkan cairan dari vagina
berwarna kuning kehijauan atau abu abu serta berbusa dalam jumlah banyak, kadangkala
disertai pendarahan dan bau tidak sedap, gatal pada vulva sehingga menimbulkan rasa tidak
nyaman. (Daili, 2010) Sering buang air kecil dan terasa sakit, pembengkakan vulva, rasa
tidak nyaman selama berhubungan seksual dan sakit di wilayah perut. pendarahan di serviks
mungkin terjadi, namun ini bukan gejala umum dan bayi lahir dengan berat badan rendah.
Pengobatan trikomoniasis dalam kehamilan adalah dengan meronidazol yang saat ini
diyatakan boleh dipakai pada seluruh masa kehamilan. Sebaiknya diberikan dosis tunggal (2
gram) dibandingkan dengan dosis terbagi. (Daili dkk, 2010).

G. Kandidiasis
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Candida albicans. Kandidiasis terjadi akibat reaksi
radang yang akibat infeksi jamur di dalam liang vagina dan vulva. Penderita mengeluhkan
kemaluan sangat gatal kadang-kadang sukar tidur dan terdapat banyak bekas garukan. Sekresi
seperti susu kental dan warna putih kekuningan secret tidak berbau. Seringkali ditemukan
adanya faktor predisposisi seperti diabetes melitus, pemakaian antibiotika yang lama,
defisiensi vitamin, pemakaian hormon kortikosterid dan kontrasepsi oral. (Daili, 2002;
Kornia dkk,2006)
Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan usapan mukosa dan kulit yang
terkena, kemudian diperiksa dengan larutan KOH 10% atau dengan pewarnaan Gram. Pada
mikroskop akan ditemukan sel sel ragi,blastospora, atau pseudohifa dari Candida albicans.
Infeksi kandida di daerah orofaring neonatus yang lahir dari ibu dengan kandidiasis
vulvovagina memiliki angka penularan hingga 50%.
Pengobatan terhadap kandida di jalan lahir dilakukan sebelum persalinan berlangsung,
yaitu dengan pemberian antifungan secara topikal. Walaupun sekarang diketahui beberapa
macam obat yang cukup efektif dengan pemberian per oral dosis tunggal, namun belum jelas
apakah cara ini cukup efektif dan aman untuk diberikan. Hanya derivat-azol topikal yang
dianjurkan untuk digunakan pada wanita hamil.

H. Human Papiloma Virus (HPV)


Infeksi HPV pada daerah genital tidak jarang terjadi pada wanita hamil dengan atau
tanpa keluhan. Pada kasus prematuritas banyak ditemukan hasil seropositif terhadap HPV
tipe 16. Akibat yang bisa terjadi kemungkinan munculnya neoplasia pada daerah serviks.
Beberapa tipe dari HPV dapat menimbulkan kutil, kondiloma akuminata, yang biasanya

14
disebabkan oleh HPV tipe 6 dan 11. Neoplasia intraepitel pada serviks lebih disebabkan oleh
HPV tipe 16, 18, 45, dan 56. HPV tipe 6 dan 11 dapat menyebabkan laring papilomatosis
pada bayi yang dilahirkan yang menghisap bahan infeksius saat kehamilan. (Kornia dkk,
2006) Masa inkubasi antara 1-8 bulan. Virus masuk ke dalam tubuh melalui mikrolesi pada
kulit sehingga sering timbul pada daerah yang mudah mengalami trauma pada saat
berhubungan seksual. Pertumbuhan kutil dapat dibagi dalam 3 bentuk yaitu: bentuk
akuminata (jengger), bentuk papul dan bentuk datar. Selain bentuk itu bila berkembang dapat
menjadi sangat besar yaitu Giant Condyloma, sering dihubungkan dengan kemungkiinan
adanya keganasan.(Aziz et al, 2007; Kornia dkk, 2006)
pada saat kehamilan kondiloma akuminata akan membesar dan meluas sampai
memenuhi dan menutupi vagina dan perineum yang menyebabkan kesulita persalinan
pervaginam. Kemungkinan keadaan basah pada daerah vulva pada saat kehamilan merupakan
kondisi yang
untuk pertumbuhan virus.
Pengobatan saat hamil sangat mengganggu penderita dan bagusnya lesi ini biasanya
menghilang setelah persalinan. Saat kehamilan dianjurkan untuk sering mencuci dan
membersihkan daerah vulva ditambah membersihkan vagina dengan irigasi dan menjaga
daerah itu tetap kering dan hal ini akan menghambat proliferasi kutil itu dan mengurangi
ketidaknyamanan yang ada. Pemilihan cara pengobatan terga pada besar, lokalisasi, jenis, dan
jumlah lesi serta fasilitas pelayanan yang tersedia. Pada wanita hamil pengobatan dapat
dilakukan dengan pemberian asam trikloroasetat 50% seminggu sekali dengan cara berhati
karena dapat menimbulkan ulkus yang dalam. (Kornia dkk, 2006; Mullick et al, 2005)

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dapat di simpulkan bahwa Penyakit Menular Seksual adalah infeksi yang
penularannya terjadi melalui kontak seksual baik dalam bentuk kontak seksual
genital, oral atau anal. Jenis dari penyakit PMS pada ibu hamil diantaranya adalah
Sifilis yang disebabkan virus Troponemma Pallidum, Gonorhoe disebabkan virus
Neiseria gonorea dan HIV/AIDS di sebabkan virus Humman Immuno-deficiency
Virus. Dampak dari PMS ini sangat membahyakan janin karena dapat menjadikan
janin cacat kongenital, maupun kematian..Sehingga disini perlu penatalaksanaan yang
benar-benar diperhatikan atau serius.
3.2 Saran
Sebaiknya kehamilan dengan PMS perlu perhatian dan pengawasan yang
serius. Tenaga kesehatan juga harus lebih waspada lagi terhadap PMS karena
penyakin ini dapat menular dan sangat berbahaya. Persalinan dengan PMS juga
sebaiknya dilakukan di RS agar mendapatkan perawatan yang lebih intensif.

16
DAFTAR PUSTAKA

Christopher,J. 2000. Obstetric dan Ginekologi.Jakarta : Widya Medika .


Fadlun, Feryanto Achmad. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika
Nugraheny, Esti. 2010. Asuhan Kebidanan Pathologi. Yogyakarta : Pustaka Rihama
Nugroho,Taufan.2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta : Niha Medika.
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Rukiyah, Ai Yeyeh; dkk. 2010. Asuhan Kebidanan IV ( Patologi Kebidanan ). Jakarta : Trans
Info Media

17

Anda mungkin juga menyukai