Rugi
Rugi
Oleh:
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
1
2
ABSTRAK
Telah dibahas perumusan rugi-rugi serat optik berdasarkan efek gelombang evanescent.
Efek gelombang evanescent terjadi pada serat optik yang caldding- nya dikupas dan
diganti dengan cladding lain. Diperoleh hasil bahwa rugi-rugi serat optik berdasarkan
gelombang evanescent dipengaruhi oleh panjang pengupasan cladding dan
pembengkokan cladding. Cladding serat optik yang diganti dengan cladding udara
mempunyai rugi-rugi yang lebih besar daripada serat optik yang cladding-nya diganti
dengan cladding- air. Pembengkokan cladding yang makin besar menyebabkan rugi-
rugi yang makin besar.
Kata kunci: rugi-rugi, serat optik, efek gelombang evanescent,cladding, pengupasan
ABSTRACT
The formulation of fiber optic loss based on evanescent waves efect has been done. The
effect of evanescant wave occurs in the cladding of fiber optics was peeled and replaced
with another cladding. It has been shown that the loss of fiber optics based evanescant
waves effect is influenced by length of stripping the cladding and bending of the
cladding. The repacement of cladding by water and air make the loss of fiber optics
greater. And tge greater the bending of the fiber, the greater the loss occuring in the
optical fiber
Key words: loss of fiber optic, evanescant waves effect, cladding, paring
3
HALAMAN PENGESAHAN
KARYA TULIS ILMIAH
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan
Yang Maha Esa, ata asung kerta wara nugraha-Nya sehingga penulisan karya ilmiah ini
dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini bertujuan untuk memberikan tambahan
pengetahuan kepada pembaca tentang rugi-rugi (loss) pada serat optik.
Pada makalah ini dibahas persoalan rugi-rugi padas serat optik berdasarkan efek
evanescent. Pembahasan dilakukan dengan mengambil kasus mengupas cladding serat
optik dan menggatinya dengan cladding air dan udara. Juga dibahas pengaruh
pembengkokan cladding terhadap rugi rugi pada serat optik.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang Telah membantu
baik itu rekan-rekan dosen atas masukannya maupun mahasiswa atas koreksinya
sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik
Untuk itu setiap kritik dan saran demi kesempurnaan karya tulis ini akan
diterima dengan senang hati.
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
Daftar Isi
BAB I. PENDAHULUAN 1
BAB II. TINJAUAN UMUM SERAT OPTIK 3
BAB III. PENGARUH PERLAKUAN PADA SERAT OPTIK 18
BAB IV. KESIMPULAN 24
DAFTAR PUSTAKA
6
BAB I
PENDAHULUAN
optik ekstrinsik dan sensor serat optik intrinsik. Sensor serat optik intrinsik yang paling
banyak dibuat dan diuji coba adalah sensor gelombang evanescent.. Sensor evanescent
dibuat dengan mengganti cladding asli yang telah dikupas dengan material yang lain
sehingga ada perubahan pada nilai indeksnya (Andeskob, 2014). Untuk mengetahui
pengaruh penggatian cladding ini, dilakukan dengan memvariasikan panjang
pengupasan cladding dan juga pembengkokkan serat optiknya, cladding pengganti
yang digunakan adalah udara dan air.
8
BAB II
TINJAUAN UMUM SERAT OPTIK
Secara umum fungsi dari bagian-bagian dari serat optic adalah sebagai berikut:
a. Core atau inti merupakan bagian yang paling utama dari serat optik. Cahaya yang
dikirim akan merambat pada bagian ini. Core mempunyai indeks bias lebih besar
dari lapisan kedua. Bagian ini berfungsi sebagai media pemandu cahaya dalam
perambatannya dari satu titik ke titik yang lainnya. Dimeter inti (core) bervariasi
antara 5 – 50 µm tergantung jenisnya. Ukuran core akan berpengaruh pada
karakteristik serat optik.
b. Cladding atau selimut merupakan bagian kedua yang berfungsi sebagai batas
pemantul agar cahaya yang merambat dapat dipantulkan total lagi ke dalam core
dan cahaya dapat dipandu sampai ke ujung lainnya.
c. Coating/bifferatau jaket. Bagian ini berfungsi sebagai pelindung serat optik dari
gangguan eksternal.
Untuk kebutuhan telekomunikasi, biasanya digunakan dua tipe dasar kabel serat
optik. Dilihat dari jenis core-nya, yaitu: mode tunggal (single mode/mono mode) dan
mode jamak (multi mode). Salah satu hal yang membedakan kedua jenis serat optik ini
9
adalah harganya. Serat optik jenis single mode lebih mahal bila dibandingkan dengan
serat optik jenis multi mode, tetapi serat optik jenis single mode ini dalam
penggunaannya lebih efektif dibandingkan dengan kebel serat optik multi mode. Kabel
serat optik jenis single mode ini umumnya digunakan untuk tarnsmisi tempat-tempat
yang jaraknya berjauhan atau bahkan sangat terpencil. Tempat-tempat ini biasanya
sangat sulit dijangkau dengan alat-alat atau media telekomunikasi.
Perambatan cahya diantara du medium dapat dijelaskan dengan gambar berikut.
Gambar 2.2. Peristiwa pemantulan dan pembiasan pada bidang batas antara dua medium optik
(Maddun,2010)
Untuk berkas cahaya yang datang dari mediaum rapat ke medium yang kurang
rapatdengan sudut datang semakin besar, pada saat sudut datangnya sama dengan 900
akan terjadi pemantulan sempurna. Sudut ini disebut sudut kritis.
Pada serat optik, indeks bias core lebih besar dari indeks bias cladding. Sinar-
sinar yang akan dipandu oleh serat optik masuk kedalam core serat optik melalui
10
ujungnya. Pada proses ini diusahakan sinar tersebut datang setegak lurus mungkin
terhadap penampang core serat optik, agar sinar tersebut masuk ke dalam core
kemudian menuju ke cladding dengan sudut sebesar mungkin sehingga sudut datang
pada cladding lebih besar dari sudut kritisnya. Dengan kondisi seperti ini maka akan
dihasilkan pemantulan sempurna pada bidang batas core cladding.
𝑛2
𝑛1 sin 𝜃𝑐 = 𝑛2 sin 90𝑜 sehingga sin 𝜃𝑐 = (2.2)
𝑛1
Apabila sudut 𝜃1 lebih besar daripada sudut kritis, sinar tidak lagi dibiaskan, tetapi akan
terjadi pemantulan total seperti pada gambar 2.3. c (Keiser, 1991).
11
ambar 2.3. (a) Proses Pemantulan dan Pembiasan Cahaya, (b) Sudut kritis (c) Pemantulan internal total
(Pratomo, 2011)
Gambar 2.3 (a) menunjukan peristiwa pemantulan dan pembiasan cahaya, terjadi
jika sudut datang Φ1 diperbesar, maka sinar bias akan semkain menjauhi garis normal.
Pada gambar 2.4 (b) menunjukan terbantuknya sudut kritis, terjadi ketika sinar bias
sejajar dengan bidang batas medium, maka sudut Φ1 tersebut dinamakan sudut kritis.
Gambar 2.3. (c) dinamakan pemantulan internal total, apabila sudut sinar datang terus
diperbesar melampaui besarnya sudut kritis Φ1 > Φ𝑐 , maka sinar datang akan
dipantulkan selruhnya. Konsep pemantulan internal total ini yang digunakan sebagai
landasan pemandu gelombang optik yang ditujukan untuk mentrasnmisikan gelombang
cahaya melalui medium optik (Pratomo).
semua akan diteruskan ke dalam serat optik. Gambar berikut menunjukkan keadaan
tersebut.
Dari Hukum Snellius, sudut minimum 𝜃𝑚𝑖𝑛 yang dapat membentuk pantulan
internal total dengan persamaan
𝑛
sin Φ𝑚𝑖𝑛 = 𝑛 2 (2.3)
1
Gambar 2.4. Mekanisme Perambatan Cahaya pada Step-Index (Dian Yudi, 2005)
Sinar yang mengenai core-cladding pada sudut kurang dari Φ𝑚𝑎𝑥 akan dibiaskan keluar
dari core dan akan lenyap pada cladding. Menurut hukum Snellius untuk batas
permukaan udara dan fiber, pada kondisi persamaan (2.1) dengan memasukkan sudut
𝜃0,𝑚𝑎𝑥 menghasilkan hubungan (Keiser, 1991)
Dengan demikian sinar masuk dengan sudut 𝜃0 kurang dari 𝜃0,𝑚𝑎𝑥 akan dipantulkan
secara total pada permukaan batas core dan cladding. Persaamaan (2.4) juga disebut
dengan Numerical Aperture (NA) (Keiser, 1991) :
1/2
𝑛1 2
𝛾2 = 𝑗𝑘𝑥2 = 𝑗𝑛2 𝑘0 𝑐𝑜𝑠𝜃2 = 𝑗𝑛2 𝑘0 (−𝑗) 𝑠𝑖𝑛2 𝜃1 − 1 (2.12)
𝑛2
15
Kebalikan dari 𝛾2 tidak lain adalah kedalaman penetrasi (penetration depth) medan
evanescent, yaitu:
1 𝜆
𝑑𝑝 = 𝛾 = (2.13)
2 𝑛1 2
2𝜋 𝑛 2 𝑠𝑖𝑛 2 𝜃1 −1
𝑛2
Kedalaman penetrasi ini menunjukan besarnya jarak yang ditempuh oleh gelombang
evanescent ke dalam cladding tegak lurus terhadap bidang batas inti – cladding.
𝑥
𝐼𝑧 = 𝐼0 exp(− ) (2.14)
𝑑𝑝
dengan x adalah jarak normal terhadap antarmuka (interface) inti – cladding. I0 adalah
amplitude gelombang pada x = 0. Secara umum kedalaman penetrasi dp gelombang
evanescent mempunyai oede besar lebih kecil daripada λ, nilainya meningkat tajam
𝑛
ketika sudut datang 𝜃 mendekati sudut kritis 𝜃𝑐 = 𝑠𝑖𝑛−1 (𝑛 1 ).
2
16
Gambar 2.6. Skema penetrasi gelombang evanescent ke dalam cladding (Maddun, 2007)
lokasinya, sensor serat optik dibedakan menjadi dua, yaitu:sensor serat optik ekstrinsik
dan intrinsik.
3𝑛 1 2 𝜆
𝑅𝑐 = 4𝜋 (2.15)
𝑛 1 2 −𝑛 2 2 1/2
Ketika dibengkokkan, serat optik mengalami stress. Stress ini mengakibatkan indeks
bias bahan serat optik berubah menurut formulasi yang diperoleh secara eksperimen.
dengan:
P1 = Daya awal yang diterima (Watt)
P2 = Daya yang diterima dalam satuan (Watt)
dB = deci-Bell (satuan atenuasi)
Konsep deci-Bell diterapkan untuk membandingkan daya yang diberikan
sebagai input dengan daya yang dihasilkan oleh sebuah rangkaian tertentu. Persamaan
2.17 menunjukkan hubungan antara rugi-rugi daya optik dengan membandingkan daya
awal dan daya yand diterima oleh receiver. Untuk mengetahui hubungan antara
tegangan dengan rugi-rugi serat optik, persamaan 2.17 bisa diubah melalui rumus yaitu:
𝑃 = 𝑉. 𝐼 (2.18)
𝑉
𝐼=𝑅 (2.19)
dimana P adalah Daya, V adalah tegangan, I adalah arus dan R adalah hambatan. Maka
didapatkan persamaan (Mayang, 2010) :
𝑉
𝑑𝐵 = 20 log 𝑉1 (2.20)
2
BAB III
PENGARUH PERLAKUAN PADA SERAT OPTIK
Penelitian yang dilakukan oleh Andeskob Topan Indra dan Harmadi mengenai
karakteristik sistem sensor serat optik ditunjukkan seperti pada gambar dibawah.
Gambar 3.1 menunjukan pengaruh panjang pengupasan cladding terhadap rugi-rugi
serat optik dengan cladding udara. Gambar 3.2 menunjukan pengaruh panjang
pengupasan cladding terhadap rugi-rugi serat optik dengan air. Rugi-rugi yang
ditimbulkan akan semakin besar dengan semakin panjangnya pengupasan cladding.
Untuk cladding udara rentang nilai rugi-ruginya adalah 3,562 dB – 13,412 dB.
Sedangkan untuk cladding air 1,978 dB – 12,436 dB. Dari hasil tersebut dapat dilihat
bahwa untuk panjang pengupasan cladding yang sama pada cladding udara rugi-rugi
yang ditimbulkan lebih besar daripada cladding air. (Andeskob, 2014).
Gambar 3.1 Grafik rugi-rugi sebagai fungsi panjang pengupasan cladding serat optik pada cladding
udara.
23
Gambar 3.2 rugi-rugi k sebagai fungsi panjang pengupasan cladding serat optik pada cladding air.
Indeks bias udara dan air yang berbeda berperan pada perbedaan nilai rugi-rugi
untuk panjang pengupasan cladding yang sama. Pada kasus efek gelombang
evanescent, intensitas cahaya yang diteruskan oleh serat optik sangat dipengaruhi oleh
nilai indeks bias cladding. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Andeskob
Topan Indra dan Harmadi, penurunan intensitas cahaya berbanding lurus dengan
penurunan indeks bias cladding. Peningkatan nilai kedalaman penetrasi oleh gelombang
evanescent juga berakibat penurunan intensitas cahaya. Hal ini menunjukan bahwa jika
nilai indeks bias semakin kecil maka rugi-rugi besar atau sebaliknya peningkatan indeks
bias cladding akan menurunkan kedalam penetrasi, sehingga rugi-rugi kecil. (Adeskob,
2014).
Andeskob Topan Indra dan Harmadi, diketahui bahwa semakin besar pembengkokan
pada serat optik, maka makin besar pula rugi-rugi yang ditimbulkan pada serat optik.
Hasil ini diperoleh untuk semua serat optik yang digunakan sebagai sample.
(Andeskob, 2014). Gambar berikut menunjukan pengaruh pembengkokan terhadap nilai
tegangan keluaran.
Gambar 3.3. Rugi-rugi sebagi fungsi panjang pengupasan cladding udara (Andeskob, 2014)
25
Gambar 3.4. Rugi-rugi sebagi fungsi panjang pengupasan cladding air (Andeskob, 2014)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dewi Mayang pada serat optik PT.
Telkom, diketahui bahwa ketika dibengkokkan, serat optik mengalami rugi-rugi akibat
stress disepanjang lekukan. Pada daerah yang dibengkokkan, indeks bias inti mengalami
distorsi. Nilai indeks bias yang terdistorsi ini sangat tergantung pada besar jari-jari
kelengkungannya. Sisi sebelah dalam serat optik yang mengalami pembengkokan akan
mempunyai indeks bias yang lebih besar dari sisi luarnya. Banyaknya berkas sinar yang
lolos dari inti serat saat berkas sinar mengenai bidang batas inti-selimut dengan sudut
datang yang lebih kecil dari sudut kritisnya akan semakin bertambah dengan semakin
kecilnya indeks bias separuh bagian luar sert optik. Dengan melilit serat optik 2 lilitan
maka lengkungan sepanjang serat optik semakin banyak dan rugi-rugi yang dialami
semakin besar pula. Gambar 3.6 menunjukan lekukan serat optik semakin tajam jika
bila tekanan ditambah.
26
Gambar 3.5. Perubahan ketajaman lekukan karena tekanan. (a) Lilitan sebelum ditekan. (b) Lilitan
setelah ditekan (Dewi, 2009).
Tekanan yang diberikan pada serat optik terlilit mengakibatkan rugi-rugi
semakin besar. Ketika ditekan, lekukan yang dialami serat optik semakin tajam
sehingga stress yang ditimbulkannya menyebabkan rugi-rugi yang semakin besar pula.
Penekanan pada lilitan juga mengakibatkan sudut kelengkungan serat optik mengecil.
Hal ini menyebabkan beberapa berkas sinar sampai pada bidang inti-selimut pada titik
kelengkungan dengan sudut yang lebih kecil atau sama dengan sudut kritis. Berkas-
berkas yang demikian pada akhirnya akan keluar meninggalkan inti serat optik. Gambar
3.6 menunjukkan hubungan rugi-rugi dengan tekanan yang dilakukan pada serat optik
27
Gambar 3.6. Pengaruh tekanan terhadap rugi-rugi serat optik pada jari-jari pembengkokan 0.5 cm, 0,6
cm, 0,7 cm 0,9 cm, 1,0 cm. (a) Pembengkokan dengan 1 lilitan. (b) Pembengkokan dengan 2 lilitan
(Mayang, 2010)
Dari Gambar 3.6 dapat dilihat bahwa pengaruh tekanan pada lilitan terhadap
rugi-rugi yang ditimbulkan ternyata signifikan. Semakin ditekan, rugi-rugi optik
semakin bertambah. Serat optik yang dibengkokkan dengan 2 lilitan (Gambar 4.6 (b))
memiliki rugi-rugi yang lebih besar dibandingkan dengan serat optik yang
dibengkokkan 1 lalitan (Gambar 4.6 (a)).
28
BAB IV
KESIMPULAN
2. Dalam rugi-rugi serat optik berdasarkan efek gelombang efek evanescent jika
cladding kabel serat optik diganti menggunakan cladding udara dengan cladding
kabel serat optik diganti menggunakan cladding air ternyata ada perbedaan.
Pada cladding udara nilai rugi-rugi lebih besar daripada cladding air.
29
DAFTAR PUSTAKA
Keiser, Gerd, 1991, Optikal Fiber Communications, 2nd Edition, McGraw, United State,
halaman 23-32.
Maddun, Akhiruddin, dkk, 2007, Pengembangan Sensor Uap Amonia Berbasis Serat
Optik dengan Cladding Termodifikasi Nanoserat Polianilin, J. Sains Tek, Vol.
12, No. 3, halaman 30-33.
Mayang, Dewi, 2010, Kajian Karakteristik Rugi-rugi pada Serat Optik Telkom karena
Pembengkokan Makro, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, halaman
23,28,31,32,54-58,64
Prasetya, Dwi, 2009, Serat Optik sebagai Salah Satu Solusi Pembangunan Jaringan,
Universitas Sriwijaya, Palembang, Halaman 2.
Topan Indra, Andeskob, Harmadi, 2014, Karakteristik Sistem Sensor Serat Optik
Berdasarkan Efek Gelombang Evanescent, Jurnal Fisika Unand, Vol. 3, No. 1,
halaman 8-13.
Yudi Nugroho, Dian, 2005, Studi Pengukuran Rugi-Rugi Serat Optik pada Empat Rute
STO di Jawa Tengah dengan Menggunakan OTDR Teletronix Type Tekranger
TFS3031, Universitas Sebelas M