PRAKTIKNYA
BAB I
PENDAHULUAN
a) Formulir aplikasi informasi yang dituliskan dalam formulir aplikasi tidak begitu berguna untuk
memprediksi kinerja pelamar. Akan tetapi formulir aplikasi bisa menjadi alat saring awal yang
baik.
Organisasi harus berhati-hati dalam menyusun pertanyaan yang mereka ajukan dalam lembar
aplikasi. Tentu saja, pertanyaan mengenai ras, gender, dan kebangsaan tidak disarankan. Tidak
diperkenankan untuk menanyakan catatan criminal atau bahkan tuduhan yang pernah
dialamatkan kepada si pelamar kecuali jawabannya terkait dengan pekerjaan.
b) Pengecekan Latar Belakang kebanyakan perusahaan melakukan pemeriksaan referensi
pelamar di dalam proses seleksi karyawan. Alasannya mereka ingin tahu bagaimana kinerja
pelamar di masa lalu dan apakah pengusaha yang lama itu jarang menyediakan informasi yang
mendetail mengenai pelamar. Mereka takut dituntut bila mengatakan sesuatu yang buruk tentang
karyawan lama mereka.
2) Seleksi Substantif
Jika mampu melewati tahap penyaringan awal, pelamar selanjutnya memasuki metode
seleksi subtantif. Tahap ini merupakan inti dari proses seleksi dan di dalamnya tercakup tes
tertulis, tes kinerja, dan wawancara.
Tes tertulis, Tes tertulis sering dianggap sebagai tes diskriminatif, dan banyak organisasi
yang menganggapnya tidak terkait dengan pekerjaan. Sekarang lebih dari 60 persen dari seluruh
organisasi di AS dan sebagian besar organisasi yang termasuk dalam fortune 1000 menggunakan
beberapa jenis tes seleksi.
Tes Tertulis biasanya mencakup:
1. Tes kemampuan kognitif atau inteligensi,
2. Tes kepribadian,
3. Tes integritas, dan
4. Kumpulan minat.
Tes kemampuan intelektual, kemampuan special dan mekanis, kemampuan special dan
mekanis, akurasi persepsi, dan kemampuan motorik terbukti merupakan alat prediksi yang valid
untuk pekerjaan operasional terampil, semi terampil, dan tidak terampil dalam organisasi
industri.
Beberapa pengusaha juga melakukan pengecekan latar belakang pelamar berdasarkan
sejarah kredit atau utang atau berdasarkan catatan kriminal. Sebuah bank yang hendak
memperkerjakan seorang teller, misalnya, mungkin perlu mengetahui sejarah kredit atau catatan
kriminal para peramal. Oleh karena pemeriksaan seperti ini sifatnya melanggar privasi,
pengusaha harus yakin betul bahwa hal ini memang diperlukan. Namun demikian tidak
melakukan pemeriksaan juga bisa memiliki dampak hukum.
Penggunaan tes kepribadian mengalami perkembangan pesat selama dasawarsa yang
lampau. Organisasi menggunakan banyak alat ukur kepribdian lima besar untuk mengambil
keputusan seleksi. Kepribadian yang paling baik dalam memprediksi calon karyawan dengan
kinerja tinggi adalah ketelitian dan konsep diri yang positif. Tes kepribadian relatif murah dan
mudah digunakan , selain juga bisa digunakan.
Sementara persoalan etis mendapat tempat yang semakin penting di dalam organisasi, tes
integritas mengalami peningkatan popularitas. Tes ini merupakan tes tertulis yang mengukur
factor-faktor seperti keandalan, kehati-hatian, tanggung jawab, dan kejujuran. Jadi, manajemen
kesan seperti ini tidak hanya membantu orang mendapatkan pekerjaan tetapi juga membantu
mereka punya kinerja yang lebih baik, asalkan kepura-puraan mereka itu tidak termasuk dalam
tingkat patologis.
3) Tes Simulasi Kinerja
Tes simulasi kinerja lebih sukar untuk dikembangkan dan lebih sulit untuk dilakukan
daripada tes tertulis, tes simulasi kinerja semakin populer selama beberapa dasawarsa terakhir.
Dikarenakan fakta bahwa tes semacam ini mempunyai “validitas muka” yang lebih tinggi
dibandingkan kebanyakan tes tertulis. Dua tes simulasi kinerja yang paling terkenal adalah
percobaan kerja dan pusat penilaian.
a) Tes percobaan kerja (work sample test) merupakan simulasi turunan dari sebagian atau semua
pekerjaan yang harus dilakukan oleh pelamar jika ia diterima bekerja. Tes percobaan kerja
menciptakan tiruan miniatur dsri pekerjaan untuk mengevaluasi kemampuan kinerja dari
kandidat.
b) Tes simulasi kinerja yang lebih rumit, yang secara khusus dirancang untuk mengevaluasi potensi
manajerial dari kandidat adalah pusat penilaian (assessment centers). Pusat penilaian merupakan
suatu rangkaian tes simulasi potensi manajerial dari kandidat.
4) Wawancara
Wawancara karyawan secara tradisional bukanlah merupakan bagian dri proses seleksi.
Keputusan cenderung dibuat seluruhnya berdasarkan skor ujian, pencapaian skolastik, dan surat
rekomendasi.
Wawancara tidak hanya digunakan secara luas, tetapi juga memiliki bobot besar sebagai
alat pertimbangan. Itu artinya, hasil dari wawancara cenderung memiliki pengaruh besar
terhadap keputusan seleksi.
Dalam teknik wawancara, para pelamar diminta untuk mendiskripsikan cara mereka
menangani masalah dan situasi yang spesifik pada pekerjaan meraka yang dulu. Hal ini
didasarkan atas asumsi bahwa perilaku di masa lalu dapat menjadi prediktor terbaik bagi perilaku
manusia.
Bukti menunjukan bahwa wawancara sangat penting untuk menilai kemampuan mental,
tingkat ketelitian, kemampuan antar personal pelamar. Ketika kualitas-kulaitas ini berhubungan
dengan kinerja, validitas wawancara sebagai alat seleksi meningkat dan bisa menurun.
Dalam praktiknya, kebanyakan organisasi menggunakan wawancara lebih dari sekedar alat
“prediksi kinerja”. Sebagai tambahan terhadap kecakapan yang relevan dan spesifik, organisasi
melihat karakter kepribadian dari kandidat, harga diri, dan semacamnya untuk menemukan orang
yang sesuai dengan kultur dan citra organisasi.
5) Seleksi Lanjutan
Jika pelamar lolos metode seleksi substantif, mereka pada dasarnya siap untuk
dipekerjakan, tergantung pemeriksaan terakhir. Salah satu metode lanjutannya adalah tes
narkotika. Namun, tes ini kontroversial. Banyak pelamar berpikir bahwa tes ini tidak adil karena
menurut mereka penggunaan obat-obatan bersifat pribadi dan mereka seharusnya diperiksa
berdasarkan faktor-faktor yang berhubungan langsung dengan kinerja, bukan berdasarkan gaya
hidup.
Pemberi kerja bisa menjawab pandangan seperti ini dengan menyatakan bahwa pemakaian
narkotika sangat merugikan, tidak hanya dalam pengertian keuangan, tetapi juga dalam konteks
keamanan umum. Selain itu, hukum yang berlaku berpihak pada cara pandang pemberi kerja
tersebut.
6) Program Pelatihan dan Pengembangan
Karyawan yang kompeten tidak akan selamanya kompeten. Keterampilan bisa melemah
dan menjadi usang dan keterampilan baru perlu dipelajari. Inilah alasan banyak organisasi
menghabiskan miliaran dolar setiap tahunnya untuk menyelenggarakan pelatihan formal.
Program pelatihan memengaruhi perilaku kerja lewat dua cara menurut keuntungannya,
yaitu:
1) Keuntungan pertama adalah meningkatkan keterampilan karyawan secara langsung agar mampu
menunaikan pekerjaan. Peningkatan kemampuan dapat memperbaiki potensi karyawan untuuk
berkinerja dalam level yang lebih tinggi.
2) Keuntungan kedua adalah meningkatkan keyakinan diri karyawan (keyakinan diri/self-efficacy
adalah harapan seseorang bahwa ia mampu menunjukkan perilaku yang dibutuhkan untuk
menghasilkan apa yng diinginkan).
Jenis Pelatihan
1) Kemampuan dasar membaca
Organisasi semakin perlu mengajarkan keterampilan membaca dan matematika dasar bagi
para karyawan mereka. Karyawan butuh kecakapan matematis yang lebih untuk bisa memahami
cara kendali peralatan yang bersifat numerik, kemampuan menulis dan membaca yang lebih baik
untuk menginterpretasikan lembar proses kerja, danketerampilan komunikasi lisan yang lebih
baik untuk dapat bekerja dalam tim.
2) Keterampilan teknis
Sebagian besar pelatihan yang ada diarahkan untuk mengembangkan dan meningkatkan
keterampilan teknis karyawan.
Pekerjaan berubah seiring muncul dan berkembangnya teknologi dan metode baru.
Sebagai contoh, banyak personel perbaikan otomatif harus melalui pelatihan yang ekstensif
untuk memperbaiki dan merawat model yang ada sekarang dengan mesin yang dimonitor
komputer, sistem stabilisasi elektronik, GPS, sistem tanpa kunci, dan inovasi yang lain.
Di samping itu, pelatihan teknik menjadi semakin penting karena perubahan yang terjadi
di dalam desain organisasi. Saat organisasi membuat strukturnya semakin rata, memperkenalkan
penggunaan tim, dan meminimalkan hambatan antardepartemen, karyawan perlu menguasai
tugas dengan variasi yang lebih luas dan memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang
bagaimana organisasi mereka berjalan. Sebagai contoh, restrukturisasi pekerjaan di Miller
Brewing Coo, dengan memanfaatkan tim telah mendorong manajemen untuk memperkenalkan
program literasi bisnis yang komprehensif untuk membantu karyawan memahami secara lebih
baik kompetensi dan keadaan dalam industri bir, dimana penghasilan peruasahaan berasal dan
bagaimana biaya dikalkulasi dan dimana karyawan berperan di dalam rantai nilai perusahaan.
3) Keterampilan antarpersonal
Hampir semua karyawan merupakan anggota dari suatu unti kerja, dan kinerja mereka
sampai tingkat tertentu bergantung pada kemampuan mereka untuk berinteraksi secara efektif
dengan rekan kerja dan atasan mereka. Beberapa karyawan mempunyai keterampilan
antarpersonal yang sangat baik, tetapi beberapa yang lain masih membutuhkan pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan mereka.
Pelatihan ini mencakup belajar untuk menjadi pendengar yang baik, manjadi
pengomunikasi ide yang lebih jelas, dan menjadi anggota tim yang lebih efektif.
4) Kemampuan memecahkan masalah
Para manajer, dan banyak karyawan lain yang melakukan tugas nonrutin, harus
memecahkan masalah dalam pekerjaan mereka. Pelatihan ini bertujuan untuk mempertajam
kemampuan logika mereka, untuk membuat pertimbangan,dan untuk mendefinisikan masalah,
seperti halnya kemampuan mereka untuk memahami hukum sebab-akibat.
Pelatihan pemecahan masalah telah menjadi bagian dasar dari hampir semua organisasi
untuk memperkenalkan tim yang mandiri atau mengimplementasikan program manajemen
berkualitas.
Bagaimana dengan pelatihan etika?
Sebuah survei mutakhir menemukan bahwa sekitar 75% dari karyawanyang bekerja di
1.000 perusahaan terbesar di AS menerima pelatihan etika. Pelatihan ini mencakup program
orientasi karyawan baru, yang dijadikan sebagai bagian dari program pelatihan pengembangan
yang berkelanjutan, atau yang ditawrkan kepada semua karyawan sebagai usaha untuk periodik
untuk mengingtkan mereka akan priinsip-pronsip etis. Akan tetapi, masih diragukan apakah etika
adalah sesuatu yang dapat benar-benardiajarkan kepada orang lain.
Kalangan kritikus beragumen bahwa etika itu didasarkan pada nilai, dan sistem nilai
sudah ditetapkan sejak awal kehidupaan kita. Pada saat pengusaha mempekerjakan orang, nilai-
nilai etis mereka sudah mapan. Para kritikuus tersebut juga mengatakan bahwa masalah etis tidak
bisa secara formal “diajarkan”, tetapi harus dipelajari berdasarkan contoh.
Pendukung pelatihan etika berpandangan bahwa nilai bisa dipelajari dan berubah setetlah
masa kanak-kanak. Dan, bahkan jjika nilai-nilai itu tidak bisa berubah, pelatihan etika akan tetap
efektif karena membantu karyawan mengenali berbagai dilema etis dan menyadari masalah-
masalah eis yang mendasari tindakan mereka. Argumen lain adalah bahwa pelatihan etis
mempertegas kembali harapan organisasi agar anggota-anggitanya bertindak secara etis.
2.3 Metode Pelatihan
Metode pelatihan diklasifikasikan menjadi formal atau informal, dan on-the job atau off-
the job.
Secara historis, pelatihan berarti pelatihan formal. Pelatihan ini direncanakan sebelumnya
dan mempunyai format yang terstuktur rapi. Namun sebagian besar pelatihan di tempat kerja
terdiri atas pelatihan informal-tidak terstruktur, tidak terencana, dan bisa diadaptasikan dengan
mudah pada situasi dan individunya untuk mengajarkan keterampilan dan membuat karyawan
tidak ketinggalan jaman. Pada kenyataannya, kebanyakan pelatihan informal tidak lain adalah
para karyawan yang saling memberikan bantuan. Mereka saling berbagi informasi dan
memecahkan masalah yang berhubungan dengan pekerjaan.
Pelatihan on-the job mencakup rotasi kerja, magang, tugas belajar, dan program mentoring
formal. Keberatan utama terhadap pelatihan ini adalah seringkali mengganggu kerja. Oleh karena
itu organisasi menyelenggarakan pelatihan off-the job. Pelatihan off-the job meliputi menonton
video, seminar umum, program belajar sendiri, kursus internet, kelas televise satelit, dan
aktivitas kelompok yang menggunakan permainan peran dan studi kasus.
Menyesuaikan Pelatihan Formal agar Sesuai dengan Gaya Belajar Karyawan
Cara Anda memproses, memperdalam, dan mengingat materi yang baru dan sulit tidak
selalu sama dengan orang lain. Fakta ini berarti bahwa pelatihan formal yang efektif harus
disesuaikan agar mencerminkan gaya belajar dari karyawan. Misalnya dengan cara membaca,
memperhatikan, mendengarkan, dan berpartisipasi.
Beberapa orang dapat menyerap informasi secara lebih baik ketika mereka membaca.
Orang-orang ini dapat belajar menggunakan computer hanya dengan duduk dan membaca
petunjuknya. Beberapa orang belajar dengan baik melalui obervasi. Mereka memperhatikan
orang lain dan kemudian meniru perilaku yang telah mereka lihat itu. Beberapa orang belajar
melalui mendengarkan untuk menyerap informasi. Orang-orang ini akan lebih suka belajar
menggunakan computer, misalnya dengan mendengarkan rekaman. Orang yang lebih suka gaya
belajar dengan berpartisipasi, mereka ingin duduk, menyalakan computer, dan mendapatkan
pengalaman langsung dengan praktik.
Gaya belajar yang berbeda-beda tidak tertutup satu dari yang lain. Jika tahu tipe yang lebih
disukai oleh para karyawan Anda, Anda bisa merancang program pelatihan formal berdasarkan
preferensi ini. Terlalu banyak menggunakan salah satu tipe mengajar akan menyebabkan
individu yang tidak belajar dengan baik pada gaya belajar lain dirugikan.
BAB III
KESIMPULAN
SDM merupakan bagian proses perencanaan strategis dan menjadi bagian pengembangan
kebijakan dan praktek organisasi. sebagai sumber daya yang penting, sumber daya manusia perlu
mendapatkan perhatian dan pengelolaan melalui suatu ilmu pengelolaan atau manajeman yang
dikenal sebagai manajemen sumber daya manusia. Manajemen Sumber Daya Manusia didasari
pada suatu konsep bahwa setiap karyawan adalah manusia, bukan mesin, dan bukan semata
menjadi sumber daya bisnis.
Banyak perusahaan yang ingin memiliki karyawan yang bersahabat dan ramah.
Perusahaan-perusahaan sadar bahwa jauh lebih mudah memeperkerjakan orang-orang dengan
kepribadian yang mereka cari, daripada memilih dengan hanya berdasarkan kecakapan teknis,
dan kemudian berusaha untuk mengubah kepribadian mereka melalui pelatihan.
Pekerjaan berubah seiring muncul dan berkembangnya teknologi dan metode baru.
Sebagai contoh, banyak personel perbaikan otomatif harus melalui pelatihan yang ekstensif
untuk memperbaiki dan merawat model yang ada sekarang dengan mesin yang dimonitor
komputer, sistem stabilisasi elektronik, GPS, sistem tanpa kunci, dan inovasi yang lain.
Kemampuan special dan mekanis, akurasi persepsi, dan kemampuan motorik terbukti
merupakan alat prediksi yang valid untuk pekerjaan operasional terampil, semi terampil, dan
tidak terampil dalam organisasi industri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi adalah (1) Adanya tujuan yang
jelas, (2) Struktur organisasi. (3) Adanya dukungan atau partisipasi masyarakat, (4) Adanya
sistem nilai yang dianut. Organisasi akan berjalan terarah jika memiliki tujuan yang jelas.
Salah satu isu terkait kebijakan dan praktek MSDM adalah mengenai kesetaraan
kesempatan kerja atau Equal Employment Opportunity (EEO). kesetaraan kesempatan untuk
mendapatkan pekerjaan berarti kesempatan yang sama bagi setiap individu untuk menempati
jabatan atau pekerjaan tertentu tanpa memandang jenis kelamin atau gender, maupun kekurangan
fisik dan perbedaan agama, kepercayaan dan etnis.