Anda di halaman 1dari 53

1

Bahan ajar
MATA KULIAH
TINDAK PIDANA KHUSUS

I Gusti Ngurah Parwata SH.MH

Dosen Pengajar
Bagian Hukum Pidana

PROGRAM STUDI : ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2

TINDAK PIDANA KHUSUS

PELAJARAN 1

PENDAHULUAN

Pada level kompetensi ini mahasiswa mempunyai kemampuan menjelaskan


tentang Pengertian Hukum Pidana Khusus, Ruang Lingkup Hukum Pidana Khusus,
bedaan, Persamaan, dan Keterkaitan tindak pidana umum.

KUALITAS MATERI PERKULIHAN

A. JUDUL MATERI PERKULIAHAN : tujuan hukum pidana khusus.


B. SUB-SUB MATERI PERKULIHAN :
1. definiisi pidana khusus
2. Eksistensi dan Tujuan pidana khusus
3. Implikasi dan akibat adanya pidana khusus
4. Perbedaan, Persamaan, dan Keterkaitan pidana umum
C. TUJUAN PEMBELAJARAN
Dengan mempelajari tindak pidana khusus diharapkan mahasiswa dapat
memperoleh impromasi yang seluas-luasnya mengenai definisi hukum pidana khusus
Ruang Lingkup hukum pidana khusus, eksistensi dan Tujuan hukum pidana khusus,
Perbedaan, Pesamaan, dan Keterkaitan tindak pidana ekonomi dengan bidang Hukum
lainnya.
D. INDIKATOR HASIL EVALUASI PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Definisi hukum pidana khusus dari
beberapa akhli hukum pidana.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan mengenai ruang lingkup hukum pidana
khuusus
3. Mahasiswa dapat menjelaskan eksistensi dan tujuan hukum pidana khusus
4. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan, pesamaan, dan keterkaitan tindak
pidana ekonomi dengan bidang hukum lainnya.

E. METODE DAN STRATEGI PROSES PEMBELAJARAN


- Metode Perkuliahan yaitu Problem Based Learning (PBL) pusat pembelajaran
ada pada mahasiswa. Metode yang diterapkan adalah “belajar” (Learning) bukan
“mengajar” (Teaching).
- Strategi pembelajaran : kombinasi pertemuan tatap muka 50 % (menjelaskan
materi kulia) dan tutorial 50 % ( kemampuan mahasiswa berdiskusi dalam
menulis tugas-tugas).
- Media instruksional dengan media yang ada dimanfaatkan seperti media papan
tulis, computer, LCD.
3

-Cara mengajar dosen dengan power point slide dan secara manual.
-Cara belajar mahasiswa dalam mata kuliah kriminologi sesuai dengan dalam
Buku Ajar
F. Materi perkuliahan

HUKUM PIDANA KHUSUS


Hukum Pidana khusus adalah mempelajari suatu hukum dibidang pidana yang
pada umumnya berada ketentuannya diatur diluar KUHP yang berhubungan dengan
hukum pidana umum. Pidana umum dan penyimpangan – penyimpangan yang ada
terhadap hukum pidana umum dalam bentuk serta lembaga yang berwenang
mengadilinya.

Bisa saja ketentuan – ketentuan itu ditemukan dalam KUHD tapi karena
lemahnya ketentuan – ketentuan yang ada dalam KUHP tersebut maka oleh yang
berwenang dikeluarkan atau dibuat sendiri ketentuan diluar KUHP.
Contoh : Suap

Dalam KUHP, suap ringan hukumannya, tapi akibat yang ditimbulkan sangar
besar karena itu dibuat peraturan sendiri tentang suap, ini berhubungan dengan mereka
yang digaji oleh negara atau mereka yang digaji oleh orang lain.

TUJUAN PIDANA KHUSUS

Tujuan dari pidana khusus adalah membahas bentuk – bentuk hukum pidana
yang tergolong kedalam hukum pidana khusus :

Latar belakang munculnya tindak pidana khusus :

1. Karena dalam kenyataan sehari – hari banyak ditemukan delik – delik yang tidak
diatur dalam KUHP.
2. Adanya delik yaitu pidananya relatif ringan, sedangkan delik itu pada waktu
sekarang mempunyai dampak yang besar.

Berdasarkan tujuan tersebut, maka dalam hukum pidana khusus ini dipelajari dan dibahas
tentang :
4

1. Hukum Pidana khusus secara umum


2. Tindak pidana ekonomi
3. Tindak pidana Narkotika
4. UU tentang lalu lintas jalan

LITERATUR

1. Prof. Soedarto, Kapita Selekta hukum Pidana


2. Andi Hamzah, Delik – delik tersebar diluar KUHP
3. Andi Hamzah, Hukum Pidana Ekonomi
4. UU tentang :
a. UU Darurat No. 7/1945, tindak pidana ekonomi
b. UU No. 12/1992, tentang lalu lintas jalan
c. UU. No. 22/1997 tentang narkotika
d. KUHP dan KUHAP

Timbul pertanyaan apakah pidana khusus ini bersifat menyimpang dari KUHP ?

Pertanyaan ini dijawab sendiri oleh KUHP yaitu yang berdasarkan kepada pasal
103 KUHP yang menyatakan bahwa ketentuan dari 8 bab.

Yang pertama dari buku ini berlaku juga terhadap perbuatan yang dapat
dihukum menurut peraturan yang lain kecuali kalau ada UU / Wet/ tindakan umum
pemerintahan/ordonanasi menentukan peraturan lain/peraturan lain menyatakan lain.

Dijelaskan oleh NOLTE dalam bukunya “Het straft recht en afzon pengke wetten”
(Pasal 91) yaitu hukum pidanan dan hukum pidana khusus. Seperti yang dikutip oleh Ali
Hamzah menyatakan bahwa ada 2 macam pengecualian : berlakunya pasal 91 WvS
(Pidana) yang sama bunyinya dengan pasal 103 KUHP yaitu :

1. UU lain yang menentukan dalam pasal 50 ayat 3 UU darurat no. 7 tahun 1955
tentang tindak pidana ekonomi yang berbunyi : “Apabila ketentuan dalam
ataupun berdasarkan UU lain bertentangan dengan ketentuan ini maka akan
berlaku ketentuan dalam UU ini:.
5

2. UU lain itu menentukan secara diam – diam pengecualian seluruh/sebagian


dari pasal tadi berdasarkan asas lex specially derogat legi generalis.

Pasal 103 KUHP : “Bahwa bab I – Bab VIII KUHP akan berlaku juga tindakan peraturan –
peraturan hukum pidana lainnya, kecuali ketentuan lain menyatakan lain”.

Seperti pasal 12 UU No. 3 tahun 1958 tentang penempatan tenaga asing antara lain
berbunyi : “Apabila ketika diperbuat pelanggaran sesuai pasal 9 belum lewat waktu 2
tahun semenjak melanggar dikeluarkan yang tidak dapat dirubah lagi karena pelanggaran
yang sama, maka hukuman yang setinggi-tingginya yang disebut pasal tersebut dapat
ditambah 1/3 nya.

HUBUNGAN ANTARA PIDANA UMUM DAN PIDANA KHUSUS

Hukum pidana khusus adalah ketentuan – ketentuan tentang hukum pidana yang ada
diluar kodifikasi hukum pidana itu sendiri (KUHP), maka untuk itu oleh SUDARGO telah
diberikan pengertian apa yang disebut sebagai hukum pidana khusus adalah hukum pidana
yang ditetapkan untuk golongan orang khusus atau yang berhubungan dengan perbuatan –
perbuatan khusus. Jadi hubungannya adalah ada pada pasal 103 Buku I KUHP

KODIFIKASI

Hukum pidana khusus yang ada dalam Hukum Pidana Umum. hukum pidana khusus yang
ada diluar KUHP ibarat kita harus tahu terlebih dahulu apa itu KUHAP terutama tentang
pembukuan dan kodifikasi. Menurut para ahli, kodifikasi adalah suatu himpunan dari
segala aturan hukum dan bahan hukum tertentu yang disusun secara sistematis, lengkap
dan tuntas. Kodifikasi adalah buku yang berisi himpunan dari hukum tetapi bagian hukum
tertentu.

- Kumpulan dari bahagian hukum perdata


- Kumpulan dari bahagian hukum pidana
- Kumpulan dari bahagian hukum acara
6

SIFAT KODIFIKASI

Sifat kodifikasi ada 3 yaitu :

1. Sistematis
Yaitu suatu rangkaian yang tidak bertentangan satu sama lain, buku dalam KUHP ada 3,
pada masing – masing buku ada bab, pasal, ayat, masing – masing itu tidak bertentangan
satu sama lain.

2. Lengkap
Yaitu semua tingkah laku manusia dibidang hukum tertentu itu sudah diatur atau sudah
ditentukan didalam kodifikasi tersebut.

3. Tuntas
Yaitu semua yang telah diatur tadi digunakan oleh hakim tidak boleh hakim keluar dari apa
yang telah disebutkan didalam kodifikasi.
Ex. : Maksimal hukuman 15 tahun paling tinggi 20 tahun, maka hakim tidak boleh
menjatuhkan 21 tahun.

Apa yang disebutkan oleh kodifikasi oleh kodifikasi maka tidak boleh
menyimpang dengan kata lain adanya kepastian hukum.

Kenapa ada kepastian hukum ?

Dilihat dari sejarah Perancis.

Maka kekhasan Prancis, sebelum revolusi di Prancis dan daerah jajahan dimana
sering terjadi pembunuhan, pembunuhan atau perbuatan yang dilakukan oleh raja yang
mungkin rakyat dimana hal ini hukum ditentukan oleh kaisar itu adalah C’CTAT – ET MOL
-------------Negara adalah saya. Hukum yang mnejadi kekuatan adalah apa yang saya
ucapkan.

Karena sudah berlalurt – larus (LOUIS 14) maka timbul pemberontakan


walaupun sebelumnya ada pendapat dari para ahli dimana ada nasehat yang diadakan oleh
ahli pada raja akan ada pemberontakan dimana berawal dari perjanjian BASTILE.
7

Oleh NAPOLEON sewaktu menjadi kaisar maka dia berusaha untuk menciptakan
kepastian hukum sebagai tujuan dari revolusi Prancis, sehingga tercipta beberapa
kodifikasi :

1. Kitab Kodifikasi hukum sipil Hukum Perdata (Code Civil)

2. Code Commerce Hukum dagang

3. Code Penal Hukum pidana

4. Code tentang hukum acara pidana dan hukum acara perdata

Oleh karena Prancis menjajah Belanda maka kode yang dibuat Napoleon maka
diberlakukan di Belanda atau negara jajahannya, jadi di Perancis sudah berlaku code Penal,
kemudian Belanda memerdekakan diri maka mereka punya rasa kebangsaan yang tinggi,
sehingga code Prancis tidak berlaku lagi dan 1851 suatu kodifikasi hukum Belanda yaitu
WvS.

Karena Belanda menjajah Indonesia maka indonesia memberlakukan WvS


dengan asas korkodansi maka WvS itu dibuat sama dengan di Indonesia, dimana di
Indonesia yang ada kondisi tertentu dibuat 1951 suatu kodifikasi hukum pidana dan 1915
dibuat kodifikasi yang unifikasi.

Kodifikasi ini yang digunakan sampai sekarang pada tahun 1918 yang telah
berlaku KUHP, Belanda menyerah dan Jepang masuk, Indonesia merdeka WvS yang dibuat
1918 maka WvS itu ditetapkan dalam KUHP Indonesia.

Yang menjadi masalah pada sifat KUHP Yaitu sifat Lengkap.

Dimana hukum itu ketinggalan dari kemajuan masyarakat sehingga apa yang
dikatakan jahat atau tidak jahat pada waktu dulu atau sekarang mungkin terjadi
perbedaan. Jika kita menganut kodifikasi, dimana kodifikasi itu sangat berat sekali dan
sangat susah mengubah, maka jika terjadi suatu perbuatan yang tidak diatur dalam KUHP
atau dihukum dengan pidana ringan maka untuk mengubahnya sangat sulit dan ini
membuat rakyat tidak tenang.

Contoh : Suap
8

Jalan keluarnya oleh KUHP Belanda

Kemungkinan asas lengkap tidak dapat diberlakukan maka oleh pemerintahan


Belanda 1953 dibuat pertama kali suatu peraturan yang tidak diterapkan pertama kali
suatu peraturan yang tidak diterapkan dalam KUHP, tapi peraturan itu sangat besar
akibatnya.

Maka pada tahun 1933. Dibuat suatu peraturan tentang peraturan lalu lintas
yang disebut wegverkeer ordonantie. Dalam hal ini dia melihat tour lalu lintas tetapi dia
memberikan sanksi beban pidana. Dalam UU tersebut disebutkan. Kalau dalam UU lalu
lintas itu disebutkan maka disebut pelanggaran, dimana sanksinya hanya dalam KUHP.

Mengapa UU lalu lintas ini dapat dibuat ?

Karena Belanda takut hukum, dikarenakan salah satu pasal dalam KUHP Belanda
yaitu pasal 91 WvS menyatakan seperti yang tersebut dalam pasal 103 KUHP Indonesia
yang pada umumnya dikatakan :” Bahwa tentang kemungkinan adanya UU pidana yang ada
diluar KUHP”. Hal ini dibuat dalam Buku I Bab VIII.

Dengan memperhatikan pasal 103 KUHP tersebut maka suatu peraturan pidana
yang dibuat berlaku diluar KUHP dapat pula diterima dalam hukum pidana dengan dicabut
kecuali ditentukan lain atau dengan kata lain dapat disebut “

ASAS LEX SPECIALLY DEROGAT LEGI GENERALY Artinya ketentuan – ketentuan


khusus mengenyampingkan ketentuan – ketentuan umum. Dalam kenyataan : mulai dari
hindia Belanda lama, hakim sudah menganut hukum ini dengan tuntas, dimana hukum adat
bukan sebagai hukum yang berlaku tapi kenyataannya hakim Belanda mengambil hukum
kebiasaan sebagai hukum yang berlaku.

Bahwa apabila peraturan menyatakan suatu hukum kebiasaan itu dapat berlaku
maka hakim yang mengambil kebiasaan itu untuk berlaku. Pasal 103 Peraturan
Penghabisan :

Ketentuan dari VII bab yang pertama dari bukum ini berlaku yang terhadap
perbuatan yang dapat dihukum menurut peraturan per UU an lain kecuali kalau ada UU
9

atau wet, tindakan umum pemerintahan/Algemene metragelen van bestuur (Ordonantie


peraturan lain).

Buku I Bab I – VII KUHP

Berlaku untuk KUHP itu sendiri, tapi juga berlaku untuk hal – hal atau peraturan
– peraturan yang lain diluar KUHP yang berhubungan dengan hukum pidana, kecuali
apabila peraturan itu menetapkan lain.

contoh : Pasal 1 KUHPT (Kitab UU hukum Pidana Tentara)

KUHPM (Kitab UU Hukum Pidana Militer)

Pasal 1 KUHPT :

Apabila yang diatur dalam KUHPM itu sama dengan yang disebut dalam KUHP,
tapi jika dikatakan lain oleh KUHPT yang berlaku KUHPT.

Dasar diberlakukan kodifikasi : Adalah untuk kepastian hukum

Karena perkembangan zaman, kodifikasi tidak mungkin cocok begitu saja


berkemungkinan ada yang tidak sesuai tetapi untuk merubah kodifikasi sangat sulit
sehingga dibuat peraturan yang fleksibel seperti UU, dengan merubah UU maka hukum
pidana bisa mengikuti perkembangan zaman.

Mengapa lebih baik membuat UU daripada merubah kodifikasi hukum ?

Bahwa dengan merubah UU bisa lebih cepat untuk menyelesaikan tindakan –


tindakan anggota masyarakat dengan peraturan – peraturan yang harus mengaturnya.
Mengapa perkembangan masyarakat lebih cepat dari perkembangan hukum yang
mengatur tingkah laku masyarakat ?

1. Adanya masalah globalisasi yang timbul dalam masyarakat oleh karena itu
peraturan hukum itu berusaha untuk mempertahankan masyarakat maka dia perlu
mengikuti perubahan masyarakat itu karena hukum itu mengatur tingkah laku
masyarakat (sosial eigenering).
10

2. Dengan semakin moderennya kehidupan manusia, maka diperlukan perubahan


hukum yang cepat, dengan kata lain dibuat perubahan hukum yang bersifat
temporer, karena ada globalisasi, maka masyarakat modern dan masyarakat itu
ingin cepat maka dia berupaya agar peraturan – peraturan itu dengan cepat
dirubah.

Sebagai contoh : Tahun 1927 oleh pemerintah Belanda dibuat peraturan tentang obat bius
(narkotika) beberapa tahun kemudian peraturan ini berubah dan bertambah. Misal Tahun
1927 obat bius itu adalah ganja maka tahun 1970 an bukan ganja lagi dan okaina saja tapi
juga tumbuh – tumbuhan juga bahan kimia, campuran kimia dengan tumbuh – tumbuhan.
Sehingga 1976 peraturan obat bius ditukar dan diberlakukan UU narkotika 1976 kemudian
dirobah lagi dengan UU narkotika 1997.

Diperlukan dalam beberapa peraturan yang berada diluar hukum pidana yang
perlu dikaitkan dengna sanksi yang berupa pidana (pada umumnya diklasifikasikan
sehingga pelanggaran) dengan tujuan :

- Agar peraturan tersebut dapat ditaati walaupun sudah ada ketentuannya


ditemukan dalam KUHP tetapi pidananya ringan.
- Agar lebih ditaati maka perlu dihubungkan sanksi dengan pidana, walaupun
sebenarnya (materilnya) tidak materi tentang pidana, agar ditaati perlu
diberikan sanksi seperti : hukum pidana biasa relatif bukan kejahatan tapi
pelanggaran.

Contoh : ganti rugi (perdata)

Dalam KUHP buku II

Ada istilah SUAP, SOGOK

Dimana pidananya ringan sekali, hanya beberapa bulan akibatnya orang banyak
melanggar, maka walaup diatur dalam KUHP, kemudian oleh pemerintah membuat
11

peraturan baru tentang suap, sehingga apa yang diatur dalam KUHP tidak berlaku lagi tapi
yang ada UU tindak pidana korupsi.

Sehubungan dengan hal diatas, maka ANDI HAMZAH menyebutkan bahwa :

NOIRE dalam bukunya “ Het straft reht en de of zun derlijke wetten” (Hukum
pidana umum dan UU khusus) menyatakan ada 2 macam pengertian berlakunya pasal 91
WvS Belanda pasal 103 KUHP Indonesia) :

1. UU lain tadi menentukan dengan tegas pengecualian berlakunya pasal 91 WvS Belanda.
contoh : Pasal 50 (3) UU darurat No. 7/1955

2. UU lain itu menentukan secara diam – diam pengecualian seluruh atau sebagian dari
pasal tersebut berdasarkan asas Lex specially derogat legi generally.
Contoh : Pasal 12 UU penempatan tenaga asing ( UU No. 3 / 1958, lembaran negara no.
8/1958).

Jadi ANDI HAMZAH menyebutkan pendapat NOITE : bahwa UU lain yang bukan berasal
dari kodifikasi tersebut dapat :

- secara tegas
- secara diam – diam
kalau peraturan tentang tindak pidana ekonomi ada yang mengaturnya maka
peraturan itu akan berlaku kecuali ada UU yang mengaturnya. Hukum pidana bagian umum
adalah hukum yang mempelajari masalah – masalah dalam buku I KUHP dan mempelajari
ajaran – ajaran dalam hukum pidana. Hukum pidana umum adalah hukum yang
mempelajari materi dari KUHP Hukum Pidana bagian khusus adalah hukum yang
membicarakan tentang delik – delik. Hukum pidana khusus adalah hukum yang
mempelajari hukum pidana yang berbeda diluar hukum umum / diluar KUHP.

Diatas telah dsebutkan bahwa hukum pidana khusus itu pada umumnya banyak
yang diatur diluar kodifikasi. Maka kalau dia diatur diluar kodifikasi maka harus dalam
bentuk UU yang dalam hal ini pengertian UU pidana khusus adalah ketentuan – ketentuan
tentang hukum pidana selain dari KUHP dan mengatur khusus baik tentang perbuatan
tertentu ataupun orang tertentu..
12

PENGERTIAN HUKUM PIDANA KHUSUS

Pengertian hukum pidana khusus menurut para ahli :

1. Menurut SOEDARTO
Bahwa pada umumnya berdasarkan uraian diatas dapat dibagi berdasarkan sifatnya :

a. Peraturan UU pidana dalam arti sesungguhnya yaitu UU yang menurut tujuannya


bermaksud mengatur hak memberi pidana dari engara jaminan dari ketertiban
hukum.
b. Peraturan – peraturan hukum pidana dalam suatu UU tersendiri yaitu peraturan –
peraturan yang hanya dimaksudkan untuk memberikan sanksi pidana terhadap
aturan – aturan salah satu bidang yang terletak diluar hukum pidana.

contoh : UU tentang penyelesaian perselisihan perburuhan dan yang mengatur hukum


pidana keseluruhan seperti UU tentang narkotika
Hukum pidana sifatnya :

1. Hukum pidana kodifikasi ------------- > KUHP


2. Hukum pidan non kodifikasi --------UU Narkotika
3. Aturan lain tapi sanksinya pidana :

Econtoh : Hukum perburuhan


UU lalu lintas

Hukum pidana khusus :

- Merupakan hukum pidana terhadap orang – orang tertentu atau orang – orang khusus.
contoh : militer (KUHPT)
- Yang diberlakukan terhadap perbuatan – perbuatan tertentu
contoh: Pajak, merupakan perbuatan tertentu, dimana hukum fiskal merupakan hukum
pidana khusus.
13

Dalam hukum pidana ada :

1. Hukum pidana bagian khusus tidak sama dengan hukum pidana khusus.
Hukum pidana yang mempelajari khusus tentang perbuatan, perbuatan tindak
pidana yang diatur dalam buku II dan Buku III dan juga buku IV KUHP

2. Hukum pidana bahagian umum tidak sama dengan hukum pidana umum.
Hukum pidana yang membicarakan ajaran – ajaran umum tentang hukum pidana, pada
buku I KUHP.
UU Pidana Khusus

Peraturan – peraturan hukum pidana khusus yang tertentu

contoh : UU tentang narkotika

- Narkoba -------- Lebih luas


- Narkotika -------Lebih khusus
- Nopza -----------Lebih sempit
- Psikotropika --- Lebih khusus
UU Pidana Khusus
Ada didalam hukum pidana non kodifikasi

Dimana hukum pidana yang tidak dikodifikasi dapat disebut hukum pidana khusus jika :

1. Mengatur hukum pidana sendiri


2. Tidak mengatur hukum pidana tapi sanksinya pidana
IMPLIKASI/AKIBAT ADANYA HUKUM PIDANA KHUSUS

Adanya akibat pidana khusus adalah :

1. Memberi corak tentang hukum pidana kita yang terpecah – pecah seakan – akan
adanya hukum pidana dinegara kita berbeda – beda, akibat hukum pidana terpecah
– pecah terlihat diadakan upaya penanggulangannya kalau hukum pidana umum
dan khusus yang menanggulanginya berbeda – beda dari :

- Hakim
- Polisi
14

- Penyidik

2. Polisi atau kejaksaan dalam penanggulangan kejahatan juga akan berbeda – beda
Contoh : Pelanggaran terhadap pidana khusus lebih berat dari pidana umum

3. Adanya pengertian hukum pidana khusus ini akan berperan dalam penyusunan
konsep KUHP kita yang baru nanti.
15

TINDAK PIDANA EKONOMI

PELAJARAN 2

PENDAHULUAN

Pada level kompetensi ini mahasiswa mempunyai kemampuan menjelaskan


tentang Implikasi penyimpangan dari Hukum Pidana Khusus, tindak pidana ekonomi,
bedaan, Persamaan, dan Keterkaitan tindak pidana umum.

KUALITAS MATERI PERKULIHAN

G. JUDUL MATERI PERKULIAHAN : tujuan hukum pidana khusus.


H. SUB-SUB MATERI PERKULIHAN :
1. Implikasi penyimpangan dari hukum pidana khusus.
2. Tindak pidana ekonomi
3. Pelanggaran tindak pidana ekonomi
I. TUJUAN PEMBELAJARAN
Dengan mempelajari tindak pidana khusus diharapkan mahasiswa dapat
memperoleh impromasi yang seluas-luasnya mengenai definisi hukum pidana khusus
Ruang Lingkup hukum pidana khusus, eksistensi dan Tujuan hukum pidana khusus,
Perbedaan, Pesamaan, dan Keterkaitan tindak pidana ekonomi dengan bidang Hukum
lainnya.
J. INDIKATOR HASIL EVALUASI PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang penyimpangan hukum pidana khusus
dari beberapa akhli hukum pidana.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan mengenai tindak pidana ekonomi
3. Mahasiswa dapat menjelaskan penyimpangan tindak pidana ekonomi
4. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan, pesamaan, dan keterkaitan tindak
pidana ekonomi dengan bidang hukum lainnya.

K. METODE DAN STRATEGI PROSES PEMBELAJARAN


- Metode Perkuliahan yaitu Problem Based Learning (PBL) pusat pembelajaran
ada pada mahasiswa. Metode yang diterapkan adalah “belajar” (Learning) bukan
“mengajar” (Teaching).
- Strategi pembelajaran : kombinasi pertemuan tatap muka 50 % (menjelaskan
materi kulia) dan tutorial 50 % ( kemampuan mahasiswa berdiskusi dalam
menulis tugas-tugas).
- Media instruksional dengan media yang ada dimanfaatkan seperti media papan
tulis, computer, LCD.
16

- Cara mengajar dosen dengan power point slide dan secara manual.
- Cara belajar mahasiswa dalam mata kuliah kriminologi sesuai dengan dalam
Buku Ajar

L. Materi perkuliahan

PENYIMPANGAN DALAM HUKUM PIDANA KHUSUS

Pada umumnya yang menyimpang dalam hukum pidana khusus yaitu :

1. Didahulukan dari perkara lain penyidangannya terlihat dalam :


- UU tentang pemberantasan tidak pidana korupsi
- UU tentang narotika
- UU tentang psikotropika

2. Adanya peradilan in – abtentia (ketidak hadiran terdakwa)


- Pasal 16 (6) UU tentang tindak pidana ekonomi
- Pasal 38 UU No. 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi

3. Kalau dinyatakan secara tersendiri tidak berlakunya KUHAP oleh peraturan


tersebut.

TINDAK PIDANA EKONOMI

Tindak Pidana Ekonomi: Arti sempit, Arti Luas, Ruang Lingkup

2.1 Pengertian Tindak Pidana Ekonomi


Tindak pidana ekonomi (TPE) dalam arti sempit dapat didefinisikan sebagai tindak pidana
yang secara yuridis diatur dalam UU Darurat nomor 7 tahun 1955 tentang Pengusutan,
Penuntutan dan Peradilan tindak pidana ekonomi.
Tindak pidana di bidang ekonomi dapat diartikan perbuatan pelanggaran terhadap setiap
hak, kewajiban / keharusan atau larangan sebagai ketentuan – ketentuan dari peraturan –
17

peraturan hukum yang memuat kebijaksanaan negara di bidang ekonomi untuk mencapai tujuan
nasional1[2].

2.1.1 Pengertian Tindak Pidana Ekonomi secara sempit


Menurut arti sempit tindak pidana ekonomi, ruang lingkup dari tindak pidana ekonomi
terbatas pada perbuatan – perbuatan yang dilarang dan diancam pidana oleh pasal 1 undang -
undang undang No. 1 Tahun 1961 yang dapat terbagi atas 3 macam2[3] :
1. Tindak pidana ekonomi berdasarkan pasal 1 sub 1e
Undang – undang yang mengatur beberapa sektor di bidang ekonomi sebagai sumber hukum
pidana ekonomi, menyatakan ketentuan pidana
a. pelanggaran di bidang devisa
b. pelanggaran terhadap prosedur impor, ekspor
c. pelanggaran izin usaha
d. pelanggaran pelayaran nahkoda
e. pelanggaran ketentuan ekspor kapuk,
f. pelanggaran ketentuan ekspor minyak,
g. pelanggaran ketentuan ekspor ubi – ubian

2. tindak pidana ekonomi berdasarkan pasal 1 sub 2 e.


Ditetapkan beberapa perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan tindak pidana sebagai tindak
pidana ekonomi:
a. pasal 26, dengan sengaja tidak memenuhi tuntutan pegawai pengusut berdasarkan suatu
ketentuan dalam undang – undang
b. pasal 32, dengan sengaja berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan :
1. suatu hukuman tambahan sebagai tercantum dalam pasal 7 sub s, b, dan c
2. suatu tindakan tata tertib sebagai tercantum dalam pasal 8
3. suatu peraturan termaksud dalam pasal 10

1[2] Moch. Anwar. Hukum Pidana di Bidang Ekonomi (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1990)

2[3] Ibid, 17 - 18
18

4. suatu tindakan tata tertib sementara atau menghindari hukuman tambahan / t indakan tata
tertib sementara seperti tersebut diatas.
c. pasal 33, dengan sengaja baik sendiri maupun perantara orang lain menarik bagian – bagian
kekayaan untuk dihindarkan dari :
- Tagihan – tagihan
- pelaksanaan suatu hukuman atau tindakan tata tertib sementara, yang dijatuhkan berdasarkan
undang – undang
- tindak pidana ekonomi berdasarkan pasal 1 sub 3e

3. Pelanggaran sesuatu ketentuan :


a. Dalam undang – undang lain
b. Berdasarkan undang – undang lain.
Perbuatan – perbuatan yang diuraikan sebagai perbuatan tindak pidana dalam arti sempit
penentuannya tergantung dalam arah politik pemerintah. Hal itu berarti bisa berubah – ubah
sesuai dengan perkembangan yang terjadi secara nasional, regional dan internasional sehingga
wajar apabila peraturan – peraturan di bidang ekonomi sering berubah – ubah dan sulit untuk
mengindenfikasikan peraturan – peraturan mana yang masih berlaku atau peraturan mana yang
sudah tidak berlaku.

2.1.2 Pengertian Tindak Pidana Ekonomi secara luas


Tindak pidana ekonomi dalam arti luas adalah perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan -
ketentuan dari peraturan - perbuatan di bidang ekonomi. pelanggaran diancam dgn hukuman
yang tidak termuat dalam undang - undang darurat No. 7 Tahun 19553[4].
Dalam arti luas, TPE didefinisikan sebagai semua tindak pidana diluar UU darurat no 7
tahun 1955 yang bercorak atau bermotif ekonomi atau yang dapat berpengaruh negatif terhadap
kegiatan perekonomian dan keuangan negara yang sehat.

2.2 Karateristik Tindak Pidana Ekonomi

3[4] Moch. Anwar. Hukum Pidana di Bidang Ekonomi (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1990),
19

Edmund Kick mengemukakan 3 karateristik tindak pidana ekonomi yaitu: pertama, Pelaku
menggunakan modus operandi yang sangat sulit dibedakan antara modus operandi dan modus
ekonomi pada umumnya. Kedua, pidana ini biasanya melibatkan pengusaha – pengusaha sukses
dibidangnya. Ketiga, Tindak pidana ini memerlukan penanganan atau pengendalian secara
khusus dari aparatur penegak hukum.

2.3 Tujuan Tindak Pidana Ekonomi


Tujuan pemidanaan dalam tindak pidana ekonomi adalah untuk mencapai pulihnya
keseimbangan sosial ekonomi dan dengan demikian pula mengamankan dan pembangunan untuk
kesejahteraan rakyat banyak4[5].

2.4 Tipe Tindak Pidana Ekonomi


2.4.1 Property crimes
Adalah Perbuatan yang mengancam harta benda / kekayaan seseorang atau Negara (act that
threathen property held by private persons or by the state). Property crime ini meliputi objek
yang dikuasai individu / perseorangan dan juga dikuasai oleh negara. Tindakan –tindakan
tersebut sebagai berikut5[6]:
- Tindakan pemalsuan
- Tindakan penipuan dan merusak
- Tindakan memindahkan atau menyembunyikan instrumen yang tercatat atau dokumentasi
- Tindakan mengeluarkan cek kosong
- Menggunakan kartu kredit yang diperoleh dari pencurian dan kartu kredit yang ditanggukan
- Praktik usaha yang curang
- Tindakan penyuapan dalam usaha
- Tindakan perolehan atau pemilikan sesuatu dengan cara tidak jujur atau curang
- Tindakan penipuan terhadap kreditur beriktikad baik
- Pernyataan bangkrut dengan tujuan penipuan
- Perolehan deposito dari lembaga keuangan yang sedang pailit

4[5] Aziz Syamsuddin. Tindak Pidana Khusus. (Jakarta: Sinar Grafika, 2011)

5[6] Edi Setiadi dan Rena Yulia. Hukum Pidana Ekonomi. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010)
20

- Melindungi dokumen dari aset yang dikuasai


- Penyalahgunaan aset yang dikuasai

2.4.2 Regulatory crimes


Adalah Perbuatan yang melanggar aturan-aturan pemerintah (action that violate government
regulations) yang berkaitan dengan usaha dibidang perdagangan atau pelanggaran ketentuan –
ketentuan mengenai standarisasi dalam dunia usaha. Misalnya, pelanggaran atau larangan
perdagangan marijuana illegal atau penyelenggaraan pelacuran atau peraturan tentang lisensi,
Pemalsuan kewajiban pembuatan laporan dari aktivitas usaha di bidang perdagangan, larangan
monopoli di dalam dunia usaha serta kegiatan usaha yang berlatar belakang politik6[7].

2.4.3 Tax Crime


Adalah pelanggaran mengenai pertanggungjawaban atau pelanggaran syarat-suarat yang
berhubungan dengan pembuatan laporan menurut undang-undang pajak (violations of the
liability or reporting requirements of the tax laws). Misalnya, penyeludupan dan penggelapan
pajak oleh para pengusaha atau pejabat atau konglomerat hitam7[8].

2.5 Ruang Lingkup Tindak Pidana Ekonomi


Ruang lingkup economic crimes sangat luas, mencakup berbagai macam tindak pidana.
Economic crimes meliputi :
2.5.1 Penyelundupan (smuggling)
Penyelundupan diartikan pemasukan barang secara gelap untuk menghindari bea masuk atau
karena menyelundupkan barang-barang terlarang8[9]. Dalam keppres Nomor 73 Tahun 1967
Tanggal 27 Mei 1967 yang mengatakan :
“Perbuatan penyelundupan adalah tindak pidana yang berhubungan dengan pengeluaran barang
atau uang dari Indonesia ke luar negeri (ekspor) atau pemasukan barang atau uang dari luar
negeri ke Indonesia (impor).”

6[7] Edi Setiadi dan Rena Yulia. Hukum Pidana Ekonomi. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010),

7[8] Ibid

8[9] Laden Marpaung. Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Ekonomi. (Jakarta: Sinar Grafika),
21

Andi Hamzah mengemukakan bahwa: “Tindak pidana penyelundupan ialah semua perbuatan
yang melanggar ordonansi bea dan diancam pidana”.
Pada umumnya perbuatan penyelundupan dapat berbentuk fisik atau administratif. Perbuatan
penyelendupan berbentuk fisik seperti, tidak mempergunakan dokumen yang meliputi
barangnya, bertujuan menghindarkan diri dari segala kewajiban – kewajiban ataupun larangan
ditetapkan dalam OB serta reglement – reglement lampirannya dan peraturan – peraturan sebagai
peraturan pelaksana dari OB serta reglement – reglement lampirannya9[10]. Dalam bidang impor
dan ekspor perbuatannya dilakukan diluar pelabuhan dimana tidak ada petugas BEA CUKAI.
Contoh : pemasukan / pengeluaran barang di tempat – tempat / pantai di Indonesia dengan tanpa
dokumen yang melindungi10[11].
Perbuatan penyelundupan berbentuk administratif seperti perbuatan yang dilakukan seakan –
akan barang dilindungi dokumen, namun ternyata dokumen tersebut tidak sesuai dengan
barangnya.
Dalam memberi hal ini pemerintah memberi wewenang kepada jaksa untuk melakukan
pengusutan dan pemeriksan perkara penyeludupan terhadap warga sipil atau angkatan bersenjata
yang diduga melakukan perbuatan tersebut11[12]. Penutupan / penyelesaian hanya dapat
dilakukan setelah mendapat persetujuan dari presiden12[13].

2.5.2 Tindak Pidana Di Bidang Perbankan (Banking Crimes),


Tindak pidana di bidang perbankan merupakan White Collar Crime. White Collar Crime
dikelompokkan dalam13[14] :
1. kejahatan yang dilakukan oleh kalangan profesi dalam melakukan pekerjaannya
2. kejahatan yang dilakukan oleh pemerintah atau aparatnya, seperti korupsi, penyalahgunaan
kekuasaan, pelanggaran hak warga negara.

9[10] Moch. Anwar. Hukum Pidana di Bidang Ekonomi (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1990)

10[11]Baruddin Lopa. Pembahasan Tindak Pidana Penyeludupan. (Jakarta: Pradnya Paramita, 1990),

11[12] Andi Hamzah. Hukum Pidana Ekonomi. (jakarta: Erlangga, 1996), 85 - 86

12[13] Keputusan Presiden RI No. 73 Tahun 1975

13[14] Neni Sri Imaniyati. Pengantar Hukum Perbankan Indonesia. (Bandung: Refika Aditama, 2010),
22

Tindak pidana di bidang perbankan dibagi dalam 2 kelompok tindak pidana, pembagian tersebut
didasarkan pada perbedaan perlakuan peraturan terhadap perbuatan - perbuatan yang telah
melanggar hukum yang sehubungan dengan kejadian kegiatan yang menjalankan usaha bank:
a. Tindak pidana perbankan yang terdiri atas perbuatan – perbuatan terhadap ketentuan Undang –
Undang 14 Tahun 1967 tentang pokok perbankan, pelanggaran mana yang dilarang, diancam
dengan undang – undang itu. Jenis tindak pidana perbankan terdiri atas perbuatan yang
melanggar ketentuan dalam undang – undang No. 14 Tahun 1967 tentang pokok perbankan yang
dinyatakan sebagai tindak pidana dalam undang – undang14[15]:
(1) Tindak pidana yang menyangkut izin usaha diatur dalam pasal 38
(2) Tindak pidana yang menyangkut larangan dan kewajiban pemberian keterangan mengenai
keadaan keuangan nasabah diatur dalam pasal 39, 32, 37
dihukum dengan sanksi administratif pasal 40
Hal ini seperti yang tercamtum dalam Undang – undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan
UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. UU No. 7 Tahun 1992 menjelaskan barang
siapa15[16] :
(a) menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari pimpinan
bank
(b) membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses
laporan, ataupun dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu
bank.
(c) Menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan
dalam pembukuan atau dalam laporan, ataupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha,
laporan transaksi atau rekening suatu bank.
(d) Mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus atau menghilangkan adanya suatu
pencatatan dalam pembukuan atu dalam laporan ataupun dokumen atau laporan usaha, laporan
transaksi atau rekening suatu bank atau dengan sengaja mengubah, mngaburkan, menghilangkan,
menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut.

14[15] Moch. Anwar.Tindak Pidana Di Bidang Perbankan. (Bandung: Alumni, 1980)

15[16] Aziz Syamsuddin. Tindak Pidana Khusus. (Jakarta: Sinar Grafika, 2011),
23

Anatomi criminal banking ini biasanya yang paling populer adalah money laundering (Pencucian
Uang) dan window dressing atau dalam undang – undang perbankan sendiri telah ditentukan
misalnya melakukan kegiatan perbankan tanpa ijin, berhubungan dengan rahasia bank,
kewajiban memberi keterangan kepada bank indonesia, dan memberikan keterangan yang tidak
benar16[17].
b. Tindak pidana di bidang perbankan lainnya yang terdiri atas perbuatan yang berhubungan
dengan kegiatan usaha pokok bank, terhadap perbuatan mana yang dapat diberlakukan peraturan
- peraturan pidana di luar undang – undang No. 14 Tahun 1967:
- KUHP
- undang - undang No. 3 Tahun 1971
- undang – undang No. 11 PNPS Tahun 1963
- uu no. 32 th 1964 tentang lalu lintas devisa17[18].
Tindak pidana di luar undang – undang No. 14 Tahun 1967:
a. kejahatan di bidang lalu lintas pembayaran giral dan peredaran uang
pemalsuan warkat bank KUHPidana pasal 263 ayat 1, 264 ayat 1,
pemalsuan alat lalu lintas pembayaran giral, seperti cek, wesel, giro bilyet dan warkat bank
dilakukan dengan cara18[19]:
- surat perintah pemindah bukuan
- surat perintah pembayaran
- surat pemindah bukuan
- pemalsuan surat lain
- pemalsuan dokumen impot dan ekspor
- pemalsuan bank garansi
B. Tindak Pidana Perkreditan
KUHPidana pasal 378 mengajukan permohonan kredit kepada bank dengan menggunakan
berbagai jenis surat surat bukti yang diwajibkan dalam petmintaan kredit yang sedang / telah
diajukan dalam bentuk surat / sertifikat namun ternyata di palsukan, sertifikat tanah palsu,

16[17] Edi Setiadi dan Rena Yulia. Hukum Pidana Ekonomi. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010),

17[18] Moch. Anwar.Tindak Pidana Di Bidang Perbankan. (Bandung: Alumni, 1980),

18[19] Ibid, 60
24

sertifikat tanah atas nama orang lain tanpa izin, bpkb palsu, surat berharga lainnya yang
dipalsukan.

2.5.3 Tindak Pidana Di Bidang Perniagaan (Commercial Crimes),


Kejahatan di bidang perniagaan sering bergandengan dengan kejahatan lain seperti kejahatan
terorganisasikan. Kerugian yang ditimbulkan juga kadang sangat besar dan sulit dilacak karena
kecanggihan dan biasanya bersifat transnasional. Kebutuhan akan penanaman modal negara –
negara itu menjadi peluang baik bagi pencurian uang dalam bentuk penanaman modal yang
sesungguhnya berasal dari uang hasil kejahatan misalnya penjualan obat19[20].
Dalam semua kejahatan yang bersifat transnasional ini diperlukan adanya kerjasama antar
negara baik dalam bentuk penyidikan bersama maupun bentuk ekstradisi para penjahatnya ia
memerlukan keahlian khusus bagi para penegak hukum baik dalam arti hukumnya maupun
tekniknya.

2.5.4 Kejahatan Computer (Computer Crime),


Sesuai Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE) Pasal 1 angka 1 bahwa :
“Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas
pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, poto, electronic data interchange (EDI), surat
elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode
Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh
orang yang mampu memahaminya”
Data adalah fakta atau informasi yang khususnya telah diberikan melalui komputer.
Sedangkan dunia cyber adalah adalah dunia maya yang tercipta dalam hubungan jaringan antar
komputer yang sekarang ini lebih kerap dijumpai dalam internet.
Dalam pasal 3 UU No. 11 Tahun 2008 Asas – asas ITE, Pemanfaatan Teknologi Informasi
dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-
hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.

19[20] Andi Hamzah. Hukum Pidana Ekonomi. (jakarta: Erlangga, 1996)


25

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan


untuk:
a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat;
c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran
dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal
mungkin dan bertanggung jawab; dan
e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan
penyelenggara Teknologi Informasi.

2.5.5 Tindak Pidana Lingkungan Hidup (Environmental Crime),


Tindak pidana lingkungan hidup diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Menurut UU No. 32 Tahun 2009, pengertian lingkungan hidup
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk
manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup yang lain. 25
Pada ketentuan pasal UU No. 32 Tahun 2009 yang mengatur kewajiban bagi setiap usaha
dan/atau kegiatan yang berdampak penting untuk melengkapi diri dengan dokumen analisis
mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Ketentuan pasal 69 ayat (1) UU NO. 32 Tahun 2009
menegaskan larangan setiap orang untuk tidak20[21]:
a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup.
b. Memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang – undangan ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
c. Memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah NKRI ke media lingkungan hidup NKRI
d. Memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah NKRI
e. Membuang limbah ke media lingkungan hidup

20[21] Aziz Syamsuddin. Tindak Pidana Khusus. (Jakarta: Sinar Grafika, 2011)
26

f. Membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup


g. Melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan
peraturan perundang – undangan lingkungan.
Ketentuan pidana lingkungan hidup ini diatur pada pasal 98 sampai pasal 119 UU No. 32 Tahun
2009.

2.5.6 Tindak Pidana Di Bidang Kekayaan Intelektual,


Pengaturan atas tindak pidana HAKI tercantum pada 3 undang – undang, yaitu :

a. Undang – undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta


b. Undang – undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
c. Undang – undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek

(1) Tindak Pidana dalam Hak Paten


Tindak Pidana Sengaja dan Tanpa Hak Dalam Hal Paten-Produk Membuat, Menggunakan, Dan
Lain-lainnya Produk yang Diberi Paten dan Dalam Hal Paten-Proses Menggunakan Proses
Produksi yang Diberi Paten. Ketentuan perlindungan hukum pemegang paten secara
administratif terdapat dalam pasal 16 UU No. 14 Tahun 2001 yang berbunyi :
(1) Pemegang paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan paten yang dimilikinya dan
melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya :
a. Dalam hal paten-produk : membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, atau
menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten;
b. Dalam hal paten-proses : menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat
barang dan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
(2) Dalam hal paten-proses, dilarang terhadap pihak lain yang tanpa persetujuannya
melakukan impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku terhadap impor produk
yang semata-mata dihasilkan dari penggunaan paten-paten yang dimilikinya.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) apabila
pemakaian paten tersebut untuk kepentingan pendidikan, penelitian, percobaan, atau analisis
sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang paten.
Pelanggaran terhadap pasal 16 tidak diancam sanksi administratif, melainkan oleh pasal 130
diberikan sanksi pidana sehingga menjadi tindak pidana. Pasal 130 merumuskan sebagai berikut
:
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemenang paten dengan melakukan
salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 dipidana dengan pidana penjara
27

paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah)
Unsur – unsur pidana :
1) Kesalahan : dengan sengaja,
Tindak pidana ini merupakan tindak pidana dolus. Secara tegas dicantumkan unsur kesalahan
bentuk kesengajaan. Apabila dicantumkan unsur sengaja seperti ini, ada dua hal yang perlu
dipahami, yakni tentang arti “sengaja” dan tentang “kemana unsur sengaja itu ditujukan” atau
diarahkan. Berdasarkan dua hal ini, maka dengan sengaja dalam rumusan tindak pidana Pasal
130 jo Pasal 16 (1) a, artinya pembuat menghendaki melakukan perbuatan membuat,
menggunakan dan sebagainya. Ia juga mengerti bahwa perbuatannya melanggar hak paten yang
dilakukan terhadap suatu produk paten hak orang lain. Demikianlah sengaja dalam hubungannya
dengan unsur-unsur lainnya dan harus dibuktikan, dibahas/diulas dalam surat tuntutan jaksa
karena pembuktian yang demikian sangat masuk akal.
2) Melawan Hukum : tanpa hak
Pertama,paten bukan miliknya tetapi milik orang lain. Jaksa harus membuktikan bahwa suatu
produk yang diberi paten yang dijual terdakwa atau digunakan dan lain-lain adalah bukan haknya
tetapi hak orang lain. Kedua, perbuatan seperti membuat, menggunakan, menjual produk yang
diberi paten “tanpa persetujuan” pemegang paten.pemegang paten memiliki hak eksklusif yaitu
hak yang hanya diberikan kepada pemegang paten untuk jangka waktu tertentu guna
melaksanakan sendiri secara komersial atau memberikan hak lebih lanjut untuk itu kepada orang
lain. Dengan demikian, orang lain dilarang melaksanakan paten tersebut tanpa persetujuan
pemegang paten.
3) Perbuatan (dalam hal paten-produk) :
Membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, menyediakan untuk
dijual, menyediakan untuk disewakan, menyediakan untuk diserahkan.

(2) Tindak Pidana dalam Hak Cipta


Pasal 72 UU No. 19 Tahun 2002 menentukan pula bentuk perbuatan pelanggaran hak cipta
sebagai delik undang-undang (wet delict) yang dibagi tiga kelompok, yakni :
(1) Dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan, memperbanyak suatu ciptaan atau memberi
izin untuk itu. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain melanggar larangan untuk
mengumumkan, memperbanyak atau memberi izin untuk itu setiap ciptaan yang bertentangan
28

dengan kebijak-sanaan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan dan
ketertiban umum;
(2) Dengan sengaja memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau
barang-barang hasil pelanggaran hak cipta. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain
penjualan buku dan vcd bajakan;
(3) Dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial
suatu program komputer.
Dari ketentuan Pasal 72 tersebut, ada dua golongan pelaku pelanggaran hak cipta yang dapat
diancam dengan sanksi pidana. Pertama, pelaku utama adalah perseorangan maupun badan
hukum yang dengan sengaja melanggar hak cipta atau melanggar larangan undang-undang.
Termasuk pelaku utama ini adalah penerbit, pembajak, penjiplak dan pencetak.
Kedua, pelaku pembantu adalah pihak-pihak yang menyiarkan, memamerkan atau menjual
kepada umum setiap ciptaan yang diketahuinya melanggar hak cipta atau melanggar larangan
undang-undang hak cipta. Termasuk pelaku pembantu ini adalah penyiar, penyelenggara
pameran, penjual dan pengedar yang menyewakan setiap ciptaan hasil kejahatan/pelanggaran
hak cipta atau larangan yang diatur oleh undang-undang.
Kedua golongan pelaku pelanggaran hak cipta di atas, dapat diancam dengan sanksi pidana oleh
ketentuan UU No. 19 tahun 2002. Pelanggaran dilakukan dengan sengaja untuk niat meraih
keuntungan sebesar-besanya, baik secara pribadi, kelompok maupun badan usaha yang sangat
merugikan bagi kepentingan para pencipta.

2.5.7 Tindak Pidana Korupsi,


Definisi tentang tindak pidana korupsi sangatlah luas seperti yang tercantum undang – undang
No. 31 Tahun 1991 sebagian dari pengertian tersebut yaitu21[22]:

a. setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara
b. setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada

21[22] Aziz Syamsuddin. Tindak Pidana Khusus. (Jakarta: Sinar Grafika, 2011)
29

padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara. (Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1991 jo. UU No. 20 Tahun 2001)
Ada 3 fenomena yang tercangkup dalam istilah korupsi, yaitu bribery (penyuapan), extration
(pemerasan) dan nepotism (nepotisme). Diindentifikasi anatomi kejahatan korupsi22[23]:
- korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang
- korupsi pada umumnya melibatkan kerahasiaan
- korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik yang tidak selalu berupa
uang
- perbuatan terselubung dibalik pembenaran hukum
- pelaku biasanya mempunyai pengaruh yang kuat baik status ekonomi maupun status politik
yang tinggi.
- mengandung unsur tipu muslihat
- mengandung unsur penghianatan kepercayaan
- perbuatan tersebut melanggar norma, tugas dan pertanggung jawaban dalam tatanan
masyarakat.
Adapun sanksi hukum yang dapat dikenakan kepada pelaku Tipikor berupa pidana penjara dan
pidana denda. Yang diatur dalam UU No. 31 Tahun 1991 jo No. 20 Tahun 2001.

2.5.8 Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan,


Pengertian pajak adalah konstribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang – undang dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran
rakyat.
Unsur tindak pidana perpajakan adalah:
- siapa saja, baik orang pribadi maupun badan
- melakukan perbuatan yang melanggar kewajiban perpajakan
- menimbulkan kerugian pada pendapatan negara

22[23] Edi Setiadi dan Rena Yulia. Hukum Pidana Ekonomi. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010),
30

Menurut pasal 1 ayat (2) UU No. 28 Tahun 2007, wajib pajak adalah orang atau badan, meliputi
pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemugutan pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan.
Pada pasal 38 UU No. 28 Tahun 2007 dijelaskan wajib pajak yang melanggar kewajiban
perpajakan, dan menyangkut tindak pidana di bidang perpajakan, dikenakan sanksi
pidana23[24].

2.5.9 Tindak Pidana di Bidang Ketenagakerjaan


Dalam UU No. 13 Tahun 2003 yang dimaksud dengan ketenagakerjaan adalah sesuatu yang
berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas segala hal yang berhubungan dengan tenaga
kerja pada waktu sebelum, selama dan setelah masa kerja. Definisi tenaga kerja adalah setiap
orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk
memnuhin kebutuhan sehari – hari maupun untuk masyarakat.
Penegakan hukum atas ketentuan pidana di bidang ketenagakerjaan ditandai oleh sanksi hukum
bagi pelaku tindak pidana di bidang ketenagakerjaan berupa pidana penjara dan/atau pidana
denda24[25].

Pada umumnya di Eropa khusus Inggris sebelum adanya revolusi industri, maka penduduk
lebih banyak bekerja dibidang pertanian, kemudian sebelum terjadinya revolusi industri
dibidang ekonomi telah mantap berlaku prinsip bahwa :

Dalam rangka melakukan usaha untuk mencapai kemakmuran bagi masyarakat pada
umumnya dianut prinsip “Principle laysser paire layserr passer” Artinya : biarkanlah orang
– raong itu mencapai kemakmuran untuk mereka sendiri jangan ada campur tangan
(Pemerintah) untuk atau dalam mencapai kemakmuran tersebut.

23[24] Aziz Syamsuddin. Tindak Pidana Khusus. (Jakarta: Sinar Grafika, 2011),

24[25] Aziz Syamsuddin. Tindak Pidana Khusus. (Jakarta: Sinar Grafika, 2011),
31

Ini adalah prinsip yang dikemukakan oleh pakar ekonomi inggris yaitu Oleh karena
banyaknya kritikan maka pemerintah mulai mengambil tindakan dengan membuat
peraturan – peraturan yang dalam hal ini dapat diberikan sanksi pidana kalau terjadi
pelanggaran dalam rangka mencapai kemakmuran anggota – anggota masyarakat sehingga
disini muncul pertama kali suatu peraturan – peraturan “Hinder Ordonantie” yang
mengatur tentang penempatan adanya daerah – daerah industri.

Upaya ganti rugi pada buruh :

1. Penempatan daerah industri


2. Kesehatan buruh

Karena pada umumnya adanya peraturan – peraturan yang dibuat masih bersifat mengatur
maka dibuat peraturan yang isinya bersifat memaksa (Dwingend) maka mulai saat itulah
negara – negara di Eropa mulai menciptakan peraturan – peraturan yang bersifat
dwingend yang dalam hal ini di negeri Belanda dibuat suatu peraturan tentang hukum
pidana di bidang ekonomi, dimana dalam tahun 1932 dikenal dengan nama “ Wet op de
Economische delicten” (UU tentang Delik – Delik ekonomi).

Karena negara mulai memperhatikan rakyat kecil maka negara – negara di Eropa itu
membuat peraturan – peraturan khusus dibidang ekonomi, di Belandapun telah diatur
tentang hal – hal yang berkaitan dibidang ekonomi. Dalam kodifikasi KUHP Belanda tidak
ada diatur tentang masalah Ekonomi, sehingga tahun 1932 oleh pemerintah Belanda dibuat
aturan dibidang ekonomi, siapapun yang melanggar harus dikenakan “Wet op de
economische delicten” dengan catatan bagi indonesia walaupun ada asas korkodansi belum
dibuat ketentuan tersebut tapi di Belanda mengenai tindak pidana ekonomi sudah ada
peraturan dihindia belanda tidak dibuat, padahal seharusnya dibuat dengan asas
korkodansi.

Walaupun asas korkodansi ada, bagi hindia belanda tidak ada peraturan seperti UU 1932
tadi sampai tahun 1955 baru muncul peraturan yang mengatur tentang pidana kalau
melanggar hal – hal dibidang ekonomi tersebut yaitu :
32

UU darurat No. 7 tahun 1955 tentang tindak pidana ekonomi yang mulai berlaku 13 Mei
1955, yang telah mengalami beberapa perubahan, pencabutan, penambahan dibidang
ekonomi. Dasar adanya UU Darurat No. 7 tahun 1955 pasal 96 ini adalah UUDS 1950 yang
berbunyi bahwa :

Pemerintah berhak atas kuasa dan tanggung jawab sendiri menetapkan UU


darurat untuk mengatur hal – hal penyelenggaraan pemerintah yang karena keadaan –
keadaan yang mendesak perlu dengan sengaja. UU darurat mempunyai kekuatan dan
derajat UU kekuatan ini tidak mengurangi yang diterapkan dalam pasal tersebut.

Pasal 96 UU darurat No. 7 tahun 1955

Dalam keadaan darurat atau memaksa maka pemerintah dapat membuat UU


secara tepat tanpa parlemen UU darurat tersebut sebelum berlakunya UUDS 1950.
ketentuannya sudah ada dalam UUD 1945. oleh UUDS apa yang dikatakan dalam UUD 1945
disebut sebagai UU Darurat.

Perpu, mengatakan bahwa ia sederajat dengan UU tapi UU dibuat oleh


DPR/Parlemen.
Perpu dibuat oleh pemerintah karena keadaan memaksa dengancatatan Perpu
itu harus diserahkan kepada DPR untuk minta persetujuan DPR, kalau disetujui maka
perpu jadi UU.

Contoh : Perpu No. 1 tahun 1992

Jika disetujui maka dia menjadi UU Perpu no. 5 tahun 1992 jika tidak diterima
oleh DPR maka perpu dicabut.

Pasal 96, Disebut UU darurat karena keadaan memaksa nama awalnya UU


darurat no. 7 tahun 1955. dimana jika dibuat tentang masalah perekonomian maka dapat
menghancurkan negara dimana sering terjadi penyelundupan dibidang ekonomi.

Karena UU darurat harus diajukan atau kepada parlemen untuk disyahkan


menjadi UU, dengan meminta persetujuan.
33

Dalam kenyataannya UU darurat No. 7 tahun 1955, itu tidak pernah diajukan
oleh pemerintah kepada DPK atau parlemen untuk disyahkan naru dalamt ahun 1963 UU
darurat No. 7 tahun 1955 tersebut diajukan oleh pemerintah kepada DPR dan UU darurat
no. 7 tahun 1955 tersebut berdasarkan UU no. 1 tahun 1965 dinyatakan sebagai UU dengan
nama UU darurat No. 7 tahun 1955.

PELANGGARAN DIBIDANG EKONOMI

Pasal 1 Sub 1e, 2e, 3e UU Drt 7 Tahun 1955

Sekarang menjadi pasal 1 ayat 1,2,3 yaitu :

1. Semua peraturan masa hindia belanda, masa peraturan yang dibuat oleh pemerintah,
DPR dan dibawahnya
2. Berdasarkan peraturan yang akan datang
3. Berdasarkan apa yang disebut sendiri oleh TPE itu
Apa yang dikatakan TPK itu telah disebutkan UU tindak pidana Ekonomi pasal 1
UU TPE terdiri dari 3 ayat yaitu 1,2, dan 3

Pasal 1 UU No. 7 tahun 1955,

1. Peraturan dibidang yang telah ada dimasa hindia belanda dan di indonesia sampai
dengan adanya UU TPE

2. UU TPE menyatakan ia adalah tindak pidana ekonomi

3. Oleh UU TPE dinyatakan sebagai TPE apabila ada peraturan nantinya akan ada
klasifikasinya dibidang ekonomi. Bidang ekonomi yang kalau dilanggar disebut tindak
pidana ekonomi baik itu peraturan yang telah ada peraturan yang menyatakan itu tidak
pidana ekonomi dan peraturan yang akan datang.

Maka menurut ANDI HAMZAH berdasarkan pasal UU Tindak pidana ekonomi itu
disebut sebagai tindak pidana ekonomi adalah apabila :

Pasal 1 ayat 1 UU No. 7 tahun 1955 Melanggar peraturan – peraturan tentang


ekonomi dibidang :

a. Bidang Eksport, terdiri dari :

- Crisis uit voer ordonantie (stb 1933/383)


34

- Kapok Belangan ordantie (Stb 1935/165 tentang kepentingan kapuk

- Ordantie aethe rischa olien ( stb 1937/601) tentang peraturan minyak eter

- Krosok ordonantie (stb 1937/7604) -------- ordonantie tembakau

- Crisis uit voer ordonantie--------- UU tentang eksport antar pulau

b. Bidang import, terdiri dari :

- Crisis in voer ordonantie (stb 1933/ 349)

- Ordonantie gecontroleend goederen (stb 1948/144)

c. Moneter

- UU No. 10 tahun 1990

- Indische larier

- UU No. 17 tahun 1964

d. Bidang produksi dan industri

- UU perusahaan (Stb 1948/144)

- UU tentang penyelesaian harga

Pasal 1 ayat 2 UU No. 7 tahun 1955 :

Tindak pidana tersebut dalam pasal 26,32, 33 UU darurat ini dalam hal ini yang
dimaksud tindak pidana ekonomi adalah apa yang disebut juga didalam pasal 26,32,33.

Pasal 26 UU Darurat :

Bahwa dengan sengaja memenuhi tuntutan pegawai pengusut berdasarkan


suatu aturan dan UU darurat ini adalah tindak pidana ekonomi.

Pegawai pengusut = Pasal 2

Penyidik = Pasal 26

Penyidik dalam KUHAP = - Polisi - Penyidik dan pembantunya

Pasal 32 UU Darurat :
35

Bahwa barang siapa sengaja berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
bertentangan dengan suatu hukuman tambahan sebagai tercantum :

- Pasal 7 ayat 1 sub a,b,c

- Pasal 8

Dengan suatu peraturan seperti termaksud dalam pasal 10 atau dengan suatu
tindakan tata tertib sementara atau menghindari hukuman tambahan tindakan tata tertib
tindakan tata tertib sementara seperti tersebut diatas, maka ia melaksanakan suatu tindak
pidana ekonomi.

Sebagai tindak pidana ekonomi, Apabila yang bersangkutan berbuat atau tidak
berbuat seperti apa yang telah dijatuhkan oleh hakim kepada yang bersangkutan sanksi
yang harus dibutuhkan atau dalam hal ini ia berusaha untuk menghindari apa yang telah
dijatuhkan oleh hakim itu maka ia juga disebut sebagai tindak pidana ekonomi.

Sanksi dapat dalam bentuk UU No. 1 Darurat pasal 8 No. 7 tahun 1955

- Pemidanaan

- Tindakan tata tertib

- Tindakan tata tertib sementara

- Pidana tambahan

Jika hal diatas ini tidak dilaksanakan dan dihindari maka dapat disebut tindak
pidana ekonomi.

Pasal 33 UU Darurat :

Barang siapa sengaja baik sendiri maupun dengan perantaraan orang lain
menarik bagian – bagian kekayaan untuk dihindarkan dari tagihan – tagihan atau
pelaksanaan suatu hukuman baik tindakan tata tertib atau tindakan tata tertib sementara
yang dijatuhkan berdasarkan UU darurat ini, maka ini melakukan suatu tindakan pidana
ekonomi.

Kalau telah dijatuhkan pidana berupa :

- Denda

- Tindakan tata tertib yang harus dibayar dengan uang

- Tindakan tata tertin sementara yang harus dibayar dengan uang


36

Tapi yang bersangkutan menghindarkan pembayaran tadi baik sendiri – sendiri


atau perantaraan orang lain maka merupakan tindak pidana ekonomi.

Pasal 1 ayat 3 No. 7 tahun 1955 :

Bahwa tindak pidana tersebut dalam pasal 26, 32,33 UU lain sekedar UU itu
menyebut “Pelanggaran itu sebagai Tindak Pidana Ekonomi”.

Apa yang disebut oleh pasal 26,32,33 sudah jelas apabila terjadi maka
merupakan tindak pidana ekonomi sedangkan pasal 1 ayat 3 menyatakan apabila ada UU
lain maka kalau ditemukan dalam UU tersebut bunyi seperti pasal 26,32,33 dalam hal ini
UU tersebut menyatakan sama seperti yang dikatakan dalam pasal 26,32,33 yaitu juga
disebut sebagai tindak pidana ekonomi.

Jika seseorang tidak memenuhi permintaan pegawai pengusut atau penyidik


maka juga merupakan TPE.

Jadi dalam hal ini apa yang dikatakan TPE dapat dilihat dalam :

1. UU NO. 7 Tahun 1955

- Pasal 1 ayat 1

- Pasal 1 ayat 2

- Pasal 1 ayat 3

2. UU lain yang bunyinya sama dengan yang disebut dalam :

- Pasal 26

- Pasal 32

- Pasal 33

PENGERTIAN TINDAK PIDANA EKONOMI MENURUT PARA AHLI

Mengenai TPE, ANDI HAMZAH dan Mohammad ANWAR telah menggolongkan


tindak pidana ini ke dalam beberapa penggolongan berdasarkan :

UU No. 7 tahun 1955 :

- Pasal 1 ayat 1

- Pasal 1 ayat 2
37

- Pasal 1 ayat 3

1. Menurut ANDI HAMZAH :

Dalam bukunya Hukum Pidana Ekonomi membagi tindak pidana ekonomi atas 3 golongan :

1.Golongan Pertama

Peraturan – peraturan yang terdapat pada pasal 1 ayat 1 UU Tindak Pidana Ekonomi.

2.Golongan Kedua

Ketentuan yang ditentukan oleh UU tindak pidana ekonomi itu sendiri seperti yang diatur
dalam pasal 26, 32,33

3.Golongan Ketiga

Pemberian lowongan kepada kaidah – kaidah yang akan datang apakah berbentuk
UU ataupun Perpu dimana dia ditentukan bahwa pelanggaran atas UU atau Perpu tadi
merupakan delik ekonomi (Pasal 1 ayat 3).\

Jika boleh kita katakan :

- Bahwa pasal 1 ayat 1,2 itu peraturannya sudah ada sedangkan pasal 1 ayat 3
disebut Ius constituendum. Peraturan ekonomi itu sudah diprediksi oleh apa yang
dikatakan Andi Hamzah dan akan muncul peraturan itu nantinya jadi ada ius constitutum
dan ius constituendum.

2. Menurut MUHAMMAD ANWAR :

Dalam bukunya Hukum Pidana dibidang Ekonomi menyebutkan bahwa ada 2 jenis
kelompok tindak pidana dibidang Ekonomi yaitu :

1. Tindak Pidana dalam arti Sempit

Tindak pidana ekonomi yang bersumber pada pasal 1 UU Tindak Pidana Ekonomi.

Hal ini dapat dibagi 3 yaitu :

a. Tindak pidana Ekonomi berdasarkan pasal 1 ayat 1

Himpunan peraturan – peraturan dibidang ekonomi yang sudah ada sebelum UU tindak
pidana ekonomi ini diundangkan.

b. Tindak pidana ekonomi berdasarkan pasal 1 ayat 2 UU TPE yakni sebagai


yang diatur dalam pasal 26, 32,33
38

c. Tindak Pidana ekonomi berdasarkan pasal 1 ayat 3 UU TPE yakni


pelanggaran suatu ketentuan :

- Didalam UU lain

- Berdasarkan UU lain

Ketentuan didalam UU lain :

UU yang bersangkutan (UU lain) harus memuat suatu ketentuan bahwa pelanggaran
terhadap ketentuan – ketentuan tersebut dinyatakan sebagai TPE.

Dalam UU lain dinyatakan atau menyatakan sendiri itu adalah TPE seperti yang tertera
dalam pasal 26,32,33

Contoh .: Perpu No. 8 tahun 1962 menjadi UU berdasarkan UU No. 7 tahun 1964 tentang
perdagangan barang – barang dalam pengawasan.

Berdasarkan UU lain : UU tersebut berdasarkan peraturan :

- sebagaimana tersebut dalam pasal 1 ayat 1

- sebagaimana tersebut dalam pasal 1 ayat 3

UU lain itu dasarknya kepada peraturan – peraturan yang ada didalam pasal 1 ayat 1 dan
pasal 1 ayat 3 maka itu adalah tindak pidana ekonomi.

Menurut MUHAMMAD ANWAR :

Adanya kata – kata berdasarkan tadi adalah untuk memberikan kesempatan wewenang
membuat peraturan dibidang pidana ekonomi kepada DPRD, karena didalam daerah –
daerah tertentu ada kekhususannya sehingga DPRD itu diberikan wewenang pula untuk
membuat peraturan dibidang ekonomi.

2. Tindak pidana dalam arti luas

Dapat dibagi atas :

a. Pelanggaran terhadap ketentuan – ketentuan dari peraturan – peraturan


dibidang ekonomi, pelanggaran mana diancam dengan hukuman yang
termuat dalam UU TPE yang biasanya berdasarkan ketentuan – ketentuan
pidana dalam peraturan khusus dibidang ekonomi.

Antara lain :

- UU tentang perbankan
39

CONTOH : menjalankan usaha bank tanpa izin

- UU tentang merek perusahaan dan merk perniagaan.

Contoh : Pemalsuan merek.

b. Peraturan tentang lautan teritorial dan lingkungan lautan larangan yaitu stb.
1939 / 442 dan dengan beberapa peraturan lain.

Contoh : Penangkapan ikan tanpa izin

c. UU tentang hak cipta

d UU tentang pemberantasan tindak pidana korupsi

e. UU tentang tindak pidana tera (timbangan, ukuran dan takaran).

Perbuatan – perbuatan pelanggaran hukum yang menyangkut bidang ekonomi


dapat diberlakukan beberapa ketentuan dalam KUHP.

Pelanggarannya :

- Dengan menggunakan daya upaya atau sarana yang ada

- Pasal – pasal yang berhubungan dengan perdagangan, produksi, retribusi yang


kesemuanya memberikan pengaruh terhadap situasi dan perkembangan
ekonomi atau moneter.

Kesemua pelanggaran diatas tentang tindak pidana Ekonomi yang dapat


diberlakukan KUHP tersebut adalah :

Seperti yang ditemukan dalam buku II :

1. Bab 10

Tentang hal memalsukan mata uang dan uang kertas negara serta uang kertas bank.

2. Bab 11

Tentang memalsukan materai dan merek

3. Bab 12

Tentang memalsukan surat - surat

4. Bab 24 tentang penggelapan


40

5. Bab 25 tentang penipuan

6. Bab 26 tentang merugikan penagih hutang atau orang yang berhutan

PERSAMAAN PENDAPAT ANDI HAMZAH DAN MHD. ANWAR ADALAH :

Sama – sama melihat pasal 1 ayat 1,2, dan 3

PERBEDAANNYA :

1. Mhd. Anwar lebih memperjelas pengertian dari pasal 1 ayat 1,2,3 itu sebagai TPE

2. Mhd. Anwar lebih memperjelas maksud ius constituendum pada pasal 1 ayat 3 yaitu
dapat berupa :

- Ketentuan dalam UU lain

- Ketentuan berdasarkan UU lain

Perbuatan pelanggaran hukum yang menyangkut bidang ekonomi dapat diperlukan


ketentuan dalam KUHP berupa :

a. Menggunakan daya upaya dan alat atau sarana.

Hal ini bisa dalam bentuk :

1. Surat – surat berharga

2. Warkat – warkat bank

3. Fasilitas – fasilitas yang dikeluarkan oleh bank

4. Sarana produksi

5. Bahan – bahan pokok dalam pengawasan yang dapat merugikan produksi dan
distribusi yang biasanya dalam bidang pertanian dan industri serta prasaranya antara lain :

- Ditemukan dalam pasal 263, 264, 266 dan 271 KUHP yang pada umumnya berisikan
pemalsuan berbagai jenis surat.

- Bab 12 KUHP tentang pemalsuan surat – surat pasal 264 tentang menyuruh menempatkan
keterangan palsu.

- Tentang pengelapan
41

Pasal 372 dan 374 KUHP bab 24 dengan judul penggelapan

- Ketentuan – ketentuan tentang penipuan, pasal 378 KUHP

- Membeli sengaja tidak melunasi:

Pasal 379 a KUHP

“ Mereka yang sebagai mata pencahariannya atau kebiasaan membeli barang – barang
dengan maksud supaya ia sendiri atau orang lain mendapat barang itu dengan tidak
melunaskan sama sekali pembayarannya”.

- Penipuan beberapa kali atas konsumen yang sama :

Pasal 383 Bis

“ Pemegang surat pengangkutan dilaut (Konosemen) yang dengan sengaja mempunyai


beberapa lembar surat konosemen serta telah diikat dengan perjanjian utang untuk
keperluan beberapa orang yang mendapatnya”.

b. Tindak pidana yang berhubungan langsung dengan perdagangan.

Hal ini dapat dilihat pada pasal 383 dan 386 KUHP yaitu :

1. Pasal 383 KUHP, penipuan oleh penjual dalam jual beli :

- Sengaja menyerahkan barang yang lain daripada yang telah ditunjuk oleh pembeli.

- Keadaan sifat atau banyaknya barang

Yang diserahkan dengan memakai akal dan tipu muslihat.

Pasal 386 KUHP :

“ Menjual, menawarkan atau menyerahkan barang makanan, atau minuman/obat, sehingga


diketahuinya barang itu dipalsukan dan kepalsuan itu disembunyikan”.

2. Pemalsuan terhadap nama atau tanda atas karya kesastraan ilmu pengetahuan
dan industri. Terlihat dalam pasal 386, 393 KUHP.

3. Penipuan dalam asuransi Pasal 381, 382 KUHP

4. Persaingan curang pasal 382 Bis

5. Penipuan dalam pemborongan pasal 387 KUHP


42

“ Seorang pemborong atau ahli bangunan dan suatu pekerjaan yang pada waktu melakukan
pekerjaan bangunan itu melakukan hal tipu yang mendatangkan bahaya bagi orang
banyak”.

6. Penjualan, penawaran, penyerahan, pembagian, penyediaan untuk dijual atau


untuk dibagikan barang yang diketahui atau dapat diduga bahwa pada barang itu sendiri
atau pada bungkusnya dibeli secara palsu nama/firma/cap/ merek yang menjadi hak orang
lain.

Pasal 393 KUHP.

Jadi dalam arti sempit dan luas yang dikemukakan Mohammad Anwar yaitu :

1. Adalah berupa penafsiran terhadap tindak pidana ekonomi berdasarkan pasal 1 ayat
1,2,3 UU TPE.

2. Sedangkan apa yang dinyatakan dalam pasal 26,32, dan 33 tetap merupakan TPE juga
seperti apa yang diatur oleh UU tentang TPE diatas tadi.
43

TINDAK PIDANA EKONOMI

PELAJARAN 3

PENDAHULUAN

Pada level kompetensi ini mahasiswa mempunyai kemampuan menjelaskan


tentang hal yang bersifat khusus dalam tindak pidana ekonomi.

KUALITAS MATERI PERKULIHAN

A. JUDUL MATERI PERKULIAHAN : tujuan hukum pidana khusus.


B. SUB-SUB MATERI PERKULIHAN :
1. Sifat khusus dari tindak pidana ekonomi.
2. Ketentuan – ketentuan dalam peraturan TPE bersifat elastis

3. Perbedaan pengertian, kejahatan dan pelanggaran dalam TPE

4. Perluasan berlakunya ketentuan pidana UU TPE

5. Percobaan dan pemberian bantuan yang berbeda dengan KUHP

C. TUJUAN PEMBELAJARAN
Dengan mempelajari tindak pidana khusus diharapkan mahasiswa dapat
memperoleh impromasi yang seluas-luasnya mengenai sifat khusus dari tindak pidana
ekonomi.
D. INDIKATOR HASIL EVALUASI PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang sifat khusus khusus dari tindak
pidana ekonomi.
2. Ketentuan – ketentuan dalam peraturan TPE bersifat elastis

3. Mahasiswa dapat mengetahui Perbedaan pengertian, kejahatan dan


pelanggaran dalam TPE

4. Mahasiswa mengetahui Perluasan berlakunya ketentuan pidana UU TPE

5. Mahasiswa dapat mengetahui Percobaan dan pemberian bantuan yang


berbeda dengan KUHP

M. METODE DAN STRATEGI PROSES PEMBELAJARAN


- Metode Perkuliahan yaitu Problem Based Learning (PBL) pusat pembelajaran
ada pada mahasiswa. Metode yang diterapkan adalah “belajar” (Learning) bukan
“mengajar” (Teaching).
44

- Strategi pembelajaran : kombinasi pertemuan tatap muka 50 % (menjelaskan


materi kulia) dan tutorial 50 % ( kemampuan mahasiswa berdiskusi dalam
menulis tugas-tugas).
- Media instruksional dengan media yang ada dimanfaatkan seperti media papan
tulis, computer, LCD.
- Cara mengajar dosen dengan power point slide dan secara manual.
- Cara belajar mahasiswa dalam mata kuliah kriminologi sesuai dengan dalam
Buku Ajar
N. Materi perkuliahan

HAL – HAL YANG BERSIFAT KHUSUS DALAM TPE

Ada 8 hal yang bersifat khusus dalam TPE yaitu :

1. Ketentuan – ketentuan dalam peraturan TPE ini adalah bersifat elastis

2. Perbedaan pengertian, kejahatan dan pelanggaran dalam TPE

3. Perluasan berlakunya ketentuan pidana UU TPE

4. Percobaan dan pemberian bantuan yang berbeda dengan KUHP

5. Keadilan in absensia

6. Penyelesaian perkara diluar beracara (Schiking atau denda damai)

7. Perluasan tentang subjek yang dapat dihukum

8. Aneka ragam sanksi dan penjatuhan pidana

Ad.1. Ketentuan – ketentuan dalam peraturan TPE bersifat elastis

ANDI HAMZAH dalam bukunya hukum pidana ekonomi menyebutkan bahwa:

Peraturan tentang TPE ini bersifat elastis, artinya peraturan – peraturan


dibidang pidana ekonomi itu disesuaikan dengan pasar.

Menurut Andi Hamzah, Di Indonesia pada umumnya terlihat dalam praktek per
UU an dilapangan ekonomi ini berubah dengan cap silih berganti guna mengejar akal licik
pedagang dan pencatut. Bahwa pejabat dilapangan ini seperti polisi, jaksa dan hakim
termasuk pengacara/advokat seringkali belum sempat membaca atau menemukan suatu
peraturan maka peraturan itu sudah diubah pula terutama yang berbentuk PP, peraturan
45

menteri. Jadi perubahan sosial ekonomi serta merta diikuti oleh peraturan pidana ekonomi
yang bersifat temporer untuk mengatasi kesulitan pada waktu tertentu.

ad. 2. perbedaan pengertian kejahatan dan pelanggaran dalam tpe.

Dalam TPE klasifikasi kejahatan dan pelanggaran disesuaikan dengan


penggolongan tindak pidana yang dikemukakan sebelumnya.

Menurut ANDI HAMZAH :

Bagi tindak ekonomi golongan I dipakai klasifikasi dalam UU yang tercantum


dalam pasal 1 ayat 1 itu :

- Jika dalam UU tersebut memberikan pengertian kejahatan dan pelanggaran secara


tersendiri maka diklasifikasikan itulah yang dipakai.

- Jika tidak memberi pengertian secara sendiri maka pengertian kejahatan dan
pelanggaran didalam hukum pidana umum yang dipakai.

Dalam hal ini menurut Andi Hamzah, kita dapat melihat bahwa menurut UU TPE
atau hukum pidana ekonomi apa yang disebut oleh UU TPE sebagai kejahatan dan
pelanggaran dapat kita lihat berdasarkan penggolongan dari UU TPE tadi.

Golongan I :

Apabila dalam UU TPE itu disebut klasifikasi kejahatan maka dia adalah kejahatan,
walaupun tidak dijelaskan bahwa itu adalah perbuatan berupa pelanggaran hukum pidana
umum.

Contoh : Makhoda kapal yang tidak melaporkan isi dari kapalnya itu adalah perbuatan
kejahatan dimiliki perbuatan itu langsung perbuatan kejahatan, walaupun nakhoda itu lupa
atau lalai.

Kalau dalam klasifikasi UU TPE itu dikatakan pelanggaran dan mungkin dalam
KUHP itu merupakan kejahtan maka dia adalah pelanggaran bukan kejahatan, sebaliknya
jika dalam UU TPE tersebut tidak dinyatakan secara tegas itu adalah kejahatan atau
pelanggaran maka yang berlaku adalah klasifikasi KUHP. Artinya kalau dalam KUHP itu ada
kata “Barangsiapa dengan sengaja” maka itu adalah kejahatan tapi kalau dinyatakan kata “
lalai atau lupa” maka itu adalah pelanggaran.

Golongan II :

- Pasal 26

- Pasal 32
46

- Pasal 33

Hal ini jelas kalau dia dipakai sebagai klasifikasi kejahatan.

Golongan III :

Sama seperti yang disebutkan untuk golongan I tersebut.

DASAR PEMIKIRAN PERBEDAAN KEJAHATAN DENGAN PELANGGARAN

Pasal 2 ayat 1 :

Tindak pidana ekonomi tersebut dalam pasal 1 ayat 1 adalah kejahatan atau pelanggaran
sekedar tindak pidana itu menurut ketentuan dalam UU yang bersangkutan adalah
kejahatan atau pelanggaran TPE lainnya, yang tersebut dalam pasal 1 ayat 1 adalah
kejahatan apabila tindak pidana itu dilakukan dengan sengaja.

Pasal 2 ayat 2 :

TPE tersebur dalam pasal 1 ayat 2 adalah kejahatan apabila tindak itu mengandung anasir
sengaja, tindak pidana itu adalah pelanggaran satu dengan lainnya dengan UU itu tidak
ditentukan lain.

Ad.3. Perluasan berlakunya ketentuan pidana UU TPE

Pemberlakuan ketentuan TPE pada umumnya lebih luas dari ketentuan berlakunya
KUHP pasal 2 yang pasal 2 tersebut menganut asas TERITORIALITAS. Bahwa TPE ini asas
pemberlakuannya lebih luas daripada asas teritorialitas seperti yang dianut tindak pidana
umum (Pasal 2 KUHP).

Pasal 2 KUHP :

Ketentuan pidana dalam UU Indonesia berlaku bagi tiap orang yang dalam indonesia
melakukan suatu perbuatan yang boleh dihukum/peristiwa pidana.

Dalam TPE asas pemberlakuan yang berbeda ditemukan dalam pasal 3 UU TPE
bahwa :

“Barangsiapa turut melakukan suatu TPE yang diberlakukan dalam daerah hukum RI dapat
dipidana begitu pula jika turut melakukan TPE diluar negeri”.

Maksudnya : kalau seandainya ada orang yang turut melakukan TPE baik berada di
indonesia atau tidak diindonesia maka orang itu dapat dipidana menurut hukum indonesia.
47

Mengenai turut melakukan tersebut ada beberapa sarjana yang telah memberikan
pendapatnya antara lain :

1.Menurut SOEPRAPTO

Dalam bukunya hukum pidana ekonomi menyatakan bahwa : kami tidak mengerti mengapa
turut melakukan saja yang tersebut dalam pasal 3 untuk dijadikan delik sendiri sedangkan
hal menuyuruh lakukan (Doen Plegen) membujuk melakukan (Uit Lokken) tidak dijadikan
delik tersendiri dan masih mengikuti pasal 55 KUHP.

Sebenarnya yang penting dalam pasal 3 UU TPE adalah perluasan berlakunya hukum TPE
ke luar negeri antara lain :

- Perhatikannlah penjelasan umum bagian ke 5 dan UU TPE yang menyatakan bahwa


.................... sebagai perluasan pasal 2 KUHP .........

- Maka perbuatan turut serta yang dilakukan diluar negeri dapat dipidana juga.

Analisa yang sama juga dikemukakan oleh :

KARNI

Dalam bukunya tindak pidana ekonomi :

Pasal 55 KUHP terdapat dalam Bab 5 buku I KUHP dengan judul turut serta melakukan
perbuatan yang dapat dihukum. Maka sebaiknya pasal 55 KUHP ini juga dapat
diberlakukan bagi seseorang yang turut serta diluar negeri.

2. Menurut ANDI HAMZAH

Dalam bukunya Tindak Pidana Ekonomi

Andi Hamzah menyatakan bahwa : dalam pasal 3 UU TPE ini pembuat UU memakai istilah
lain lagi yaitu ikut serta.

enurut Andi Hamzah, maksudnya bukalah kata – kata serta dan turut melakukan yang
disalin dengan kata MEDE PLEGEN akan tetapi mestinya DEEL NEMING

MEDE PLEGEN bisa diartikan :

- Turut berbuat

- Serta berbuat

Dalam hal ini ditemukan dalam pasal 55 ayat 1 KUHP.

DEEL NEMING adalah :


48

- Turut serta (dalam makna yang luas)

Yang bisa ditemukan dalam pasal 55 – 62 KUHP

Ad.4. Percobaan dann pemberian bantuan

Hal ini diatur dalam pasal 4 UU TPE bahwa :

Jika dalam UU TPE pada umumnya atau TPE pada khususnya maka didalamnya termasuk
pemberian bantuan pada atau untuk melakukan tindak pidana itu dan percobaan
melakukan tindak pidana itu sekedar suatu ketentuan tidak menerapkan sebaliknya.

UU TPE tidak memberikan penjelasan terhadap pasal 4 ini, namun bila dilihat materi pasal
ini ada 2 perbuatan yang diancam dengan pidana yaitu :

1. Percobaan

2. Pemberian bantuan (Pasal 53 KUHP dan 56 KUHP).

PERCOBAAN :

Suatu perbuatan yang belum selesai, tidak selesai karena bukan atas kehendak sipelaku.

Contoh : Mencongkel pintu orang lain tapi diketahui oleh orang lain.

Pidananya : dikurangi ½ nya karena deliknya belum selesai.

Menurut Pasal 4 UU TPE :

Baik percobaan maupun pemberian bantuan seseorang dipidana dengan delik selesai.

Menurut pasal 54 KUHP :

Percobaan untuk pelanggaran tidak diancam hukuman

Percobaan pelanggaran pada TPE dapat dipidana dasarnya pasal 2 UU TPE.

Terhadap pernyataan pasal 4 UU TPE :

Saya menyatakan bahwa :

2. Percobaan pada delik ekonomi adalah sama dengan delik telah selesai

3. Menurut Andi Hamzah : Tidak sepakat dengan pendapat karena kami sama dengan
delik selesai tetapi kalau dilihat dari akibatnya yang berbahaya dari delik ekonomi
yang dinyatakan sebagai alasan menetapkan percobaan sama dengan delik selesai
maka alasan itu dapat diterima.
49

3. Menurut Karni :

Dia menyatakan bahwa pasal 4 itu menyimpang dari pasal 53 dan 60 KUHP dianggap perlu
khususnya terhadap yang dipandang pelanggaran.

4. Menurut Andi Hamzah :

Bagaimana hakim dan jaksa bisa tiba pada pengurangan hukuman kalau tidak terlebih
dahulu diklasifikasikan delik yang bersangkutan sebagai percobaan pasal 53 KUHP atau
memberi bantuan pasal 56 KUHP

Dan ketentuan pasal 4 UU TPE :

Hanya diberlakukan untuk TPE yang digolongkan pada golongan 1 dan 3.

Ad.5. Peradilan in – Absentia

Peradilan in absentia ini ditemukan didalam pasal 16 ayat 1 sampai dengan pasal 16
ayat 8 UU TPE dan ditambah dengan peraturan pemerintah pengganti UU No. 15 tahun
1992 dengan ayat 7 – 9.

Bunyi pasal 16 ayat 1 TPE menyatakan bahwa :

Jika ada cukup alasan untuk menduga bahwa seseorang yang meninggal dunia
sebelum/perkaranya ada putusan yang tidak dapat diubah lagi telah melakukan TPE maka
hakim atas tuntutan penuntut umum dengan putusan pengadilan dapat :

a. Memutus perampasan barang – barang yang telah disita yang dalam hal ini pasal 10 UU
darurat ini berlaku sepadan

b. Memutus bahwa tindakan tata tertib yang disebut dalam pasal 8 sub C yang dilakukan
dengan memberatkannya pada harta orang yang meninggal tersebut.

Pasal 16 ayat 6 menyatakan bahwa :

Ketentuan dalam pasal 1 diatas pada permulaan kalimat dan dibawah a berlaku juga jika
berdasarkan atas alasan – alasan dapat diterima bahwa TPE itu dilakukan oleh seorang
yang tidak dikenal orang, putusan itu diumumkan dalam berita negara dan didalam satu
atau lebih surat kabar yang akan ditunjukkan oleh hakim.

Ayat 1 :

Yang bisa tidak perlu adil adalah orang yang telah meninggal
50

Ayat 6 :

Disamping orang yang meninggal juga ada orang yang tidak dikenal orang.

Tentang masalah meninggal dunia :

Dapat diadili in absentia relatif berbeda dengan apa yang ditentukan dalam pasal 77 KUHP
(e) hak menuntut hukuman gugur lantaran sitertuduh meninggal dunia. Mengenai pasal 16
(6) ini banyak menimbulkan kesulitan karena penafsiran terhadap orang tidak dikenal
(orang) sehingga dapat menimbulkan relatif ketidakpastian.

Dalam hal ini penafsiran tersebut sangat tergantung kepada penafsiran tersebut. Mengenai
penafsiran terhadap pengertian orang tidak dikenal orang tersebut, oleh amir Hamzah
tidak dinyatakan bahwa penafsiran itu berdasarkan putusan pengadilan yang dapat dibagi
dua yaitu :

- Sempit

- Luas

Menurut Andi Hamzah, penafsiran sempit ini ditemukan pada putusan PT. Surabaya
dalam kasus Malaya indonesia Grd. Co. Ltd. (Grading company ltd) dalam tahun 1960.
kesimpulan putusannya : bahwa orang yang tidak dikenal adalah sungguh – sungguh tidak
dikenal.

Sedangkan penafsiran dalam arti luas ditemukan pada putusan PN Malang tahun
1961 yang dalam putusannya berpendapat bahwa “Fisik ada tetapi setelah dicari dengan
perantaraan alat – alat negara tidak terdapat dimana alamatnya yang setepat – tepatnya.
Maka untuk diterima namanya dalam arti kata pasal 16 (6) yaitu dikenal namanya akan
tetapi melarikan diri atau sebab lain tidak lagi berada di indonesia sehingga orang tidak
mengenalnya sekalipun didalam pasal ini tidak ditentukan dengan kata – kata yang tegas
mengenai kata – kata orang yang tidak dikenal itu.

Oleh Andi Hamzah, kata – kata sebab yang lain tidak lagi berada di indonesia maka PN
malang berasumsi karena tidak ditemui di indonesia, berarti ia sudah pergi ke luar negeri.
Maka untuk keseragaman penafsiran, pemerintah mengeluarkan perpu No. 15 tahun 1962
yang menambah pasal 16 itu dengan tiga pasal yaitu pasal 16 ayat 7,8 dan 9. Maka pasal 16
51

tersebut berbunyi ayat 1 – 6, ayat 7 yang diartikan dengan seorang yang tidak dikenal
termasuk pula :

a. Setiap orang yang diketahui namanya dan tempat kediamannya diluar negeri yang
telah dipanggil dengan perantaraan perwakilan RI atau dengan surat panggilan yang
ditempelkan pada tempat pengumuman di PN atau ditempatkan dalam satu/lebih surat
kabar dan tidak menghadap kepada instansi yang memanggilnya.

b. Setiap orang yang diketahui namanya, akan tetapi tidak diketahui tempat
kediamannya yang telah dipanggil dengan surat panggilan yang ditempelkan pada papan
pengumuman di PN atau yang ditempatkan dalam satu atau lebih surat kabar tidak datang
menghadap yang memanggilnya.

Ad. 6. PENYELESAIAN DILUAR ACARA/DENDA DAMAI

Denda damai dalam bahasa aslinya Beshikhing --- penyelesaian perkara dalam TPE.

Penyelesaian diluar acara adalah penyelesaian kasus tanpa diajukan ke sidang pengadilan
dengan membayar denda damai yang disepakati antara tersangka dengan kejaksaan.

Maksud denda damai ini ditemukan permulaannya dalam pasal 29 rechten ordonantie ( UU
Bea) yang dalam hal ini telah diganti dengan pasal 113 UU No. 10 tahun 1995 tentang
kepabeanan.

Pasal 113 : 1 :

Untuk kepentingan penerimaan negara atas permintaan menteri keuangan, jaksa agung
dapat menghentikan penyidikan dibidang kepabeanan.

Ayat 2 :

Penghentian, penyidikan dibidang kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya


apabila yang bersangkutan melunasi bea masuk yang tidak atau kurang dibayar, ditambah
dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 4 x jumlah bea masuk yang
tidak/kurang dibayar.

Bagaimana kepastian hukum denda damai ini ?

Apakah dalam denda damai itu masih dapat dilakukan penuntutan. Apakah asas nebis in
idem tidak dapat diterapkan? Itulah masalahnya.

Ditemukan 2 pendapat sampai sekarang :


52

1. Denda damai ini tidak dimajukan lagi ke persidangan pengadilan. Alasannya telah
ada keputusan jaksa agung sesuai dengan asas opportunitas yang ada padanya.

2. Terdapat tersangka telah membayar denda damai yang juga merupakan sanksi.

3. Sesuai dengan asas kepastian hukum, yang biasanya perkara yang telah diselesaikan
diluar acara tersebut, tidak dapat dimajukan lagi.

Sedangkan peraturan yang kedua, denda damai itu belum merupakan keputusan hakim,
maka masih dapat dimajukan kepersidangan karena asas nebis in idem (putusan yang telah
diputuskan tidak bisa lagi diajukan ke pengadilan).

Ad.7. PERLUASAN OBJEK YANG DAPAT DIHUKUM

Dalam hukum pidana umum subjek yang dapat dihukum adalah manusia saja, kecuali kalau
telah berlaku nantinya konsep hukum pidana nasional maka disamping subjek hukumnya
manusia juga badan hukum. Sedangkan dalam pidana khusus pertama dalam TPE,
dinyatakan sebagai subjek hukum adalah manusia dan badan hukum.

Kelainan/keistimewaan adalah bahwa sanksi yang bisa dijatuhkan kepada TPE adalah
bersifat kumulasi/kumulatif, artinya suatu TPE biasanya dijatuhi pidana kumulasi yaitu
suatu penjatuhan pidana yang bersifat gabungan, antara pidana badan ditambah dengan
pidana denda. Namun, bisa juga sanksi TPE itu adalah bersifat alternatif/pilihan, artinya
bisa pidana badan saja atau pidana denda satu.

Contoh : Dijatuhi pidana penjara atau denda.

Penjatuhan pidana didalam TPE, biasanya dijatuhi pidana pokok dan kalau mungkin
dijatuhi pidana tambahan dan bisa juga dijatuhi pidana dalam bentuk seperti yang
disebutkan dalam pasal 8 yaitu tindakan tata tertib dan juga bisa ditambahkan dengan
tindakan tata tertib sementara dan disamping itu juga bisa dijatuhkan berdasarkan hukum
perdata. Dan juga bisa diikuti dengan penjatuhan menurut hukum administrasi.

PENYIDIKAN

Kemudian mengenai masalah PENYIDIKAN itu bisa dilihat bahwa sesuai dengan ketentuan
hukum pidana khusus penyidikan dilakukan berdasarkan KUHAP kecuali apabila
ditentukan lain oleh UU ini.

Pada umumnya, sebagai penyidik adalah pihak kejaksaan sendiri kalau penyidik tersebut
mempunyai kewenangan untuk menyita atau menyerahkan barang untuk disita atau
merampas ataupun memusnahkan barang yang disita tersebut.
53

PENYITAAN

Kalau dihapuskan, maka jaksa membuat surat keterangan agar dalam menyidangkan
nantinya akan jelas mengenai status dari barang sitaan tersebut. Penyitaan juga berhak
memasuki setiap tempat yang menurut pendapatnya akan membantu penyidikannya.
Apabila perlu dia bisa meminta bantuan kepada kekuasaan umum (penegak hukum). Dan
dalam hal ini yang tidak kalah pentingnya adalah dia wajib merahasiakan sesuatu hal yang
dapat menolak untuk memperhatikan surat – surat yang termasuk kewajiban
merahasiakan itu.

PENYIDANGAN

Mengenai penyidangan TPE adalah pada PN yang hakim panitera jaksa disebut
dikhususkan dalam masalah perkara pidana ekonomi, maka pengadilan itu disebut
pengadilan ekonomi. Sama seperti PN, pengadilan ekonomi juga bisa bersidang diluar
tempat kedudukan pengadilan ekonomi tersebut. Pada pemeriksaan dipersidangan, ada
satu hal yang berbeda yaitu ada badan/pegawai penghubung., ARTINYA untuk kepentingan
pengusutan, penuntutan dan peradilan pidana TPE dengan persetujuan menteri
kehakiman, HAM dapat diangkat pegawai yang dianggap ahli dalam bidang perekonomian
yang berkewajiban memberikan bantuannya kepada hakim, kepada penyidik dan kepada
penuntut baik diluar persidangan maupun didalam persidangan.

Anda mungkin juga menyukai